Professional Documents
Culture Documents
Makalah Etika Profesi Guru Kelompok 2 - Konsep Profesional, Profesi Dan Profesionalisme
Makalah Etika Profesi Guru Kelompok 2 - Konsep Profesional, Profesi Dan Profesionalisme
Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah Etika Profesi Guru SD
Disusun Oleh :
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat serta
rahmatnya kami menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun isi yang akan dibahas
pada laporan ini yaitu Konsep Profesional, Profesi dan Profesionalisme.
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui mengenai Konsep
Profesional, Profesi dan Profesionalisme di Indonesia. Pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih pada dosen, narasumber juga seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembacanya.
Kami sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan makalah ini. Oleh
karena itu, kami menerima saran dan kritikan yang membangun dari pembaca untuk
penyempurnaan laporan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................3
LATAR BELAKANG........................................................................................................................................3
Pendahuluan....................................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................4
ISI.................................................................................................................................................................4
1. Definisi Profesional, Profesi dan Profesionalisme............................................................................4
2. Apa Itu Profesi?...............................................................................................................................7
3. Karakteristik Profresi.......................................................................................................................7
4. Peran Guru Sebagai Profesional......................................................................................................8
5. Profesionalisme Guru....................................................................................................................10
6. Kode Etik Guru...............................................................................................................................12
7. Tantangan dalam Profesionalisme Guru........................................................................................13
8. Pentingnya Etika Profesi Guru.......................................................................................................13
9. Studi Kasus Etika Profesi Guru.......................................................................................................14
10. Cara Menerapkan Etika Profesi..................................................................................................23
BAB III........................................................................................................................................................24
KESIMPULAN.............................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................24
BAB I
LATAR BELAKANG
Pendahuluan
Konsep profesional, profesi, dan profesionalisme adalah elemen-elemen penting dalam
berbagai bidang pekerjaan yang mempengaruhi tatanan masyarakat dan perkembangan global.
Dalam era di mana perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat, pemahaman yang
mendalam tentang apa artinya menjadi seorang profesional dan bagaimana profesionalisme
memengaruhi berbagai aspek kehidupan telah menjadi sangat relevan. Profesi guru memiliki
peran yang sangat penting dalam membentuk masa depan masyarakat dan negara. Guru bukan
hanya sebatas pekerjaan, tetapi juga sebuah profesi yang memerlukan komitmen, etika, dan
profesionalisme yang tinggi.
Makalah ini akan mengulas tentang definisi, karakteristik, peran guru dalam profesional,
profesi, dan profesionalisme. Kemudian dalam makalah ini juga akan membahas profesionalisme
guru, kode etik guru, tantangan dalam profesionalisme guru, pentingnya etika profesi guru, studi
kasus etika profesi guru, dan bagaimana cara menerapkan etika profesi guru. Melalui
pemahaman ini, diharapkan guru dapat memberikan pendidikan yang berkualitas, menginspirasi
siswa, dan menjadi contoh yang baik dalam masyarakat. Dengan demikian, makalah ini akan
menjelaskan konsep-konsep tersebut dan menggali lebih dalam mengenai peran etika profesi
guru dalam menjaga mutu pendidikan.
BAB II
ISI
1. Definisi Profesional
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) profesional diartikan sebagai
sesuatu yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Profesional
yaitu serangkaian keahlian yang dipersyaratkan untuk melakukan suatu pekerjaan
yang dilakukan secara efisien dan efektif dengan tingkat keahlian yang tinggi dalam
rangka untuk mencapai tujuan pekerjaan yang maksimal.
Orang profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli
dibidang tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatianya untuk
pekerjaan tersebut. Orang yang profesional adalah orang yang mempunyai komitmem
pribadi yang mendalam atas pekerjaan, melibatkan seluruh dirinya dengan giat, tekun
dan serius menjalankan pekerjaannya. Disiplin dan keseriusan adalah perwujudan dari
komitmen atas pekerjaannya. Orang profesional diandalkan dan dipercaya masyarakat
karena mempunyai komitmen moral atau pribadi serta tanggung jawab yang
mendalam atas pekerjaannya (Keraf, 1998).
Sikap profesional tercermin pada pelaksaan kualitas yang merupakan karakteristik
atau tanda suatu profesi atau seorang profesional. Dalam pengertian umum, seseorang
dikatakan profesional jika memenuhi tigakriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk
melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi
dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan, dan
menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang ditetapkan.
2. Definisi Profesi
Profesi diambil dari kata latin profess, professus, profesio, yang berarti pengakuan
atau pernyataan. Professio juga memiliki dua pengertian yaitu ikrar dan pekerjaan.
Dalam pengertian luas berarti kegiatan apa saja dan siapa untuk memperolah nafkah
yang dilakukan dengan keahlian tertentu. Diartikan dalam arti sempit, profesi berarti
suatu kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut
darinya pelaksanaan norma-norma sosial yang baik.
Profesi merupakan pekerjaan yang didalamnya memerlukan sejumlah persyaratan
yang mendukung pekerjaannya. Karena itu, tidak semua pekerjaan menunjuk pada
suatu profesi. Dengan demikian profesi memang sebuah pekerjaan, tetapi sekaligus
tidak sama begitu saja dengan pekerjaan pada umumnya. Profesi mempunyai tuntutan
yang sangat tinggi, bukan saja dari luar melainkan terutama dari dalam diri orang itu
sendiri. Tuntutan ini menyangkut tidak saja keahlian, melainkan juga komitmen
moral: tanggung
jawab, keseriusan, disiplin dan integritas pribadi (Keraf, 1998).
3. Definisi Profesionalisme
Profesionalisme berasal dari bahasa Anglosaxon yang mengandung pengertian
kecakapan, keahlian dan disiplin. Profesionalisme mengandung juga pengertian
menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sumber penghidupan. Kamus
Webster Amerika menegaskan bahwa profesionalisme adalah suatu tingkah laku,
suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya
(Anoraga, 2009)
Profesionalisme sangat mencerminkan sikap seorang terhadap pekerjaan maupun
jenis pekerjaannya atau profesinya. Menurut Abeng (dalam Moeljono, 2003)
pengertian professional terdiri atas tiga unsur, yaitu knowledge, skill, integrity, dan
selanjutnya ketiga unsur tersebut harus dilandasi dengan iman yang teguh, pandai
bersyukur, serta kesediaan untuk belajar terus-menerus.
Menurut Siagian (dalam Kurniawan, 2005), profesionalisme adalah keandalan
dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang
tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan
atau masyarakat.
Dalam keseharian profesionalisme dipahami sebagai cara bekerja secara
profesional, menguasai bidang kerja, kreatif dan inovatif untuk menghasilkan kinerja
yang tinggi. Sedangkan menurut menurut Supriadi, penggunaan istilah
profesionalisme menunjuk pada derajat penampilanseseorang sebagai atau
penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi, ada yang profesionalismenya
tinggi, sedang dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen
anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik
profesinya.
Itu merupakan suatu jenis pelayanan atau pekerjaan yang unik (khas), dalam arti berbeda dari
jenis pekerjaan atau pelayanan apapun yang lainnya. Di samping itu, profesi juga bersifat
definitif dalam arti jelas batas-batas kawasan cakupan bidang garapannya (meskipun mungkin
sampai batas dan derajat tertentu ada kontigensinya dengan bidang lainnya). Selanjutnya, profesi
juga merupakan suatu pekerjaan atau pelayanan yang amat penting, dalam arti hal itu amat
dibutuhkan oleh pihak penerima jasanya sementara pihaknya sendiri tidak memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukannya sendiri.
Pelayanan itu amat menuntut kemampuan kinerja intelektual, yang berlainan dengan
keterampilan atau pekerjaan manual semata-mata. Benar, pelayanan profesi juga terkadang
mempergunakan peralatan manual dalam praktek pelayanannya, seperti seorang dokter.
Baedhowi menjelaskan:
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan proses belajar
mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuaan pendidikan tertentu dalam hal ini
adalah tujuan pendidikan nasional yang dikembangkan sesuai dengan karakteristik, kondisi dan
potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Oleh karena itu, kurukulum seharusnya
disusun dan dikembangkan oleh masing-masing satuan penddidikan agar sesuai dengan
karakteristik, kondisi dan potensi daerah, sekolah dan peserta didik masing-masing satuan
pendidikan. Kurikulum sekolah yang disusun dan dikembangnkan oleh masing-masing satuan
pendidikan inilah yang dinamakan kurikulum Pada posisi ini, sebagai pengembang kurikulum,
guru harus mampu sepenuhnya dalam menyusun kurikulum sesuai dengan karakter dan
keinginan dari visi dan misi sekolah yang disertai dengan pengalaman belajar siswa sesuai
dengan kebutuhan peserta didik (Sanjaya, 2010: 29). Namun demikian, dalam pengembangan
kurikulum ini pemerintah masih belum berani melepaskan semua mata pelajaran sebagai isi
kurikulum. Hanya muatan lokal (mulok) saja yang diberikan untuk dikembangkan sesuai dengan
karakteristik,visi dan misi sekolah.
Dengan demikian, peran evaluasi ini harus ditumbuh kembangkan menjadi curriculum
researcher sebagai peneliti kurikulum. Peran guru sebagai peneliti kurikulum sejatinya adalah
tugas profesional menjadi seorang guru. Oleh karenanya, guru memiliki tanggung jawab moral
untuk mengembangkan kemampuannya sendiri secara baik dan maksimal, karena guru adalah
orang yang dimuliakan yang digugu dan ditiru. Guru yang baik adalah guru yang mempunyai
kapasitas dalam berkarya dan menunjukkan kecakapannya dalam melakukan proses
pembelajaran yang “up to date” dan mempunyai kemampuan diri dalam memahami serta
mengayomi peserta didikya dengan efektif (Rijal, 2018a). Oleh karena itu, sebagai peneliti
“guru memiliki tanggung jawab untuk mernguji berbagai komponen kurikulum, misalnya
menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program, menguji strategi, model dan
metode pembelajaran, juga termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa dalam
target kurikulum” (Sanjaya, 2010: 29-30).
Dari pandangan di atas menunjukkan bahwa guru sebagai peneliti kurikulum harus
melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai wujud keprofesionalan guru. Hal tersebut
adalah sebuah keniscayaan, karena problematika dan masalah dalam penelitian ini berangkat dari
permasalahan yang selalu dihadapi guru dalam mengimplementasikan kurikulum di sekolah.
Peran guru sebagai pemimpin pembelajaran, dalam mengambil sebuah keputusan tidaklah
begitu mudah karena setiap masalah mempunyai tingkatan kesulitan yang berbeda-beda. Hal ini,
mengajak kita untuk berpikir sebijak mungkin dengan memperhatikan semua aspek dan
merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah, sehingga bisa dijadikan rujukan
atau teladan bagi seluruh warga sekolah. Dengan demikian perlu adanya kerjasama dengan
semua pihak (semua warga sekolah).
5. Peran guru dengan orang tua siswa penting karena
Mendukung pertumbuhan murid. Kolaborasi antara guru dan orang tua memungkinkan
pertukaran informasi yang lebih baik tentang perkembangan akademik dan perilaku
siswa.Peningkatan motivasi. Ketika orang tua terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka,
biasanya murid akan cenderung lebih termotivasi.Mengatasi kesulitan dengan lebih baik.
5. Profesionalisme Guru
Guru yang profesional harus memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan mata
pelajaran yang diajarkan. Selain itu, mereka juga harus berkomitmen untuk terus
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka seiring berjalannya waktu. Ini termasuk
menghadiri pelatihan-pelatihan, seminar, dan kursus yang relevan untuk meningkatkan kualitas
pengajaran mereka. Guru yang profesional tidak pernah berhenti belajar dan selalu mencari cara
untuk menjadi lebih efektif dalam membantu siswa mencapai potensi mereka.
2. Kode Etik:
Guru harus mematuhi kode etik profesional yang ditetapkan oleh organisasi pendidikan
dan komunitas guru. Kode etik ini mencakup prinsip-prinsip seperti menjaga kerahasiaan
informasi siswa, berperilaku dengan integritas, dan menjunjung tinggi standar moral dalam
interaksi dengan siswa dan orang tua mereka. Guru yang profesional berfungsi sebagai teladan
dalam menjalankan kode etik ini, menciptakan lingkungan yang aman dan etis bagi siswa.
3. Kualitas Pengajaran:
Kualitas pengajaran adalah landasan dari profesionalisme guru. Guru harus merancang
dan mengimplementasikan rencana pembelajaran yang efektif, sesuai dengan kebutuhan siswa
dan standar pendidikan yang berlaku. Mereka harus memiliki kemampuan untuk menjelaskan
konsep dengan jelas, memfasilitasi diskusi yang produktif, dan memotivasi siswa untuk belajar
dengan antusias.
4. Hubungan Profesional:
Guru yang profesional harus mampu menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerja,
administrator sekolah, dan orang tua siswa. Mereka bekerja sama dalam tim pengajaran, berbagi
ide, dan mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan pendidikan. Selain itu, hubungan
yang positif dengan orang tua merupakan faktor penting dalam membantu siswa mencapai
potensi mereka.
5. Kualitas Layanan:
Guru harus memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada semua siswa
mereka, termasuk siswa dengan kebutuhan khusus atau tantangan belajar. Mereka harus
merespons kebutuhan individu siswa dan memberikan dukungan tambahan jika diperlukan untuk
memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.
Guru harus menjalankan tanggung jawab etis dalam menjalankan pekerjaan mereka.
Mereka harus menjaga kerahasiaan informasi siswa, menghindari konflik kepentingan, dan
bertindak dengan integritas dalam semua interaksi mereka. Tanggung jawab etis adalah pondasi
dari profesionalisme guru dan merupakan prinsip yang tak tergantikan.
1. Mengaburkan fungsi guru sebagai sosok panutan atau teladan yang baik terhadap anak
didik.
2. Adanya sikap sinis dan tidak percaya dari masyarakat terhadap profesi guru karena
dianggap tidak bisa membuat anak didik menjadi lebih baik.
3. Mengaburkan profesi Guru sebagai pembimbing atau orang tua kedua buat anak didik
4. Dengan adanya kasus etika profesi guru maka profesi seorang guru di mata masyarakat
semakin rendah.
C. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Kasus Kepribadian Dan Etika Profesi Guru
1. Menindak tegas dan memberikan sanksi berat pada oknum-oknum guru yang melakukan
kasus etika profesi guru karena sangat merugikan guru sebagai salah satu profesi yang
salah satu tugasnya adalah memberi keteladanan yang baik terhadap peserta didik.
2. Sebelum menjadi guru, seorang calon guru seharusnya diberi tes psikologi yang
ketat,agar mampu menghadapi setiap karakter peserta didik.
3. Mewajibkan seorang guru untuk membaca dan menjalankan profesinya sesuai kode etik
keguruan.
4. Mengadakan pelatihan-pelatihan bagaimana seorang guru menghadapi peserta didik yang
berbeda karakter. Sehingga seorang guru, mampu menangani siswa yang karakternya
nakal atau bandel.
5. Guru seharusnya memahami perkembangan tingkah laku peserta didiknya. Apabila guru
memahami tingkahlaku peserta didik dan perkembangan tingkah laku itu, maka strategi,
metode, media pembelajaran dapat dipergunakan secara lebih efektif.
6. Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada peserta didik adalah
menjadikan peserta didik mampu mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap
dirinya sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap belajar secara berangsur-angsur
dalam diri peserta didik.
7. Sesuai dengan pendapat Prayitno, bahwa pembelajaran harus sesuai konsep HMM
(Harkat dan Martabat Manusia). Antara guru dan peserta didik terjalin hubungan yang
menimbulkan situasi pendidikan yang dilandasi dua pilar kewibawaan dan kewiyataan.
Pengaruh guru terhadap peserta didik didasarkan pada konformitas internalisasi.
Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi
beberapa faktor. Pertama, adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan
praktik yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun
alasannya tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu
pelanggaran.
Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional.
Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah
pihak siap secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi
siswa dan guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.
Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini
sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan
dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat
siswa kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai budi pekerti yang harus
diajarkan justru dilupakan.
Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang
diungkapkan Plato dalam “Tipologo Plato”, bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan,
dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan
berkedudukan dalam tubuh bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan
bahwa pikiran itu sumber kebijakasanaan, dan perasaan sumber kekuatan menahan hawa nafsu.
Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan
tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak
dapat berpikir bijak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami
faktor-faktor tersebut. Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu
bersaing di dunia internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu
membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu
mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia
seutuhnya.
Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor
yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik
di jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya
peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang
berkaitan dengan eksistensi mereka.
Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan
peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan
mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik
yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai
penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua,
setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang
dihadapi guru di Indonesia, yaitu : pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru
yang dirasakan masih kurang, ketiga, masalah distribusi guru dan masalah kesejahteraan guru.
1. Masalah Kualitas Guru
Kualitas guru Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun
2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas
semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi
masalah, dimana seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran
(guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal
seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan
jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag
tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas
sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses
belajar dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20
anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya
kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain,
seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat
memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi
mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah
merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok
mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan sekolah dimana mereka mengajar.
Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk
dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.
Maksud dari ayat di atas menyebutkan bahwa guru adalah orang yang mendalami profesi
sebagai pengajar dan pendidik, mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk memberikan
kontribusi. Umumnya guru merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi hasil belajar siswa peserta
didiknya. Tugas guru yang diemban timbul dari rasa percaya masyarakat terdiri dari mentransfer
kebudayaan dalam arti yang luas, ketrampilan menjalani kehidupan (Life skills), terlibat dalam
kegiatan-kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan dan mengklasifikasikan, selain
harus menunjukkan sebagai orang yang berpengetahuan luas, trampil dan sikap yang bisa
dijadikan panutan. Maka dari itu, guru harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa
untuk siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya (The real life) dan bahkan mampu
memberikan keteladanan yang baik.
Yang saya akan bahas yaitu mengenai Masalah Distribusi Guru atau Penyebaran guru
yang tidak merata. Kebanyakan guru lebih memilih mengajar di perkotaan ketimbang di daerah
pelosok. Ini mengakibatkan guru di perkotaan menumpuk sedangkan di pelosok akan
kekurangan guru. Formasi pengangkatan yang telah di tentukan oleh pemerintah daerah seakan-
akan tidak membuat komposisi guru menjadi merata. Dan memang kalau di perkotaan ataupun
daerah padat, hal itu tidak terjadi. Tapi di pedesaan, pedalaman, daerah pinggiran hutan,
pegunungan kenyataan kekurangan guru itu sangat terasa,”.
Hal demikian tentulah berdampak pada kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan pun
kurang merata. Diperkotaan akan semakin tinggi kualitas pendidikannya karena kebutuhan guru
yang tercukupi serta aksesibilitas yang mudah. Keadaan itu berbanding terbalik dengan kondisi
di pelosok. Kualitas pendidikan dipelosok akan semakin terpuruk karena kebutuhan tim pengajar
yang tidak tercukupi serta akses yang sulit. Dimana foktor pendukung pendidikan sangat sulit di
dapatkan di daerah pelosok yang tidak terjadi di daerah perkotaan.
Saat ini terjadi ketimpangan kompetensi yang cukup mencolok pada guru di daerah
tertinggal. Banyak guru yang mengajar di sekolah-sekolah terpencil dengan tidak terstruktur dan
mengabaikan teori-teori pembelajaran efektif. Fenomena ini dapat dimengerti karena memang
upaya peningkatan kompetensi guru tidak dijadikan sebagai salah satu solusi yang diprioritaskan
khususnya dalam pembangunan pendidikan. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk
memperoleh pelatihan atau upaya-upaya peningkatan mutu guru itu sendiri, sehingga ini
berkorelasi erat dengan kemampuan mengajarnya di sekolah. Jika hal ini tidak diberi perlakuan
khusus tentu saja akan semakin memperburuk kualitas proses belajar mengajar di sekolah.
Ada juga guru malu mengajar didaerah nya sendiri dalam artian tempat terpencil
pandangan mereka yang ingin mengajar diperkotaan untuk encari pengalaman yang baru dan
mendapat pasangan hidup yang lebih baik , ada juga karna akses transportasi mereka untuk
mengajar itu terkendala karna jalanan yang menuju ke sekolah itu rusak parah. Itu bisa menbuat
susah nya penyebaran guru yang tidak merata.
Solusi yang kiranya dapat menjadi sebuah pertimbangan dalam menangani permasalahan diatas
yaitu:
Cara dan syarat penerapan tersebut harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh mereka
yang akan terjun dalam kalangan pendidikan dan pengajaran. Biar bagaimanapun juga pekerjaan
mengajar adalah suatu “profession”, dan penjelasan tadi dengan segala pendidikan dan latihan
yang diperlukan untuk memenuhinya, adalah akibat wajar yang lahir dari suatu “profession
status”.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam konteks etika profesi guru, kita dapat mengambil beberapa pelajaran yang sangat
berharga tentang arti dan pentingnya profesionalisme dalam menjalankan tugas sebagai pendidik.
Dalam makalah ini, kita telah menjelaskan bahwa guru bukan hanya sekedar pekerjaan, tetapi
sebuah profesi yang membutuhkan komitmen tinggi terhadap nilai-nilai moral, etika, dan standar
profesional yang ketat. Dalam hal ini, profesionalisme adalah kunci dalam memberikan
pendidikan berkualitas, membentuk karakter siswa, dan memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap masyarakat. Profesionalisme guru melibatkan pemahaman mendalam terhadap etika
profesi, yang mencakup tanggung jawab moral, tanggung jawab sosial, dan kompetensi
profesional.
Guru yang menerapkan etika profesi dengan baik akan menjadi contoh yang baik bagi
siswa, menginspirasi mereka, dan menciptakan lingkungan belajar yang sehat. Dalam konteks
lebih luas, konsep profesional, profesi, dan profesionalisme bukan hanya relevan dalam
pendidikan, tetapi juga dalam berbagai bidang lainnya. Menerapkan prinsip-prinsip ini dapat
membantu membangun masyarakat yang lebih beretika, bertanggung jawab, dan produktif. Oleh
karena itu, penting untuk terus memahami dan merawat nilai-nilai profesionalisme dalam
berbagai sektor, termasuk dalam profesi guru, agar kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik
melalui pendidikan yang berkualitas dan profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Andiyanto, T. (2017). Peran Guru Dalam Implementasi Kurikulum 2013: Studi Pada Tk Mentari
Kec. Abung
Munawir, M., Salsabila, Z. P., & Nisa’, N. R. (2022). Tugas, Fungsi dan Peran Guru Profesional.
Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 7(1), 8–12.