You are on page 1of 16

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM

“TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr., Hj. Cucu Zenab Subarkah, M.Pd.

Disusun oleh :
Kelompok 4 / Pendidikan Kimia Kelas 3B

Leni Siti Aidah : (1222080044)


Muhammad Fauzan : (1222080057)
Nurtriana Fathatunnisa : (1222080071)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Tujuan Pendidikan
Islam” ini, untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan islam. Makalah ini di
harapkan dapat menambah pengetahuan, dan dapat memberikan pemahaman yang
mendalam mengenai tujuan pendidikan islam.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Cucu Zenab Subarkah,
M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah ilmu pendidikan islam yang telah
memberikan bimbingan dalam mata kuliah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun
penulisannya. Oleh karena itu. kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pembaca, sehingga dapat menjadi acuan bagi kami agar bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasanan dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan para pembaca. Terima kasih.

Bandung, 13 September 2023

Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pendidikan sejatinya tak terlepas dari esensi pendidikan itu sendiri.
Pendidikan islam secara filosofis dapat diartikan sebagai pendidikan yang
mengadopsi model kesemestaan yang bertujuan untuk menciptakan nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, dan kealaman secara terpadu. Hal ini dilakukan dalam
rangka mewujudkan humanisasi dan pembebasan manusia sehingga dapat
memenuhi perannya sebagai khalifah di Bumi sebagai bentuk pengabdian mereka
kepada Allah SWT dan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tujuan Pendidikan Islam berdasarkan telaah teoritis dan praktis?
2. Bagaimana Tujuan Pendidikan Islam berdasarkan analisis tafsir tarbawi?
3. Bagaimana Rekonsiliasi Tujuan Pendidikan Islam dan Pendidikan Barat?
4. Bagaimana Tujuan Pendidikan Islam mampu merealisasikan Maqashid
Syariah?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Memahami Tujuan Pendidikan Islam berdasarkan telaah teoritis dan praktis
2. Memahami Tujuan Pendidikan Islam berdasarkan analisis tafsir tarbawi
3. Memahami Rekonsiliasi Tujuan Pendidikan Islam dan Pendidikan Barat
4. Mengetahui terealisasinya Maqashid Syariah dengan Tujuan Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.1 Telaah Teoritis dan Praktis


2.1.1 Tujuan Pendidikan
Tujuan merupakan sesuatu suasana ideal yang ingin diwujudkan. Tujuan
pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan bertujuan mengembangkan aspek
rohaniyah dan pendidikan bersifat jasmaniyah. Pendidikan bersifat rohani merujuk
kepada kualitas kepribadian, karakter akhlak dan watak, semua itu menjadi bagian
penting dalam pendidikan. Ciri khas kepribadian muslim adalah terwujudnya perilaku
mulia sesuai dengan tuntutan Allah SWT, yang dalam istilah lain disebut akhlak yang
mulia. Kedua, pengembangan terfokus kepada aspek jasmani seperti ketangkasan,
kesehatan, cakap, kreatif. Pengembangan tersebut dilakukan di institusi sekolah dan di
luar sekolah seperti di dalam keluarga, dan masyarakat.
Secara eksplisit tujuan pendidikan Islam yaitu meningkatkan keimanan,
pemahaman dan penghayatan serta pengamalan agama Islam sehingga menjadi insan
beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan
harus memiliki lembaga pendidikan yang berkualitas dengan dilengkapi oleh sumber
daya pendidik yang kompeten. Dalam kehidupan sehari-hari, indikator tercapainya
tujuan pendidikan Islam adalah mencetak anak didik yang mampu bergaul dengan
sesama manusia dengan baik dan benar serta mengamalkan amar ma'ruf nahi munkar
kepada sesama manusia.

2.1.2 Tujuan Puncak, Umum, Khusus, dan Sementara


A. Tujuan Puncak
Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku umum,
karena sesuai dengan konsep ketuhanan yang mengandung kebenaran mutlak dan
universal. Tujuan trtinggi ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia dan
peranannya sebagai ciptaan Tuhan yaitu :
a. Menjadi hamba Allah. Tujuan ini sejalan dengan tujuan hidup dan penciptaan
manusia, yaitu semata-mata untuk beribadat kepada Allah. Dalam hal ini
pendidikan harus memungkinkan manusia harus memahami dan menghayati
tentang Tuhannya sedemikian rupa, sehingga semua peribadatannya dilakukan
dengan penuh penghayatan dan kekhusyu'an terhadap-Nya, melakukan
seremoni ibadah dan tunduk senantiasa pada syari'at dan petunjuk Allah.
Tujuan hidup yang dijadikan tujuan pendidikan itu sesuai dengan firman Allah
di dalam Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 56
‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِإْل ْنَس ِإاَّل ِلَيْعُبُدون‬
Artinya :
”Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku.” (QS. Adz-Zariyat (51):56)
b. Mengantar subjek didik menjadi khalifah fi al-Ardh, yang mampu
memakmurkan bumi dan melestarikannya dan lebih jauh lagi mewujudkan
rahmatan lil'alamin, sesuai dengan tujuan penciptaannya, dan sebagai
konsekuensi setelah menerima Islam sebagai pedoman hidup. Terkait dengan
hal ini Allah SWT. berfirman dalam Qur'an surat al- Baqarah ayat 30:
‫َو اْذ َقاَل َر ُّبَك ِللَم ليَك ِة ِإِّني َج اِع ٌل‬
‫ِفي اَأْلْر ِض َخ ِليَفُه‬
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak
menjadikan khalifah di bumi.” (QS. (Al Baqarah (2): 30)
Dalam surat Fatir ayat 39 Allah SWT juga berfirman:
‫ُهَو اَّلِذ ي َجَع َلُك ْم َخ ليَف ِفي اَأْلْر ِض َفَم ْن َكَفَر‬
‫َفَع َلْيِه ُك ْفُر ٌة‬
Artinya:
“Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi. Barangsiapa
kafir, maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri.” (QS. Fatir (35): 39)
c. Untuk memperoleh kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup baik di dunia
maupun di akhirat, baik individu maupun masyarakat. Allah SWT berfirman
dalam surat Al-Qasas ayat 77:
‫َو اْبَتِغ ِفْيَم ا الَك ُهللا الَّد اَر اآْل ِخَر َة َو اَل َتْنَس َنِص يَبَك‬
‫ِم َن الُّد ْنَيا‬
Artinya:
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS. Al Qasas (28):
77)
Ketiga tujuan tertinggi tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan karena pencapaian tujuan yang satu memerlukan pencapaian tujuan
yang lain bahkan secara ideal ketiga-tiganya harus dicapai secara bersama melalui
proses pencapaian yang sama dan seimbang. Ketiga tujuan tertinggi tersebut
berdasarkan pengalaman sejarah hidup manusia dan dalam pengalaman aktivitas
pendidikan dari masa ke masa belum pernah tercatat seluruhnya baik secara individu
maupun sosial.
Apalagi yang disebut kebahagiaan dunia dan akhirat keduanya tidak mungkin
diketahui tingkat pencapaian secara empirik. Namun demikian perlu ditegaskan lagi
bahwa tujuan tertinggi tersebut diyakini sebagai sesuatu yang ideal dan dapat
memotivasi usaha pendidikan dan bahkan dapat dijadikan aktivitas pendidikan lebih
bermakna.
B. Tujuan Umum
Berbeda dengan tujuan tertinggi yang lebih mengutamakan pendekatakan
filosofik, tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistis. Tujuan umum berfungsi
sebgai arah tercapainya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku
dan kepribadian peserta didik. Dikatakan umum karena berlaku untuk siapa saja tanpa
dibatasi ruang dan waktu, dan menyangkut diri peserta didik secara total. Pendidikan
adalah upaya pengembangan potensi atau sumber daya insani berarti telah mampu
merealisasikan diri, menampilkan diri sebagai pribadi yang utuh. Proses pencapaian
realisasi diri tersebut dalam istilah psikologi disebut becoming, yakni proses
menjadikan diri dengan keutuhan pribadinya. Sedangkan untuk sampai pada keutuhan
pribadi diperlukan proses perkembangan tahap demi tahap yang disebut proses
development. Tercapainya self realisation yang utuh itu merupakan tujuan umum
pendidikan Islam yang prosespencapaiannya melalui berbagai lingkungan atau
lembaga pendidikan baik pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara
formal, non formal, maupun informal.
C. Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah pengkhususan atau operasionalisai tujuan tertinggi/ terakhir
dan tujuan umum (pendidikan Islam). Tujuan khusus bersifat relatif sehingga
dimungkinkan untuk diadakan perubahan (bilamana perlu) sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi / terakhir dan umum
itu. Tujuan-tujuan pendidikan yang telah disesuaikan dengan keadaan tertentu dalam
rangka untuk mencapai tujuan umum pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan
khusus. Pengkhususan tujuan tersebut dapat didasarkan pada:
(a). Kultur dan cita-cita suatu bangsa.
(b). Minat, bakat, dan kesanggupan subjek didik.
(c). Tuntutan situasi, kondisi, pada kurun waktu tertentu.

D. Tujuan Sementara
Tujuan sementara pada dasarnya merupakan tujuan yang dikembangkan dalam
rangka menjawab segala tuntutan kehidupan. Karena itu tujuan sementara itu
kondisional, tergantung faktor di mana peserta didik itu tinggal atau hidup. Dengan
berangkat dari pertimbangan kondisi itulah pendidikan Islam bisa menyesuaikan diri
untuk memenuhi prinsip dinamis dalam pendidikan dengan lingkungan yang bercorak
apa pun yang membedakan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, yang
penting orientasi dari pendidikan itu tidak ke luar dai nilai- nilai ideal Islam.
2.1.3 Tujuan Ilmu, Amal dan Akhlak
Pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: ilmu, amal, dan
akhlak. Tujuan ini selaras dengan tiga potensi utama manusia: head, heart, hand (3 H).
Ketiga potensi ini dirumuskan lebih jauh oleh Bloom dalam bentuk taksonomi afektif,
dan psikomotorik.
Tujuan pendidikan Islam yang berorientasi pada ilmu, amal, dan akhlak,
terinspirasi dari gagasan Rasyid Ridha yang menegaskan bahwa pendidikan (al-
tarbiyyah) dan pengajaran (al-taʼlim) harus memfokuskan diri pada dua rukun utama:
kerja (al-'amal) dan ilmu (al-'ilm). Artinya, pendidikan harus mendatangkan
perubahan pada perilaku. Semua ini tidak akan terealisasi kecuali melalui tiga hal: (a)
praktik, implementasi dan kerja praksis; (b) mengetahui ilmu pengetahuan dan
informasi yang ilmiah; (c) bangunan moralitas yang nyata-nyata bisa membentuk asas
bagi pendidikan pribadi Muslim.
Jika dikontekstualisasikan dengan tujuan pendidikan versi UNESCO, yaitu learn
to know, learn to do, learn to be, dan learn to live together maka ilmu selaras dengan
learn to know, amal selaras dengan learn to do, dan akhlak selaras dengan learn to be.
Selanjutnya, ilmu, amal dan akhlak tersebut difungsikan secara maksimal dan optimal
untuk learn to live together.
Terkait tujuan ilmu, Ibn Jama'ah mendorong peserta didik agar mengembangkan
kemampuan akalnya. Menurut Ibn Jama'ah, akal merupakan anugerah Ilahi yang
sangat istimewa dan berharga. Oleh karena itu, patut disyukuri dengan jalan
memanfaatkannya secara optimal. Ibn Jama'ah menganjurkan agar setiap peserta didik
mengembangkan daya intelektualnya untuk menemukan kebenaran yang ada dalam
kajian apa pun, termasuk dalam kajian keimanan atau ibadah. Dengan menggunakan
akal, setiap peserta didik akan menemukan hikmah dari setiap bidang kajian ilmu
yang dipelajarinya.
Terkait relasi ilmu dan amal, Maryam Jameelah (Margaret Marcus) dalam Islam
in Theory and Practice menegaskan bahwa cara berpikir dan berbuat seseorang, tidak
bisa dipisahkan dari kesadaran "kognitis"-nya. Masalah yang paling serius dalam
semua ajaran agama adalah bagaimana mendekatkan antara teori dan praktik,
bagaimana menyelaraskan antara ajaran dan pelaksanaan. Di samping itu, ada
masalah yang tidak kalah peliknya, bagaimana memahami kerangka teori yang ada
sehingga memudahkan praktik, tanpa meninggalkan esensi ajaran (agama).
Terkait relasi ilmu, amal, dan akhlak, al-Qabisi menilai bahwa tujuan pendidikan
Islam itu bercorak agamis dan normatif, yaitu agar peserta didik menjadi Muslim
yang di samping menguasai berbagai ilmu pengetahuan agama Islam, juga mau dan
dapat mengamalkannya dengan baik dalam bentuk pengamalan agama yang kuat serta
berakhlak mulia."
Perpaduan antara ilmu, amal, dan akhlak ini berpotensi mengantarkan peserta
didik menjadi insan paripurna, seperti yang dicita-citakan oleh Muhammad Iqbal yang
menegaskan bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian
insan kamil dengan pola takwa. Insan kamil adalah mukmin sejati yang memiliki
kriteria harapan dan kerja, perbaikan dan pembinaan, perdamaian dan keserasian,
tidak menjadi lemah karena halangan dan tidak menjauhi kesukaran. Lebih tegasnya,
membentuk mukmin sejati yang memiliki semangat dan harapan yang tinggi dan
memiliki etos kerja yang kuat,
2.1.4 Tujuan Insan Kamil
Tujuan pendidikan Islam insan kamil adalah untuk membentuk individu yang
sempurna dalam segala aspek kehidupan, baik secara spiritual maupun akhlak. Insan
kamil adalah sosok yang mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah,
memiliki akhlak yang mulia, dan mampu berinteraksi dengan dunia sekitarnya dengan
bijaksana.
Pendidikan Islam insan kamil bertujuan untuk menyelaraskan pembentukan
karakter yang baik dengan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam,
sehingga individu tersebut mampu menjalankan ajaran agama dengan kesadaran dan
keikhlasan yang tinggi. Selain itu, tujuan pendidikan Islam insan kamil juga meliputi:
a) Pengembangan aspek keilmuan: Pendidikan Islam insan kamil bertujuan untuk
membentuk individu yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
komprehensif tentang ajaran Islam. Individu tersebut diharapkan mampu
menguasai seluruh bidang ilmu yang berkaitan dengan agama, seperti tafsir,
hadis, fiqh, dan sejarah Islam.
b) Pemantapan spiritualitas: Tujuan utama pendidikan Islam insan kamil adalah
membentuk individu yang memiliki hubungan yang erat dengan Allah dan
senantiasa meningkatkan kualitas ibadahnya. Individu tersebut diharapkan
memiliki kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan dan
mampu mengamalkan nilai-nilai agama dalam tindakan sehari-hari.
c) Pembentukan akhlak mulia: Pendidikan Islam insan kamil bertujuan untuk
membentuk individu yang memiliki akhlak yang baik, seperti jujur, adil, sabar,
dan toleran. Individu tersebut diharapkan mampu menjalani kehidupan
berdasarkan nilai-nilai Islam yang tinggi, seperti kasih sayang, kejujuran,
tolong-menolong, dan kesederhanaan.
d) Pemahaman tentang hak dan kewajiban sosial: Pendidikan Islam insan kamil
juga bertujuan untuk membentuk individu yang mampu berkontribusi secara
positif dalam masyarakat. Individu tersebut diharapkan memiliki pemahaman
yang baik tentang hak dan kewajiban sosial dalam Islam, serta mampu
menjalankan peran sebagai warga negara yang bertanggung jawab.

2.2 Analisis Tafsir Tarbawi


Kata tafsir merupakan bentuk masdar dari kata yang secara etimologis berarti
mengungkap dan menampakan. Kata tafsir juga berarti menerangkan sesuatu yang
masih samar serta menyingkap sesuatu yang tertutup. Maka istilah tafsir pendidikan
atau disebut juga sebagai tafsir tarbawi dapat diartikan sebagai tafsir yang
menitikbertkan pada masalah tarbiyah dalam rangka membangun peradaban yang
sesuai dengan petunjuk dan spirit Al-Qur’an.
Tafsir tarbawi merupakan ijtihad akademis di bidang tafsir, yang berupaya
mendekati Al-Qur’an melalui sudut pandang pendidikan. Baik dari segi teoritik
maupun praktik nya, sehingga diharapkan paradigma pendidikan dapat dilandaskan
kepada kitab suci yang mampu diimplementasikan sebagai dasar pendidikan.
1. Tafsir tarbawi dan nilai-nilai pendidikan surat Al-Dzariyat (51): 56.
‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِإْل ْنَس ِإاَّل ِلَيْعُبُدوِن‬
Artinya :
“Dan aku tidak menciptakan (bangsa) jin dan manusia, kecuali agar
menyembah(ku)” (QS Al-Dzariyat (51): 56).
Nilai-nilai yang dikaji pada ayat tersebut yaitu mengisyaratkan sejumlah poin bahwa
tujuan asasi penciptaan manusia adalah beribadah kepada Allah Swt. Namun tujuan
ini tidak dipaksakan oleh Allah Swt, karena manusia diberi pilihan (ikhtiar) untuk
memilih antara iman atau kafir.
2. Karakteristik pemimpin berdasarkan telaah Al-Qur’an melalui metode tafsir
tarbawi :
a) Memiliki keluasan ilmu pengetahuan dan kesehatan jasmani (basthatan fi
al-’ilm wa al-jism).
b) Memiliki jiwa kesatria dan cinta negara sebagaimana yang diperlihatkan Nabi
Dawud as. Ketika berperang melawan Raja Jalut.
c) Memiliki wewenang dan tanggung jawab.
d) Memiliki sikap adil dan kompromi.

2.3 Rekonsiliasi Pendidikan Islam dan Barat


Eksistensi dua jenis dunia berimplikasi pada tujuan pendidikan secara global
terbagi menjadi dua kategori :
1. Dunia rill (real world)
Tujuan dunia rill berhubung dengan kompetensi intelektual, profesional dan
praktis yang dibutuhkan individu maupun masyarakat untuk menyelesaikan
problematika masa kini dan mempersiapkan generasi masa depan. Misalnya gelar
hingga kompetensi vokasional.
2. Menara gading (ivory tower)
Tujuan nya dengan berhubungan terkait masa depan dengan kompetensi
idealis-utopis dari segi moral maupun intelektual. Misalnya akhlak terpuji dan
keingintahuan yang tinggi.
Kedua kategori itu dapat ditemukan pada lima tujuan utama pendidikan
islam menurut Muhammad ‘Atiyyah al-Abrasyi (al-Syaibani, 1988: 296-298) :
1. Mencapai akhlak yang sempurna.
2. Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat.
3. Mengembangkan spirit ilmiah dan rasa ingin tahu.
4. Persiapan mencari rezeki.
5. Menyiapkan peserta didik dari segi profesi, seni atau keterampilan hidup.
Saat ini ironisnya tujuan dunia rill mendominasi pendidikan. Akibatnya, nilai-
nilai pragmatis-teknis lebih diutamakan, sementara nilai-nilai moral-etis
terpinggirkan. Akibat lainnya adalah hilangnya proses edukatif yang penting, seperti
menumbuhkan rasa ingin tahu. Model pendidikan pragmatis ini sulit melahirkan
pribadi kritis yang memiliki 3 indikator : mampu membedakan antara keinginan dan
kebutuhan, mampu membedakan antara keinginan dan kebutuhan, serta mampu
membedakan antar fakta sesungguhnya dan fakta yang didapat dari media.
Pada akhirnya, pendidikan islam perlu menyeimbangkan antara tujuan dunia
rill dengan menara gading, bukan sekedar pada tataran teoritis, terlebih utama pada
tataran prraktis. Sehingga tujuan pendidikan islam merefleksikan doa sapu jagat yang
dipanjatkan oleh Nabi Saw :
‫ٰا‬
‫ر َو ِم ْن ُهْم َّم ْن َّيُقْو ُل َر َّبَنٓا ِتَنا ِف ى الُّد ْن َي ا َح َس َنًة َّو ِف ى اٰاْل ِخ َر ِة َح َس َنًة َّو ِقَنا َع َذ ا َب ال َّنا ِر‬
Artinya: “Ya Tuhan kami, mohon berikanlah kami kualitas terbaik (hasanah) di
dunia dan kualitas terbaik di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”
(QS Al-Baqarah [2]:201).

2.4 Realisasi Maqashid Syariah


Maqashid Syariah secara etimologi berasal dari dua kata berbahasa arab,
Maqashid dan Syariah. Maqashid bentuk jama’ dari maqashud dengan arti tujuan ,
maksud atau kesengajaan, sedangkan Syariah memiliki makna sebagai jalan menuju
sumber air, air dapat dimaknai sebagai sumber kehidupan. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan maksud jalan menuju sumber air di sini adalah jalan menuju arah
kehidupan, dan menuju pokok kehidupan yang sejahtera. Maqashid Syariah
merupakan segala sesuatu dari tujuan-tujuan hukum-hukum islam yang disyari’atkan
oleh Allah SWT kepada hamba-Nya yang bertujuan untuk memberikan kebaikan
(kemaslahatan) dan menjauhkan dari keburukan di dunia dan akhirat. (Yudi, 2021)
Integrasi pendidikan islam dengan Maqasid Syariah dapat kita lihat dan
pahami berdasarkan tujuan. Integrasi tersebut mampu membangun ruang aman dan
keselamatan untuk umat manusia agar terhindar dari tindakan-tindakan di luar norma
sehingga manusia terpelihara sisi agama, jiwa, pikiran harta, dan keturunannya.
Berikut ini penjelasan lebih detailnya.
1. Hifzh al- Din (Religius)
Tujuan utama pendidikan islam yaitu menciptakan insan kamil yang memiliki
karakter taat beribadah dan berakhlak mulia. Ketaatan ibadah dan akhlak mulia yang
dilakukan di dunia akan membuahkan hasil di akhirat. Ibadah dan akhlak mulia
itulah yang akan menambah bobot timbangan di akhirat, sehingga layak
mendapatkan kehidupan surga yang diridhai sebagaimana yang tercantun dalam QS.
Al-Qari’ah [101]: 6-7 ;
٧ ﴿ ‫﴾ َفُهَو ِفي ِع يَش ٍة َر اِضَيٍة‬٦ ﴿ ‫﴾َفَأَّم ا َم ْن َثُقَلْت َم َو اِزيُنُه‬
Artinya :
“ Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya [6], maka dia
berada dalam kehidupan yang memuaskan [7].”
2. Hifzh al-Nafs (fisik-psikis)
Aktualisasi seluruh potensi peserta didik secara ideal dan menyeluruh akan
merealisasikan tujuan pemeliharaan fisik-psikis (Hifzh al-Nafs). Misalnya,
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mengaktualisasi potensi
pancaindera dan berpikir; pelaksanaan kegiatan yang memerlukan kinerja fisik
mampu mengaktualisasi potensi jasmani; dan pembinaan akhlak terpuji mampu
mengaktualisasi potensi hati.
3. Hifzh al-‘Aql (intelektual)
Terciptanya peserta didik yang memiliki sikap-sikap ilmiah, yang ditandai
aneka karakter intelek, seperti cerdas, cendekia, kreatif, dan inovatif
merealisasikan tujuan pemeliharaan dan perlindungan akal (Hifzh al-‘Aql).
Peserta didik yang menjiwai sikap-sikap ilmiah, berubah menjadi pembelajar
mandiri (self-directed learner) yang mampu belajar di mana pun dan kapan pun,
sepanjang hayat (lifelong education).
4. Hifzh al-Nasl (sosial)
Perwujudan warga negara yang baik dan cinta tanah air pada skala yang
besar, dan perwujudan keluarga yang baik untuk skala yang kecil menjadi bukti
terealisasinya tujuan perlindungan tatanan sosial (Hifzh al-Nasl). Salah satu
indikatornya ialah menjadi agen perubahan ke arah yang lebih baik dan
memberikan manfaat kepada lingkungan sekitar sebagaimana yang dijelaskan
dalam Hadits Riwayat Thabrani dan Daruquthni ;
‫َخْيُر الَّناِس َأْنَفُعُهْم ِللَّناِس‬...
Artinya;
“...Sebaik-baiknya manusia ialah orang yang bermanfaat bagi manusia”

5. Hifzh al-Mal (ekonomi)


Terjaminnya kemandirian ekonomi lulusan pendidikan islam dengan
skill vokasional dan profesional, sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga,
masyarakat dan negara merupakan tanda terealisasinya tujuan perlindungan
ekonomi (Hifzh al-Mal). Singkatnya, lulusan pendidikan islam mampu
mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan yang melanda umat muslim.
6. Hifzh al-‘Irdh (prestasi)
Terealisasi dengan menghasilkan lulusan yang berprestasi secara
individu maupun sosial, melalui penyebaran ilmu, amal, dan akhlak yang
dimiliki, demi kemaslahatan diri sendiri dan masyarakat.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tujuan Pendidikan Islam berdaasarkan telaah teori dan praktis yaitu


meningkatkan keimanan, pemahaman dan penghayatan serta pengalaman agama
islam sehingga peserta didik menjadi insan kamil. Sedangkan menurut analisis tafsir
tarbawi, ialah menjadikan peserta didik khalifah fii al-Ardh dengan karakteristik;
memiliki keluasan ilmu pengetahuan (basthatan fii al-‘ilm wa al-jism), memiliki jiwa
kesatria dan cinta negara, memiliki wewenang dan tanggung jawab, serta memiliki
sikap adil dan kompromi. Rekonsiliasi pendidikan islam dan barat sendiri dapat
terealisasi dengan lima tujuan utama pendidikan islam menurut Muhammad ‘Attiyah
al-Abrasyi, antara lain; mencapai kesempurnaan akhlak, mempersiapkan kehidupan
dunia dan akhirat, mengembangkan spirit ilmiah dan rasa ingin tahu, mempersiapkan
mencari rezeki, dan menyiapkan diri dengan keterampilan hidup. Adapun realisasi
Maqashid Syariah akan tercapai apabila peserta didik memiliki karakter religius (hifzh
al-Din), sehat jasmani dan rohani (hifzh al-Nafs), intelek (hifzh al-‘Aql), baik dalam
bersosialisasi (hifzh al-Nasl), memiliki keterampilan berwirausaha (hifzh al-Mal), dan
berprestasi (hifzh al-‘Irdh).
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.M. Drs.M.Ed. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2017),
hlm. 106.
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 27-28.
Hasan Asari, Hadits-Hadits Pendidikan, (Bandung: Citapustaka Media Perintis,
2008), hlm.41.
Samsul Rizal, Ilmu Pendidikan Islam, (Medan: Merdeka Kreasi, 2021), hlm.211.
Rosidin. (2019). Ilmu Pendidikan Islam Berbasis Maqashid Syariah dengan
Pendekatan Tafsir Tarbawi. Depok: Rajawali Press.
Yudi, Y. G. (2021). Pendidikan Islam sebagai Instrumen Maqashid Al Syariah
(Studi Pemikiran Syekh Sulaiman Ar-Rasuli): Konsep Pendidikan Islam, Konsep
Maqashid Al Syari’ah, Biografi Syekh Sulaiman Ar-
Rasuli. Diniyyah, 8(02).

You might also like