You are on page 1of 9

PERAN PEMAHAMAN VARIABEL

DALAM PENELITIAN KOMUNIKASI PENDEKATAN KUANTITATIF

Oleh Hasyim Ali Imran*

Abstract

Because of many misunderstanding about the variables found in the research, this paper tries to explain the
substance of the discussion in term of variables. This ones focuses on the issues: 1) Definition of variables;
2) The form of variables, 3) type/group of variables, and 4) Level of Variable Measurement 5) Consequences
of ideal understanding about variabel towards the use of statistics. The result shows that variable is to give
certain dimension (predicate) to a concept. There are two kinds of variables, namely the categorical
variables and continuous variables. Regarding the type / group of variables, it is known that according to
the criteria of the type / her group, these ones include: 1. Independent variables (free / influence); 2.
Dependent variable (bound / affected; 3. Variable control (suppressor - a bully); 4. Variables antecedent
(antecedent variable), and 5. intervening variable. Then, Variable Level Measurement is known that it has
four levels of measurement. Those ones are defined as follows: Nominal; Ordinal; interval, and Ratio.
Finally, that is about the consequences of ideal understanding about the use of statistical variables. In this
connection, the consequence is adjustment of statistical formula used, with variable levels of measurement of
data that owned.

Keywords: variable, communication studies, quantitative approach

Abstrak

Dengan latar belakang masih banyaknya dijumpai kesalahan pemahaman ideal dalam riset mengenai
variabel, tulisan ini mencoba memaparkan pembahasan mengenai substansi variabel. Bahasannya
difokuskan pada persoalan : 1) Pengertian variabel ; 2) Bentuk variabel ; 3) Jenis/kelompok variabel ; 4)
Level Pengukuran Variabel ; dan 5) Konsekuensi pemahaman ideal variabel terhadap penggunaan statistik.
Hasil pembahasan menunjukkan bahwa variabel yaitu pemberian dimensi (predikat) tertentu terhadap suatu
konsep. Ada dua bentuk variabel, yaitu variabel kategorikal dan variabel bersambungan. Menyangkut
Jenis/kelompok variabel, diketahui bahwa menurut kriteria jenis/kelompok-nya, variabel ini meliputi : 1.
Variabel independen (bebas/pengaruh) ; 2. Variabel dependen (terikat/terpengaruh; 3. Variabel kontrol
(penekan – pengganggu); 4. Variabel anteseden (antecedent variable); dan 5. Variabel Antara (intervening
variable). Kemudian Level Pengukuran Variabel, dikenal ada empat level pengukuran variabel tersebut.
Keempat level dimaksud yaitu : Nominal; Ordinal; Interval; dan Ratio. Terakhir, yakni menyangkut
konsekuensi pemahaman ideal variabel terhadap penggunaan statistik. Dalam hubungan ini, maka bentuk
konsekuensinya adalah berupa penyesuaian rumus statistik yang digunakan, dengan level pengukuran data
variabel yang dimiliki.
Kata kunci: variabel, penelitian komunikasi, pendekatan kuantitatif

1. Pendahuluan memperoleh kebenaran ilmiahnya. Terkait dengan


Membicarakan permasalahan variabel dalam upaya-upaya dimaksud, maka secara
kaitan persoalan penelitian komunikasi, secara epistemologis diantaranya termasuklah
esensial sebenarnya ini termasuk pembicaraan menyangkut perihal paradigma theori dan
dalam ranah epistemologis suatu ilmu. paradigma penelitian. Khusus terkait persoalan
Pembicaraan epistemologis sendiri, itu berarti paradigma penelitian, maka persoalan ini
membicarakan tentang bagaimana cara suatu ilmu termasuk yang sangat populis dikalangan
pengetahuan dalam upaya mencari dan akademisi. Populis karena persoalannya kerap
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 63
menuju pro dan kontra yang nota bene terkadang misalnya. Ketidakkomunikatifan ini karena
sampai pada penciptaan kubu-kubu di kalangan ketidakjelasan kita menggunakan konsep ’badan’.
sesama akademisi. Jadi persoalan menyangkut Contoh dialog itu misalnya, sebagai berikut:
paradigma penelitian ini, bukan sesuatu yang Amat : Bagaimana badanmu, Jef ? Tanya
asing sebenarnya di kalangan akademisi. Amat pada Jefri.
Meskipun demikian, itu bukan berarti masalah Jefri : Maksudnya, apanya , Mat ? tanya Jefri
paradigma penelitian itu sudah tuntas bingung kepada Amat.
persoalannya. Dalam arti, semua akademisi sudah Amat : Ya, badanmulah, gimana, sih ? kata
fasih mengenai seluk-beluk paradigma penelitian amat dengan nada suara agak
itu, menyangkut paradigma penelitian positivistik tinggi.
misalnya. Jefri : Loh, gimana, sih, Amat, nih....,
Terkait dengan paradigma penelitian nanyain orang gak jelas, malah
positivistik ini, maka salah satu yang menjadi Sewot !!!
jantung persoalan di sini adalah menyangkut Amat : Iya, lu itu, ditanyain gitu aja kog
permasalahan variabel, yang dalam banyak malah nanya-nanya lagi...!
kenyataan riset masih mudah dijumpai kesalahan Jefri : Lha, iya, dong. Kalo nanya yang
demi kesalahan. Kesalahan itu misalnya jelas..... Apa beratnya, tingginya,
menyangkut keterkaitannya dengan masalah : kondisinya, gitu, loh.... !!!! jelas Jefri
level pengukuran data, penggunaan alat-alat pada Amat.
statistik yang tepat, atau berhubungan dengan Amat : Oh iya ya, gua lupa, Jef..., Maksud
persoalan kemampuan hasil penelitian dalam gua, kondisi Lho.....!!!!
upayanya menggeneralisasi terhadap populasi. Jefri : Oh itu, kalo itu, sih, gua baru
Sehubungan dengan fenomena sebagaimana konsultasi dokter kemarin. Katanya,
dimaksudkan tersebut, kiranya membahas sih, Alhamdulillah gua
persoalan peran variabel dalam hubungannya sehat, gitu...!
dengan proses pelaksanaan penelitian komunikasi
dengan paradigma positivistik melalui pendekatan Dari contoh dialog di atas sangat jelas
kuantitatif menjadi penting untuk dilakukan. kiranya, mana konsep badan yang murni dan mana
Dalam kepentingan ini, maka bahasannya dalam konsep badan yang sudah diberi predikat (ciri
makalah ini akan difokuskan pada : 1) Pengertian khusus). Dialog meningkat tegang ketika muncul
variabel ; 2) Bentuk variabel; 3) Jenis/kelompok konsep yang tidak jelas, dan komunikasi menurun
variabel; dan 4) Level Pengukuran Variabel; 5) lunak ketika muncul konsep yang jelas melalui
Konsekuensi pemahaman ideal variabel terhadap pemberian predikat. Pemberian predikat terhadap
penggunaan statistik. konsep ’badan’ yang berupa kondisi itu, dengan
sendirinya pula menjadikan konsep ’badan’ jadi
2. Pembahasan berubah status menjadi ’variabel’, yakni variabel
2.1. Pengertian kondisi badan. Dengan kata lain, a concept able
Variabel sebenarnya adalah konsep itu sendiri to be variant. Disebut variabel kondisi badan
dalam arti bahwa variabel itu sebenarnya karena dengan pemberian predikat tersebut,
bersumber dari suatu konsep. Berhubung konsep variabel kondisi badan yang berasal dari konsep
itu tidak bisa diukur, sementara dalam penelitian badan itu dengan sendirinya jadi bisa memiliki
dengan pendekatan kuantitatif konsep teoritik itu variasi nilai. Varian nilai kondisi badan di sini
dituntut harus diukur untuk kepentingan yakni berupa: Sehat dan Tidak Sehat. Dari contoh
pembuktian ilmiah, maka konsep tersebut harus ini, makanya ada pengertian bahwa variabel itu
diubah dengan cara memberikannya predikat adalah konsep, namun konsep belum tentu
tertentu. Jika tidak, maka dia tidak akan pernah variabel.
bisa berfungsi menjembatani dunia teoritik dengan Selanjutnya, dalam kaitan proses penelitian,
dunia empirik. karenanya agar konsep-konsep dapat diteliti
Bukti bahwa konsep teoritik itu tidak bisa secara empiris, mereka (konsep-konsep itu) harus
digunakan untuk melakukan pengukuran dioperasionalisasikan dengan mengubahnya
fenomena empirik, misalnya menyangkut konsep menjadi variabel, yang berarti sesuatu yang
badan. Terhadap konsep badan ini, dalam mempunyai variasi nilai. Caranya adalah dengan
kehidupan sehari-haripun dia tidak akan memilih dimensi (predikat) tertentu konsep yang
komunikatif jika kita berdialog dengan seseorang mempunyai variasi nilai. Suatu konsep sederhana
64 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |
adalah konsep badan, seperti dicontohkan 2.3. Jenis/ Kelompok Variabel
sebelumnya. Agar konsep tersebut dapat diteliti Menurut kriteria jenis/ kelompoknya, variabel
secara empiris, konsep tersebut harus dijadikan ini meliputi: 1. Variabel independen
variabel dengan mengambil dimensi tertentu dari (bebas/pengaruh); 2. Variabel dependen
badan, misalnya, selain berupa kondisi badan (terikat/terpengaruh); 3. Variabel kontrol (penekan
tadi, yang lain misalnya bisa juga berupa tinggi – pengganggu); 4. Variabel anteseden (antecedent
badan, berat badan, dan bentuk badan yang variable); dan 5. Variabel Antara (intervening
mengandung variasi nilai. Dari konsep penduduk variable).
dapat dirumuskan variabel-variabel jenis kelamin, a. Variabel independen (bebas/ pengaruh)
suku bangsa, umur, dan variabel-variabel lainnya. Variabel independen (bebas/pengaruh) yaitu
Beberapa contoh variabel yang sering dijumpai suatu variabel yang dalam suatu hipotesis
dalam penelitian adalah jumlah anak, luas tanah penelitian secara teoritis diposisikan sebagai
yang dikuasai, status perkawinan, tingkat sesuatu faktor yang dapat mempengaruhi
pendidikan, tingkat kematian anak, tingkat kondisi dari suatu variabel lain yang disebut
pertumbuhan ekonomi, penggunaan kontrasepsi, sebagai variabel tergantung (variabel dependen
dan tempat tinggal. Itu di bidang demografi. (terikat/terpengaruh). Sebagai contoh, misalnya
Bidang lain seperti komunikasi, misalnya hipotesis yang berbunyi: 1. ”Daya beli produk
variabel-variabel seperti: terpaan media; literasi rokok ditentukan oleh Status Sosial Ekonomi
media, literasi visual; literasi internet; literasi (SSE)”; 2. ”Relevansi persepsi iklan produk
informasi; frekuensi ekase; sikap; motif, dan lain- antara khalayak dan desainer iklan
lain. berhubungan dengan literasi visual khalayak”.
Untuk dua contoh hipotesis di atas, maka pada
2.2. Bentuk Variabel hipotesis 1. variabel independennya adalah
Dalam penelitian sosial dikenal ada dua Status Sosial Ekonomi (SSE). Sedang pada
bentuk variabel, yaitu variabel kategorikal dan contoh hipotesis 2. variabel independennya
variabel bersambungan. Variabel kategorikal adalah ’literasi visual’.
adalah variabel yang membagi responden menjadi b. Variabel dependen (terikat/terpengaruh)
dua kategori atau beberapa kategori. Variabel Variabel dependen (terikat/terpengaruh) yaitu
yang terdiri dari dua kategori disebut variabel suatu variabel yang dalam suatu hipotesis
dikotomi, sedangkan yang memiliki banyak penelitian secara teoritis diposisikan sebagai
kategori disebut variabel politomi. Variabel sesuatu faktor yang dipengaruhi oleh kondisi
dikotomi sering dijumpai dalam penelitian sosial dari suatu faktor atau variabel lain yang disebut
(termasuk dalam ilmu komunikasi), misalnya jenis sebagai variabel independen (bebas/ pengaruh).
kelamin (pria-wanita); status pekerjaan Dalam kaitan dua contoh hipotesis tadi, maka
(bekerja/tidak bekerja); status perkawinan (kawin- pada hipotesis 1. variabel dependennya adalah
tidak kawin); dan penggunaan kontrasepsi (pakai- ’daya beli’. Sedangkan pada contoh hipotesis 2.
tidak pakai). Beberapa contoh variabel politomi variabel dependennya adalah’relevansi
adalah jenis pendidikan (tidak sekolah; SD; SLTP; persepsi’. Artinya, ’relevansi persepsi’ terjadi
SLTA; D1;D2;D3; S1; S2; S3). Termasuk juga jika terdapat ’literasi visual’ yang baik di
seperti jenis pekerjaan dan agama yg dianut. kalangan khalayak.
Variabel bersambungan adalah variabel yang c. Variabel kontrol (penekan-pengganggu)
nilai-nilainya merupakan suatu skala, baik bersifat Variabel kontrol (penekan-pengganggu) adalah
ordinal maupun rasio. Beberapa contoh variabel variabel yang secara teoritis/ logis diduga dapat
bersambungan dalam penelitian sosial adalah: menekan atau mengganggu hubungan antara
umur; jumlah pendapatan, jumlah pengeluaran variabel-variabel dalam hipotesis. Untuk
rumah tangga, tingkat efektifitas, tingkat sentuhan contoh kasus pada hipotesis 1) misalnya, maka
media massa, dan tingkat kriminalitas. hubungan itu mungkin variabel penekan-
Dalam analisa seringkali variabel-variabel pengganggu-nya bisa berupa variabel sikap
bersambungan ini diubah menjadi variabel terhadap rokok. Dengan variabel ini, maka
kategorikal, agar peneliti dapat melakukan dengan sikap anti rokok misalnya, ini bisa
analisa-analisa kategorikal seperti tabulasi silang menyebabkan gangguan terhadap hubungan
dan analisa varians. Sebaliknya variabel antara variabel SSE dengan variabel Daya Beli.
kategorikal tidak dapat langsung diubah menjadi Artinya, meskipun misalnya seseorang
variabel bersambungan. responden memiliki SSE tinggi namun
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 65
sikapnya anti terhadap rokok, maka daya frekuensi mengunjungi perpustakaan. Bunyinya
belinya terhadap rokok tetap tidak terpengaruh misalnya, ”Semakin dekat jarak tempat tinggal
oleh SSE-nya yang tinggi tadi. dengan lokasi perpustakaan semakin sering
d. Variabel anteseden (antecedent variable) mengunjungi perpustakaan”. Dengan hipotesis
Variabel anteseden (antecedent variable) ini, maka hubungan positif mungkin akan
adalah suatu variabel yang dalam suatu terjadi apabila dimasukkan variavel yang
hipotesis penelitian posisinya mendahului bersifat intervening. Jika tidak maka hubungan
posisi variabel-variabel utama dalam hipotesis itu mungkin tidak akan terjadi secara positip.
penelitian. Dengan kata lain, variabel tersebut Variabel intervening dalam hal ini mungkin
semacam menjadi pra kondisi bagi terjadinya variabel jenis pekerjaan. Jadi, dengan
suatu hubungan antara dua variabel dalam memasukkan variabel tersebut, maka secara
hipotesis. Sebagai contoh misalnya logis memang jarak belum tentu menentukan
menyangkut hipotesis yang berbunyi, sebagai kunjungan. Misalnya kalau responden
berikut: ”Aktivitas pemasaran produk dan jasa pekerjaannya buruh/ kuli kasar, apa
oleh anggota masyarakat melalui internet hubungannya dengan perpustakaan! Karena itu,
ditentukan oleh persoalan kualitas bandwich di terhadap orang-orang seperti ini, di samping
lingkungan domisili anggota masyarakat”. perpustakaan sekalipun rumahnya, dia tetap
Hipotesis di atas secara logis menetapkan tidak akan pernah mengunjungi perpustakaan.
’kualitas bandwich’ sebagai penduga bagi Terkait ini pula, maka orang-orang yang
terjadinya level ’Aktivitas pemasaran’ anggota mengunjungi perpustakaan itu mungkin orang-
masyarakat. Artinya, kalau kualitas bandwich orang yang ada kepentingannya dengan
di lingkungan domisili anggota masyarakat perpustakaan, misalnya responden pelajar;
tinggal itu berkategori ’baik’, maka ’Aktifitas mahasiswa; atau pihak-pihak lainnya yang
pemasaran’ anggota masyarakat itupun menjadi pekerjaannya sedikit banyak ada hubungannya
tinggi pula levelnya. Dalam kaitan variabel dengan perpustakaan, misalnya sales; ustad-
anteseden tadi, maka ini berarti bahwa ustazah. Oleh karena itu, di sinilah perlunya
hubungan itu tidak akan terjadi jika tidak memasukkan variabel intervening itudalam pen
didukung oleh suatu prakondisi yang gujian hipotesis.
menunjang bagi terjadinya hubungan itu. Pra
kondisi dimaksud itu misalnya menyangkut 2.4. Level Pengukuran Variabel
’literasi ICT/ TIK’. Jadi, sebaik apapun kualitas Selain perlu mengenal jenis/kelompok
bandwich itu di lingkungan domisili anggota variabel tadi, maka dalam penelitian dengan
masyarakat tinggal, namun kalau tidak pendekatan kuantitatif ini, masalah level
ditunjang oleh ’literasi ICT/ TIK’ anggota pengukuran variabel tersebut juga sangat vital
masyarakat yang tinggi, maka anggota perannya dalam proses penelitian. Kevitalan-nya
masyarakat itu tidak akan pernah melakukan terutama dalam kaitan untuk pengujian hipotesis
aktivitas pemasaran. Hal ini sama artinya yang memerlukan bantuan uji-uji statistik. Jika
dengan orang yang buta huruf, maka mereka tidak dikenal dengan baik, maka seperti banyak
tidak akan pernah kita jumpai melakukan terjadi dalam dunia akademik, terjadi banyak
aktivitas membaca apa saja. Sama halnya salah kaprah. Atau dilakukan dengan main trabas
dengan aktivtas dalam kaitan hipotesis tadi, saja. Akibatnya, proses riset yang dilakukan
kitapun tidak akan pernah menjumpai mereka dengan cara susah-payah, hanya menghasilkan
berkomunikasi dengan menggunakan internet. penelitian yang invalid belaka. Jadi, tentunya
Jadi, inilah yang dimaksud dengan variabel mengenal dengan baik masalah level pengukuran
anteseden itu. Yaitu suatu prakondisi yang variabel ini, menjadi sangat penting dalam
harus terpenuhi bagi terjadinya suatu hubungan penelitian dengan pendekatan kuantitatif.
dalam hipotesis penelitian. Dalam penelitian sosial, termasuk tentunya
e. Variabel Antara (intervening variable). ilmu komunikasi, maka dikenal ada empat level
Variabel ini hampir mirip-mirip pengertiannya pengukuran variabel tersebut. Keempat level
dengan variabel kontrol. Variabel ini sendiri dimaksud yaitu: Nominal; Ordinal; Interval; dan
merupakan variabel yang mengantarai Ratio. Atau disingkat dengan NOIR.
hubungan variabel dalam suatu hipotesis. Hal Level pengukuran tersebut yang perlu dikenal
ini misalnya hipotesis yang menduga adanya secara hakiki adalah bahwa level pengukuran itu
hubungan antara jarak tempat tinggal dengan bisa diturunkan tingkatannya, tetapi tidak bisa
66 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |
ditingkatkan levelnya. Secata logika sederhana ini variabel ini yaitu ordo, yang berarti kelompok.
bisa dimaklumi dengan menganalogikannya Jadi dalam kaitan terminologi metiodologi
dengan kemampuan anak pelajar atau mahasiswa. peneltian, ordinal dimaksudkan suatu
Dalam kaitan ini, maka kemampuan anak SD pengelompokan atas suatu fenomena tertentu. Hal
tidak mungkin bisa dinaikkan setara dengan ini misalnya menyangkut fenomena mengakses
kemampuan anak SLTA atau mahasiswa. Tapi situs jejaring sosial dalam internet. Terhadap
sebaliknya, kemampuan anak SLTA atau fenomena tersebut, maka fenomenanya antara lain
mahasiswa sudah tentu dapat diturunkan menjadi dapat diordinalkan menjadi : Sangat Sering;
setara dengan kemampuan anak SD. Kemampuan Sering; Jarang; dan Tidak Pernah.
ini, misalnya, menyangkut kemampuan membaca, Selanjutnya terkait dengan variabel dengan
kemampuan berhitung, kemampuan menafsirkan, level pengukuran interval. Untuk variabel
dan lain-lain. Demikian halnya dengan analogi dimaksud, maka suatu fenomena itu dimasukkan
kemampuan komputer, maka kemampuan ke dalam ke dalam satuan interval tertentu. Hal ini
komputer dengan prosesor Pentium IV akan misalnya dengan satuan interval 4 dari suatu
mampu membaca atau mengikuti sistem kerja kontinum nilai 25 atas suatu penilaian tertentu,
Pentium II atau III. Sebaliknya, kemampuan misalnya target penjualan barang atas suatu tenaga
prosesor Pentium II dan III tidak akan mampu sales dari suatu produk. Terkait ini maka
membaca atau mengikuti sistem kerja Pentium IV. intervalnya menjadi:
Beginilah analoginya. Jadi demikian pula halnya 1-5
dengan masalah level pengukuran tadi. Turun 6-10
boleh, naik tidak boleh. 11-15
Dalam penelitian sosial seperti dalam ilmu 16-20
komunikasi, level nominal itu berarti penanda 21-25
yang berasal dari bahasa Yunani yaitu nomen
yang berarti tanda. Jadi, dengan kata ini variabel Dengan interval yang memiliki range 24
nominal berarti hanya sekedar penanda saja bagi tersebut, maka fenomena yang diamati
suatu fenomena. Hal ini misalnya menyangkut dimasukkan ke dalam masing-masing kelompok
fenomena kesukuan, maka jawabannya hanya interval. Misalnya sales yang berhasil menjual 8,
berupa penanda-penanda aja secara utuh, misalnya maka dia dimasukkan ke dalam interval antara 6-
penandanya menjadi : Jawa, Batak, Sunda; Betawi 10. Demikian seterusnya.
, dan lain-lain. Hal ini berarti seorang responden Terakhir yaitu menyangkut skala ratio.
hanya tertandai menjadi responden yang bersuku Variabel ini merupakan level tertinggi dalam ilmu
Jawa, Batak, Sunda; dan Betawi. Tak lebih dari sosial. Hasil amatannya bermakna memiliki nilai
itu, utuh. Artinya, walaupun seseorang itu mutlak. Fenomena menyangkut hal ini misalnya
misalnya belasteran antara suku Batak; Sunda dan terkait dengan pendapatan per bulan; jumlah
Jawa, jawabannya tidak bisa terpecah menjadi 1/3 pengeluaran individu per hari; jumlah sedekah
Batak, 1/3 Sunda dan 1/3 Jawa. Begitu juga jenis yang dikeluarkan dalam sebulan; termasuk jumlah
kelamin misalnya, walaupun seseorang itu rakaat sholat yang dilaksanakan dalam sebulan.
bencong atau wadam/waria misalnya, jawabannya Hasil amatan terhadap gejala ini dimunculkan
tetap satu, yaitu mengikuti jenis kelamin aslinya. secara ratio melalui jumlah angka-angka. Sebagai
Misalnya bencong, maka jawabannya tetap contoh misalnya menyangkut jumlah pengeluaran
berjenis kelamin pria, bukan 1/2 pria atau 1/2 individu dalam sehari. Hasil pengamatan terhadap
wanita. Selain contoh ini, tentunya masih banyak gejala ini selanjutnya dimasukkan ke dalam data
contoh lainnya. Dalam fenomena komunikasi, antara lain berupa, sebagai berikut:
maka contohnya antara lain berupa : jenis media
yang dibaca, variannya berupa: media cetak-media
elektronik dan media baru. Begitu juga dengan
jenis rubrik pada suratkabar yang dibaca, apakah
tajuk, berita utama, opini, surat pembaca,
advetorial, dan lain-lain.
Selanjutnya menyangkut variabel ordinal.
Untuk variabel ini, maka masudnya adalah suatu
variabel yang levelnya berada lebih tinggi
daripada variabel nominal. Kata dasar dari
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 67
Tabel 1: kuesioner. Hal ini terutama menyangkut data dari
Jumlah Pengeluaran Individu dalam Sehari variabel yang akan kita uji melalui uji hipotesis.
Kegunaan pengetahuan ini sendiri berkaitan
No. Jumlah Pengeluaran Per Hari Per dengan masalah uji statistik yang akan kita
Responden Individu lakukan yang tentunya berkonsekuensi nantinya
(Dalam Rupiah) pada hasil penelitian. Jika hasil uji normalitas data
1 0 misalnya menghasilkan sebaran data yang normal,
2 5000 maka konsekuensinya adalah bahwa uji statistik
3 2500 yang kita lakukan terhadap variabel-variabel
4 90 000 dalam hipotesis, bisa dilakukan dengan statistik
5 100 000 inferensial. Karenanya, sesuai dengan nama uji
6 8000 statistik itu, hasilnyapun bisa kita generalisasikan
7 7000 terhadap populasi. Sebaliknya, jika hasil uji
Dan normalitas data dari variabel itu menunjukkan
seterusnya hasil yang tidak normal sebarannya, maka kitapun
tidak bisa menggunakan uji statistik inferensial
Selanjutnya, guna memudahkan pemahaman terhadap variabel-variabel dalam hipotesis yang
mengenai konsep dan variabel tersebut, ini dapat kita rumuskan. Sejalan dengan itu, maka uji
dilakukan dengan melatih diri kita sendiri. Bentuk statistik yang kita lakukan hanya sebatas uji
pelatihan itu misalnya melalui pengisian kolom- statistik deskriptif. Dengan begitu, kita pun tidak
kolom tabel sebagai mana dicontohkan di bawah bisa melakukan generalisasi terhadap hasil
ini, sebagai berikut: penelitian yang kita lakukan karena dengan
statistik deskriptif, itu berarti keberlakuannya
Tabel 2: hanya sebatas pada sampel yang kita ambil saja
Praktik Membuat Contoh Konsep, Variabel dalam penelitian.
dan Level Pengukuran Mengikuti langkah sebelumnya, maka
langkah selanjutnya adalah mengenal level
Konsep Variabel Level pengukuran variabel. Seperti sudah disinggung
Pengukuran sebelumnya, menyangkut level pengukuran
variabel ini secara terminologis terdiri dari lima,
yaitu : Nominal; Ordinal; Interval; dan Ratio.
Biasanya disingkat dengat akronim NOIR. Sifat
level pengukuran ini yaitu : bisa diturunkan tapi
tidak bisa dinaikkan.
2.5. Konsekuensi Pemahaman Ideal Variabel
Pengenalan terhadap level pengukuran ini
Terhadap Penggunaan Statistik
sangat penting karena berkonsekuensi dengan
Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya
alat-alat uji statistik yang akan kita terapkan.
pada bagian awal tulisan ini, masalah pemahaman
Terhadap alat-alat uji statistik yang akan
terhadap variabel secara ideal sangat penting
diterapkan pada pengujian variabel-variabel dalam
dimiliki dalam kaitan proses pelaksanaan
hipotesis ini, kalangan ahli statistik, setelah
penelitian melalui paradigma positivistik dengan
melalui proses ilmiah yang kompleks sebenarnya
pendekatan kuantitatif. Kepentingan itu karena
sudah menetapkan kaidah-kaidahnya untuk itu.
masalah ini berkonsekuensi dengan persoalan
Jadi, kita akademisi komunikasi, dengan
pencarian dan penemuan kebenaran ilmiah
sendirinyapun harus mengikuti kaidah-kaidah itu
(konsekuensi epistemologis). Dalam penelitian
tentunya. Dengan ketaatazasan itu, tentunya kita
dengan pendekatan kuantitatif, terutama yang
tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip
berupaya menemukan kebenarannya itu melalui
epistemologis dalam proses penelitian.
metode korelasi, maka ini dengan sendirinya akan
Kemudian, dalam upaya mengetahui apa
sarat berhubungan dengan masalah variabel.
bentuk konsekuensi pengetahuan tentang level
Dalam kaitan kesaratan itu, maka langkah
pengukuran variabel terhadap pengujian statistik
pertama yang dilakukan biasanya melakukan uji
itu, maka salah satu diantaranya dapat dilacak
normalitas data. Ini dimaksudkan untuk
melalui pengetahuan tentang ukuran asosiasi di
mengetahui sebaran data yang kita kumpulkan
antara dua variabel sebagaimana dikemukakan
melalui pengumpulan data lapangan melalui
Champion (1981 : 354). (lihat tabel).
68 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |
Tabel 3:
Ukuran Asosiasi Di Antara Dua Variabel

Nominal Ordinal Interval/Ratio


Pearson’s
Lambda
Cramer’s
Nominal Tschuprow’st Wilcoxon’s Theta Eta the
Phi correlation
Tetrachoric ratio
Ordinal Kruskal’s Gamma Jaspen’s M
Kendall’s
Somer’s dyx
Interval/Ratio Spearman’s
rho
Pearson’s

Kemudian, dalam upaya mengetahui apa Hubungan Kosmopolitanisme dengan


bentuk konsekuensi pengetahuan tentang level Kecepatan Menerima
pengukuran variabel terhadap pengujian statistik Kosmopolitanisme
itu, maka salah satu diantaranya dapat dilacak n: 150
melalui pengetahuan tentang ukuran asosiasi di
antara dua variabel sebagaimana dikemukakan Rendah Cukup Tinggi
Champion (1981 : 354). (lihat tabel). Kecepatan
Jadi, dengan melihat tabel di atas kiranya Menerima
sudah jelas bagi kita, bahwa ada konsekuensinya Gagasan
dari pengetahuan kita mengenai level-level Cepat 25 a 18 b 10 c
pengukuran variabel itu. Konsekuensinya yaitu Cukup
berupa penggunaan rumus-rumus statistik yang 12 d 13 e 15 f
relevan. Sebagai contoh di sini akan dikemukakan Lambat 8g
mengenai penggunaan rumus yang relevan dengan 17 h 32 i
level pengukuran variabel yang dimiliki oleh data
hasil penelitian (fiksi), sebagai berikut : 45 48 57

1) Contoh masalah Penelitian: 4) Prosedur Analisis:


Apakah ada hubungan antara Dengan mengacu pada ketentuan Champion
kosmopolitanisme dengan kecepatan sebelumnya, maka kita menghitung koefisien
menerima gagasan baru ? korelasi Kruskal’s Gamma, . Rumusnya,
2) Hipotesis :  =  fa - fi
Hipotesis 1 :
 fa + fi
Makin kosmopolit, makin cepat menerima
gagasan baru
Dimana : fa = frekuensi kesepakatan
Hipotesis Nol:
(agreements)
Tidak ada hubungan antara
fi = frekuensi inverse
kosmopolitanisme dengan kecepatan
(inversions)
menerima gagasan gagasan baru
3) Hasil penelitian, setelah diolah/ditabulasi
Secara operasional, dengan melihat lambang-
disajikan dalam tabel sebagai berikut:
lambang huruf pada tabel 1.
fa = a (e +f + h + i ) + b (f + i) + d (h +i) + (e) (i)
fi = c (d + e + g + h) + b (d + g) + f (g + h) + (e) (g)
Tabel 4

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 69


5) Langkah-langkah perhitungan: dengan level data variabel yang kita miliki, yaitu
1. Hitung dahulu fa dan fi mengacu pada ketentuan yang dikemukakan
fa = (25) (13 +15 + 17 + 32) + 18 (15 + 32) + Champion sebagaimana sudah dipaparkan
(12) (17 + 32) + 13 (32) sebelumnya.
fa = 1925 + 846 + 588 + 416
fa = 3775 3. Kesimpulan
Demikianlah sebagai salah satu contoh
fi = (10) (12 + 13 + 8 + 17) – 18 (12 + 8) + penggunaan rumus statistik yang relevan dengan
(15) (8 + 17) + (13) (8) level pengukuran data variabelnya. Sederet contoh
fi = 500 + 300 + 375 + 104 bisa saja dilakukan di sini, namun karena
fi = 1339 keterbatasan ruang hal ini tidak mungkin
2. Masukkan hasil perhitungan pada langkah dilakukan. Tetapi yang penting di sini adalah kita
pertama ke dalam rumus : sudah menemukan standar ideal dalam kaitan
 = 3775 - 1339 penggunaan rumus-rumus statistik yang ideal
3775 + 1339 dalam kaitan penggunaan uji hipotesis sesuai
= 2436 dengan level data variabel yang kita miliki, yaitu
5114 mengacu pada ketentuan yang dikemukakan
= 0,48 Champion sebagaimana sudah dipaparkan
3. Tinhgkat significansi  dapat dinilai dengan sebelumnya.
menghitung nilai Z Sebagaimana sudah dikemukakan pada
bagian pendahuluan tulisan ini, bahwa bahasan
Z = ()  fa-fi dalam makalah ini difokuskan pada : 1)
N (1-) Pengertian variabel ; 2) Bentuk variabel ; 3)
Jenis/kelompok variabel ; dan 4) Level
pengukuran variabel ; 5) Konsekuensi pemahaman
Nilai  hasil perhitungan = 0,48 ideal variabel terhadap penggunaan statistik.
fa = 3775 Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan
fi = 1339 bahwa menyangkut pengertian variabel, maka
N = 150 diketahui bahwa variabel yaitu pemberian dimensi
(predikat) tertentu terhadap suatu konsep.
Jadi, Z = (0,48)  3775 -1339 Mengenai bentuk variabel , maka dalam penelitian
(150) (1-0,48) sosial dikenal ada dua bentuk variabel, yaitu
variabel kategorikal dan variabel
= (0,48)  21,04
bersambungan. Variabel kategorikal adalah
= (0,48) (4,592)
variabel yang membagi responden menjadi dua
= 2,20
kategori atau beberapa kategori. Variabel yang
terdiri dari dua kategori disebut variabel dikotomi,
Untuk tingkat signifikansi 0,05 dengan uji
sedangkan yang memiliki banyak kategori disebut
dua arah (two tail test), nilai kritis adalah sekitar
variabel politomi. Kemudian menyangkut
1,96. Dengan demikian, nilai gamma hasil
jenis/kelompok variabel, maka diketahui bahwa
perhitungan, sebesar 2,20, lebih besar daripada
menurut kriteria jenis/kelompoknya, variabel ini
1,96. Karena itu hipotesis nol dapat ditolak.
meliputi : 1. Variabel independen
Artinya, makin kosmopolit responden, memang
(bebas/pengaruh) ; 2. Variabel dependen
makin cepat mereka dalam menerima gagasan
(terikat/terpengaruh; 3. Variabel kontrol (penekan
baru.
– pengganggu); 4. Variabel anteseden (antecedent
Demikianlah sebagai salah satu contoh
variable); dan 5. Variabel antara (intervening
penggunaan rumus statistik yang relevan dengan
variable). Kemudian, terkait dengan level
level pengukuran data variabelnya. Sederet contoh
pengukuran variabel, maka dikenal ada empat
bisa saja dilakukan di sini, namun karena
level pengukuran variabel tersebut. Keempat level
keterbatasan ruang hal ini tidak mungkin
dimaksud yaitu : Nominal; Ordinal; Interval; dan
dilakukan. Tetapi yang penting di sini adalah,
Ratio. Atau disingkat dengan NOIR. Terakhir,
bahwa kita sudah menemukan standar ideal dalam
yakni menyangkut konsekuensi pemahaman ideal
kaitan penggunaan rumus-rumus statistik yang
variabel terhadap penggunaan statistik. Dalam
ideal dalam kaitan penggunaan uji hipotesis sesuai
hubungan ini, maka bentuk konsekuensinya
70 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |
adalah berupa penyesuaian rumus statistik yang
digunakan dengan level pengukuran data variabel
yang dimiliki.
Sejalan dengan kuatnya peran pemahaman
variabel dalam proses rises dengan pendekatan
kuantitatif dalam tradisi paradigma positivistik,
maka seyogyanya perihal tersebut harus mendapat
perhatian serius dari peneliti-peneliti awal.
Sementara di tingkat akademis, proses
pengajarannya di kalangan mahasiswa sudah
seharusnya mendapat perhatian serius dari
kalangan tenaga edukatif. Bentuk keseriusan itu
misalnya dengan menerapkan kurikulum yang
berbasiskan kompetensi atau yang akrab dikenal
dengan akronim KBK.

REFERENSI
“Education is the most
Rakhmat, Jalaluddin. 1991. Metode Penelitian
Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya. powerful weapon which
Triputra, Pinckey, dkk. 2001-2002. Metodologi you can use to change
Penelitian Komunikasi Terapan.
Jakarta: Program Pasca Sarjana Bidang
Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia. the world”.
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. Metode
Penelitian Sosial. Jakarta: LP3ES.

Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. (Nelson Mandela, Mantan Presiden


Bandung: CV Alfabeta. Afrika Selatan, Peraih Nobel
Perdamaian)

* Hasyim Ali Imran


Peneliti Madya Bidang Studi Komunikasi dan
Media pada BPPKI Jakarta Badan Litbang SDM
Kementerian Komunikasi dan Informatika

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 71

You might also like