You are on page 1of 5

SEGI SEGI KEMU’JIZATAN AL-QURAN DAN CONTOH PENERAPAN

PEMBAHASAN

A. Pengertian I’jaz Alquran

Kata i’jâz adalah bentuk masdar dari kata kerja a’jaza-yu’jizu-i’jâz yang
berarti menjadikan seseorang atau sesuatu lemah dan tidak berdaya. Untuk
menjadikan manusia lemah, Alquran adalah mu’jiz atau mu’jizah. Penambahan
al-tâ’ al-marbûtah pada kata mu’jizah sebagai maksud mubâlagah atau
penekanan walaupun dalam Alquran sendiri, tidak ditemukan ayat yang
menyatakan bahwa Alquran adalah mu’jiz. Alquran adalah âyah, burhân dan
sultân . Unsur-unsur ini merupakan bagian dari pengertian i’jâz Alquran, karena
i’jâz Alquran adalah tanda, dan bukti dari prediksi bahwa manusia tak dapat
menirunya.1

Al-Himsî berpendapat bahwa pengertian i’jâz mengalami perkembangan


sebagai akibat dari persentuhan kaum muslimin dengan penganut agama lain
yang menuntut perdebatan terbuka tentang hakekat Alquran dan kenabian
Muhammad. Secara etimologis, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
mukjizat diartikan sebagai kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau oleh
kemampuan akal manusia. Sementara itu, mukjizat didefinisikan oleh pakar
agama Islam, antara lain, sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi
melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang
ditangtangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal yang
serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu,

B. Kemukjizatan Dari Segi Kebahasaan

Setiap nabi yang diutus, senantiasa disesuaikan dengan keahlian


masyarakatnya. Menurut Shihab, hal ini karena suatu keistimewaan baru dapat
menjadi bukti bila aspek yang dikemukakan dapat dimengerti oleh mereka yang
ditantang; dan bahwa bukti tersebut, akan semakin membungkamkan bila aspek
tantangan dimaksud menyangkut sesuatu yang dinilai sebagai keunggulan yang
ditantang. Sangat populer kita ketahui bahwa Alquran diturunkan dalam bahasa

1
Makhlûf, ‘Abd. al-Ra’ûf. Al-Bâqillânî wa Kitâbuh I’jâz al-Qur’ân: Dirâsah Tahlîlîyah
Naqdîyah.Beirut: Dâr Maktabat al-Hayâh, 1978, hlm. 17-18.
Arab karena masyarakat yang kepadanya pertama kali Alquran menggunakan
bahasa Arab dalam berkomunikasi. Walaupun demikian, Alquran secara tegas
menyatakan bahwa Alquran bukan semata-mata untuk orang-orang Arab,
melainkan untuk seluruh alam. Alquran pertama kali berinteraksi dengan
masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad.

Keahlian mereka adalah bahasa Arab dan sastra Arab. Di mana-mana


terjadi musabakah (perlombaan) dalam menyusun syair atau khutbah, petuah, dan
nasihat. Syair-syair yang dinilai indah, digantung di ka’bah, sebagai
penghormatan kepada penggubahnya sekaligus untuk dinikmati oleh yang melihat
atau membacanya. Penyair mendapat kedudukan yang istimewa dalam
masyarakat Arab. Mereka dinilai sebagai pembela kaumnya. 2 Dengan syair dan
gubahan mereka reputasi suatu kaum atau seseorang dan juga sebaliknya dapat
menjatuhkannya. Karena alasan inilah, Alquran memiliki gaya bahasa yang khas
yang tidak dapat ditiru oleh para sastrawan Arab, karena susunannya yang indah
yang berlainan dengan setiap susunan dalam bahasa Arab. Mereka menyaksikan
Alquran memakai bahasa dan lafal mereka, tetapi Alquran bukan puisi, prosa atau
syair dan mereka tidak mempu membuat yang seperti itu (meniru Alquran).

Termasuk kesulitan seseorang, sebagaimana dikemukakan oleh Al-


Munawwar ialah menundukkan seluruh kata dalam suatu bahasa, untuk setiap
makna dan imajinasi yang digambarkannya. Sementara itu, Alquran tidak
berbicara dengan sebuah kata kecuali. Sejalan dengan makna yang dikehendaki
dan pada tingkat kedalaman paling tinggi. Ketika merenungkan sebuah ayat yang
menjelaskan cara menciptakan alam, misalnya dengan dasar sistem yang teratur
dan peraturan yang tidak bertentangan satu dengan yang lain dan tidak rusak,
maka ayat tersebut menjelaskan makna tersebut dengan fenomena gerak yang
dapat dirasakan, yang berputar di depan kedua mata Anda sendiri, seakan-akan
sedang berada di hadapan laboratorium dengan bergerak sangat cepat pada sistem
yang berkelanjutan.3

C. Kemu’jizatan Al-Qur’an dari Keilmuan

2
Shihab. M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 111-112.
3
Al-Munawwar, Said Aqil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Cet. Ke-2.
(Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 33.
Qur’an adalah kitab akidah dan hidayah. Ia menyeru hati nurani untuk
menghidupkan di dalamnya faktor-faktor perkembangan dan kemajuan serta
dorongan kebaikan dan keutamaan. Kemu’jizatan ilmiah Qur’an bukanlah
terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah yang selalu baru dan berubah
serta merupakan hasil usaha manusia dalam penelitian dan pengamatan. Tetapi ia
terletak pada dorongannya untuk berpikir dan menggunakan akal.

Qur’an mendorong manusia agar memperhatikan dan memikirkan alam. Ia


mendorong kaum Muslimin agar memikirkan makhluk-makhluk Alloh yang ada
di langit dan di bumi: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
yaitu mereka yang mengingat Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-
sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Qur’an mendorong umat Islam agar memikirkan dirinya sendiri, bumi yang
di tempatinya dan alam yang mengitarinya: “Dan mengapakah mereka tidak
memikirkan tentang kejadian diri mereka?? Alloh tidak menjadikan langit dan
bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar
dan waktu yang ditentukan.” (ar-Rum/30:8).

Menurut Ahmad Baiquni, al-Qur’an memberi isyarat bagaimana proses


awal alam ini diciptakan. Isyarat itu terlihat antara lain dalam surah
al-Anbiya’/21:30: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup,
maka mengapakah mereka tiada juga beriman.” Selain seruan untuk orang kafir di
ayat ini, Alloh memperlihatkan awal kejadian alam yang menurut informasi al-
Qur’an, langit dan bumi pada awalnya satu, kemudian dipecah oleh-Nya sehingga
terpisah-pisah. Apa yang dimaksud langit, dan apa pula yang dimaksud bumi, dan
bagaimana proses pemisahan tersebut?? Iinilah beberapa pertanyaan yang dapat
dikembangkan dari ayat di atas, yang memberi isyarat untuk berpiikir kritis
terhadap alam semesta.
Itu merupakan satu contoh ayat yang menunjukan kemmukjizatan al-Qu’an
dari segi ilmiah. Kemudian di teliti dan memang benar pernyataan yang ada
dalam al-Qur’an, dan berikut hasil penelitiannya: Kata-kata al-sama’(langit)
dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang berada di atas. Sedang yang dimaksud
dengan ardh(bumi), berarti sesuatu yang ada di bawah. Kalau di tafsirkan dalam
bahasa ilmu pengetahuan, langit itu tiada lain adalah gugusan bintang-bintang
yang berada di luar planet bumi, sedang bumi adalah planet tempat tinggal
manusia.

Persoalan gugusan bintang-bintang dengan planet bumi bersatu dalam ayat


ini menurut Baiquni bisa terjawab kalau penyatuan terrsebut pada gumpalan
hidogren dalam konsentrasi yang amat padat. Sedangkan pemecahan bumi dan
langit adalah peristiwa ledakan dahsyat akibat suhu amat panas yang muncul
karena gesekan-gesekan atas atom hidogren yang memadat tersebut.

Sebenarnya masih banyak bukti-bukti kemukjizatan al-Qur’an dalam


keilmuan. Bukan ilmu alam saja, tapi al-Qur’an bersifat universal. Bisa meliputi
ilmu kesehatan atau kedokteran, ilmu agama, fisika, biologi, ilmu petanian,
hidrologi, demografi (kependudukan), psikologi, sosiologi, antropologi, dan
masih banyak lagi ilmu yang sudah di bahas di dalam alQur’an. Padahal al-
Qur’an adalah kitab yang sudah ribuan tahun yang lalu diturunkan, tapi sudah
mampu menjelaskan ilmu dengan pasti dan jelas. Dan ini merupakan bukti
kemu’jizatan al-Qur’an dibidang keilmuan. Dan memang al-Qur’an adalah kitab
yang diturunkan Alloh Tuhan semesta alam yang meiliki kekuasaan dan ilmu
pengetahuan yang sangat luas.4

II

KOMENTAR PENULIS

Pengetahuan manusia tentang kemukjizatan al-Qur’an teruslah berkembang. Dari


zaman ke zaman, para ulama (terutama para mutakalim dan mufasir) telah mengeksplorasi
segi-segi kemukjizatan al-Qur’an sehingga ilmu ini pun bertambah luas. Al-Qur’an
merupakan benar-benar kalam Alloh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan
Kemu’jizatan yang di miliki al-Qur’ann semata- mata untuk bukti kerosulan Nabi

4
Zaghul Raghib Muhammad Al Najar, Mukjizat Al-Qur`an dan As-Sunah tentang IPTEK, GP Jakarta
cet. Ke IV 1999, hal 122
muhammad SAW baik dari segi kebahasaannya dan keilmuannya. Beragamnya rumusan para
ulama mengenai sisi-sisi kemukjizatan al-Qur’an justru menunjukkan betapa banyak sisi al-
Qur’an yang menakjubkan. Alih-alih saling menegasi, perbedaan pendapat mereka tampak
sekali saling melengkapi. Ya, sebetulnya “dalam al-Qur’an terdapat beribu mukjizat,” kata al-
Zarqânî. Keragaman ini adalah petunjuk bahwa al-Qur’an ialah kitab yang dari sisi mana saja
kita memandangnya, yang tampak adalah kilauan Cahaya.

III

KESIMPULAN

Para ulama sepakat bahwa Al-Quran itu sendiri merupakan mukjizat yang agung
karena tidak ada seorangpun yang mampu menciptkan yang serupa dengan Al-Quran
walaupun satu ayat. Ditilik dari kebahasaan, Al-Qur`an mempunyai kandungan makna luar
biasa baik yang dihasilkan dari pemilihan kata, kalimat dan hubungan antar keduanya, efek
fonologi terhadap nada dan irama yang sangat berpengaruh terhadap jiwa penikmatanya atau
efek fonologi terhadap makna yang ditimbulkan serta deviasi kalimat yang sarat makna.
Ditambah lagi adanya keseimbangan redaksinya serta keseimbangan antara jumlah bilangan
katanya. Sehingga tak heran bila Al-Qur`an menempatkan dirinya sebagai seambrek simbul
yang sangat kominikatif lagi fenomenal.

Tak kalah serunya Al-Qur`an dilihat dari demensi ilmiyah. Bagaimana Al-Qur`an
mendiskripsikan tentang reproduksi manusia, hal ihwal proses penciptaan alam beserta frora
dan faunanya tentang awan peredaran matahari dan seterusnya yang semua itu dapat
dibuktikan keabsahannya melalui kacamata ilmiyah, sehingga menujukkan bahwa Al-Qur`an
sejalan dengan rasio dan akal manusia.

IV

DAFTAR PUSTAKA

Al-Munawwar, Said Aqil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Cet. Ke-
2. (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 33.

Makhlûf, ‘Abd. al-Ra’ûf. Al-Bâqillânî wa Kitâbuh I’jâz al-Qur’ân: Dirâsah Tahlîlîyah


Naqdîyah.Beirut: Dâr Maktabat al-Hayâh, 1978, hlm. 17-18.

Shihab. M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 111-112.

Zaghul Raghib Muhammad Al Najar, Mukjizat Al-Qur`an dan As-Sunah tentang IPTEK, GP
Jakarta cet. Ke IV 1999, hal 122

You might also like