You are on page 1of 9

RAWA PENING DALAM PERSPEKTIF POLITIK

LINGKUNGAN: SEBUAH KAJIAN AWAL


Cahyo Seftyono
Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang
cahyo.seftyono@mail.unnes.ac.id

ABSTRACT

Rawa Pening is one of the swamp ecosystem which are important for not only the local residents of Am-
barawa, Semarang, but also the communities in northern parts of Central Java. Rawa Pening as ecologi-
cal systems has ability to allow water demarcation, so flood can be avoided during the heavy rain and a
severe drought can be prevented when the dry season comes. Rawa Pening in the context of the natural
sciences, is only limited to the physical existence of a 'puddle'. However, when it is observed further, then
its existence is a part of a more complex system, which involves social-political actors. In this framework,
the construction which is planned for Rawa Pening consequently involves values believed by local peo-
ple. They are in relation to either culture, economy or politics. This study aims to reveal how Rawa Pen-
ing is seen from the point of view of environmental politics briefly. Rawa Pening is no longer viewed only
as a water border, but also discourse space of public policy which involves the community, the state, and
certainly, the ecosystem itself. Therefore, this study will describe Rawa Pening in the viewpoint of natural
science, social science, and political economy, as well as political environment as a multidisciplinary
study.

Keywords: Rawa Pening, Local Communities, Environmental Politics

ABSTRAK

Rawa Pening merupakan salah satu ekosistem yang penting bagi masyarakat, bukan saja bagi warga yang
ada di daerah Ambarawa, Kabupaten Semarang, bahkan juga sebagian wilayah utara Jawa tengah. Rawa
Pening menjadi sistem ekologi yang memungkinkan adanya sempadan air sehingga tidak menyebabkan
banjir manakala datang hujan besar dan juga tidak ada musibah kekeringan yang parah manakala ada
musim kemarau panjang. Rawa Pening dalam konteks ilmu alam, memang hanya sebatas pada
keberadaan fisikal dari sebuah ‘genangan air’. Namun demikian, ketika dibaca lebih jauh, maka
keberadaannya merupakan bagian dari sistem yang lebih kompleks, yang melibatkan aktor-aktor sosial-
politik. Dalam kerangka ini, pembangunan yang ditujukan pada Rawa Pening mau tidak mau harus
melibatkan nilai yang diyakini masyarakat lokal. Baik dalam kaitannya dengan nilai-nilai budaya,
ekonomi maupun politik. Tulisan ini hendak membaca secara ringkas bagaimana Rawa Pening dilihat
dari kaca mata politik lingkungan. Rawa Pening tidak lagi dilihat hanya sebagai sempadan air, melain-
kan juga ruang diskurus kebijakan publik yang melibatkan masyarakat, negara dan juga tentunya
ekosistem itu sendiri. Oleh karenanya, tulisan ini akan mendeskripsikan Rawa Pening dalam sudut pan-
dang sains, ilmu sosial, politik ekonomi, hingga politik lingkungan itu sendiri sebagai kajian yang multi-
disiplin.

Kata Kunci: Rawa Pening, Masyarakat Lokal, Politik Lingkungan

Indonesian Journal of Conservation


Vol. 3 No. 1 - Juni 2014 [ISSN: 2252-9195]
Hlm. 7—15
7
Indonesian Journal of Conservation Vol. 3 No. 1 - Juni 2014

PENDAHULUAN lingkungan dengan geografi dan studi pem-


bangunan. Bryant dan Bailey (1997) dan
Kajian lingkungan modern ini merupa- Robbins (2012) yang melihat politik ling-
kan perbincangan yang multidisiplin. Dalam kungan sebagai alat analisis dalam melihat
kerangka relasi lingkungan dan masyarakat relasi lingkungan dalam pespektif ilmu so-
tidak dapat dipisah-pisahkan dari studi alam sial. Bahkan lebih jauh Bryant dalam tu-
semata, maupun ilmu sosial semata. Bahkan lisannya yang lain juga menyebutkan tentang
lebih jauh, pembahasan tentang isu-isu ling- relasi kuasa, pengetahuan (lingkungan) dan
kungan menjadikan kedua disiplin ilmu ter- juga politik lingkungan itu sendiri (Bryant,
sebut (ilmu alam dan isu sosial) harus 1998). Walaupun secara ringkas, Greenberg
digunakan secara berkesinambungan dalam dan Park ketika membuka penerbitan Journal
mencapai analisa yang lebih komprehensif. of Political Ecology di tahun 1994 mengatakan
Lebih jauh, pembahasan terkait kebijakan- bahwa nalar politik lingkungan berangkat
kebijakan lingkungan juga tidak bisa luput dari isu ‘sains’, ‘sosial’, politik ekonomi hing-
dari unit analisis relasi manusia dengan ling- ga politik lingkungan itu sendiri (Greenberg
kungan itu sendiri (MEA, 2003). Kebijakan- and Park, 1994).
kebijakan ini yang tidak saja bersifat top-down Apa yang digunakan dalam politik
dan cenderung ada arahan dari pemerintah lingkungan ini memungkinkan untuk
(Jordan, 1999) melainkan juga pendekatan mejelaskan keberadaan Rawa Pening di Am-
yang bersifat bottom-up yang sarat partisipasi barawa, Jawa Tengah. Rawa Pening dapat
publik (Eden, 1996; Fraser, et al., 2006; dilihat dalam sudut pandang politik ling-
Holmes and Scoones, 2000). kungan, melalu pendekatan ‘sains’, ‘sosial’,
Kajian-kajian atas lingkungan dan ‘politik ekonomi’, dan juga ‘politik ling-
relasinya sebagai bagian dari proses politik kungan sebagaimana yang diusulkan oleh
dalam ruang kebijakan public oleh beberapa Greenberg dan Park. Rawa Pening tidak lagi
akademisi dimasukkan dalam wacana politik dilihat dari kaca mata ekologis, melainkan
lingkungan. Misalnya Zimmerer dan Bassett dapat dilihat jauh lebih kompleks yang meli-
(2003) yang menghubungkan antara politik batkan isu-isu sosial politik lainnya. Pertan-

Gambar 1. Peta Rawa Pening

8
Rawa Pening dalam Perspektif… — Cahyo Seftyono

yaannya, bagaimana pembacaan atas Rawa pan yang cukup besar (UNEP, 2014). Kondi-
Pening dalam nalar politik lingkungan terse- si perairan yang demikian memungkinkan
but? adanya aktivitas perikanan yang dijalankan
oleh penduduk, baik lokal maupun dari luar
wilayah Rawa Pening Fauna ikan di
RAWA PENING DALAM KAJIAN Rawapening tercatat 26 jenis baik jenis asli
SAINS maupun infroduksi, dan telah diteliti sejak
tahun 1930-an (Goltenboth dan Krisyanto,
Menurut Greenberg dan Park (1994: 2) 1994). Selain ikan, salah satu komoditas
kajian politik lingkungan yang dimulai dari penting perikanan di Rawapening adalah
pendekatan sains didasarkan pada perspektif udang Galah atau disebut juga Macrobrachium
geografi yang mengkaji iklim, temperature, idea. Udang Galah di danau Rawapening
ketinggian tempat dan segala yang berkaitan selain sebagai komoditas penting,
dengan sistem biologi. Rawa Pening sendiri keberadaanya memegang peranan dalam
merupakan danau alami yang keberadaannya menjaga keseimbangan ekologis yaitu se-
sangat penting bagi sistem ekologi Jawa Ten- bagai pemakan alga, sisa materi organik dan
gah bagian tengah. Kapasitas tampungan air juga makanan bagi ikan dan udang air tawar
Rawa Pening sebesar 65.000.000 m3 pada lainnya.
elevasi ± 463,90º serta bentangan alam dari Jenis tanah atau jenis endapan di da-
daratan pantai danau sampai pegunungan nau adalah kedap air, sehingga danau mam-
yang mengitari danau, maka perubahan yang pu menampung air. Vegetasi yang ada dise-
terjadi pada kawasan tersebut akan berdam- keliling danau cukup banyak sehingga mam
pak luas terhadap kehidupan Jawa Tengah pu untuk menyimpan air dan mengeluar-
bagian tengah, khususnya daerah Kabupaten kannya melalui mata air-mata air yang men-
Semarang. galir ke danau melalui sungai dan mata air.
Air danau Rawa Pening berasal dari Dengan demikian jumlah air di Danau
mata air yang keluar dari sisi rawa, selain ada Rawapening dipengaruhi langsung oleh ban-
beberapa sungai yang bermuara di Rawa yaknya curah hujan, air tanah yang muncul
Pening, antara lain: Sungai Galeh, Torong, sebagai mata air (spring) dan aliran per-
Panjang, Muncul, Parat, Legi, Pitung, Pragi- mukaan (air sungai). Dan secara tidak lang-
nan dan Rengas. Sungai-sungai tersebut me- sung oleh kondisi topografi dan aktifitas
nyumbang sekitar 60% air Rawa Pening se- manusia. Oleh karena sedimentasi terjadi
dangkan Sungai Muncul mensuplai air secara terus-menerus, maka sejak tahun 1970
terbesar yaitu sekitar 20%. Luas daerah aliran pada saat musim penghujan danau ini sering
Sungai (DAS) di hulu Rawa Pening sekitar di landa banjir terutama di DAS Tuntang
25.079 ha meliputi 72 desa dengan Hilir, yaitu di Kabupaten Demak dan Grobo-
kemiringan antara 0º di sekitar waduk sam- gan (LIPI, 2014). Lebih jauh berdasarkan
pai dengan 45º di Gunung Telomoyo dan pengamatan lapangan bahwa Enceng
Gunung Merbabu (Pemkab Semarang, 2011). Gondok (eichhornia Erassipers (Mart.) Solms)
Kondisi hidrologi meliputi kondisi air merupakan jenis yang paling dominan. Lebih
permukaan dan air tanah. Kondisi ini sangat lanjut populasi enceng gondok diperkirakan
dipengaruhi oleh topografi, vegetasi dan menutupi sebagian permukaan Rawa Pening.
jumlah curah hujan. Berdasarkan topografi Bahkan enceng gondok yang kemudian mati
Danau Rawapening terletak di daerah yang ini membentuk endapan yang oleh beberapa
rendah dan merupakan lembah yang dikeli- peneliti di dalam dan luar negeri pada tahun
lingi oleh daerah yang tinggi (pegunungan 1970an diteliti dalam kajian floating island
dan perbukitan) serta terbendung di Kali (Polack, 1954; Hayashi et al, 1978).
Tuntang. Kondisi ini menyebabkan jumlah Berdasarkan laporan LIPI (2014), Ra-
air di danau mengalami penambahan terus- wa Pening memiliki beberapa Daerah Aliran
menerus, sementara air yang keluar hanya Sungai yang bermuara di pintu air Tuntang
sedikit. Namun penambahan air juga mem- yang mengalir ke Demak serta Grobogan
bawa material-material yang diendapkan di menuju Laut Jawa. Sungai-sungai yang men-
danau sehingga memberi sumbangan enda- galir ke Danau Rawapening terdiri dari: (1)

9
Indonesian Journal of Conservation Vol. 3 No. 1 - Juni 2014

Sub-DAS Galeh, terdiri dari Sungai Galeh RAWA PENING MENURUT KAJIAN
dan Sungai Klegung. Sub DAS Galeh SOSIAL KEMASYARAKATAN
melewati daerah di Kecamatan Banyubiru,
Kabupaten Semarang. (2) Sub-DAS Torong, Lebih jauh dari analisis fisikal Rawa
yaitu Sungai Torong. Sub DAS Torong Pening, apa yang ada di sana juga melekat
melewati daerah di Kecamatan Ambarawa pada isu-isu sosial kemasyarakatan. Dalam
dan Bandungan (desa Ngampin, Panjang dan analisis Greenberg dan Park (1994: 4) dise-
Pojoksari). (3) Sub-DAS Panjang, terdiri dari butkan bahwa yang perlu dikaji dalam kai-
Sungai Panjang dan Sungai Kupang. Sub tannya dengan isu sosial kemasyarakat se-
DAS Panjang melewati daerah di Kecamatan buah ekosistem adalah sejarah ekosistem itu
Ambarawa dan Bandungan. (4) Sub-DAS sendiri, budaya yang melekat padanya, sis-
Legi, yaitu Sungai Legi. Sub DAS Legi tem ekonomi, geografi manusia (relasi manu-
melewati daerah di Kecamatan Banyubiru, sia dengan alam) dan juga pembangunan.
Kabupaten Semarang. (5) Sub-DAS Parat, Artinya pembahasan antara lingkungan
yaitu Sungai Parat. Sub DAS Parat melewati dengan pendekatan kontemporer tidak bias
daerah di Kecamatan Banyubiru. (6) Sub- dilepaskan pada relasi antara lingkungan
DAS Sraten, yaitu Kali Sraten. Sub DAS dengan masyarakat itu sendiri. Baik
Sraten hanya melewati daerah di Kecamatan masyarakat lokal maupun penduduk yang
Getasan, Kbupaten Semarang. (7) Sub-DAS tidak bermukim di wilayah tersebut.
Rengas, terdiri dari Sungai Rengas dan Penduduk di sekitar Rawa Pening
Sungai Tukmodin. Sub DAS Rengas hanya ditinjau dari etnis, masyarakat yang tinggal di
melewati daerah di Kecamatan Ambarawa sekitar Danau Rawa Pening cenderung ho-
dan Bandungan. (8) Sub-DAS Kedung mogen yaitu hampir semuanya merupakan
Ringin, yaitu Sungai Kedung Ringin. Sub suku Jawa, sehingga budaya kehidupan
DAS Kedungringin melewati daerah Keca- sehari-hari adalah budaya Jawa. Latar
matan Tuntang (Desa Kesongo, Lopait dan belakang keagamaan, sebagian besar me-
Desa Tuntang), Kabupaten Semarang. (9) meluk agama Islam sekitar 90%, diikuti
Sub-DAS Ringis, yaitu Sungai Ringis. Sub Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan
DAS Ringis melewati beberapa kecamatan di Budha. Dengan demikian dapat dikatakan,
Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga. meskipun Islam sebagai agama yang domi-
Aliran air yang keluar dari Da- nan di wilayah tersebut, budaya masih dapat
nau Rawapening bermuara pada satu pintu, dilihat dalam beberapa tradisi kemasyara-
yakni Sungai Tuntang yang terletak dibagian katan yang ada.
timur laut Danau Rawapening. Hal ini ter- Berkenaan dengan ini, maka ada be-
jadi karena bagian timur laut letaknya lebih berapa hal yang menarik untuk diamati. Ke-
rendah dan air mengalir terus ke Kabupaten hidupan sosial masyarakat di sekitar Rawa
Demak dan Kabupaten Grobogan hingga Pening tergolong cukup aktif dan baik, ke-
laut Jawa (LIPI, 2014). Dengan kata lain, hidupan pedesaan yang mendominasi
ketika terdapat permasalah perairan di wila- masyarakat sehingga masih terlihat adanya
yah Rawa Pening, maka bukan tidak mung- kegiatan kelompok, kerja bakti, gotong-
kin hal tersebut akan menjadikan masalah royong, dan paguyuban. Organisasi dan ke-
yang sama di wilayah-wilayah yang dilalui lompok-kelompok di masyarakat juga sudah
aliran DAS dan sub-DAS tersebut, maupun cukup beragam, dari mulai kelompok tani,
aliran air yang menuju Laut Jawa. Terlebih kelompok nelayan, ibu-ibu PKK, karang ta-
wilayah Demak dan Grobogan merupakan runa, dan juga kelompok koperasi Desa.
dua wilayah yang rentan mengalami Kebudayaan akan mitos-mitos nenek
kekeringan sebagaimana beberapa wilayah moyang dan juga sesaji masih selalu dil-
Jawa lainnya (Adi, 2011; D’Arrigo et al., akukan masyarakat setiap bulan dan tahun
2006; Setiapermas et al., 2005). tertentu. Ritual tersebut seperti larung saji
pada bulan Syura. Ritual tersebut dipercaya
masyarakat sebagai sesaji untuk penjaga Ra-
wa. Kebudayaan masyarakat Jawa yang
masih mempercayai legenda dan cerita-cerita

10
Rawa Pening dalam Perspektif… — Cahyo Seftyono

dari nenek moyang, sangat mempengaruhi RAWA PENING DAN POLITIK


pola kehidupan di masyarakat hingga saat EKONOMI
ini.
Bentuk-bentuk tradisi kemasyarakatan Kajian politik ekonomi menurut
di sekitar Rawa Pening ini belum banyak Greenberg dan Park (1994: 6) identic dengan
dikaji oleh peneliti lokal maupun asing. Salah diskursus atas keuntungan. Berdasarkan
satu pengkaji cerita kerakyatan yang juga model analisa politik ekonomi, maka aktivi-
berkenaan dengan tradisi setempat adalah tas masyarakat sekitar Rawa Pening dapat
skripsi berbahasa Jawa yang ditulis oleh dikategorisasi menjadi beberapa kajian. Per-
Nurdiani di tahun 2011. Namun demikian tama, yang dikerjakan secara mandiri oleh
berita-berita terkait dengan larung sesaji, kirab masyarakat dan dilaksanakan dalam keragka
budaya serta doa bersama yang memang ru- informal. Kedua, aktivitas yang dilaksanakan
tin dilakukan setiap bulan syuro (dalam kal- dengan aturan pemerintah yang teratur dan
ender Jawa/ Islam) sering diliput oleh media juga melibatkan lebih banyak stakeholder,
lokal, seperti Suara Merdeka. Berita tentang bukan saja masyarakat lokal melainkan juga
larung sesaji ini misalnya seperti yang terdapat masyarakat atau pemodal yang berasal dari
di Suara Merdeka, Pelarungan Tumpeng luar warga sekitar Rawa Pening. Aktivitas
Agung: Membangun Budaya Baru di Rawapen- ekonomi yang bersifat informal ini misalnya
ing, tanggal 23 Februari 2006; Suara seperti hasil perikanan (Arief, 2011; Se-
Merdeka, Larung Sesaji di Rawapening: Warga tiawan et al., 2013) dan juga kerajinan hasil
Berpakaian Jawa Iringi Tumpeng Agung, tang- inovasi enceng gondok (Hapsari, 2009) yang
gal 1 februari 2008 dikerjakan secara mandiri dan cenderung
Beragam mitos dan juga cerita-cerita bersifat usaha kecil dan menengah. Se-
legenda yang berkembang di sekitar Rawa dangkan aktivitas ekonomi yang lebih kom-
Pening, sebagian besar masyarakat menge- pleks, dan melibatkan lebih banyak stakehold-
tahui cerita-cerita tersebut yang sudah mem- er misalnya yang berkenaan dengan industri
iliki banyak versi. Larung saji yang dilakukan wisata di sekeliling Rawa Pening (Yuliasari,
oleh masyarakat lokal si sekeliling Rawa Pen- 2005).
ing ini serupa dengan apa yang ada di wila- Berdasarkan laporan LIPI (2014),
yah Yogyakarta sebagai merti Code, sebuah apa yang dikerjakan oleh masyarakat sekitar
tradisi yang muncul sebagai bentuk terima Rawa Pening cendeung dikerjakan secara
kasih atas kebaikan Tuhan dan harapan yang mandiri dan tidak professional. Usaha-usaha
lebih baik untuk tahun selanjutnya (Seftyono, yang dikerjakan masyarakat ini meliputi peri-
2010) dan juga hubungan antara masyarakat kanan, pertanian, kerajinan enceng gondok
lokal di sekitar Danau Chini (Tasik Chini) dsb. Meskipun secara umum usaha-usaha
yang menunjukkan hubungan non-fisikal an- ekonomi ini dikerjakan dalam skala mikro,
tara masyarakat dengan lingkungan dalam tetapi ada juga beberapa perajin yang ber-
bentuk ritual-ritual ungkapan terima kasih hasil dalam maksimalisasi nilai ekonomi dari
dan penjagaan atas alam (Seftyono, 2011). Rawa Pening ini. Misalnya seperti apa yang
Lebih jauh, hubungan antara Rawa dikaji oleh Theresia Prawitasari (2003) ten-
Pening dengan masyarakat lokal ini di- tang Peningkatan Hasil Pengeringan Batang
wujudkan melalui pembentukan cerita-cerita Eceng Gondok pada Sentra Industri Ke-
rakyat yang cukup melegenda tentang Baru rajinan Rawa Pening.
Klinting (Nurdiani, 2011). Legenda tentang Berkenaan dengan aktivitas ekonomi
asal usul Rawa pening mempunyai banyak informal, masyarakat menangkap ikan yang
versi dan beragam jenis. Salah satu versi yang ada di Danau Rawapening secara bebas
paling terkenal yaitu adanya sosok Baru menggunakan jenis alat pancing dan jala.
Klinting, yaitu sosok ular besar yang di- Namun masyarakat juga memelihara ikan
percayai masyarakat sekitar sebagai penjaga dengan menggunakan sistem keramba. Pada
dari Rawa Pening. Dalam cerita ini musim penghujan masyarakat juga me-
dikostruksikan bagaimana masyarakat harus manfaatkan lahan sawah untuk memelihara
bias saling menghargai satu sama lain, dan ikan. Jenis ikan yang dipelihara pada
juga tidak merendahkan diantara sesama. umumnya lele, kutuk, sepat, betik, goyor,

11
Indonesian Journal of Conservation Vol. 3 No. 1 - Juni 2014

udang rawa, water hijau, keong dan belut. Sub-kawasan Bukit Cinta
Hasilnya dipasarkan ke Salatiga, Ambarawa,
Ungaran, Magelang dan Semarang oleh para Sub-kawasan Bukit Cinta terletak di
pengepul. Selain menjual hasil tangkapan ke bagian tenggara kawasan wisata Rawa Pen-
pengepul, masyarakat sekitar Rawapening ing dan dapat dicapai dari jalur Semarang-
juga mengupayakan proses produksi ikan Surakarta melalui jalur Asinan-Banyubiru-
melalui home industri sehingga memperoleh Bukit Cinta atau melalui jalur Lopait-Salatiga
nilai ekonomi yang lebih tinggi. -Bukit Cinta. Dari jalur ini dapat dilihat ka-
Karena banyak enceng gondok di ramba-karamba ikan serta nelayan dengan
Rawa Pening, maka masyarakat juga me- perahu-perahu dengan latar belakang Per-
manfaatkannya dengan mengambil enceng bukitan Asinan dan Sub-kawasan Tlogo.
gondok untuk dijadikan tempat jamur, Dengan demikian, dalam posisi ini, Rawa
pupuk, dan kerajinan. Pola masyarakat ada- Pening mengalami pergeseran nilai ekologis
lah setelah bahan diambil, disetorkan ke menjadi ekonomi dari aspek perikanan air
pengepul dan oleh pengepul dikeringkan dan tawar.
setelah kering dibuat tali. Pekerjaan ke-
rajinan ini umumnya dilakukan oleh ibu-ibu
dan setelah terkumpul banyak dipasarkan ke Sub-kawasan Muncul
Yogyakarta, Pekalongan, Bali dll.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya Sub-kawasan ini terletak mengelilingi
dalam rangka meningkatkan ketrampilan telaga di bagian selatan dan memiliki topo-
pengrajin melalui berbagai bimbingan dan grafi yang relatif datar. Berdekatan dengan
penyuluhan serta pelatihan. Namun sejauh lokasi kawasan ini adalah sumber air alam
ini belum menampakan hasil yang positif yang melimpah yang diolah oleh pihak
bagi pengrajin, karena pengrajin masih terpo- swasta menjadi air dalam kemasan. Saat ini,
la hanya mencari dan mengambil enceng Sub-Kawasan Muncul telah dimanfaatkan
gondok untuk disetorkan ke pengepul, se- sebagai obyek wisata dengan beberapa lokasi
hingga masyarakat belum menerima tamba- yang menyediakan atraksi-atraksi salah
han nilai ekonomis. satunya yaitu obyek wisata yang menyajikan
Aktivitas ekonomi yang lebih profes- atraksi kolam renang. Hal ini serupa dengan
sional, misalnya berbentuk kawasan- kawasan Lopait yang menjadikan Rawa Pen-
kawasan pariwisata, sebagaimana yang saat ing sebagai aset ekonomi berbasis eko-
ini sudah berjalan di sekeliling Rawa Pening. pariwisata.
Kawasan-kawasan wisata tersebut terbagi
menjadi beberapa wilayah: Sub-kawasan
Lopait, Sub-kawasan Bukit Cinta, dan Sub- RAWA PENING DALAM SUDUT PAN-
kawasan Muncul. DANG POLITIK LINGKUNGAN

Kajian mengenai politik lingkungan


Sub-kawasan Lopait dalam wilayah Rawa Pening ecara runut
adalah membicarakan tentang proses dialog
Daerah ini merupakan akses utama ‘sains’, ‘sosial’, dan ‘politik ekonomi’, yang
Kawasan Rawa Pening, terletak pada kilome- menjadi satu kesatuan. Artinya pada tahapan
ter 42 jalur Semarang-Solo dan memiliki ini pembahasan tentang Rawa Pening
topografi yang relatif datar. Sub-kawasan ini mengacu pada apa dan bagaimana proses
pada mulanya digunakan untuk persawahan pembentukan kebijakan lingkungan itu dit-
dan pertanian lainnya, tapi karena potensi erapkan. Dalam hal ini, keberadaan Rencana
pemandangan alam dan didukung oleh topo- Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang di-
grafi yang baik di kawasan ini mulai dikem- miliki oleh Pemerintah Kabupaten Sema-
bangkan rumah makan yang berdiri secara rang, yang berlaku sejak 2011-2031 menjadi
massif di sepanjang jalan utama sebagai bagi- penting untuk diamati. Tentu selain juga
an dari tujuan wisata. pembacaan atas ada tidaknya partisipasi
masyarakat lokal dalam proses pembentukan

12
Rawa Pening dalam Perspektif… — Cahyo Seftyono

RTRW tersebut. pirasi masyarakat.


Pembacaan kebijakan dan prorses Sebagaimana aktivitas-aktivitas
pembentukan RTRW Pemkab Semarang, masyarakat, baik yang berbasis budaya mau-
khususnya yang berkaitan dengan Rawa pun ekonomi yang dijalankan secara infor-
Pening tidak dapat dilepaskan dari konsepsi mal pada akhirnya dibentuk juga oleh
pengelolaan sumber daya air, mengingat Ra- pemerintah dalam bentuk kedua peraturan
wa Pening merupakan wilayah perairan yang tersebut. Artinya apa yang dilakukan oleh
tidak saja penting bagi masyarakat lokal dan masyarakat, secara langsung maupun tidak
regional untuk sebagian wilayah Jawa Ten- langsung direspon oleh pemerintah melalui
gah melainkan juga keterlibatan pemerintah formalisasi aturan. Hal ini dapat dilihat dari
sebagai pembentuk kebijakan yang mengatur poin-poin berikut yang menjadi perhatian
hajat hidup masyarakat. Karena bagaimana- dari kedua peraturan lokal: strategi pemeli-
pun pengelolaan sumber daya air, tetap ha- haraan lingkungan dan perikanan, revital-
rus melibatkan institusi formal dalam pem- isasi waduk dan penanggulangan banjir,
bentukan kebijakan dan implementasinya pengembangan jalur perairan dan juga
(Yeh, 1985). pengembangan pariwisata. Secara umum,
Ruang pembacaan atas politik ling- partisipasi masyarakat seperti yang dil-
kungan di Rawa Pening ini dapat dilihat akukan oleh warga merupakan hal penting,
menjadi dua aspek. Pertama, partisipasi yang mengingat mereka tidak terorganisir dengan
dimunculkan dari kesadaran masyarakat lo- profesional dan juga tidak memiliki motivasi
kal sehingga memunculkan aktivitas yang politik akan tetapi aktivitas dalam mempela-
didukung oleh pemerintah. Kedua, kebijakan- jari mereka bisa mempengaruhi kebijakan
kebijakan yang memang dibentuk dan dijal- pemerintah (Pahl-Wostl et al , 2004; Pahl-
ankan oleh pemerintah. Wostl et al, 2007). Salah satu bentuk yang
Melihat pada pola interaksi antara paling berpengaruh dalam konteks ini adalah
masyarakat lokal dengan pemerintah, baik keberadaan tradisi larung sesaji dan pengem-
Pemkab. Semarang maupun Pemprov. Jawa bangan wisata di Rawa Pening.
Tengah, maka dapat dikatakan bahwa apa
yang dilakukan oleh masyarakat sebagai ba-
gian dari tradisi masyarakat mampu dimun- SIMPULAN
culkan sebagai kebijakan lokal. Kebijakan ini
kemudian berubah nalar, dari yang dahulu Pengetahuan masyarakat atas ling-
hanya berupa ritual-ritual kepercayaan, men- kungan dan nilai-nilai yang ada di dalamnya,
jadi sebuah aktivitas yang disahkan secara termasuk bagaimana mereka berinteraksi
politis dalam kerangka rencana pem- sehingga memunculkan tradisi lokal, meru-
bangunan sebuah wilayah. Dalam hal ini pakan bagian penting dari politik ling-
dimunculkan dalam RTRW Pemkab Sema- kungan. Oleh karenanya apa yang terjadi
rang dan RPJMD Pemprov. Jawa tengah pada masyarakat Rawa Pening dengan sega-
2013-2018. RTRW Pemkab. Semarang yang la aktivitas informalnya, dan kemudian men-
berlaku sejak 2011-2031 menyebutkan setid- jadi kebijakan pemerintah lokal, menjadi in-
aknya lima komponen terkait dengan Rawa teraksi politik yang dialogis dan tidak cender-
Pening, baik aktivitas kultural kemasyarakatan, ung top down. Hal ini menempatkan
hingga pembangunan lingkungan serta pen- masyarakat, lingkungan, dan pemerintah
guatan ekonomi masyarakat sekitar. Sedangkan dalah satu garis yang hampir seimbang, kare-
pada RPJMD Pemprov. Jawa Tengah hanya na ketiganya memiliki porsi yang sama pent-
terdapat dua komponen berkenaan dengan pem- ingnya dalam relasi pembentukan kebijakan
bangunan lingkungan. Padahal jika dirunut dan implementasinya. Dalam kaitannya
lebih jauh keberadaan Rawa Pening ini dengan Rawa Pening, maka apa yang ada
Kedua peraturan tersebut setidaknya semula hanya berupa ekosistem, dia bergerak
mencoba memfokuskan diri pada beberapa menjadi satu kebutuhan ekonomi dan kultur-
isu penting. Isu ini tidak saja muncul dari al masyarakat lokal menuju kebutuhan poli-
inisiatif pemerintah lokal dan provinsi, tik dalam bentuk kebijakan-kebijakan
melainkan sangat mungkin muncul dari as- pemerintah.

13
Indonesian Journal of Conservation Vol. 3 No. 1 - Juni 2014

ture-Based Tourism Object in Rawa Pening,


Indonesia: An Application of Travel Cost and
UCAPAN TERIMA KASIH Continget Valuation Method, Journal of Sus-
tainable Development, Volume 4 No. 2.
Hapsari, Anindita Rifta 2009, Sentra Kerajinan
Tulisan ini dihasilkan dari pengamatan
Enceng Gondok Di Rawa Pening, Technical
awal atas wilayah Rawa Pening-Ambarawa, Report, Program Studi Arsitektur Unika
Jawa Tengah melalui dana penelitian PNBP Soegijopranoto, Semarang.
DIPA Universitas Negeri Semarang untuk Hayashi, Ichikoru, Juan V. Pancho, and Soetikno
skema dosen pemula 2014. Penulis men- S. Sastroutomo 1978, Preliminary Report in
gucapkan terima kasih atas bantuan dari the Buried Seeds of Floating Island and Bottom
saudara Irfandi Imam Chambali dan Ukhti of Lake Rawa Pening, Central Java, Japanese
Raqim yang telah menjadi asisten dalam Journal of Ecology, Volume 28.
penelitian ini. Holmes, Tim and Ian Scoones 2000, Participatory
Environmental Policy Processes: Experiences
from North and South, IDS Working Paper
113.
DAFTAR PUSTAKA Jordan A. 1999, The Implementation of EU Environ-
mental Policy: A Policy Problem without a Po-
Adi, Henny Pratiwi. 2011., Kondisi dan Konsep litical Solution? Environment and Planning
Penanggulangan Bencana Kekeringan di Jawa C: Government and Policy, Volume 17
Tengah, Seminar Nasional Mitigasi No.1.
Bencana dan Ketahanan Bencana 26 Juli Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Profil Da-
2011. nau Rawapening, diakses tanggal 25 Mei
Bryant, Raymond L.1998. Power, nowledge, and 2014.
Political Ecology in the Third World: A Review, Millenium Ecosystem Assessment 2003, Ecosys-
Progress in Physical Geography 22. tems and Human Well-being, Washington
Bryant, Raymond L. and Sinead Bailey 1997, DC: Island Press.
Third World Political Ecology, London and Nurdiani, Rosita 2011, Persepsi Masyarakat Tum-
New York: Rutledge. rap Legenda Baru Klinting Studi Kasus Kirap
D’Arrigo, Rossane, Rob Wilson, Jonathan Palm- Pusaka lan Larung Sesaji ing Wewengkon
er, Paul Krusic, Ashley Curtis, John Sa- banyubiru, Skripsi Fakultas Pendidikan Ba-
kulich, Satria Bijaksana Siti Zulaikah La hasa dan Seni-IKIP PGRI Semarang.
Ode Ngkoimani 2006, Monsoon Drought Pahl-Wostl, C., Hare, M. 2004 Processes of Social
Over Java, Indonesia, During the Two Past Learning in Integrated Resources Management
Centuries, Geophysical Research Letters, Journal of Community and Applied Social
Volume 33. Psychology, Volume 14.
Eden, Sally 1996, Public Participation in Environ- Pahl-Wostl, C., Craps, M., Dewulf, A., Mostert,
mental Policy: Considering Scientific, Counter- E., Tabara, D., Taillieu, T. 2007 Social
scientific and non-scientific contribution, Public learning and water resources management,
Understanding Science, Volume 5. Ecology and Society, Volume 12 No. 2.
Fraser, Evan D.G., Andrew J. Dougill, Warren Pemerintah Kabupaten Semarang 2011, Rencana
E. Mabee, Mark Reed, and Patrick McAl- Tata Ruang dan Wilayah 2011-2031.
pine 2006, Bottom Up and Top Down: Analy- Pemerintah Provinsi Jawa Tengah 2014, Rencana
sis of Participatory Processes for Sustainability Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Indicator Identification as a Pathway to Com- 2013-2018.
munity Empowerment and Sustainable Envi- Polack, B. 1951, Construction and Origin of Floating
ronmental Management, Journal of Environ- Islands in the Rawa Pening, Central Java,
mental Management, Volume 78 No. 2. Contr. Gen. Agr. Stat. Bogor. No. 112.
Goeltenboth, F. and A.I.A Kristyanto 1994, Fish- dalam Goeltenboth, F. and A.I.A Kristyan-
eries in the Rawa Pening Reservior, Java, Indo- to 1994, Fisheries in the Rawa Pening Reservi-
nesia, International Review of Hydrobiolo- or, Java, Indonesia, International Review of
gy, Vol. 79 No. 1. Hydrobiology, Volume 79 No. 1.
Greenberg, James B. and Thomas K. Park 1994, Prawitasari, Theresia 2003, Peningkatan Hasil Pen-
Political Ecology, Journal of Political Ecolo- geringan Batang Eceng Gondok pada Sentra
gy 1. Industri Kerajinan Rawa Pening, Skripsi juru-
Hakim, Arief Rahman, Sri Subanti, and Mangara san Biologi, FMIPA, IPB Bogor.
Tambunan 2011, Economic Valuation of Na- Robbins, P. 2012, Political Ecology: A Critical Intro-

14
Rawa Pening dalam Perspektif… — Cahyo Seftyono

duction, 2nd Edition, Oxford: Blackwell. Technology, Vol. 2 No. 3.


Seftyono, Cahyo 2011, Pengetahuan Tradisional Suara Merdeka, Pelarungan Tumpeng Agung: Mem-
Ekologis Masyarakat Orang Asli Jakun dalam bangun Budaya Baru di Rawapening, tanggal
Menilai Ekosistem Servis di Tasik Chini, Ma- 23 Februari 2006.
laysia, Seminar Malaysia-Indonesia 2009/ Suara Merdeka, Larung Sesaji di Rawapening: War-
Jurnal Ilmu Sosial dan Politik-Universitas ga Berpakaian Jawa Iringi Tumpeng Agung,
Gadjah Mada Volume 15 no. 1, Juli 2011. tanggal 1 februari 2008.
-------. 2010, Local Community in Valuing Ecosystem United Nation Environmental Program 2014,
Services: Warga Kampung Code’s Perspective Technology Needs for Lake Management in
on Kali Code Existence, Proceeding 1st Annu- Indonesia- Investigation of Rawa Danau and
al Indonesian Scholars Conference in Tai- Rawa Pening, Java, diakses tanggal 25 Mei
wan. doi:10.2139/ssrn.1763226. 2014.
Setiapermas, M.N., Koesmaryono Y., Yusmin, Yeh, WWG 1985, Reservoir management and opera-
dan Irianto G. 2005, Indeks Kecukupan Air tions models: A state‐of‐the‐art review, Water
untuk Penetapan Waktu Bera Kedelai di Jawa Resources Research, Volume 21 No. 12.
Tengah, Jurnal Agromet Indonesia, Volume Yuliasari, Agnes 2005, Prioritas Pengembangan
19 No. 2. Objyek-Obyek Wisara Air di Kawasan Rawa
Setiawan, Ringga, Bambang ArgoWibowo, Pening Kabupaten Semarang, Tugas Akhir
Pramonowibowo 2013, Analisis Usaha Peri- Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
kanan pada Alat Tangkap Bubu di Perairan FT Undip, Semarang.
Rawa Pening Desa Lopait Kecamatan Tuntang Zimmerer, K. and T.J. Bassett, eds. 2003, Political
Kabupaten Semarang, Journal of Fisheries Ecology: An Integrative Approach to Geography
Resources utilization Management and and Environment-Development Studies, New
York: Guilford Publications.

15

You might also like