You are on page 1of 51

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI PARFUM LAUNDRY

EKSTRAK BIJI KOPI ROBUSTA (coffea robusta) TERHADAP


Staphylococcus hominis

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Penyusunan Tugas Akhir

Oleh
BAIQ ULNA SASTRAWANTI
NIM: 01022160

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS YPIB MAJALENGKA
CIREBON
JULI 2023
Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi

oleh negara berkembang seperti di Indonesia. Penyakit infeksi dapat terjadi di

seluruh bagian tubuh, salah satunya di kulit. Mikroorganisme yang menempati

kulit tanpa menimbulkan penyakit pada inang disebut dengan flora normal.

Namun flora normal berpotensi menyebabkan penyakit apabila populasinya

berlebihan. (Afifurrahman et al., 2014). Salah satu flora normal pada kulit adalah

staphylococcus hominis.

Pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap

antibiotik memerlukan produk baru yang memiliki potensi tinggi. Salah satu

alternatif yang dapat ditempuh adalah memanfaatkan zat aktif pembunuh bakteri

yang terkandung dalam tanaman obat. Biji kopi dilaporkan memiliki aktivitas

antimikroba (muhammad azdar dkk, 2017).

Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu daerah potensial

penghasil kopi di Indonesia khususnya di Kabupaten Lombok Timur. Kopi

merupakan hasil perkebunan yang selain dikonsumsi sebagai minuman penyegar

juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri farmasi.

Rutinitas yang semakin padat dan melelahkan menyebabkan masyarakat

malas untuk mencuci, sehingga lebih memilih untuk melaundry pakaian mereka

daripada mencuci sendiri. Namun proses pencucian yang tidak higienis (karena

tercampur dengan pakaian orang lain) dapat meningkatkan resiko perpindahan


bakteri Staphylococcus hominis yang menyebabkan bau badan. Adanya bakteri

pada pakaian juga bisa menimbulkan gatal-gatal, alergi, bahkan penyakit yang

lebih serius lainnya. Sehingga diharapkan masyarakat mencuci pakaian sendiri

(Menezes, 2020).

Indonesia memiliki iklim tropis sehingga penduduknya kerap berkeringat.

Kurangnya menjaga kebersihan tubuh menyebabkan bakteri Staphylococcus

hominis berpotensi dalam mengeluarkan keringat berlebih sehingga diserap oleh

pakaian dan bisa menyebabkan bau. Aroma yang tidak sedap pada badan

merupakan masalah yang cukup serius serta dapat mengganggu aktivitas

seseorang.

Wewangian merupakan produk yang semakin berkembang saat ini, salah

satunya dalam bentuk parfum laundry. Pada pembuatan parfum, bahan pewangi

terdiri dari bahan alami dan bahan sintesis (Nurulya, 2021). Biji Kopi merupakan

salah satu penghasil minyak atsiri yang mengandung senyawa volatil sehingga

memiliki aroma yang khas (Celis, Piedrahita & Pini, 2015). Aroma yang

dikeluarkan dari biji Kopi akan menghasilkan wangi alami yang dapat

menenangkan, menghilangkan stres dan meningkatkan stamina serta energi

(Nurulya, 2021).

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yaqin dan Nurmilawati (2015)

tentang pengaruh ekstrak kopi robusta (Coffea Robusta) sebagai penghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus dengan konsentrasi 12,5%, 25%, 50%,

dan 100% menyatakan pertumbuhan Staphylococcus aureus akan terhambat

setelah pemberian ekstrak kopi robusta. Berdasarkan penelitian yang dilakukan


Muhammad azdar dan Selfyana (2017) tentang uji daya hambat ekstrak biji kopi

robusta (coffea robusta) terhadap bakteri Staphylococcus epidermis kosenstrasi

25%, 50% dan 100% menunjukkan bahwa terdapat zona hambat terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermis.

Berdasarkan uraian di atas, belum ada penelitian yang melakukan pengujian

terhadap bakteri Staphylococcus hominis sehingga penulis tertarik untuk

melakukan penelitian “Uji Aktivitas Antibakteri Parfum Laundry Ekstrak Biji

Kopi Robusta (coffea robusta) Terhadap Staphylococcus hominis”.

I.2 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari masalah, maka perlu adanya

pembatasan masalah :

1. Uji aktivitas antibakteri parfum laundry ekstrak biji kopi robusta (coffea

robusta) terhadap bakteri Staphylococcus hominis konsentrasi 10%, 12,5%,

dan 15%

2. Ekstraksi biji kopi robusta (coffea robusta) dengan metode maserasi etanol

70%

3. Pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram secara in vitro

4. evaluasi sediaan parfum laundry antibakteri ekstrak biji kopi robusta (coffea

robusta) terdiri dari uji organoleptis, pH, bobot jenis, uji homogenitas, uji

ketahanan wangi dan uji kesukaan.


I.3 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Menguji aktivitas antibakteri parfum laundry ekstrak biji Kopi robusta (coffea

robusta) terhadap bakteri Staphylococcus homonis.

2. Menentukan konsentrasi parfum laundry ekstrak biji kopi robusta (coffea

robusta) yang paling baik sebagai antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus hominis.

3. Menguji sediaan parfum laundry ekstrak biji kopi robusta (coffea robusta)

yang paling baik sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus

hominis.

I.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mencoba merumusan

masalah yang akan di bahas pada penelitian, yaitu sebagai berikut :

1. Apakah sediaan parfum laundry dari ekstrak biji kopi robusta (coffea

robusta) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri

Staphylococcus hominis?

2. Pada konsentrasi berapakah sediaan parfum laundry ekstrak biji kopi robusta

(coffea robusta) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus hominis yang paling baik?

3. Apakah sediaan parfum laundry ekstrak biji kopi robusta (coffea robusta)

memenuhi persyaratan?
I.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan parfum laundry ekstrak biji

kopi robusta (coffea robusta) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus

hominis

2. Untuk mengetahui konsetrasi parfum laundry ekstrak biji kopi robusta (coffea

robusta) yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus hominis yang paling baik

3. Untuk mengetahui sediaan parfum laundry ekstrak biji kopi robusta (coffea

robusta) memenuhi persyaratan

I.6 Hipotesa

H0 : Parfum laundry ekstrak biji kopi robusta (coffea robusta) tidak memiliki

aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus hominis.

Ha : Parfum laundry ekstrak biji kopi robusta (coffea robusta) memiliki

aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus hominis.


I.7 Diagram Alir Penelitian

Determinasi Biji Buah Kopi


Robusta

Pengumpulan Bahan

Pembuatan Ekstrak Biji Kopi Skrining


Robusta Fitokimia

Pembuatan Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi


Robusta

Evaluasi sediaan parfum laundry ekstrak biji kopi


robusta
Uji Organoleptik
Uji Homogenitas
Uji Ketahanan wangi
Uji Nilai Bobot Jenis
Uji Kesukaan

Uji Aktivitas Antibakteri Parfum Laundry Ekstrak


Biji Kopi Robusta (coffea robusta) Terhadap
Staphylococcus hominis

Pengumpulan Data

Analisa Data

Kesimpulan

Gambar 1.7 Diagram alir


Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Kopi

Kopi merupakan spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam

famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuh dengan tegak,

bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat

telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan dengan batang,

cabang dan ranting- rantingnya (Najiyati dkk, 2009).

Tanaman ini merupakan jenis tanaman tropis yang dapat tumbuh di mana-

mana, kecuali tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur sangat dingin atau

daerah tandus yang tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Indonesia memiliki 3

jenis kopi yang dikembangkan, yaitu kopi arabika (Coffea arabica), kopi robusta

(Coffea robusta), dan kopi liberika (Coffea liberica). Namun, pada umumnya

penduduk Indonesia lebih banyak menanam kopi jenis robusta, sedangkan kopi

arabika hanya ditanam berkisar 10 % (Asti, 2015).

Kopi robusta baru ditemukan pada tahun 1898 di Kongo oleh Emil Laurent,

seorang pedagang asal Perancis. Selain di Kongo tanaman ini diperkirakan ada

juga di daerah Sudan, Liberia dan Uganda. Awalnya tanaman ini disebut sebagai

spesies Coffea laurentii sesuai dengan nama penemunya. Belakangan berdasarkan

penamaan ilmiah terkini disebut sebagai Coffea canephora var. Robusta.


II.1.1 Klasifikasi Kopi

Kingdom : Phylum
Divisio : Spermathophyta
Sub Divisiao : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rubiales
Genus : Coffea
Species : Coffea canephora (Darwish, 1991 dalam
Chamidah, 2012).

II.1.2 Biji Buah Kopi

Gambar 1. Biji Buah Kopi

Tanaman kopi akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun. Bunga ini

akan keluar dari sela-sela daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini

berasal dari kuncup-kuncup sekunder dan reproduktif yang berubah fungsinya

menjadi kuncup bunga. Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga

secara serempak dan bergerombol (Asti, 2015).

Buah terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas 3 bagian

lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp) dan lapisan kulit tanduk
(endokarp) yang tipis tetapi keras. Buah kopi memiliki dua biji, tetapi kadang-

kadang hanya mengandung 1 butir atau bahkan tidak berbiji sama sekali. Biji ini

terdiri atas kulit biji dan endosperm. Endosperm merupakan bagian yang bisa

dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman kopi (Asti, 2015).

II.2 Simplisia

II.2.1 Pengertian Simplisia

Simplisia atau herbal yaitu bahan alam yang telah dikeringkan yang

digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali

dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 600C (Ditjen POM,

2008). Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang

masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk

(Gunawan, 2010).

II.2.2 Penggolongan Simplisia

Simplisia berdasarkan sumbernya, terdiri dari 3 jenis yaitu :

1. Simplisia Nabati

Simplisa nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman

atau eksudat tanaman (Nurhayati, 2008). Yang dimaksud dengan eksudat tanaman

adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara

tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara

tertentu dipisahkan dari tanamannya (Melinda, 2014).


2. Simplisia Hewani

Simplisia Hewani Simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau

zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan (Meilisa, 2009) dan belum berupa zat

kimia murni (Nurhayati Tutik, 2008).

3. Simplisia Mineral

Simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau

yang telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni

(Meilisa, 2009).

II.2.3 Proses Pembuatan Simplisia

1. Pengumpulan Bahan Baku

Kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi oleh beberapa factor

seperti: umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, waktu panen

dan tempat tumbuh.

2. Sortasi Basah

Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar.

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan

asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta

pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah yang mengandung bermacam-macam

mikroba dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu pembersihan simplisia dan

tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal (Sakinah, 2015).
3. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya

yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,

misalnya air dan mata air, air sumur dan PDAM, karena air untuk mencuci sangat

mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang

digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan

simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut

dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Bahan simplisia yang mengandung zat

mudah larut dalam air yang mengalir, pencucian hendaknya dilakukan dalam

waktu yang sesingkat mungkin (Sakinah, 2015)

4. Perajangan

Beberapa jenis simplisia perlu mengalami perajangan untuk memperoleh

proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Semakin tipis bahan yang

akan dikeringkan maka semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat

waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga menyebabkan

berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga

mempengaruhi komposisi, bau, rasa yang diinginkan. Perajangan dapat dilakukan

dengan pisau, dengan alat mesin perajangan khusus sehingga diperoleh irisan tipis

atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki (Sakinah, 2015).

5. Pengeringan

Proses pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel

bila kadar airnya dapat mencapai kurang dan 10%. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dari proses pengeringan adalah suhu pengeringan, lembaban udara,

waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Suhu yang terbaik pada

pengeringan adalah tidak melebihi 600, tetapi bahan aktif yang tidak tahan

pemanasan atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu 10 serendah

mungkin, misalnya 300 sampai 450. Terdapat dua cara pengeringan yaitu

pengeringan alamiah (dengan sinar matahari langsung atau dengan diangin-

anginkan) dan pengeringan buatan dengan menggunakan instrumen (Sakinah,

2015).

6. Sortasi Kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses

pengeringan. ukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong atau bahan yang

rusak. Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.

Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian

tanaman yang tidak diinginkan atau pengotoran-pengotoran lainnya yang masih

ada dan tertinggal pada simplisia kering (Sakinah, 2015).

7. Pengepakan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu

ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara

simplisia satu dengan lainnya. Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan

sebagai pembungkus simplisia adalah harus inert, artinya tidak bereaksi dengan

bahan lain, tidak beracun, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran
mikroba, kotoran, serangga, penguapan bahan aktif serta dari pengaruh cahaya,

oksigen dan uap air (Sakinah, 2015).

8. Pemeriksaan Mutu

Simplisia harus memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang

disebutkan dalam buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, atau

Materia Medika Indonesia. Secara umum, simplisia harus memenuhi persyaratan

kadar air yang tepat, tidak berjamur, tidak mengandung lendir, tidak berubah

warna, dan berubah bau, serta tidak terserang serangga.

II.3 Ekstraks dan Metode Ekstraksi

II.3.1 Ekstrak dan Jenis Ekstrak

Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif melalui proses

ekstraksi menggunakan pelarut, dimana pelarut yang digunakan diuapkan kembali

sehingga zat aktif pada ekstrak menjadi pekat. Bentuk dari ekstrak yang

dihasilkan dapat berupa ekstrak kental atau ekstrak kering tergantung jumlah

pelarut yang diuapkan (Marjoni, 2016).

Menurut Farmakope Indonesia (2015), ekstrak dibagi menjadi :

1. Ekstrak Cair

Adalah ekstrak hasil penyarian bahan alam dan masih mengandung pelarut.

2. Ekstrak Kental

Adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan, dan tidak mengandung

cairan penyari lagi, tetapi konsistensinya tetap cair pada suhu kamar.

3. Ekstral Kering
Adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan dan tidak mengandung

pelarut lagi dan mempunyai konsistensi padat (berwujud kering).

II.3.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan campurannya dengan

menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai

kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi

dalam sel tanaman (Mukhriani, 2014).

Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari

komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang

digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya akan

masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan

terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya berdifusi

masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus berulang sampai terjadi keseimbangan

konsentrasi zat aktif antara di dalam sel dengan konsentrasi zat aktif di luar sel

(Marjoni, 2016).

Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan komponen

kimia yang terdapat dalam simplisia (Marjoni, 2016).

Adapun metode ektraksi yaitu :

1. Cara Dingin

Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa-

senyawa yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau
bersifat thermolabil (Marjoni, 2016). Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan

dengan beberapa cara berikut ini :

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan hanya dengan

cara merendam simplisia dalam satu atau campuran pelarut selama waktu tertentu

pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara

mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu tertentu.

2. Cara Panas

Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang terkandung

dalam simplisia sudah dipastikan tahan panas (Marjoni, 2016). Metode ekstraksi

yang membutuhkan panas diantaranya:

a. Seduhan

Merupakan metoda ekstraksi paling sederhana ha-nya dengan merendam

simplisia dengan air panas selama waktu tertentu (5 - 10 menit).

b. Coque (Penggondokan)

Merupakan proses penyarian dengan cara menggodok simplisia

menggunakan api langsung dan hasilya dapat langsung digunakan sebagai obat
baik secara keseluruhan termasuk ampasnya atau hanya hasil godokannya saja

tanpa ampas.

c. Infusa

Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia

nabati dengan air pada suhu 90°C se-lama 15 menit. Kecuali dinyatakar lain,

infusa dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukkan ke dalam panci

infusa, kemudian ditambahkan air secukupnya. Panaskan campuran di atas

penangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu 90°C sambil sekali-sekali

diaduk. Serkai selagi panas menggunakan kain flanel, tambahkan air panas

secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh volume infus yang dikehendaki.

d. Digestasi

Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir sama dengan

maserasi, hanya saja digesti menggunakan pemanasan rendah pada suhu 30 -

40°C. Metoda ini biasanya digunakan untuk simplisia yang tersari baik pada suhu

biasa.

e. Dekokta

Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa,

perbedaannya hanya terletak pada lamanya waktu. pemanasan. Waktu pemanasan

pada dekokta lebih lama dibanding metoda infusa, yaitu 30 menit dihitung setelah

suhu mencapai 90°C. Metoda ini sudah sangat jarang digunakan karena selain
proses penyariannya yang kurang sempurna dan juga tidak dapat digunakan untuk

mengekstraksi senyawa yang bersifat yang termolabil.

f. Refluks

Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih pelarut

selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik

(kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3 - 5 kali pengulangan pada residu

pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi yang cukup sempurna.

g. Soxhletasi

Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat

khusus berupa esktraktor soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah

dibandingkan dengan suhu pada metoda refluks.

II.3.3 Pelarut

1. Pengertian Pelarut

Zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain. Kesuksean

senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat tergantung pada jenis pelarut

yang digunakan dalam perosesdur ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang

rendah, mudah menguap dalam suhu yang rendah, dapat mengekstraksi senyawa

dengan cepat, dapat mengawetkan dan tidak mengakibatkan ekstrak teroksidasi.

Pemilihan pelarut juga tergantung pada senyawa yang ditargetkan. Factor yang

mempenagruhi pelarut adalah jumlah senyawa yang akan di ekstraksi, laju


ekstraksi, kergaman senyawa yang akan diekstraksi, kemudian dalam penangan

ekstrak untuk perlakuan berikutnya, toksisitas dalam peroses bioassay potensial

bahan kesehatan dari pelrut (Tiwari et all, 2011).

2. Air

air adalah salah satu pelarut yang mudah, murah dan dipakai secara luas

oleh masyarakat. Pada suhu kamar, air merupakan pelarut yang baik untuk

melarutkan berbagai macam zat seperti: garam alkaloida, glikosida, asam tumbuh-

tumbuhan, zat warna dan garam-garam mineral lainnya.

3. Etanol

Nama lain etanol yaitu etil alcohol, etil hidroksida, garam alcohol, metil

karbonil, rumus molekul C2H6O dan berat molekul 46,07. Etanol atau alcohol

atau merupakan cairan bening, mudah mengalir, sedikit mudah menguap, bau

yang khas dan rasa yan terbakar. Larut dalam klorofom, eter, gliserin dan air

dengan kenaikan suhu dan kontraksi volume. Larutan etanol dalam berbagai

ekstraksi dapat digunakan dalam formula farmasi, kosmetik, desinfektan dan

dalam larutan sebagi pengawet anti mikroba. (Rowe et al., 2009).


II.4 Identifikasi Fitokimia

II.4.1 Pengertian Identifikasi Fitokimia

Identifikasi fitokimia merupakan suatu metode yang penting untuk

memberikan gambaran mengenai suatu golongan senyawa yang terkandung dalam

tanaman yang akan diteliti.

1. Uji Saponin

Uji Saponin dilakukan dengan cara memasukkan serbuk ekstrak sebanyak 1

gram ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan aquades sehingga seluruh

sampel terendam, kemudian dikocok selama 1 menit sampai terbentuk busa,

kemudian tambahkan HCl 1N. bila busa yang dihasilkan dapat bertahan selama 10

menit dengan ketinggian 1-3 cm maka ekstrak positif mengandung saponin (Sangi

et al., 2008).

2. Uji Alkaloid

Uji dilakukan dengan cara mengambil ekstrak sebanyak 1 mL ditambahkan

0,5 mL HCl 2% dan larutan dibagi ke dalam 2 buah tabung reaksi yang berbeda.

Kemudian tabung I ditambah 2-3 tetes reagen Dragendroff dan tabung II

ditambahkan 2-3 tetes reagen Mayer. Hasil positif alkaloid apabila terbentuk

endapan warna merah bata, merah, jingga (dengan reagen dragendroff), dan

endapan putih atau kekuning-kuningan (dengan reagen Mayer) (Sangi et al.,

2008).

3. Uji Flavonoid

1 gram ekstrak ditambah 10 ml etanol 70% kemudian ditambah 5 ml

magnesium dan 5 ml HCL. Panaskan kurang lebih 15 menit terbentuknya warna


kuning hingga merah menunjukan adanya flavonoid (Sangi et al., 2008). ditandai

dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amilalkohol.

(Sangi et al., 2008).

4. Uji Tanin

Sebanyak 1 gram serbuk ekstrak ditambahkan dengan 10 ml air panas,

dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebagian filtrat yang diperoleh

ditambahakan dengan larutan FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan oleh

terbentuknya warna hijau kehitaman dan adanya endapan putih menunjukkan

adanya tanin dalam sampel (Sangi et al., 2008).

II.5 Parfum

II.5.1 Pengertian Parfum


Parfum merupakan preparat/sediaan cair yang digunakan sebagai pewangi

yang terdiri dari bahan alami atau sintetik dan fiksatif. Parfum dibuat dengan cara

mencampurkan berbagai macam zat atau bahan kimia, baik yang alami maupun

buatan (sintetis) dengan formula tertentu (Alvin Aldo, 2015).

Parfum atau minyak wangi adalah campuran minyak essensial dan senyawa

aroma (aroma compound), fiksatif, dan pelarut yang digunakan untuk

memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, obyek atau ruangan. Parfum adalah

campuran dari zat pewangi yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Zat

pewangi dapat berasal dari minyak atsiri atau dibuat sintetis. Jumlah dan tipe

pelarut yang bercampur dengan minyak wangi menentukan apakah suatu parfum

dianggap sebagai ekstrak parfum, Eau de parfum, Eau de toilette, atau Eau de

Cologne (Meidina dkk, 2015).


II.5.2 Kompenen Parfum

1. Zat Pewangi

Komponen pewangi terdiri dari bahan kimia yang diperoleh dari minyak

atsiri atau secara sintetis. Pada umunya parfum mengandung bahan pewangi

sebanyak 2% sampai 10% atau 22,5% selebihnya adalah bahan pengencer.

2. Zat Pengikat

Zat pengikat adalah suatu senyawa yang memiliki daya menguap lebih

rendah dari zat pewangi serta dapat menghambat kecepatan penguapan zat

pewangi. Wangi parfum akan cepat menguap apabila tanpa zat pengikat. Zat

pengikat yang ideal adalah zat yang larut sempurna dalam etanol atau minyak 12

atsiri, berwujud cair, mudah digunakan dalam parfum dan berada dalam keadaan

murni.

3. Bahan Pelarut atau Pengencer

Bahan pelarut yang baik digunakan adalah etil alkohol. Fungsi bahan pelarut

ini adalah menurunkan konsentrasi zat pewangi dalam parfum sampai konsentrasi

tertentu. Alkohol pada dasarnya digunakan dalam formulasi parfum untuk

melarutkan bibit minyak wangi dan memperbesar volume parfum, mengingat

harga bibit minyak wangi memang sangat mahal dan takaran jualnya dalam

milliliter (cc).

4. Bahan Pelembab

Bahan ini biasa digunakan dalam formulasi body mist. Formulasi ini

mencegah resiko kulit menjadi kering, terutama ketika digunakan alkohol

didalamnya.
5. Solubilizer

Bahan yang berfungsi untuk menyempurnakan pencampuran antara bibit

minyak wangi dan alkohol atau air. Ditambahkannya solubilizer akan bisa

didapatkan hasil yang bening (Andi dkk, 2017).

II.5.3 Penggolongan parfum

Penggolongan parfum dapat ditentukan dari volume konsentrat parfum,

sebagai berikut:

1. Ekstrak Parfum : Jenis ini memiliki 20-40% konsentrat bahan wewangian.

2. Eau de Parfum : biasanya memiliki 8-16% konsentrat bahan wewangian hal ini

menyebabkan wanginya menghilang setelah beberapa jam pengaplikasian.

3. Eau de Toilette : memiliki 4-8% konsentrat bahan wewangian yang mudah

didapatkan dipasaran. Parfum ini cocok untuk waktu malam dimana

penggunaannya tidak lama. Jenis ini biasanya memiliki kadar alkohol tinggi.

4. Eau de Cologne : wanginya hanya sebentar karena biasanya terdiri dari 2-4%

konsentrat bahan wewangian. Parfum ini juga biasanya memiliki kadar alkohol

tinggi (Meidina dkk, 2015).

Adapula parfum yang digolongkan berdasarkan bahannya yakni antara

bahan alami dan bahan kimia. Parfum berbahan alami tak lain menggunakan

minyak atsiri yang dapat dari bermacam-macam tumbuhan juga sekresi binatang.

Parfum berbahan dasar kimia banyak dibuat dengan produk isolat yang diturunkan

langsung dari masing-masing minyak atsiri melalui reaksi kimia atau berbahan

dasar dari golongan ester, aldehida, dan lain-lain (Meidina dkk, 2015).

II.5.4 Evaluasi Parfum


Menurut SNI 16-4949-1998, pengujian yang dilakukan dalam proses

evaluasi mutu parfum antara lain uji organoleptik, uji homogenitas, uji ketahanan

wangi, uji nilai bobot jenis, dan uji kesukaan.

1. Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan alat

indera manusia sebagai alat ukur terhadap penelitian suatu produk. Indera manusia

adalah instrumen yang digunakan dalam analisis sensor, terdiri dari indera

penglihatan, perasa, peraba, pencium dan pendengar. Penilaian kualitas sensorik

bisa dilakukan dengan melihat bentuk, ukuran, kejernihan, kekeruhan, warna, dan

sifat-sifat permukaan dengan indera penglihatan. Bau atau aroma merupakan sifat

sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan diperjelas karena ragamnya

yang begitu besar. Penciuman dapat dilakukan terhadap produk secara langsung.

Proses penginderaan terdiri dari tiga tahap, yaitu adanya rangsangan terhadap

indera oleh suatu benda, akan diteruskan oleh saraf-saraf dan datanya di proses

oleh otak sehingga kita memperoleh kesan tertentu terhadap benda tersebut

(Setyaningsih dkk, 2010).

2. Uji Homogenitas

Uji ini untuk mengetahui sediaan yang dibuat homogen atau tidak,

pengujian dapat dilakukan dengan cara menuangkan sedikit parfum ke dalam

beaker glass kemudian diamati secara subjektif untuk mengetahui di dalam

sediaan tersebut terbentuk dua lapisan atau tidak yang terlihat pada beaker glass.

3. Uji Ketahanan Wangi


Uji ketahanan wangi dapat diketahui dari seberapa banyak kehilangan

wangi yang dialami suatu sediaan. Uji ketahanan wangi dilakukan untuk

mengetahui umur pemakaian dan ketahanan wangi selama pemakaian dengan cara

mencium wangi pada 2 jam, 3 jam dan 4 jam setelah penyemprotan pada kertas

tester (Surbakti dan Swadana, 2018). Hasil dikatakan memenuhi syarat apabila

stelah jam keempat aroma parfum masih dapat terdeteksi oleh indra penciuman

dengan jarak 10cm dari hidung (Mustakim, et al,. 2019)

4. Uji Nilai Bobot

Menurut Kemenkes RI Tahun 2014, menyatakan bahwa definisi bobot

jenis adalah: “perbandingan bobot zat diudara pada suhu yang telah ditetapkan

terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penetapan bobot jenis

dilakukan dengan piknometer yang telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot

piknometer dan bobot air, kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot

piknometer yang telah diisi. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh

dengan membagi bobot zat dengan air dalam piknometer”. Pengamatan uji

dilakukan dengan membandingkan nilai bobot jenis sediaan dengan bobot jenis

pada SNI 16-4949-1998 tentang sediaan parfum yaitu 0,7-1,2 (machfudz F, 2008)

5. Uji Kesukaan

Uji kesukaan disebut uji hedonik. Panelis diminta tanggapan pribadinya

tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Mereka juga mengemukakan

tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik.

Tingkatan kesukaan meliputi “suka”, “tidak suka” atau “netral” (Setiyaningsih

dkk, 2010).
II.6 Bakteri

II.6.1 Pengertian Bakteri

Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria) adalah kelompok besar

Prokariota, selain Archaea, yang berukuran sangat kecil serta memiliki peran

besar dalam kehidupan di bumi. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan

kebanyakan uni selular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif

sederhana: tanpa nukleus/inti awl, kerangka sel, dan organel-organel lain seperti

mitokondria dan kloroplas. Bakteri tersebar dan menghuni hampir semua tempat:

di tanah, air, udara, atau dalam simbiosis dengan organisme lain. Kebanyakan dari

bakteri kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 µm (Wahyuni dan Indrie

Ramadhani, 2020).

II.6.2 Staphylococcus hominis

Gambar 2. Bakteri Staphylococcus hominis

Bakteri Staphylococcus hominis merupakan salah satu flora normal pada

permukaan kulit manusia, terutama di kulit yang banyak mengandung kelenjar

keringat, contohnya ketiak, kepala, tangan, kaki, dan selangkangan.

Staphylococcus Hominis termasuk ke dalam bakteri gram positif yang berbentuk


sferis, berdiameter 1,2–1,4 µm, koagulase negatif. Seperti kebanyakan

staphylococcus koagulase-negatif yang lainnya juga diketahui menyebabkan

infeksi nosokomial dan kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi pada pasien

dengan sitem kekebalan yang lemah secara abnormal.

II.6.3 Klasifikasi Staphylococcus hominis

Klasifikasi bakteri staphylococcus Hominis adalah sebagai beriikut:

Domain : bacteria
Phylum : firmicutes
Class : bacilli
Order : bacillales
Family : staphylococcaceae
Genus : staphylococcus
Species : s. Hominis

II.7 Antibakteri

Antibakteri adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang

merugikan manusia. Menurut penelitian Noor Fajriyati, Andika (2017), kriteria

kekuatan daya anti bakteri sebagai berikut:

a. Diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan lemah,

b. Diameter zona hambat 5-10 mm atau lebih dikategorikan sedang,

c. Diameter zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat.

II.8 Uji Antibakteri

1. Metode Disc diffusion (Cara Cakram)

Untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen

antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme


yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan

adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada

permukaan media agar (Pratiwi, 2008).

Zat antibakteri dijenuhkan kedalam kertas cakram ditanam pada media

perbenihan agar padat yang telah dicampur dengan bakteri yang diuji, kemudian

diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati adanya area

(zona) jernih disekitar kertas cakram yang menunjukan ada tidaknya pertumbuhan

bakteri (Pratiwi, 2008).

2. E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory

Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum), yaitu knsentrasi minimum

suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba

dari kadar terendah hingga tertinggi dn diletakkan pada permukaan media agar

yang telat ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area yang

ditimbulkan yang menunjukan kadar agen mikroba yang menghambat

pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi, 2008).

3. Ditch Plate Tecnique (Cari Parit)

Pada metode ini sampel uji berupa agen mikroba yang diletakkan pada parit

yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian

tengah secara membujur daan mikroba uji ( maksimal 6 macam) digoreskan kea

rah parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi, 2008).

4. Cup-plate Technique (Cara Sumur)


Metode ini serupa dengan disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media

agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi

agen antimikroba yang akan diuji.

Media pembenihan agar padat yang telah dicampur dengan bakteri uji

dibuat sumur kemudian diisikan zat antibakteri dan diinkubasi pada suhu 370C

selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati adanya zona jernih disekitar sumur yang

menunjukan ada tidaknya pertumbuhan bakteri.


Bab III Metodologi Peneliian

III.1 Kerangka Konsep

Biji Kopi dari


Lombok Timur
(NTB)

Ekstraksi Skrining Fitokimia

-maserasi - Alkaloid
- Flavonoid
- etanol 70% - Saponin
- Tanin

- Uji Organoleptik
- Uji Homogenitas
Evaluasi
- Uji Ketahanan Wangi
Parfum
Parfum Laundry - Uji Nilai Bobot Jenis
Antibakteri - Uji Kesukaan
Ekstrak Biji Kopi
Robusta

- Metode difusi cakram


aktivitas - Inkubator selama 24 jam dengan
antibakteri suhu 370C
- Diameter Zona Bening (mm)

Gambar III.1 Kerangka Konsep


III.2 Objek Penelitian

III.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Natoatmodjo, 2018). Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah

tanaman Kopi dan bakteri Gram positif.

III.2.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Natoatmodjo, 2018). Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah adalah

biji kopi robusta (coffea robusta) dan bakteri Staphylococcus hominis.

Teknik penarikan sampel pada penelitian ini Pengambilan sampel dilakukan

dengan teknik random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak. Hal ini

berarti setiap anggota populasi itu mempunyai kesempatan yang sama untuk

diambil sebagai sampel(Natoatmodjo, 2018). Sampel biji kopi robusta yang

digunakan pada penelitian kali ini berasal dari tanaman Kopi yang diambil di

Kabupaten Lombok Timur.

III.2.3 Variabel dan Oprasional Variabel

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang

memiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian

tertentu (Natoatmodjo, 2018). Variabel terdiri dari :


1. Variabel Bebas

Variabel bebas yaitu variabel yang bersifat mempengaruhi. Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah parfum laundry ekstrak biji kopi robusta (coffea

robusta) dengan konsentrasi 10%, 12,5%, dan 15%.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat adanya

variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas antibakteri

parfum laundry ekstrak biji kopi robusta pada bakteri Staphylococcus hominis

dengan parameter diameter zona hambat.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat dalam

keadaan konstan sehingga tidak mempengaruhi variabel utama yang diteliti.

Variabel ini terutama digunakan pada metode eksperimen yang bersifat membuat

perbandingan. Terdapat dua variabel kontrol pada penelitian ini, yaitu:

a. Kontrol Positif

Kontrol positif adalah variabel kendali positif yang mengendalikan atau

sebagai pembanding yang berkaitan dengan variabel bebas. Kontrol positif

sebagai pembanding menggunakan Kispray Fine Parfume.

b. Kontrol Negatif

Kontrol negatif adalah variabel kendali negatif digunakan sebagai variable

netral atau variabel dengan perlakuan netral dalam penelitian. Kontrol negatif

sebagai pembanding menggunakan aquadest.


4. Operasional Variabel

X1

X2

X3
Y
K+

K-

Gambar III. 2.3 Skema Oprasional Variabel


Keterangan :

X1 : Parfum ekstrak biji kopi robusta dengan konsentrasi 10%


X2 : Parfum ekstrak biji kopi robusta dengan konsentrasi 12,5%
X3 : Parfum ekstrak biji kopi robusta dengan konsentrasi 15%
Y : Daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus hominis
K+ : Kontrol positif (Kispray Fine Parfume Glamorous Gold)
K- : Kontrol negatif (Aquadest)

III.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

percobaan (experimental), yaitu melakukan perlakuan atau percobaan pada objek

yang sedang diteliti, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh yang timbul

akibat perlakuan yang telah diberikan dan untuk memperoleh data (Notoatmodjo,

2012).
III.4 Alat dan Bahan Penelitian

III.4.1 Alat Penelitian

Timbangan, blender, alat-alat gelas, kain flanel, kasa perkamen, benang,

evaporator, aterbath, bejanamaserasi, botol spray, autoklaf, rak autoklaf, kassa

steril, kapas, kasa perkamen, jarum ose, inkubator, spuit, jangka sorong.

III.4.2 Bahan Penelitian


Biji Kopi robusta, etanol 70%, dipropylen Glikol, Staphylococcus hominis,

aquadest, nutrient agar, lugol, alkohol, sapranin, kristal violet, kontrol positif,

kontrol negatif.

III.5 Langkah Kerja

III.5.1 Determinasi Tanaman

Determinasi bertujuan untuk menentukan (menetapkan atau memastikan)

kebenaran dari biji Kopi robusta (coffea robusta). Determinasi tanaman dilakukan

di Laboratorium Botani Farmasi Universitas YPIB Cirebon dengan cara

membandingkan dan mencocokkan ciri-ciri morfologi menggunakan pustaka.

III.5.2 Pengumpulan Bahan

Bahan berupa biji kopi robusta (coffea robusta) yang di dapatkan di

Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat dipilih biji kopi yang

masih basah dan ditimbang sebanyak 2 kg.


III.5.3 Pembuatan Simplisia

1. Setelah bahan baku dikumpulkan kemudian dilakukan sortasi basah yang

bertujuan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing dari tanaman

2. Kemudian dilakukan pencucian dan perajangan untuk mempermudah

pengeringan

3. Setelah proses pengeringan dilakukan pengupasan daging buah, kulit tanduk

dan kulit ari. Hitung berat biji Kopi

4. Kemudian dilakukan sortasi kering

5. Setelah simplisia bersih kemudian simplisia digiling menggunakan blender

kemudian diayak menggunakan pengayakan no. 100

6. Setelah itu dilakukan pengepakan dan pengemasan agar simplisia terhindar dari

cemaran mikroba, serta mempertahankan senyawa lainnya.

7. Hitung kadar air dan susut pengeringan

III.5.4 Pembuatan Ekstrak Biji Kopi Robusta (coffea robusta)

1. Masukkan 200 gram biji kopi robusta yang sudah kering ke dalam bejana

maserasi.

2. Menambahkan pelarut etanol 70% sampai terendam/2000 ml

3. Kemudian didiamkan selama 3x24 jam dan setiap 1x24 jam dilakukan

pengadukan dalam suhu kamar.

4. Kemudian hasil ekstraksi diperas dan disaring dengan kain planel sehingga

tidak tersisa ampas sedikitpun.

5. Pembuatan ekstrak kental menggunakan evaporator hingga didapatkan ekstrak

kental.
6. Catat hasil dan hitung Rendemen

bobot ektrak kental


rendemen= x 100 %
berat simplisia

III.5.5 Skrining Fitokimia

Identifiksi fitokimia merupakan suatu metode yang penting untuk

memberikan gambaran mengenai suatu golongan senyawa yang terkandung dalam

tanaman yang akaan diteliti.

1. Uji Saponin

Uji Saponin dilakukan dengan cara memasukkan serbuk ekstrak sebanyak

1 gram ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan aquades sehingga

seluruh sampel terendam, kemudian dikocok selama 1 menit sampai terbentuk

busa, kemudian tambahkan HCl 1N. bila busa yang dihasilkan dapat bertahan

selama 10 menit dengan ketinggian 1-3 cm maka ekstrak positif mengandung

saponin (Sangi et al., 2008).

2. Uji Alkaloid

Uji dilakukan dengan cara mengambil ekstrak sebanyak 1 mL

ditambahkan 0,5 mL HCl 2% dan larutan dibagi ke dalam 2 buah tabung reaksi

yang berbeda. Kemudian tabung I ditambah 2-3 tetes reagen Dragendroff dan

tabung II ditambahkan 2-3 tetes reagen Mayer. Hasil positif alkaloid apabila

terbentuk endapan warna merah bata, merah, jingga (dengan reagen

dragendroff), dan endapan putih atau kekuning-kuningan (dengan reagen

Mayer) (Sangi et al., 2008).


3. Uji Flavonoid

1 gram ekstrak ditambah 10 ml etanol 70% kemudian ditambah 5 ml

magnesium dan 5 ml HCL. Panaskan kurang lebih 15 menit terbentuknya

warna kuning hingga merah menunjukan adanya flavonoid (Sangi et al., 2008).

ditandai dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan

amilalkohol. (Sangi et al., 2008).

4. Uji Tanin

Sebanyak 1 gram serbuk ekstrak ditambahkan dengan 10 ml air panas,

dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebagian filtrat yang diperoleh

ditambahakan dengan larutan FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan oleh

terbentuknya warna hijau kehitaman dan adanya endapan putih menunjukkan

adanya tanin dalam sampel (Sangi et al., 2008)

III.5.6 Rancangan Formulasi dan Teknik Pembuatan Parfum Laundry

1. Pembuatan Formulasi Parfum Laundry

Tabel III. 5.5 Rancangan formulasi Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi
Robusta (coffea robusta)

Formula %
Bahan yang digunkan Keterangan
X1 X2 X3 K(-)
Ekstrak biji kopi robusta Pewangi 10 12,5 15 0

Dipropylen Glikol Zat pengikat 3 3 3 0

Etanol 96% Pelarut 3 3 3 0

Aquadest Pelarut ad 100 Ad 100 ad 100 100

(Depkes RI, 1985:56)


Keterangan :
X1: Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi Robusta Konsentrasi 10%
X2: Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi Robusta Konsentrasi 12,5%
X3: Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi Robusta Konsentrasi 15%
K (-): Aquadest (Kontrol negative)

2. Teknik Pembuatan Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi Robusta

a. Campurkan ekstrak biji kopi robusta dengan dipropylen Glikol, aduk hingga

homogen

b. Campurkan aquadest dengan etanol 96%, lalu aduk hingga homogen

c. Selanjutnya campur hasil campuran ekstrak biji kopi robusta dan dipropylen

Glikol dengan campuran aquadest dan etanol 96%.

d. Aduk sampe homogen

e. Setelah homogen parfum laundry yang dihasilkan dimasukkan ke dalam botol

semprot.

III.5.7 Evaluasi Sediaan Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi

1. Uji Organoleptis

Uji organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan alat

indera manusia sebagai alat ukur terhadap penelitian suatu produk. Penilaian

kualitas sensorik bisa dilakukan dengan melihat bentuk, kejernihan, warna, dan

sifat-sifat permukaan dengan indera penglihatan (prasetya, 2021).


2. Uji Homogenitas

Uji ini untuk mengetahui sediaan yang dibuat homogen atau tidak,

pengujian dapat dilakukan dengan cara menuangkan sedikit parfum ke dalam

beaker glass kemudian diamati secara subjektif untuk mengetahui di dalam

sediaan tersebut terbentuk dua lapisan atau tidak yang terlihat pada beaker glass.

Pengamatan uji dilakukan dengan membandingkan sediaan parfum dengan sifat

fisik pada SNI 16-4949-1998 yaitu homogen. (Prasetya, 2021)

3. Uji Ketahanan Wangi

Uji Ketahanan Wangi Uji ketahanan wangi dapat diketahui dari seberapa

banyak kehilangan wangi yang dialami suatu sediaan. Uji ketahanan wangi

dilakukan untuk mengetahui umur pemakaian dan ketahanan wangi selama

pemakaian dengan cara mencium wangi pada 2 jam, 3 jam dan 4 jam setelah

penyemprotan pada kertas tester (Surbakti dan Swadana, 2018).

4. Uji Nilai Bobot Jenis

Menurut Kemenkes RI Tahun 2014, menyatakan bahwa definisi bobot

jenis adalah: “perbandingan bobot zat diudara pada suhu yang telah ditetapkan

terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penetapan bobot jenis

dilakukan dengan piknometer yang telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot

piknometer dan bobot air, kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot

piknometer yang telah diisi. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh

dengan membagi bobot zat dengan air dalam piknometer”. Pengamatan uji
dilakukan dengan membandingkan nilai bobot jenis sediaan dengan bobot jenis

pada SNI 16-4949-1998 tentang sediaan parfum yaitu 0,7-1,2.

5. Uji Kesukaan

Uji kesukaan disebut uji hedonik. Panelis diminta tanggapan pribadinya tentang

kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Mereka juga mengemukakan tingkat

kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Tingkatan kesukaan

meliputi “suka”, “tidak suka” atau “netral” (Prasetya, 2021).

III.5.8 Uji Aktivitas Antibakteri

1) Sterilisasi Alat dan Bahan

a. Mengisi autoklaf dengan aquadest sesuai dengan volume autoklaf.

b. Memanaskan hingga mendidih

c. Memasukkan alat dan bahan yang akan disterilkan yang telah di susun dalam

rak autoklaf.

d. Masukkan rak dalam autoklaf yang berisi air mendidih.

e. Tutup autoklaf rapat-rapat kemudian kencangkan kunci penutup.

f. Klep pengaman yaitu tempat uap air keluar untuk menjaga stabilitas tekanan

tetap dibuka sampai terlihat ada uap air yang keluar ditandai dengan adanya air

menetes.

g. Menutup klep, biarkan pemanasan terus berlangsung.

h. Perhatikan jarum petunjuk suhu dan tekanan perlahan-lahan akan naik.

i. Bila jarum telah menunjukan suhu 121ºC maka klep akan berbunyi, biarkan

selama 15 menit.
j. Stelah sterilisasi selesai, api dimatikan dan biarkan jarum kembali ketitik nol

dengan sendirinya.

k. Setelah itu autoklaf dibuka dan alat dan bahan dikeluarkan

2) Pembuatan Media Agar Untuk Peremajaan Bakteri Staphylococcus

hominis dan Untuk Uji Aktivitas

Tabel III. 5.8 Pembuatan media Nutrien Agar (NA)

Jumlah Penimbangan Media Peremajaan


No
Nama Bahan 1 Cawan 3 Cawan 3 tabung reaksi
1. Nutrient Agar 1 3 1
(NA) (g)

2. Aquadest (ml) 17 51 17

Cara Kerja Pembuatan Media Agar Miring :

a. Menimbang nutrien agar sabanyak 1 gram.

b. Masukkan dalam Erlenmeyer.

c. Menambahkan aquadest sebanyak 17 ml untuk 3 tabung

d. Memanaskan larutan nutrient agar sambil diaduk sampai larutan nutrient agar

jernih dan homogen.

e. Menyumbat mulut Erlenmeyer dengan kapas berlemak dan kassa steril

kemudian bungkus dengan kassa perkamen, lalu ikat dengan benang.

f. Lakukan sterlisasi

g. Masukkan larutan nutrient agar kedalam tabung reaksi steril masing-masing

sebanyak 5 ml
Cara Kerja Peremajaan Bakteri :

a. Menimbang nutrient agar sebanyak 5 gram.

b. Memasukkan kedalam Erlenmeyer.

c. Menambahkan aqudest sebanyak 51 mL untuk 3 cawan.

d. Memanaskan larutan Nutrien agar sambil di aduk sampai larutan nutrien jernih

dan homogen.

e. Menutup mulut erlemenyer dengan kapas berlemak dan kassa steril kemudian

bungkus dengan kasa perkamen, lalu ikat dengan benang.

f. Melakukan sterilisasi.

g. Memasukkan larutan natrien agar kedalam cawan petri steril sebanyak 15 mL

untuk setiap cawan.

3) Pembuatan Mc.Farland

a. Ditimbang BaCl2 sebanyak 1 gram dan dilarutkan dengan aquadest kedalam

labu ukur 100 ml

b. Disiapkan labu ukur 100 ml yang berisi aquadest 50 ml. dipipet H2SO4

sebanyak 1.02 ml dimasukkan ke dalam labu ukur, tambahkan aquadest hingga

tanda batas

c. Dicampurkan larutan BaCl2 1% sebanyak 0,05 ml dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, kemudian dipipet juga larutan H2SO4 1% sebanyak 9,95 ml


Tabel III. 5.9 Standar Mc Farland

Approximate
Mc Farland BaCl2 1% (mL) H2SO4 1% (mL) bacterial
suspension/Ml
0,5 0,05 9,95 1,5 x 108
1,0 0,1 9,90 3,0 x 108
2,0 0,2 9,80 6,0 x 108
3,0 0,3 9,7 9,0 x 108
4,0 0,4 9,6 1,2 x 108
5,0 0,5 9,5 1,5 x 108
6,0 0,6 9,4 1,8 x 108
7,0 0,7 9,3 2,1 x 108
8,0 0,8 9,2 2,4 x 108
9,0 0,9 9,1 2,7 x 108
10,0 1,0 9,0 3,0 x 108

4) Pembuatan Suspensi Biakan Murni Bakteri Staphylococcus hominis

a. Mengambil 1 ose hasil pembiakan murni bakteri Staphylococcus hominis pada

media agar miring.

b. Melarutkan kedalam NaCl 0,9% fisologis sebanyak 10 ml.

c. Melakukan inkubasi selama 24 jam, lakukan secara terapis.

5) Uji Aktivitas Antibakteri

a. Menyiapkan cawan petri yang telah di sterilkan terlebih dahulu menggunakan

autoklaf.

b. Pada bagian luar cawan, memberikan tanda nomer kelompok atau perlakuan.

c. Menuangkan larutan NA yang sudah di sterilkan kedalam 3 cawan petri hangat

kuku masing- masing 15 mL.


d. Memasukkan suspense biakan bakteri Staphylococcus hominis kedalam petri

masing-masing 0.2 mL menggunakan spuit 1 cc.

e. Menggoyang-goyangkan cawan yang telah dimasukkan suspensi biakan bakteri

agar merata pada permukaan media, kemudian menutup cawan biakan hingga

dingin dan padat.

f. Letakkan kertas cakram ke dalam media yang berisi bakteri Staphylococcus

hominis

g. Setelah ditempelkan pada media, kertas cakram tidak dapat dipindahkan

kembali

h. Masukkan parfum laundry antibakteri ekstrak biji Kopi robusta masing-masing

konsentrasi pada kertas cakram dengan menggunakan spuit 1 cc

i. Inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam

j. Lakukan pengamatan hasil yaitu pengukuran diameter zona hambat.

III.6 Sumber Data dan Alat Pengumpulan Data

1. Sumber Data Primer

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas diameter

zona hambat yang dihasilkan oleh senyawa antimikroba. Zona hambat

ditunjukkan dengan adanya area bening disekeliling situs tempat pada lempeng

media agar yang telah di inokulasi bakteri Staphylococcus hominis.

2. Sumber Data Seknder


Data sekunder merupakan data yang diperoleh dalam bentuk data yang

sudah jadi, seperti data dalam dokumen dan publikasi. Adapun sumber data yang

diperoleh yaitu data yang didapatkan dari berbagai bahan pustaka.

No Judul Penulis Tahun


1 Uji Daya Hambat Ekstrak Biji Kopi Muhammad Azdar 2017
Robusta (Coffea ribusta) Terhadap Setiawan dan Selfyana
Bakteri Staphylococcus epidermis Austin Tee
2 Pengaruh Ekstrak Biji Kopi Robusta Muhammad Ainul 2015
(Coffea robusta) sebagai Penghambat Yaqin dan Mumun
Pertumbuhan Staphylococcus aureus Nurmilawati
3 Aktivitas Antibakteri Etanol 70% Biji Angesti Atiqah 2021
Kopi Robusta (Coffea canephora) Ratnasari, Nur
Terhadap Staphylococcus epidermis dan Mahmudah, Riandini
Salmonella typhy Aisyah dan Retno
Sintowati
4 Pembuatan Parfum Antibakteri dari Biji Wisnu Broto, Siti 2021
Kopi dengan Metode Konvensional Fatimah, Fahmi Arifan,
dan Muhammad Yusuf

III.7 Teknik Pengolahan dan Analisi Data

Analisis data merupakan salah satu kegiatan berupa proses penyusunan

dan pengelolaan data guna menafsirkan data yang telah diperoleh (Sugiyono,

2017). Uji ini dilakukan menggunakan SPSS (Statistical product and Service

Solution) seri 16.

III.7.1 Uji Normalitas

Uji normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan

berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Metode klasik dalam
pengujian formalitas suatu data tidak begitu rumit. Berdasarkan pengalaman

empiris beberapa pakar statistic, data yang banyaknya 30 angka (n>30) maka

sudah dapat diasumsikan berdistribusi normal. Bisa dikatakan sebagai sampel

besar, namun untuk memberikan kapasitas data yang dimiliki berdistribusi normal

atau tidak sebaiknya uji statistik normalitas. Karena belum tentu data yang lebih

dari 30 bisa berdistribusi normal, demikian sebaliknya dengan data yang kurang

dari 30 belum tentu berdistribusi normal, untuk itu perlu pembuktian. Uji statistik

normalitas yang dapat digunakan diantaranya chi-square, kolmogrov smirnov,

liliefors, Shapiro wilk jarque bera.

III.7.2 Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas adalah sama tidaknya variasi-variasi dua buah

distribitusi atau lebih. Uji homogeny dilakukan untuk mengetahui apakah data

dalam variable X dan Y bersifat homogen atau tidak.

III.7.3 Uji One Way Anova

Anava adalah anonim dari analisis varian terjemahan dari analysis of

variance, sehingga banyak orang yang menyebutnya dengan Anava. Anava

merupakan bagian dari metode analisis statistika yang tergolong analisis

komparatif (pembandingan) lebih dari dua rata-rata. Anava lebih dikenal dengan

uji-F (Fisher Test), sedangkan arti dari variasi atau varian ini asal usulnya dari

pengertian konsep “Mean Squer” atau kuadrat rerata (KR), rumus sistematisnya :

JK
KR=
db

Dimana :
Jk= Jumlah kuadrat (Some of square)

db= derajat bebas (Degree of freedom)

Pengujian menggunakan anova satu arah dengan tingkat signifikansi

a=5% nilai sig. Menunjukan tingkat signifikan dari pengujian yang dilakukan

sehingga dapat langsung menentukan H0 ditolak atau diterima.

1. jika nilai signifikansi > a (0,05), maka H0 ditolak yang menunjukan tidak ada

perbedaan yang signifikansi.

2. jika nilai signifikansi < a (0,05), maka H0 ditolak yang menunjukan ada

perbedaan yang signifikansi.

III.7.4 Uji Post Hoc

Uji statistic Post Hoc atau uji beda antar perlakuan, bila nilai signifikansi <

0,05 maka terdapat perbedaan secara signifikansi antara perlakuan satu dengan

yang lain dan apabila nilai signifikansi > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara perlakuan satu dengan lainnya.

III.8 Evaluasi Sediaan dan Uji Aktivitas Antibakteri

III.8.1 Hasil Evaluasi Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi Robusta (coffea
robusta)

Tabel III. 8.1 Hasil Pengamatan Uji Evaluasi Sediaan)


Sediaan Uji organoleptik Uji Uji Uji
bobot homogenitas ketahanan
Warna Kejernihan Bentuk
jenis wangi

X1

X2

X3
K+

K-

Keterangan :
X1 : Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi Robusta dengan Konsentrasi 10%
X2 : Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi Robusta dengan Kosentrasi 12,5%
X3 : Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi Robusta dengan Konsentrasi 15%
K+ : Kontrol Positif (Kispray Fine Parfum Glamorous Gold)
K- : Kontrol Negatif (Aquadest)

Tabel III.8.2 Hasil Pengamatan Uji Kesukaan

Panelis Nilai hasil uji hedonik parfum laundry


Aroma
Sangat Suka Netral Kurang Tidak
Suka Suka Suka
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
III.8.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi

Robusta (coffea robusta)

Tabel III. 8.3 Daya Aktivitas Antibakteri Parfum Laundry Ekstrak Biji Kopi

Robusta (coffea robusta) Hari I Dalam mm

Konsentrasi Zona bening (mm)


Cawan petri Pengukuran Hari-I
V H D R
XI CP1
CP2
CP3
X2 CP1
CP2
CP3
X3 CP1
CP2
CP3
K+ CP1
CP2
CP3
K- CP1
CP2
CP3
Rata-rata
Keterangan :
X1 : Parfum laundry ekstrak biji kopi robusta dengan konsentrasi 10%
X2 : Parfum laundry ekstrak biji kopi robusta dengan konsentrasi 12,5%
X3 : Parfum laundry ekstrak biji kopi robusta dengan konsentrasi 15%
K+ : Kontrol positif (Kispray Fine Parfume Glamorous Gold)
K- : Kontrol Negatif (Aquadest)
CP : Cawan Petri
V : Vertikal
D : Diagonal
H : Horizontal
R : Rata-rata

You might also like