You are on page 1of 25

TUGAS FALSAFAH KEPERAWATAN

SEBAGAI UJIAN AKHIR SEMESTER I

Penulis :

YANUAR NURDIN NIM. 7319053

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIPDU JOMBANG
TAHUN AKADEMIK 2019 – 2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis mengucapkan kehadirat Allah SWT atas segalanya berkat limpahan
rahmatnya yang mana telah memberikan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
keperawatan anak yang berjudul “Asuhan Keperawatan Anak dengan Hidrocephalus”.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan baik dari segi penulisan,
isi dan juga penggunaan tata bahasa yang baik dalam penulisan makalah ini. Pada kesempatan ini pula,
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengajar mata
kuliah kepearawatan anak, Bpk. Andi Yudianto, S.Kep.Ns, M.Kes, atas bimbingan dan masukannya
dalam penyusunan makalah ini.
Akhir dengan rendah hati dan hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri. Kami sadar bahwa
makalah ini perlu perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun dari
pembaca akan diterima dengan senang hati Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
dan pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT memberi berkahnya bagi kita semua. Aamiin YRA

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jombang, 29 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang ..................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................... 4
D. Manfaat Penulisan ................................................................. 5

BAB II TINJAUAN TEORI MEDIS 6


A. Pengertian Hydrocephalus .................................................... 6
B. Tipe Hydrocephalus .............................................................. 6
C. Etiologi Hydrocephalus ........................................................ 8
D. Patofisiologi Hydrocephalus ............................................... 10
E. Manifestasi Klinis Hydrocephalus ...................................... 12
F. Pemeriksaan Diagnostik Hydrocephalus ............................ 13
G. Penatalaksanaan Hydrocephalus ......................................... 15
H. Komplikasi Hydrocephalus ................................................. 18
I. Prognosa Hydrocephalus .................................................... 18

BAB III TINJAUAN KEPERAWATAN 20


A. Pengkajian ........................................................................... 20
B. Diagnosa ............................................................................. 21
C. Intervensi............................................................................. 22
D. Pelaksanaan / implementasi ................................................ 26
E. Evaluasi ............................................................................... 27

BAB IV PENUTUP 28
A. Kesimpulan………………………………………………. 28
B. Saran……………………………………………………….28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 29

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kasus Hydrocephalus merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah
saraf yaitu sekitar 40 – 50 % . Hydrocephalus adalah suatu gangguan pembentukan, aliran atau
penyerapan dari aliran serebrospinal yang menyebabkan peningkatan dari volume cairan
cerebrospinal yang menyebabkan peningkatan dari volume cairan cerebrospinal pada susunan saraf
pusat. Jumlah kasus Hydrocephalus di dunia cukup tinggi. Di Amerika Serikat, angka kejadian
Hydrocephalus mencapai 0,5 – 4 per 1000 kelahiran. Di Indonesia sendiri, pravelensi
Hydrocephalus 10 permil pertahun, sumber lain menyebutkan bahwa insiden Hydrocephalus di
Indonesia mencapai 0,2 – 4 setiap 1000 kelahiran. Hydrocephalus dapat disebabkan oleh kelebihan
atau tidak cukupnya penyerapan cairan serebrospinal pada otak atau obstruksi yang muncul
menganggu sirkulasi cairan serebrospinal di sistem ventrikuler. Penyebab Hydrocephalus pada
secara umum dapat dibagi menjadi dua, prenatal dan postnatal, baik saat prenatal maupun postnatal
secara teoritis patofisiologi Hydrocephalus terjadi karena disebabkan baik oleh produksi yang
berlebihan maupun gangguan absorbsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang
meninggi sehingga terjadi lebaran ruangan-ruangan tempat aliran-aliran serebrospinalis (Darto
Suharso, 2009). Menelisik lebih lanjut tentang bagaimana Hydrocephalus tersendiri menjadi fokus
dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan rumusan permasalahan sebagai
berikut;
1. Bagaimana konsep medis tentang Hydrocephalus ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada Hydrocephalus ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memahami konsep dan memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Hydrocephalus
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi Hydrocephalus
b. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang tipe Hydrocephalus
c. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi Hydrocephalus
d. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi dan pathogenesis Hydrocephalus
e. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis Hydrocephalus
f. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostic Hydrocephalus
g. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksaan Hydrocephalus
h. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang komplikasi Hydrocephalus

4
i. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang prognosis Hydrocephalus
j. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan Hydrocephalus

D. Manfaat Penulisan
Memahami konsep medis dan mampu memberikan asuhan keperawatan anak dengan
Hydrocephalus

5
BAB II
TINJAUAN MEDIS

A. Pengertian Hydrocephalus
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikelserebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001)
Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnya cairan
serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat
pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah,2007).
Hydrocephalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada
system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama
produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat
berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan
terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)
Jadi Hydrocephalus merupakan suatu keadaan patologik otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinalis sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya
cairan cerebrospinal.

B. Tipe Hydrocephalus
1. Berdasarkan Waktu Pembentukan, Hydrocephalus dibagi menjadi
a. Hydrocephalus Congenital, yaitu Hydrocephalus yang dialami sejak dalamkandungan dan
berlanjut setelah dilahirkan
b. Hydrocephalus Akuisita, yaitu Hydrocephalus yang terjadi setelah bayidilahirkan atau terjadi
karena faktor lain setelah bayi dilahirkan (Harsono,2006).
2. Berdasarkan Proses Terbentuknya Hydrocephalus
a. Hydrocephalus Akut, yaitu Hydrocephalus yang tejadi secara mendadak yang diakibatkan
oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan Serebrospinal)
b. Hydrocephalus Kronik, yaitu Hydrocephalus yang terjadi setelah CSS mengalami obstruksi
beberapa minggu (Anonim,2007)

6
3. Berdasarkan Sirkulasi Cairan Serebrospinal
a. Communicating, yaitu kondisi Hydrocephalus dimana CSS masih bisa keluar dari ventrikel
namun alirannya tersumbat setelah itu.
b. Non Communicating, yaitu kondis Hydrocephalus dimana sumbatanaliran CSS yang terjadi
disalah satu atau lebih jalur sempit yangmenghubungkan ventrikel-ventrikel otak (Anonim,
2003).

4. Berdasarkan Proses Penyakit


a. Acquired, yaitu Hydrocephalus yang disebabkan oleh infeksi yangmengenai otak dan jaringan
sekitarnya termasuk selaput pembungkusotak (meninges).
b. Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau cederatraumatis yang
mungkin menyebabkan penyempitan jaringan otak atauathrophy (Anonim, 2003).

C. Etiologi Hydrocephalus
Etiologi Hydrocephalus menurut L.Djoko Listiono (1998 );
1. Sebab - sebab Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital
yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup malformasi ( anomali
perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak
yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik

7
2. Sebab-sebab Postnatal
a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan kebanyakan
tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan hidrosefalus adalah tumor
di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn kelompok lesi
masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar
foramen magmum.
b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala, ruptura
malformasi vaskuler.
c. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis
leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan karena
keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional seperti
akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani, trombosis jugularis
Hydrocephalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara
tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang
subarackhnoid. akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran
CSS sering terdapat pada bayi dan anak adalah :
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Aquaductus sylvii
merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat
berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya.
Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan
pertama setelah lahir.

b. Spina bifida dan cranium bifida


Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis
dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus
obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista
yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista Arachnoid
Dapat terjadi conginetal membagi etiologi menurut usia
e. Anomali Pembuluh Darah

2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis terlihat penebalan
jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. penyebab lain infeksi
adalah toksoplasmosis.

8
3. Neoplasma
Hydrocephalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS pada
anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma. Neoplasma tersebut antara lain:
 Tumor Ventrikel kiri
 Tumorfosa posterior
 Pailoma pleksus khoroideus
 Leukemia, limfoma

4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjakdi akibat
organisasi dari darah itu sendiri.
5. Degeneratif
Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe

9
D. Patofisiologi Hydrocephalus

10
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem ventrikel. Kebanyakan
cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak
80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan serebrospinalis lebih kurang
0,350,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut sama pada orang
dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel lateral menuju ke
foramen monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke
ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan
kanalis spinalis.
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan.
Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan
ini disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula
yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin A.
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus. Kondisi ini
merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat
terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya
keadaan patologis ini, yaitu:
a. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis akuaduktus
sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik saluran likuor,
misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom.
c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk reaksi
ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom vena cava dan
trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk
hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.
Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam beberapa sebutan
diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, sedangkan hidrosefalus
eksterna menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan antara sistem ventrikel dengan
rongga subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan hidrosefalus nonkomunikans yaitu suatu keadaan
dimana terdapat blok dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga subarakhnoid.
Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling banyak ditemui dimana aliran likuor mengalami
obstruksi. Terdapat pula beberapa klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktu onsetnya, yaitu
akut (beberapa hari), subakut (meninggi), dan kronis (berbulan-bulan).
Terdapat dua pembagian hidrosefalus berdasarkan gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan
hidrosefalus asimtomatik.
E. Manifestasi Klinis Hydrocephalus
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi
besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral
dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke

11
bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak
biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah
dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan
dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan
Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. P
roses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan
menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup
maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
a) Bayi
 Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
 Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit
tinggi dari permukaan tengkorak.
 Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
1. Muntah
2. Gelisah
3. Menangis dengan suara ringgi
4. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak
teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
 peningkatan tonus otot ekstrimitas
 Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas
 Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah diatas iris
 Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”
 Strabismus, nystagmus, atropi optic
 Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas
b) Anak yang telah menutup suturanya;
Tanda – tanda peningkatan intarakranial
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil

12
F. Pemeriksaan Diagnostik Hydrocephalus
Diagnosis dapat ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis. Makrokrania merupakan salah satu
tanda dimana ukuran kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal atau
persentil 98 dari kelompok usianya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan
menyebabkan empat gejala hipertensi intrakranial yaitu fontanel anterior yang sangat tegang (37%),
sutura tampak atau teraba melebar, kulit kepala licin, dan sunset phenomenon dimana kedua bola
mata berdiaviasi ke atas dan kelopak mata atas tertarik.
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar daripada bayi, gejala ini
mencakup nyeri kepala, muntah, gangguan okulomotor, dan gejala gangguan batang otak
(bradikardia, aritmia respirasi). Gejala lainnya yaitu spastisitas pada eksremitas inferior yang
berlanjut menjadi gangguan berjalan dan gangguan endokrin.
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis,
untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu;
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus
klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen
kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam
ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu
senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan
terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui
satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-
4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena
hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah
ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara
menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang
melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras
dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini
sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT
Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

13
5. Ultrasanografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada
penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem
ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan Kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel
lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada
anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh
karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan
7. MRI ( Magnetic Resonance Image )
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik
scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
.
G. Penatalaksanaan Hydrocephalus
1. Terapi Sementara
Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk mengurangi cairan dari pleksus khoroid
(asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg BB/hari) dan hanya bisa diberikan
sementara saja atau tidak dalam jangka waktu yang lama karena berisiko menyebabkan
gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus ringan bayi dan
anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi ventrikular posthemoragik pada anak.
Pada pasien yang berpotensi mengalami hidrosefalus transisi dapat dilakukan pemasangan
kateter ventrikular atau yang lebih dikenal dengan drainase likuor eksternal. Namun operasi
shunt yang dilakukan pasca drainase ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk
terjadinya infeksi. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah dengan pungsi ventrikel yang
dapat dilakukan berulang kali.
Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter
yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan
serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter
harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi
sekunder dan sepsis.

14
2. Operasi Shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran
likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti peritoneum, atrium kanan, dan
pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan
kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak setelahnya
dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan kematian.
Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:
a. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal
b. Internal
1. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
2. Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi
terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis,
ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal dengan
tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan
katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-
150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung
melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).
Ventriculo-Peritneal Shunt :
1. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
2. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan
adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang. Komplikasi yang sering terjadi pada
shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS,
kraniosinostosis.

15
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi
pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka,
Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah
subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan
ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-
organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius’

3. Endoscopic Third Ventriculostomy


Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering digunakan di masa sekarang
dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif serta diindikasikan untuk kasus
seperti stenosis akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi Dandy
Walker, syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold Chiari tipe 1, hematoma
intraventrikel, myelomeningokel, ensefalokel, tumor fossa posterior dan kraniosinostosis.
ETV juga diindikasikan pada kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan
ETV menurun pada kondisi hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan
operasi yang baik, pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter bedah dan
perawatan pasca operasi yang baik dapat meningkatkan kesuksesan tindakan ini.

H. Komplikasi Hydrocephalus
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran Kepala
3. Kerusakan Ota
4. Meningitis, Ventrikularis, abses abdomen
5. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6. Kerusakan jaringan saraf
7. Proses aliran darah terganggu
8. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
9. Infeksi; septicemia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak

I. Prognosa Hydrocephalus
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya anomali
yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama dengan
malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan
bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi
akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang
bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang
baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan
sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan
meningomilokel lebih buruk.

16
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta
kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri
atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti
(arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper,
2005).
Pada pasien hidrosefalus, kematian dapat terjadi akibat herniasi tonsilar yang dapat
menyebabkan penekanan pada batang otak dan terjadinya henti nafas. Sedangkan ketergantungan
pada shunt sebesar 75% dari kasus hidrosefalus yang diterapi dan 50% pada anak dengan
hidrosefalus komunikans. 3 Pada anak dengan hidrosefalus obstruktif yang memiliki korteks
serebral intak, perkembangan yang adekuat dapat dicapai hanya dengan ETV, meskipun pencapaian
tersebut lebih lambat. Pada anak dengan perkembangan otak tidak adekuat atau serebrum telah
rusak oleh hidrosefalus maka perkembangan yang optimal tidak dapat dicapai hanya dengan terapi
ETV meskipun tekanan intrakranial terkontrol

17
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat
b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis, penglihatan
ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat Penyakit dahulu
a) Antenatal : Perdarahan ketika hamil
b) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
c) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Pengkajian persiste
a) B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b) B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi
c) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat,
pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer,
strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang
d) B4 ( Bladder ) : Oliguria
e) B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
f) B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas

2. Observasi tanda – tanda vital


1. Peningkatan systole tekanan darah
2. Penurunan nadi / bradikardia
3. Peningkatan frekuensi pernapasan

3. Pemeriksaan Fisik
a) Masa bayi :
kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat
jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi Cracked- Pot ( tanda macewe),Mata melihat
kebawah (tanda setting – sun ) , mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang,
perubahan kesadaran, opistotonus dan spatik pada ekstremitas bawah.pada bayi dengan
malformasi Arnold- Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan
bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek muntah.
b) Masa Kanak-Kanak
Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah terstimulasi , Letargy Apatis,
Bingung, Bicara inkoheren.

18
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Lingkar Kepala pada masa bayi
b. Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis yang abnormal
c. Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
d. Opthalmoscopi menunjukan papil edema
e. CT Scan
f. Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta erosi tulang intra cranial
g. Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat terlihat di dalam system
ventrikular atau sub – arakhnoid.

5. Perkembangan Mental/ Psikososial


a. Tingkat perkembangan
b. Mekanisme koping
c. Pengalaman di rawat di Rumah Sakit

6. Pengetahuan Klien dan Keluarga


a. Hidrosephalus dan rencana pengobatan
b. Tingtkat pengetahuan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan serebrospinal
2. Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan
mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume cairan
serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial
5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang informasi dalam keadaan krisis.
6. Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan penekanan
7. dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan serebrospinal.
Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam klien tidak mengalami
peningkatan TIK.
Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 4,5,6 tidak
terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.

19
Intervensi
a. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan
kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji status neurologi/tanda-tanda
kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
b. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral. Adanya peningkatan
tekanan darah, bradhikardi, distritmia, dispnia merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
c. Evaluasi pupil
R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan
nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
d. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan
R/: Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan mertabolisme dan
oksegen akan menunjang peningkatan TIK.
e. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari
penggunaan bantal yang tinggi pada kepala
R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan
menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat
meningkatkan TIK
f. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R/: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan komulatif.
g. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase punggung, lingkungan
yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana atau pembicaraan yang tidak gaduh.
R/: memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons psikologis
dan memberikan istirahat untuk mempertahan TIK yang rendah.
h. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.
R/: mengurangi tekanan intra torakal dan intraabdominal sehingga menghindari peningkatan
TIK.
i. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak atau tekanan dalam thorak dan tekanan
dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK.
j. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku oada opagi hari.
R/: tingkat non verbal ini meningkatkan indikasi peningkatan TIK atau memberikan refleks
nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak
menurun dapat meningkatkan Tik

20
k. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader, peertahgankanb drainase urine secara paten
jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/: dapat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan Tik
l. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang sebab akibat TIK meningkat.
R/: meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien dan m engurangi
kecemasan

1. Dx2: Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intracranial,
terpasang shunt .
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala
membesar
Tujuan :Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri kepala klien hilang.
Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0), dan tampak
rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.
Intervensi :
a. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan menentukan
peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)
R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
b. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk ketahanan
dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik.
R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk mengatasi nyeri
dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik.
c. Pantau dan catat TTV.
R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.
d. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada, tetapi
kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.
R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus didampingi
atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak.
e. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan boneka,
nafas dalam, dll.
R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang dirasakan.

2. Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.
Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak adanya
mual-muntah.

21
Intervensi :
a. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah makanan.
R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual.
b. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada
lambung.
R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban saluran pencernaan.
Saluran pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat hidrocefalus.
c. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat individu
ingin makan.
R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.
d. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama.
R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat
badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient
e. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat.
R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan
kalorinya
f. Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.

3. DX4: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume cairan
serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial.
Tujuan : perfusi jaringan serebral adequat.
Intervensi:
Observasi TTV
a. Kaji data dasar neurologi
b. Hindari pemasangan infuse pada vena kepala jika terjadi pembedahan
c. Tentukan posisi anak :
 tempatkan pada posisi terlentang
 tinggikan kepala
d. Hindari penggunaan obat – obat penenang

4. DX5: Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan penekanan dan
ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.
Tujuan : klien akan menunjukan intregasi kulit yang baik
Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit
b. Laporkan segera bila terjadi perubahan TTV ( tingkah laku ).
c. Monitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda – tanda kemerahan atau
pembengkakan.

22
5. DX6: Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang informasi dalam keadaan
krisis.
Tujuan : keluarga klien akan menerima support dengan adekuat
Intervensi :
a. Jelaskan tentang penyakit tindakan dan prosedur yang akan dilakukan.
b. Berikan kesempatan pada orang tua atau anggota keluarga untuk mengekspresikan perasaan.
c. Berikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawatan anak.

D. PELAKSANAAN /IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan Hydrocephalus didasarkan pada rencana yang
telah ditentukan dengan prinsip :
Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat:
a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi
b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka
E. EVALUASI
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada kriteria
evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan sehingga :
• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang & intervensi
dirubah).

23
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hidrosefalus adalah suatu gangguan pembentukan, aliran atau penyerapan dari aliran
serebrospinal yang menyebabkan peningkatan dari volume cairan cerebrospinal yang menyebabkan
peningkatan dari volume cairan cerebrospinal pada susunan saraf pusat. Hidrosefalus congenital
(hadir semasa lahir) kemingkinan disebabkan oleh interaksi secara kompleks faktor persekitaran dan
genetic. Hidrosefalus perolehan berlaku setelah lahir, berlaku disebabkan oleh pendarahan
intraventrikular, meningitis, kecederaan kepala, ensefalitis, tumor atau sist.Kadangkadang para
doctor tidak dapat menentukan sebab hidrosefalus itu berlaku. Dalam keadaan ini, hidrosefalus
tersebut akan dikatakan sebagai idiopatik (idiopathy) atau tanpa sebab. Penyebab hidrosefalus pada
semua peringkat umur, termasuklah proses yang menyekat dan menghalang ventrikel seperti sist
atau tumor, serta proses yang mengganggu pengaliran cecair spinal melalui ruang subarachnoid
seperti meningitis, ensefalitis, gegaran, kecederaan kepala atau sesetengah jenis strok dan
pendarahan otak. Pada hidrosefalus, diagnosa biasanya mudah dibuat secara klinis. Dokter memilih
alat diagnostic berdasarkan pada umur individu, rekam jejak medis atau adakah kejanggalan atau
abnormalistas pada otak atau sumsum tulang belakang.Pengobatan utama hidrosefalus adalah
melalui operasi. Tujuannya adalah untuk membuang kelebihan cairan serebrospinal di dalam otak.

B. SARAN
Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang yang mengalami
sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacan ini perlu.
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga dapat
membantuproses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas mahasiswa.
Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran.

24
DAFTAR PUSTAKA

http://haris715.blogspot.com/2012/11/askep-hidrosefalus-pada-anak.html

http://asuhankeperawatanakpergatsoe.blogspot.com/2010/08/asuhan-keperawatan-pada-anak-d-
dengan.html

http://nerskece.blogspot.com/2013/06/askep-hidrosefalus-pada-anak.html

http://www.alodokter.com/hidrosefalus

http://emedicine.medscape.com/article/1135286-medication

http://emedicine.medscape.com/article/1135286-workup

http://emedicine.medscape.com/article/1135286-overview

http://emedicine.medscape.com/article/1135286-workup

http://hydrocephalus.allanach.dk/diagnosis

http://www.nhs.uk/Conditions/Hydrocephalus/Pages/Diagnosis.aspx

PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta :

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :

PPNI. 2019. Standar luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :

25

You might also like