You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada negara yang sedang berkembang sekitar 30-70% populasi tenaga kerja
di perkotaan bekerja di sektor informal (Depnakertrans, 2010). Sektor informal
saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan
sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang perekonomian di Indonesia.
Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia menurut BPS sebesar 116 juta orang pada
tahun 2010, lebih dari 73 juta orang memilih ke sektor informal. Sektor informal
memiliki standar kesejahteraan yang jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja
sektor informal memiliki beban dan waktu kerja yang berlebih serta tidak
diperhatikannya kaidah keselamatan dan kesehatan kerja oleh pengusaha sektor
informal tersebut (BPS, 2010).
Menurut Dirjen Perkebunan (2006) pohon karet di Indonesia merupakan
salah satu sektor informal penting dalam perkebunan selain kelapa sawit, kakao
dan teh, baik sebagai sumber pendapatan devisa, kesempatan kerja, dan
pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar
perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Hal ini
ditunjukkan oleh jumlah petani yang terlibat dalam usaha karet alam mencapai
1,907 juta kepala keluarga, sehingga banyak penduduk menggantungkan hidup
dari tanaman pohon karet.
Tanaman pohon karet merupakan komoditi perkebunan yang berpengaruh
dalam industri otomotif. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari benua Amerika
dan saat ini menyebar luas ke seluruh dunia. Karet dikenal di Indonesia sejak
masa kolonial Belanda, dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia. Diperkirakan ada
lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% di antaranya (2,9
juta hektar) merupakan perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat atau petani
skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara atau swasta
(Dirjen Perkebunan, 2006).

1 Universitas Sriwijaya
2

Menurut Dirjen Perkebunan (2013) perkebunan pohon karet di Indonesia


pada tahun 2012 telah mencapai 3.506.201 hektar dengan produksi 3.012.254 kg
sehingga dengan volume tersebut, Indonesia menjadi negara penghasil karet
terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Menurut status pengusahaannya, seluas
2.977.918 hektar (84,93%) merupakan Perkebunan Rakyat (PR) yang diusahakan
oleh 2.142.317 KK petani, perkebunan besar negara (PBN) 259.005 hektar
(7,39%) serta swasta (PBS) 269.278 hektar atau 7,68%.
Sumatera dan Kalimantan adalah daerah penghasil karet terbesar di
Indonesia dengan sentra produksi tersebar di Sumatera Selatan (668 ribu hektar),
Sumatra Utara (465 ribu hektar), Jambi (444 ribu hektar), Riau (390 ribu hektar),
dan Kalimantan Barat (388 ribu hektar). Sementara Sulawesi Selatan adalah
provinsi yang memiliki luas perkebunan karet terbesar di Sulawesi yaitu sekitar
19 ribu hektar (Janudianto dkk, 2013). Menurut Dinas Pertanian dan Perkebunan
Sumatera Selatan (2011), dari luas areal perkebunan seluas 2.391.249 hektar pada
tahun 2010 maka sebagian besar atau hampir 50% berupa areal perkebunan karet
atau seluas 1.195.111 hektar, selanjutnya berupa areal kebun kelapa sawit, kopi,
kelapa dan tanaman perkebunan lainnya. Penyadapan pohon karet merupakan
salah satu langkah penting dalam budidaya karet yang pada dasarnya penyadapan
adalah kegiatan pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks sehingga lateks
menetes keluar dari pembuluh lateks ke mangkuk penampungan yang dipasang
pada batang karet (sobari dkk, 2015).
Banyak wilayah kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian,
termasuk perkebunan sebagai sumber pendapatan daerah (Ritonga, 2016). Salah
satu kabupaten yang merupakan sentra karet Sumatera Selatan adalah Kabupaten
Ogan Komering Ulu (OKU) yang pada tahun 2001 memiliki areal perkebunan
karet seluas 81.000 hektar atau 90% dari total areal karet di OKU, dengan total
produksi sekirar 45.000 ton dan 10% areal karet berada diluar wilayah OKU
(Nancy dan Supriadi, 2005).
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur merupakan satu dari 15
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, dengan luas wilayah
3.370 km2. Luas wilayah Pemerintahan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU)
Timur yang beribu kota Martapura meliputi 20 Kecamatan, 7 Kelurahan, 286

Universitas Sriwijaya
3

Desa (hingga akhir 2013). Kecamatan penghasil karet terbesar di kabupaten Ogan
Komering Ulu (OKU) Timur adalah kecamatan Belitang II meliputi 22 desa salah
satunya adalah desa Karang Manik yang terdiri dari 9 RT. Para petani penyadap
pohon karet di kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur terutama di desa
Karang Manik saat ini menggunakan pekerjaan yang dilakukan secara manual
yang memerlukan tuntutan dan tekanan secara fisik yang berat. Beban kerja yang
tinggi dan luasnya lahan yang harus dikerjakan menyebabkan para petani
penyadap karet banyak melakukan gerakan berulang pada pergelangan tangan
dalam setiap menitnya dan penekanan pergelangan tangan yang kuat (ekstrem)
(Pemkab OKU Timur, 2015).
Aktivitas yang dilakukan dengan frekuensi tinggi seperti gerakan berulang
dapat menjadi faktor resiko timbulnya Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dan faktor
risiko timbulnya kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) antara lain usia,
getaran setempat, gerakan tangan dengan kekuatan, gerakan berulang, dan sikap
kerja yang salah. (Wichaksana, 2002). Menurut Silverstein (1987) dalam
Pangestuti (2014) menjelaskan bahwa gerakan berulang pada pergelangan atau
jari tangan, tendon berkontraksi dengan kuat, pergelangan tangan menekuk ke atas
atau ke bawah dengan ekstrem, gerakan tangan menjepit saat bekerja, adanya
tekanan mekanik pada saraf medianus, paparan getaran dan penggunaan APD
tidak sesuai merupakan faktor utama yang dapat menimbulkan Carpal
Tunnel Syndrome (CTS).
Menurut beberapa penelitian tentang kejadian Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) yang salah satunya diteliti di India, menyatakan bahwa ada sekitar 80%
pekerja manual menderita nyeri dan cedera pada daerah pergelangan tangan dan
hal itu disebabkan aktivitas berulang saat bekerja dan pada studi epidemiologi
yang dilakukan di India, didapatkan prevalensi kejadian Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) ini adalah sebesar 5570 dari 100.000 jiwa (Bharucha, 1991 dalam Tana
dkk, 2004).
Penelitian yang melibatkan 72 orang dari sektor informal menunjukkan hasil
bahwa kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pekerja pemetik melati di
Desa Karangcengis, Purbalingga, sebesar 47,2% dan diderita sebanyak 34 orang
pemetik melati, dan menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara frekuensi

Universitas Sriwijaya
4

gerakan berulang dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) (Kurniawan,


2008). Dari penelitian Darno (2011) pekerjaan pemetik teh berisiko tinggi
terhadap kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dengan frekuensi 93,18%
adalah melakukan gerakan tangan secara berulang.
Berdasarkan survei awal pada 30 responden yaitu petani penyadap pohon
karet di desa Karang Manik bahwa pekerjaan penyadap pohon karet umumnya
dilakukan oleh pria dan wanita yang berusia 18-60 tahun, bahkan beberapa petani
penyadap pohon karet mengaku menyadap karet merupakan pekerjaan turun-
temurun dan dilakukan sejak masih muda. Petani penyadap pohon karet
melakukan gerakan berulang lebih dari 35 kali permenit. Saat menyadap pohon
karet selama 6-8 jam dengan waktu istirahat selama 15 menit. Selain itu para
petani penyadap pohon karet melakukan gerakan fleksi, ekstensi, deviasi ulnar
dan deviasi radial secara berulang yang merupakan faktor resiko terjadinya
Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Sebanyak 27 responden petani penyadap pohon
karet mengeluhkan adanya sakit atau rasa nyeri dan kesemutan di pergelangan
tangan dan lengan atas, juga mati rasa pada telapak tangan. Adanya keluhan-
keluhan seperti nyeri pada pergelangan tangan saat bekerja menyebabkan petani
penyadap pohon karet tidak dapat bekerja secara maksimal dan produktivitas akan
menurun karena berkurangnya pendapatan.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas dapat dikatakan bahwa petani
penyadap pohon karet di desa Karang Manik mempunyai risiko yang besar
terhadap Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Karenanya, perlu dilakukan penelitian
untuk menganalisis determinan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada
petani penyadap pohon karet di desa Karang Manik kecamatan Belitang II
kabupaten OKU Timur.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan survei awal pada 30 responden yaitu petani penyadap pohon
karet di desa Karang Manik bahwa pekerjaan penyadap pohon karet umumnya
dilakukan oleh pria dan wanita yang berusia 18-60 tahun, bahkan beberapa petani
penyadap pohon karet mengaku menyadap karet merupakan pekerjaan turun-
temurun dan dilakukan sejak masih muda. Petani penyadap pohon karet

Universitas Sriwijaya
5

melakukan gerakan berulang lebih dari 35 kali permenit. Saat menyadap pohon
karet selama 6-8 jam dengan waktu istirahat selama 15 menit. Selain itu para
petani penyadap pohon karet melakukan gerakan fleksi, ekstensi, deviasi ulnar
dan deviasi radial secara berulang yang merupakan faktor resiko terjadinya
Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Sebanyak 27 responden petani penyadap pohon
karet mengeluhkan adanya sakit atau rasa nyeri dan kesemutan di pergelangan
tangan dan lengan atas, juga mati rasa pada telapak tangan. Dengan demikian,
rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Analisis determinan kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa Karang Manik
kecamatan Belitang II kabupaten OKU Timur tahun 2016?”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis determinan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada
petani penyadap pohon karet di desa Karang Manik kecamatan Belitang II
kabupaten OKU Timur tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus


a) Mengetahui distribusi frekuensi kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
pada petani penyadap pohon karet di desa Karang Manik kecamatan
Belitang II kabupaten OKU Timur tahun 2016.
b) Mengetahui distribusi frekuensi faktor karakteristik individu pekerja
meliputi usia, jenis kelamin dan masa kerja pada petani penyadap pohon
karet di desa Karang Manik kecamatan Belitang II kabupaten OKU Timur
tahun 2016.
c) Mengetahui distribusi frekuensi faktor pekerjaan meliputi lama kerja,
postur tangan dan gerakan berulang (repatitive motion) pada petani
penyadap pohon karet di desa Karang Manik kecamatan Belitang II
kabupaten OKU Timur tahun 2016.
d) Menganalisis hubungan faktor usia petani dengan kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa Karang
Manik kecamatan Belitang II kabupaten OKU Timur tahun 2016.

Universitas Sriwijaya
6

e) Menganalisis hubungan faktor jenis kelamin petani dengan kejadian


Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa
Karang Manik kecamatan Belitang II kabupaten OKU Timur tahun 2016
f) Menganalisis hubungan faktor masa kerja dengan kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa Karang
Manik kecamatan Belitang II kabupaten OKU Timur tahun 2016.
g) Menganalisis hubungan faktor lama kerja dengan kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa Karang
Manik kecamatan Belitang II kabupaten OKU Timur tahun 2016.
h) Menganalisis hubungan postur tangan dengan kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa Karang
Manik kecamatan Belitang II kabupaten OKU Timur tahun 2016.
i) Menganalisis hubungan frekuensi gerakan berulang (repatitive motion)
dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap
pohon karet di desa Karang Manik kecamatan Belitang II kabupaten OKU
Timur tahun 2016.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat melatih peneliti untuk menghasilkan karya
ilmiah yang lebih baik serta menambah pengetauan tentang analisis
determinan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada petani
penyadap pohon karet di desa Karang Manik kecamatan Belitang II
kabupaten OKU Timur tahun 2016.

1.4.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat


Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi tentang kesehatan masyarakat yang
berhubungan dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada petani
penyadap pohon karet di desa Karang Manik kecamatan Belitang II
kabupaten OKU Timur tahun 2016.

Universitas Sriwijaya
7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


1.5.1 Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilakukan di desa Karang Manik kecamatan Belitang II
kabupaten OKU Timur tahun 2016. dikarenakan sebagian besar pekerjaan
penduduk yang berada di lokasi ini adalah sebagai petani penyadap pohon
karet.
1.5.2 Lingkup Waktu
Penelitian ini dilakukan pada Juni 2016.
1.5.3 Lingkup Materi
Materi penelitian ini adalah analisis hubungan karakteristik petani dengan
kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon
karet di desa Karang Manik kecamatan Belitang II kabupaten OKU Timur.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


2.1.1 Definisi Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah gangguan pada syaraf yang
disebabkan karena terperangkapnya nervus medianus atau karena adanya
penekanan pada nervus medinus yang melewati terowongan karpal, gangguan
pada syaraf ini berhubungan dengan pekerjaan yang mempunyai paparan getaran
& tekanan dalam jangka waktu panjang secara berulang (Pakasi, 2005).
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan neuropati terhadap nervus
medianus didalam Carpal Tunnel pada pergelangan tepatnya dibawah flexor
retinakulum. Sindrom ini terjadi akibat kenaikan tekanan dalam terowongan yang
sempit yang dibatasi oleh tulang-tulang karpal serta ligament carpi tranversum
yang kaku sehingga menjebak nervus medianus (Rambe, 2004).
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah suatu kelainan yang terjadi akibat
penekanan saraf medianus di dalam terowongan karpal dengan gejala utama
berupa kesemutan dan rasa nyeri yang menjalar ke jari serta tangan yang
dipersarafi oleh saraf medianus, disertai rasa kebas, kelemahan otot, kekakuan dan
kemungkinan atrofi otot (Tana, 2003).

2.1.2 Anatomi Pergelangan Tangan Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) merupakan terowongan
sempit yang berada di dalam dasar pergelangan tangan. Bagian bawah dan sisi
terowongan ini dibentuk oleh pergelangan tangan (carpal). Bagian atas
terowongan ditutupi oleh sebuah band yang kuat dari jaringan ikat yang disebut
ligamentum karpal transversal. Perjalanan saraf median dari lengan bawah ke
tangan melalui terowongan di pergelangan tangan. Saraf median mengontrol
perasaan di sisi telapak ibu jari, jari telunjuk, dan jari yang panjang. Saraf juga
mengontrol otot-otot di sekitar dasar jempol. Tendon yang menekuk jari-jari dan

8 Universitas Sriwijaya
9

ibu jari juga berjalan melalui terowongan karpal, tendon ini disebut tendon flexor
(American Academy Of Orthopedic Surgeons, 2009).

Gambar 2.1. Anatomi Pergelangan Tangan Carpal Tunnel Syndrome


(Sumber : American academy of orthopedic surgeons (AAOS), 2009)

Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada


jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot flexor pada pergelangan tangan beserta
tendon-tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan
berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan
interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol (Beatrice, 2012).
Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian
distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di
regio cubiti sekitar 3 cm (Snell, 2006).

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) terjadi ketika jaringan sekitarnya tendon


flexor pada pergelangan tangan membengkak dan memberikan tekanan pada saraf
median. Jaringan-jaringan ini disebut sinovium. Sinovium melumasi tendon dan
membuatnya lebih mudah untuk memindahkan jari. Pembengkakan sinovium
mempersempit ruang tertutup dari terowongan karpal (American Academy Of
Orthopedic Surgeons, 2009).

Universitas Sriwijaya
10

2.1.3 Gejala – Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


Gejala yang paling umum dari Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah
kesemutan, mati rasa, lemah atau sakit yang terasa di jari atau telapak tangan
(lebih jarang terjadi). Gejala yang paling sering terjadi di bagian saraf tengah
adalah pada bagian jempol, telunjuk, jari tengah, dan setengah dari jari manis
(Aizid, 2011).
Sedangkan menurut Rambe (2004) menjelaskan bahwa pada tahap awal
gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja, gangguan motorik hanya terjadi
pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parastesia, kurang merasa
(numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah
sisi radial jari walaupun terkadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan
parastesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di
tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering
membangunkan penderita dari tidurnya.

2.1.4 Klasifikasi Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


Menurut Asworth (2009) Carpal Tunnel Syndrome (CTS) biasanya dibagi
menjadi ringan, sedang, dan berat.
a) Level 1 atau ringan (mild)
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) ringan memiliki kelainan sensorik saja pada
pengujian elektrofisiologis. Rasa perih atau rasa tersengat dan nyeri atau
gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) yang terjadi dapat berkurang dengan
istirahat atau pijat.
b) Level 2 atau sedang (moderate)
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) sedang memiliki gejala sensorik dan
motorik. Gejala lebih intensif, test orthopedic dan neurologic
mengindikasikan adanya kerusakan syaraf.
c) level 3 atau berat (severe)
Gejala lebih parah, mengalami penurunan sensorik dan rasa nyeri konstan.
Dokter menyarankan imobilisasi total dan pembedahan.

Universitas Sriwijaya
11

2.1.5 Pemeriksaan Klinis atau Diagnosa Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


Diagnosa Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dapat didukung oleh beberapa
pemeriksaan, yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Menurut Rambe (2004) Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada
penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik, dan otot
tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu
menegakkan diagnosa Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Pemeriksaan Fisik Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Wrist Extenstion Test Penderita melakukan ekstensi dengan secara maksimal,


sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga
dapat dibandingkan.

Phalen’s Test Penderita melakukan fleksi dengan secara maksimal atau


menyatukan pergelangan tangannya kearah bawah sejauh yang
pasien bisa dan bertahan pada posisi itu selama 1 menit. Bila
dalam waktu 1 menit timbul gejala-gejala seperti gejala Carpal
Tunnel Syndrome (CTS), maka tes ini dapat menyokong
diagnosa Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
Kelebihan tes ini yaitu sangat sensitif untuk menegakkan
diagnosa. selain itu phalen test juga memiliki sensitifitas 40-
80% dan spesifitas lebih dari 81% (kuschner et al, 1992 dalam
Rambe, 2004).
Namun tes ini dikatakan kurang baik jika punggung telapak
tangan satu dengan yang lain tidak saling menempel dan tidak
ada penekanan dari kedua tangan dengan keadaan horizontal.
Tinel’s Test Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parastesi atau nyeri
pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakkan prekusi
pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi. Dokter akan mnegetuk bagian depan pergelangan
tangan. Jika ketukan itu menyebabkan kesemutan pada tangan
atau lengan, hal itu mungkin saja Carpal Tunnel Syndrome
(CTS).
Tes ini dapat mendukung diagnosa bila timbul parastesi atau
nyeri pada daerah distribusi nervus medianus pada saat jari
tangan pemeriksa mengetuk pada syaraf yang rusak.
Pemeriksaan ini memiliki sensitifitas 25-75% dan spesifitas
70-90%.

Universitas Sriwijaya
12

Pressure Test Nervus medianus ditekan diterowongan karpal dengan


menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik
timbul gejala seperti gejala Carpal Tunnel Syndrome, maka tes
ini dapat menyokong diagnosa Carpal Tunnel Syndrome
(CTS).

Luthy’s Sign Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya
(Bottle’s Test) pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan
mendukung diagnosa Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

Pemeriksaan Sesibilitas Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two point
discrimination) pada jarak lebih dari 6mm di daerah nervus
medianus, tes dianggap positif dan mendukung diagnosa
Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

Sumber : Rambe (2004)

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik), (Rambe, 2004)


a) Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrasi, polifastik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbikal, EMG bisa normal pada 31% kasus Carpal Tunnel Syndrome
(CTS).
b) Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25 % kasus , KHS bisa normal.
Pada lainnya, KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency)
memanjang. Menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di
pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten
motorik.

Universitas Sriwijaya
13

3. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan sinar-x pada pergelangan tangan dapat membantu melihat
apakah ada penyebab lain, seperti fraktur atau arthritis. USG, CT scan dan MRI
dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi (Rambe, 2004).
Namun American Academy of Neurology telah menggambarkan kriteria
diagnostik yang mengandalkan pada kombinasi gejala dan temuan pemeriksaan
fisik, serta kriteria diagnostik lainnya termasuk hasil dari penelitian
elektrofisiologi. Sedangkan diagnosa kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
sebagai akibat pekerjaan menurut National Institute for Ocupational Safety and
Health (NIOSH) pada tahun 1989 berupa (Barcenilla, 2012) :
a) Terdapatnya salah satu atau lebih gejala parastesia, hipoanastesia, sakit atau
mati rasa pada tangan yang berlangsung sedikitnya 1 minggu atau bila tidak
terjadi secara terus menerus, sering terjadi pada berbagai kesempatan.
b) Secara objektif dijumpai hasil tes Tinel’s atau tes phalen positif atau
berkurang sampai hilangnya rasa sakit pada kulit telapak dan jari tangan.
Diagnosa dapat pula ditegakkan melalui pemeriksaan elektrodiagnosis antara
lain dengan pemeriksaan elektromiografi.
c) Adanya riwayat pekerjaan seperti melakukan pekerjaan berulang atau
repetitive, pekerjaan yang disertai kekuatan tangan, fleksi, ekstensi, dan
deviasi gerakan pergelangan dan jari tangan, menggunakan alat dengan
getaran tinggi serta terjadi tekanan pada pergelangan tangan atau telapak
tangan.

2.1.6 Pencegahan Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


Adapun upaya pencegahan yang dapat dilakukan, diantaranya adalah (Aizid,
2011) :
a) Biasakan agar pergelangan tangan dalam posisi netral atau lurus.
b) Gunakan semua jari-jari untuk memegang benda.
c) Disela-sela kesibukan, usahakan selalu mengistirahatkan tangan setiap 15-20
menit.
d) Gunakan pulpen dengan diameter besar agar mengurangi tekanan.
e) Rutin melakukan latihan peregangan otot-otot tangan dan lengan bawah.

Universitas Sriwijaya
14

Sedangkan berdasarkan penelitian intensif yang telah dilakukan oleh


American Academy of Orthopaedic Surgeons telah menemukan bahwa senam
gerakan pergelangan tangan saat memulai pekerjaan dan selama waktu-waktu jeda
bisa membantu mencegah Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Agar menjadi efektif,
senam gerakan pergelangan tangan ini harus dilakukan saat memulai setiap jenis
pekerjaan dan setelah jeda di masing-masing jenis pekerjaan. Senam gerakan
pergelangan tangan telah dibuktikan mengurangi tekanan saraf medianus dan
mengurangi kemungkinan terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

2.2 Mekanisme Terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
tangan dan pergelangan tangan. Carpal Tunnel adalah ruang di pergelangan
tangan yang dikelilingi oleh tulang-tulang pergelangan tangan yang dihubungkan
oleh ligamentum kaku antara tulang satu dan lainnya. Melalui terowongan kecil
melewati tendon meregangkan jari-jari dan jempol serta saraf median. Melekatkan
otot tendon pada tulang di tangan dan transfer gerakan jari-jari dari otot ke tulang.
Saraf median membawa sinyal dari otak untuk mengendalikan segala tindakan jari
dan tangan. Pembengkakan tendon mengurangi ruang di terowong dan menjepit
saraf median yang teksturnya lebih lembut daripada tendon. Sehingga tekanan
pada saraf median dapat melukai saraf median. Cedera tersebut menghasilkan
sensasi nyeri, kesemutan dan tangan menjadi kaku. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah (Canadian, 2008).

1.2.1 Faktor Individu yang Mempengaruhi Terjadinya CTS


a) Usia
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) biasanya mulai dirasakan pada usia 20-60
tahun (Hobby, 2005). Laki-laki menunjukkan peningkatan kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) secara bertahap dengan meningkat sampai usia lanjut,
sedangkan wanita memuncak setelah menopause (sesuai dengan kelompok usia
50-54 tahun), hal tersebut secara umum konsisten dengan konsep bahwa pada
wanita mungkin ada komponen hormonal dalam penyebab Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) (Hadge, 2009; Mattioli, 2008; Asworth, 2009). Carpal

Universitas Sriwijaya
15

Tunnel Syndrome (CTS) sering dialami oleh wanita berusia 29-62 tahun, beberapa
studi juga mengungkapkan bahwa CTS umumnya dialami oleh wanita berusia
30an (Kurniawan dkk, 2008).

b) Jenis Kelamin
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) lebih mempengaruhi perempuan dari laki-
laki, yaitu 3,6 kali lipat lebih besar dibandingkan laki-laki (Mattioli dkk, 2008).
Berdasarkan Rasio antara perempuan dan laki-laki untuk Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) memiliki perbedaan yang cukup tinggi yaitu 3-10:1.
Laki-laki menunjukkan peningkatan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
secara bertahap dengan meningkat sampai usia lanjut, sedangkan wanita
memuncak setelah menopause, hal tersebut secara umum konsisten dengan
konsep bahwa pada wanita mungkin ada komponen hormonal dalam penyebab
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) (Ashworth, 2009).
Sheila (2010), menjelaskan bahwa adanya perbedaan hormonal pada wanita,
terutama saat wanita hamil dan menopause. Saat hamil disebabkan oleh retensi
cairan yang sering terjadi selama kehamilan, yang menempatkan tekanan
tambahan pada terowongan karpal dan menyebabkan gejala. Namun beberapa
wanita tidak mengalami gejala sampai setelah melahirkan dan awal menyusui.
Menyusui sementara menurunkan kadar hormon steroid alami, yang
mempertinggi potensi peradangan selain itu juga disebabkan oleh perbedaan
anatomi tulang karpal, dimana tulang pergelangan tangan pada wanita secara
alami lebih kecil sehingga menciptakan ruang yang lebih ketat di mana saraf dan
tendon harus lulus. Sedangkan perubahan hormon menopause dapat menempatkan
perempuan pada risiko lebih besar untuk mendapatkan Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) karena struktur pergelangan tangan membesar dan dapat menekan pada
saraf pergelangan tangan (Haque, 2009).

c) Lama Kerja
Lamanya seorang bekerja sehari menurut UU No.13/2003 Pasal 77 ayat 1
pada umumnya 6-8 jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan
tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat

Universitas Sriwijaya
16

penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit


akibat kerja dan kecelakaan. Pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat,
produktivitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama sejalan
dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Maka dari itu, istirahat setengah
jam sesudah 4 jam kerja terus-menerus sangat penting (Ronald, 2005). Dalam
seminggu, seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik, selama 40-50 jam.
Lebih dari itu, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Jumlah 40 jam kerja seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung
kepada berbagai faktor (Suma’mur, 1986 dalam Darno, 2011).
Salah satu faktor resiko untuk terjadinya Cumulative Trauma Disorder
seperti Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah lamanya waktu pada saat
melakukan posisi janggal. Pekerjaan monoton bila dilakukan dalam intensitas
yang sering dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
berkembangnaya suatu efek tertentu pada tenaga kerja. Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) meningkat bersama dengan lamanya pajanan gerakan berulang pada
pergelangan tangan (Budiono, 2003).

d) Masa Kerja
Dengan peningkatan masa kerja pada tangan menunjukkan adanya
pekerjaan berulang yang dilakukan oleh tangan dalam jangka waktu yang lama,
dengan peningkatan jumlah tahun kerja menunjukkan risiko lebih tinggi untuk
terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (CTS) (Ali, 2006). Fung dkk (2007)
mengidentifikasi bahwa semakin sering fleksi atau ekstensi yang berkelanjutan
dari pergelangan tangan dapat meningkatkan risiko Carpal Tunnel Syndrome
(CTS).Hal tersebut juga diperkuat dengan adanya studi yang menyatakan bahwa
pengulangan dan eksposur gabungan dari kedua kekuatan dan pengulangan dapat
menimbulkan risiko dua kali lipat terhadap terjadinya Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) (Barcenilla dkk, 2012). Wieslander dalam studi case-control membagi
masa kerja dengan paparan gerakan tangan berulang menjadi 3 kategori yaitu <1
tahun, 1-20 tahun, dan lebih >20 tahun. Namun, diperoleh bahwa gerakan repetitif
merupakan faktor resiko yang signifikan hanya setelah masa kerja 20 Tahun
(Bernard dkk, 1997).

Universitas Sriwijaya
17

e) Riwayat Penyakit
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) yang berhubungan dengan kondisi penyakit
seperti Rhematoid Arthritis, Diabetes Melitus. Kondisi ini lebih sering terjadi pada
wanita yang berusia 26-62 tahun karena pada wanita terjadi perubahan hormon
yang menyebabkan penyerapan cairan dan pembengkakan jaringan lebih sering
terjadi pada saat pregnancy (Verina, 2006).
Kelainan tyroid pada pasien yang menderita Carpal Tunnel Syndrome
biasanya pengobatan akan difokuskan ke penyakit yang mendasarinya terlebih
dahulu, baru Carpal Tunnel Syndrome (CTS)-nya (Bernard dkk, 1997).
1) Pregnancy (kehamilan)
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) banyak diterima oleh ibu hamil karena
perubahan hormonal dan peningkatan volume darah sehingga menyebabkan
peningkatan volume cairan ekstraseluler dalam tubuh. Peningkatan cairan
ekstraseluler tersebut dapat meningkatkan tekanan pada carpal tunnel dan
menimbulkan berbagai gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Carpal tunnel
syndrome yang terjadi selama kehamilan biasanya hilang seiring dengan
lahirnya bayi (Verina, 2006).
2) Diabetes melitus
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) ini juga sering terjadi berkaitan dengan
kelainan yang menimbulkan demielinasi atau kelainan saraf iskemik seperti
diabetes melitus (Ronald, 2007). Timbulnya neuropati pada penderita
diabetes tidak tergantung pada kadar gula darah, tetapi pada lamanya
penderita mengidap diabetes. Semakin lama menderita diabetes maka
semakin tinggi pula rasa kesemutan itu muncul (UU No13, 2003).
3) Arthritis rheumatoid
Arthritis rheumatoid adalah suatu penyakit dimana persendian secara
sistematis mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan dan nyeri
yang mengakibatkan kerusakan pada bagian dalam sendi. Dalam hal ini, saraf
terjepit bukan akibat pembesaran otot melainkan sendi di pergelangan tangan
berubah bentuk. Reumatik juga menimbulkan kesemutan, biasanya gejala
terjadi pada pagi hari dan menghilang pada siang hari. Gejala kesemutan
karena reumatik hilang sendiri bila reumatiknya sembuh (Wibisono, 2012).

Universitas Sriwijaya
18

Gejala yang ditimbulkan antara lain kaku pada persendian dan sekitarnya
pada pagi hari yang berlangsung lebih dari 1 jam, pembengkakan pada sendi
(minimal 3 sendi secara bersamaan) misalnya pada sendi jari tangan atau
kaki, sendi pergelangan tangan atau kaki, sendi siku, sendi pinggul, atau sendi
lutut (Verina, 2006).
4) Obesitas
Berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan obesitas telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko potensial terjadinya muskuloskeletal
terutama Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Obesitas dapat menjadi penyebab
pembengkakan dan penebalan tenosynovium. Ini akan mempersempit ruangan
pada syaraf median dalam terowongan karpal (Verina, 2006).

1.2.2 Faktor Pekerja yang Mempengaruhi Terjadinya CTS


Pekerjaan yang berisiko besar terancam Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
adalah pekerjaan yang banyak menggunakan anggota tubuh bagian tangan dan
pergelangan tangan dan dalam jangka waktu panjang. Pekerjaan yang dimaksud
umumnya seperti : pekerjaan yang memakai komputer, olahragawan, dokter gigi,
musisi, guru, petani, ibu rumah tangga dan pekerjaan lapangan yang
mengoperasikan alat bervibrasi seperti bor. Bernard dkk (1997), mengemukakan
sembilan belas studi menyatakan bahwa pekerjaan repetitif berpengaruh pada
cidera tangan dan pergelangan tangan seperti Carpal Tunnel Syndrome.

a) Postur Tangan
Posisi kerja statis dan postur tangan tidak ergonomis pada bahu, lengan, dan
pergelangan tangan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
peradangan pada jaringan otot, syaraf, maupun keduanya. Pembengkakan tersebut
akan menekan saraf medianus tangan sehingga bisa menimbulkan CTS. Fleksi
dan ekstensi, fleksi yaitu posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah dalam
dan membentuk sudut ≥45o (Wichaksana dkk, 2002).

Universitas Sriwijaya
19

Gambar 2.2 Posisi Fleksi dan Ekstensi


Sumber : Purwanti, 2004

Postur kerja kaku menimbulkan tekanan mekanik muskuler, menyebabkan


kontraksi muskuler dosis rendah (low level) berkepanjangan, meningkatkan
tekanan intramuskuler, dapat menghambat aliran darah ke dalam sel muskuler.
Hal ini memicu nyeri lokal kronik. Postur pergelangan tangan yang menyimpang
menyebabkan kompresi pada tendon fleksor jari yang berlawanan dengan struktur
pergelangan tangan dan dinding carpal tunnel, dan akan menurunkan kemampuan
dan kekuatan untuk menjepit (Wichaksana dkk, 2002).

b) Gerakan Berulang (Repetitive Motion)


Gerakan repetitif merupakan gerakan yang memiliki sedikit variasi dan
dilakukan setiap beberapa detik, sehingga dapat mengakibatkan kelelahan dan
ketegangan otot tendon. Jika waktu yang digunakan untuk istirahat tidak dapat
mengurangi efek tersebut, maka risiko kerusakan jaringan adalah masalah
muskuloskeletal lain yang mungkin akan meningkat, seperti CTS. Pengulangan
dengan waktu kurang dari 30 detik telah dianggap sebagai “Repetitif Motion”
(Salvatore, 1997). Adapun untuk menentukan tingkat risiko pengulangan tinggi
pada bagian tubuh yang berbeda dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.2 Pengulangan Risiko Tinggi oleh Bagian Tubuh


Bagian Tubuh Pengulangan Per Menit
Bahu Lebih dari 2,5
Lengan atas/ siku Lebih dari 10
Lengan/ Pergelangan tangan Lebih dari 30
Jari Lebih dari 200

Sumber : Kilbom, A: Repetitif Work of the Upper Extremity Part II : The Scientific Basic for the
Guide. 1994 dalam Salvatore R Dinardi 1997

Universitas Sriwijaya
20

2.3 Test Pemeriksaan Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


Untuk mengetahui gejala-gejala diagnosis terjadinya Carpal Tunnel
Syndrome (CTS) digunakan suatu prosedur test yaitu Phalen’s test, Tinel’s test,
dan Pressure test.
a) Phalen’s test
Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60
detik timbul gejala seperti gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS), maka tes ini
menyokong diagnosa Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Beberapa penulis
berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa Carpal
Tunnel Syndrome (CTS). Gerakan phalen merupakan suatu diagnosa untuk
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) yang ditemukan oleh Orthopedist Amerika
bernama George S. Phalen. Tes phalen dilakukan dengan menekuk kedua tangan
di sendi pergelangan tangan kemudian menekankan kedua dorsum manus satu
dengan yang lain sekuat-kuatnya selama 30-60 detik. Bila terdapat penyempitan
pada terowongan karpal dipergelangan tangan bagian volar yang dilintasi cabang-
cabang saraf medianus, maka pada penekukan tangan disendi pergelangan tangan
akan timbul nyeri atau paresthesia dikawasan saraf medianus. Tangan yang
merasakan nyeri atau kesemutan mengunkapkan bahwa terowongan karpal itu
menyempit. Sensitifitas Tes Phalen berkisar antara 51% hingga 91% dan
spesifisitas antara 33% hingga 88% (Sidharta, 1983 dalam Darno 2011). Tes
phalen dapat dilihat pada gambar 2.5 dibawah ini :

Gambar 2.3 Phalen’s test

Universitas Sriwijaya
21

2.4 Petani Penyadap Pohon Karet


Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis, yang berada pada zona antara
150 LS dan 150o LU, dengan curah hujan tidak kurang dari 2.000 mm/thn
o

dimana curah hujan optimal antara 2.500 hingga 4.000 mm/thn, yang terbagi
dalam 100 hingga 150 hari hujan. Pembagian waktu hujan dan waktu jatuhnya
rata-rata hujan setahun mempengaruhi produksi. Karet tumbuh optimal di dataran
rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut
(Setyamidjaja, 2012).
Kabupaten OKU Timur memiliki potensi besar pada sektor pertanian dan
perkebunan, di sektor perkebunan, komoditi andalan dari Kabupaten OKU Timur
adalah tanaman karet dan kelapa sawit. jumlah produksi perkebunan karet terus
meningkat setiap tahunnya. Kecamatan penghasil karet terbesar di kabupaten
Ogan Komering Ulu (OKU) adalah kecamatan Belitang II. Desa Karang Manik
terletak di kecamatan belitang II kabupaten OKU, mayoritas penduduk desa
bekerja di sektor perkebunan tanaman karet. Desa Karang Manik memiliki banyak
potensi, salah satunya adalah petani penyadap pohon karet.
Dalam proses menyadap pohon karet, hal pertama yang dilakukan petani
adalah menyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam menyadap pohon karet
yaitu mangkok, talang, pisau deres dan kawat. Kemudian melakukan teknik
penyadapan pohon karet harus dilakukan dengan metode yang benar supaya tidak
merusak kulit batang pada pohon karet antara lain (Ritonga, 2016):
a) Tangkai pisau sadap dipegang dengan tangan kanan.
b) Tangan kiri menekan pada punggung pisau sadap untuk membantu
mengendalikan pisau baik untuk mengatur kadalaman irisan.
c) Sebelum melakukan penyadapan pada bidang sadapanan, bagian ujung sadap
dengan mata pisau bagian atas untuk memudahkan duduk pisau pada bidang
sadapan dan selanjutnya penyadapan dilakukan dari kiri atas ke kanan bawah
dengan menggerakkan pisau.
d) Gerakkan kaki mundur saat menarik pisau.
e) Menempatkan letak talang 10 cm di bawah alur sadap terendah.
f) Memasang mangkok pada kawat cicin dengan jarak ideal 10 cm di bawah
talang.

Universitas Sriwijaya
22

g) Mengarahkan lateks agar lateks mengalir tidak menyimpang dari mangkok.


Kegiatan yang memiliki faktor risiko terkena kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) adalah saat melakukan irisan batang pohon karet.
Frekuensi gerakan berulang (repatitive motion) yang dilakukan saat penyadapan
pohon karet pada petani akan menimbulkan gangguan pada pergelangan tangan
seperti kesemutan (parestesia), mati rasa (numbness), dan rasa terbakar yang
dirasakan di jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Bila petani penyadap pohon
karet melakukan pekerjaan dalam jangka waktu yang lama akan berisiko Carpal
Tunnel Syndrome (CTS).

2.5 Kerangka Teori

Faktor Individu
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Masa kerja
4) Lama kerja
Peradangan pada bagian
5) Riwayat Penyakit
sendi pergelangan tangan
yang menekan nervus
Faktor Pekerja medianus
1) Postur Tangan
2) Gerakan Berulang
(repatitive motion) Tanda dan gejala
1) Nyeri di pergelangan tangan
2) Kesemutan
3) Mati rasa
4) Rasa terbakar pada jari
telunjuk, tengah dan manis

Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Gambar 2.4 Kerangka Teori


Analisis Determinan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome
Sumber Modifikasi : Nendah Haryani, 2007 dan Sulistianto, 2012

Universitas Sriwijaya
23

2.6 Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.3
Penelitian Sebelumnya
Nama
Desain
No Penelitian Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Studi
(Tahun)
1. Darno Hubungan Karakteristik 1. Variabel bebas Cross Hasil penelitian menun-
(2011) Pekerja dan Gerakan dalam penelitian sectional jukkan bahwa kejadian
Berulang dengan Keja- ini adalah karak- CTS sebesar 79,55 % dan
dian Carpal Tunnel teristik pekerja diderita sebanyak 35
Syndrome Pada Pemetik (usia, lama kerja, orang pemetik daun teh.
Daun Teh (Studi Kasus : masa kerja) dan berhubungan dengan
PT. Rumpun Sari frekuensi gerakan umur (p=0,038), lama
Kemuning). berulang. kerja (p=0,006), masa
2. Variabel terikat kerja (p=0,002), dan
dalam penelitian Frekuensi gerakan ber-
ini adalah Carpal ulang (p=0,006).
Tunnel
Syndrome.
2. Dimar Faktor-faktor yang ber- 1. Variabel bebas: Cross Ada hubungan masa
Siswi hubungan dengan keja- Umur, masa sectional kerja, gerakan berulang,
Utami dian Carpal Tunnel kerja, gerakkan sikap kerja yang tidak
(2006) Syndrome (CTS) pada berulang atau ergonomi, kekuatan otot
pengrajin tali enceng repetitif, sikap pada pergelangan tangan
gondok di Desa Beri kerja yang tidak dengan kejadian CTS.
Kecamatan Mijen Kabu- ergonomis,
paten Demak. pekerjaan yang
memerlukan otot
pada pergelangan
tangan.
2. Variabel terikat:
kejadian CTS.
3. Airin Beberapa faktor yang 1. Variabel bebas: Cross Ada hubungan yang
Wahyunin berhubungan dengan Usia, masa kerja, sectional signifikan antara usia
grum kejadian Carpal Tunnel lama kerja, dan dengan kejadian CTS (p=
(2013) Syndrome (CTS) pada frekuensi gerakan 0,057). Tidak ada hub
wanita pelinting jenang. repetitif Perge- antara masa kerja dengan
(Studi di Home Industri langan tangan. kejadian CTS (p=0,484).
Jenang Desa Kaliputu 2. Variabel terikat: Tidak ada hubungan yang
Kecamatan Kota Kabu- Kejadian CTS. signifikan antara lama
paten Kudus) kerja dengan kejadian
CTS (p=0,372). Tidak ada
hubungan yang signifikan
antara fre-kuensi gerakan
repetitif dengan kejadian
CTS (p=0,112). Ada
hubungan antara usia
dengan kejadian CTS.

Universitas Sriwijaya
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah hubungan antara konsep-
konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmojo, 2010). Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada
tinjauan pustaka, maka secara sistematis kerangka konsep yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :

Veriabel Independen

Faktor Individu
1) Usia Variabel Dependen
2) Jenis kelamin
3) Masa kerja Kejadian Carpal
Faktor Pekerja Tunnel Syndrome (CTS)
1) Lama kerja
2) Postur Tangan
3) Gerakan Berulang
(repatitive motion)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Analisis Determinan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Pada Petani
Penyadap Pohon Karet Di Desa Karang Manik Kabupaten OKU Timur
Tahun 2016

24 Universitas Sriwijaya
25

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi
No Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variabel Dependen
1. Kejadian Sindroma klinik Observasi Kuesioner 1. Tidak, bila tidak Ordinal
Carpal yang ditandai dan merasakan 2 dari 3
Tunnel dengan gejala Wawancara keluhan CTS pada
Syndrome utama nyeri, Phalen’s tes, dinyatakan
(CTS) kesemutan hasil pemeriksaan (-) dan
(parestesia), rasa skor ≤ 20.
tebal (numbness) 2. Ya, bila merasakan 2 dari
dan rasa seperti 3 keluhan CTS pada
terkena aliran Phalen’s tes, dinyatakan
listrik (tingling) hasil pemeriksaan (+).
pada daerah yang (Robert H dkk, 2009).
dipersarafi oleh
n.medianus.
Variabel Independen
1. Usia Jumlah tahun Wawancara Kuesioner 1. < 30 tahun Ordinal
lahir petani 2. ≥ 30 tahun
penyadap karet (Ali, 2006 ; Kurniawan,
yang beresiko 2008).
menderita Carpal
Tunnel Syndrome
(CTS). Usia
terjadinya
penyakit ini
terutama antara
30-60 tahun.
2. Jenis Kondisi fisik Wawancara Kuesioner 1. Perempuan Nominal
Kelamin petani penyadap 2. Laki-laki
karet berdasarkan (Harahap, 2003).
perbedaan
anatomi dan
fisiologi.
3. Masa Kerja Waktu yang Wawancara Kuesioner 1. < 20 tahun Ordinal
dilalui oleh petani 2. ≥ 20 tahun
penyadap karet (Bernard, 1997).
sejak pertama kali
menggeluti
pekerjaan tersebut
sampai sekarang,
diukur dalam
satuan tahun.
4. Lama Kerja Waktu yang Wawancara Kuesioner 1. < 8 jam Ordinal
digunakan petani 2. ≥ 8 jam
penyadap karet (Ronald, 2005).

Universitas Sriwijaya
26

untuk melakukan
pekerjaan
menyadap karet
dalam satu hari
yang diukur
dalam satuan jam.
5. Postur Posisi kerja statis Mengamati Kamera 1. Normal, jika posisi Ordinal
Tangan dan postur tangan pergerakan digital pergelangan tangan
petani penyadap bagian (Foto) dan tidak menekuk kearah
karet yang tidak tubuh lembar bawah dan kearah atas
ergonomis pada seperti per- observasi. berbentuk sudut < 45o
bahu, lengan, dan gelangan 2. Janggal, jika posisi
pergelangan tangan dan pergelangan tangan
tangan dalam tekanan menekuk kearah bawah
jangka waktu pada dan kearah atas
yang lama, dilihat pergelanga berbentuk sudut ≥ 45o.
dari sudut posisi n tangan (Wichaksana dkk,
pergelangan oleh 2002).
tangan petani pekerja
penyadap karet pada saat
yang menekuk menyadap
kearah bawah dan pohon
kearah atas karet.
berbentuk sudut ≥
45o.
6. Gerakan Pengulangan Mengamati Kamera 1. Tidak berisiko, bila Ordinal
Berulang gerakan kerja frekuensi digital melakukan gerakan
(Repatitive petani penyadap aktivitas (Video & berulang < 30 kali
Motion) karet dengan pola menyadap Stopwatch dalam satu menit.
yang sama dalam pohon karet 2. Berisiko, bila
waktu tertentu yang di melakukan gerakan
dan dihitung lakukan berulang ≥ 30 kali
dalam 1 menit. petani. dalam satu menit.
(Kurniawan dkk,
2008).

3.3 Hipotesis
1) Ada hubungan antara usia dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa Karang Manik
Kabupaten OKU Timur.
2) Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa
Karang Manik Kabupaten OKU Timur.

Universitas Sriwijaya
27

3) Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian Carpal


Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa
Karang Manik Kabupaten OKU Timur
4) Ada hubungan antara lama kerja dengan kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa
Karang Manik Kabupaten OKU Timur.
5) Ada hubungan antara postur tangan dengan kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa
Karang Manik Kabupaten OKU Timur.
6) Ada hubungan antara gerakan berulang (Repatitive Motion) dengan
kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon
karet di desa Karang Manik Kabupaten OKU Timur.

Universitas Sriwijaya
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif analitik dengan
menggunakan desain studi cross sectional, merupakan suatu penelitian yang
mempelajari hubungan antara faktor risiko (independent) dengan faktor efek
(dependent), dimana melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan
sekaligus pada waktu yang sama dan tidak dilakukan tindak lanjut (Riyanto,
2011). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan kejadian Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) pada petani penyadap pohon karet di desa Karang Manik
kecamatan Belitang II kabupaten OKU Timur tahun 2016.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian


4.2.1 Pupolasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang karakteristiknya hendak diteliti
atau keseluruhan objek yang dibatasi dengan kriteria tertentu (Roflin, 2011).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani penyadap pohon karet di desa
Karang Manik Kabupaten OKU Timur yang berusia 18 tahun ke atas yang
berjumlah 976 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti
dan dianggap bisa mewakili populasi (Roflin, 2011).
a) Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan stratified random sampling atau
pengambilan sampel secara acak stratifikasi dengan mempertimbangkan kriteria
inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti (Notoatmodjo 2010).

Kriteria inklusi :
1. Bersedia menjadi responden dalam penelitian.
2. Sering melakukan penyadapan pohon karet.
3. Tidak sedang dalam keadaan sakit.

28 Universitas Sriwijaya
29

Kriteria eksklusi :
1. Sakit (adanya cidera dibagian tangan dan memiliki riwayat penyakit
lainnya).
2. Wanita hamil.
3. Dibawah umur 18 tahun.

b) Besar Sampel
Menurut Notoatmodjo (2012), sampel merupakan sebagian dari populasi atau
objek yang akan diteliti dan dapat mewakili seluruh populasi pada penelitian.
Penelitian ini menentukan sampel yang dilakukan dengan membandingkan antara
dua proporsi berdasarkan penelitian terdahulu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Lameshow, 1997) :

[ √ ( ) √ ( ) ( )]

( )

Keterangan :
n = Besar sampel
P1 = Proporsi kejadian yang berisiko
P2 = Proporsi kejadian yang tidak berisiko
P = Rata-rata P1 dan P2 (P1+P2)/2
= Nilai Z pada derajat kemaknaan 95% = 1,96

= Nilai Z pada kekuatan uji power 1 = 80% = 0,84

Berdasarkan rumus pendugaan perbedaan antara dua proporsi oleh


Lameshow tersebut, peneliti dapat menentukan jumlah sampel pada penelitian
Analisis Determinan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Petani
Penyadap Karet di Desa Karang Manik kecamatan Belitang II kabupaten OKU
Timur. Penelitian sebelumya terkait Carpal Tunnel Syndrome (CTS) yang akan
menjadi penentu sampel pada penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel
berikut.

Universitas Sriwijaya
30

Tabel 4.1. Perhitungan Besar Sampel


Interval
No Variabel PI P2 Kuat Uji n Sumber
Kepercayaan

1. Usia 0,91 0,5 0,05 80% 10 Pangestuti, 2014

Jenis
2. 0,24 0,04 0,05 80% 46 Darno, 2011
Kelamin

3. Lama Kerja 0,83 0,18 0,05 80% 8 Kurniawan, 2008

4. Masa Kerja 1,00 0,62 0,05 80% 15 Darno, 2011

Postur
5. 0,64 0,13 0,05 80% 13 Agustin, 2013
Tangan

Gerakan
6. 0,37 0,8 0,05 80% 19 Kurniawan, 2008
Berulang

Berdasarkan hasil perhitungan dua proporsi diatas diperoleh jumlah


sampel yang akan diteliti sebanyak 51 responden (petani penyadap pohon karet).
Berikut analisis perhitungan rumus dua proporsi dengan menggunakan rumus
Lameshow:

[ √ ( ) √ ( ) ( )]

( )

P= = 0,14

√ ( ) √ ( ) ( )
( )

√ √
( )
( ) ( )
( )

responden.

Universitas Sriwijaya
31

Perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus beda proporsi


digunakan jika peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel simple random
sampling. Pada penggunakan rumus beda proporsi jumlah sampel harus dikali
dengan faktor efek desain yang biasa digunakan adalah dikali 2 (Rachmat, 2012).
Peneliti mengasumsikan akan terdapat dua kelompok yaitu kelompok terpapar
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dan kelompok tidak terpapar Carpal Tunnel
Syndorme (CTS) sehingga jumlah sampel pada penelitian ini akan dikali 2.
Jumlah sampel penelitian ini adalah 46×2=92 responden dan untuk mengurangi
terjadinya drop out pada penelitan ini maka jumlah sampel ditambah 10%
sehingga diperoleh jumlah responden sebanyak 92 + 10% = 101 responden.

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Proportional


Stratified Random Sampling. Sampel dikelompokan dalam 9 strata, yaitu RT 1
sampai dengan RT 9 dengan penentuan proporsi masing-masing strata
berdasarkan persentase total jumlah petani penyadap pohon karet berusia 18 ke
atas di RT 1 sampai RT 9. Setelah didapatkan sampel secara proporsional,
pengambilan sampel setiap strata dilakukan dengan cara random dan
memperhatikan proporsi pada masing-masing RT (Prasetyo & Jannah, 2005).
Berikut total jumlah petani penyadap pohon karet masing-masing RT yang berusia
18 ke atas :

1) RT 1 = 132 orang 6) RT 6 = 98 orang


2) RT 2 = 114 orang 7) RT 7 = 102 orang
3) RT 3 = 116 orang 8) RT 8 = 85 orang
4) RT 4 = 106 orang 9) RT 9 = 129 orang
5) RT 5 = 94 orang Jumlah = 976 orang

Dengan menggunakan rumus :

Sampel1= Populasiiiii (Total Sampel)


Total Populasi

Universitas Sriwijaya
32

Maka jumlah sampel yang di ambil dari RT 1 sampai RT 9 berjumlah :

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

Jumlah sampel = 101


( )

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 101 responden.

4.3 Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data
primer dan data sekunder.
1) Data Primer
Data primer yang diperoleh secara langsung kepada responen. Adapun data
yang dikumpulkan berupa karakteristik individu (usia, jenis kelamin, lama
kerja, masa kerja, postur tangan, dan gerakan berulang). karakteristik individu
dan frekuensi kejadian CTS diperoleh melalui pengisian kuesioner.
Sedangkan postur tangan dan gerakan berulang diperoleh dengan cara
observasi langsung dan pengambilan gambar atau foto dan video petani
penyadap pohon karet.
2) Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini berupa gambaran umum lokasi penelitian
dan literatur yang dapat menunjang penelitian, seperti buku, jurnal, dan
artikel.

4.4 Pengolahan Data


Data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui empat tahapan, sebagai
berikut (Najmah, 2011) :

Universitas Sriwijaya
33

1. Pengeditan data (editing), yaitu kegiatan untuk melakukan pengecekan


kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas,
relevan, dan konsisten.
2. Pengkodean data (coding), yaitu kegiatan mengubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka/bilangan untuk mempermudah dan
mempercepat pada saat memasukkan data.
3. Pemasukan data (entry data), yaitu memasukkan data ke paket program
komputer agar dapat dianalisis.
4. Pembersihan data (cleaning), yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang
sudah dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak.

4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas


4.5.1 Uji Validitas
Menurut Notoatmodjo (2012), validitas adalah suatu indeks yang
menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk
mengetahui apakah kuisioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang
hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skors (nilai) setiap
item (pertanyaan) dengan skors total kuesioner tersebut. Bila semua pertanyaan
itu mempunyai korelasi yang bermakna (contruct validity) apabila kuisioner
tersebut telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item (pertanyaan) yang
ada di dalam kuisioner itu mengukur konsep yang kita ukur.
Untuk melakukan uji validitas kuisioner, minimal jumlah responden yang
diperlukan sebanyak 30 orang (Riwidikdo, 2013). Uji validitas kuisioner dari
penelitian ini diambil dari 30 petani penyadap pohon karet di desa lain yaitu desa
Ulak Kedondong kecamatan Cengal kabupaten OKI yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan tempat penelitian. Uji validitas menggunakan uji
corrected item total corelation dengan derajat kepercayaan 95% atau α = 5%. Jika
nilai r hitung lebih besar dari r tabel berati pernyataan tersebut valid (Hastono,
2007).

Universitas Sriwijaya
34

4.5.2 Uji Reliabilitas


Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2012). Realibilitas
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuraan itu tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan
alat ukur yang sama. Reliabilitas adalah suatu konsistensi dari suatu hasil
pengukuran (Najmah, 2011). Uji reliabilitas dilakukan dengan membandingkan
nilai r tabel dengan r hasil. Apabila r hasil lebih besar dari r tabel, maka
pertanyaan tersebut reliabel. Jika dalam uji reliabilitas ada pertanyaan yang tidak
reliabel, maka pertanyaan tersebut akan dibuang.

4.6 Analisis Data


1. Analisis Univariat
Analisis data univariat dilakukan pada masing-masing variabel untuk melihat
distribusi frekuensi karakteristik responden, variabel independen, dan variabel
dependen.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen (Isgianto, 2009). Uji statistik untuk
analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square,
dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat signifkan (α) 5%. Keputusan uji
chi square:
a. Ho ditolak jika ρ value ≤0,05 , berarti ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
b. Ho diterima jika ρ value >0,05, berarti tidak ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen.
Karl Pearson dalam Michael (2002) menetapkan beberapa asumsi yang harus
dipatuhi dalam melakukan uji Chi Square yaitu, yaitu :
a. Sampel dipilih secara acak.
b. Variabel yang digunakan merupakan variabel kategorik.
c. Pengamatan dilakukan secara independen.

Universitas Sriwijaya
35

d. Sel-sel dengan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari
total sel.
Jika syarat uji Chi Square diatas tidak terpenuhi, maka digunakan uji
alternatif sebagai berikut (Murti, 1996) :
a. Alternatif uji Chi Square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher.
b. Alternatif uji Chi Square untuk tabel 2xk adalah uji Kolmogorov -
Smirnov.
c. Alternatif uji Chi Square untuk tabel 2x2 dan 2xk adalah dengan
melakukan penggabungan sel.

4.7 Penyajian Data


Penyajian data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel yang
disertai narasi sebagai interpretasi dari data yang ada pada tabel. Penyajian dalam
bentuk tabel merupakan suatu penyajian data yang sistematik dari data numerik,
yang tersusun dalam kolom atau baris.

Universitas Sriwijaya

You might also like