You are on page 1of 34

TUGAS KHUSUS

DERMATITIS PADA PASIEN


PUSKESMAS LAPAI KOTA PADANG
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)

DISUSUN
OLEH:

ENDAH WULANDARI
(2230122322)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
TAHUN AJARAN 2022/2023
PADANG

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PUSKESMAS LAPAI

Periode:
02 Januari – 28 Januari 2023

Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat Ujian Profesi Apoteker


Universitas Perintis Indonesia Padang

Disetujui Oleh:
Pembimbing
Puskesmas Lapai

Defri Yanto, S.Farm, Apt

Disahkan Oleh:
Ketua
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Perintis Indonesia

Apt. Okta Fera, S.Si, M.Farm

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan yang berjudul "Menanam Tanaman Obat
di Rumah" dengan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karenanya, diharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis menjadi lebih
baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan kegiatan ini menambah wawasan dan memberi manfaat bagi pembaca.

Padang, 14 Januari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II ........................................................................................................................... 3

TINJAUAN UMUM ..................................................................................................... 3

2.1 Dermatitis ............................................................................................................ 3

2.1.1 Dermatitis Kontak ......................................................................................... 3

2.1.2 Dermatitis Kontak Alergik............................................................................ 5

2.2 Kerangka Konsep ............................................................................................... 8

2.3 Pencegahan .......................................................................................................... 9

BAB III ....................................................................................................................... 10

TINJAUAN KHUSUS ................................................................................................ 10

3.1 Terapi Farmakologi ........................................................................................... 10

3.3 Salep Kortikosteroid .......................................................................................... 12

3.3.1 Hydrocortisone Salep (Potensi Rendah) ..................................................... 12

3.3.2 Betamethasone Salep (Potensi Sedang) ...................................................... 13

3.3.3 Desoximetason Salep (Potensi Tinggi) ....................................................... 13

3.3.4 Clobetasol propionate Salep (Potensi Sangat Tinggi) ................................ 13

iv
3.4 Antihistamin ...................................................................................................... 14

3.4.1 Klorfeniramin maleat (CTM)...................................................................... 14

3.4.2 Cetirizine..................................................................................................... 15

3.5 Oral kortikosteroid ............................................................................................ 18

3.5.1 Dexamethasone ........................................................................................... 18

3.6 Terapi Non Farmakologi ................................................................................... 19

BAB III ....................................................................................................................... 20

PEMBAHASAN ......................................................................................................... 20

BAB IV ....................................................................................................................... 27

PENUTUP ................................................................................................................... 27

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 27

3.2 Saran .................................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 28

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis adalah suatu reaksi peradangan kulit (epidermis dan dermis) yang
peka terhadap berbagai rangsangan endogen dan ataupun eksogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skauma,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung sering kambuh
kembali (residitif) dan menjadi kronis. Berdasarkan penyebabnya, keadaan dermatitis
mencangkup dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, dermatitis
medikamentosa, dermatitis alimentosa, dermatitis statis dan lain sebagainya (Ardhie,
2016). Terapi yang digunakan untuk penderita dermatitis antara lain terapi topikal dan
terapi oral. Terapi topikal merupakan salah satu pengobatan yang sering dilakukan
untuk menyembuhkan atau mengurangi gejala dari dermatitis. Bentuk sediaan topikal
yang biasa diberikan kepada penderita dermatitis antara lain, losio, krim, gel, salap,
pasta, emulsi dan bedak. Obat yang sering digunakan pada penderita dermatitis adalah
obat golongan kortikosteroid seperti hidrokortison, dexamethasone, prednisolone dan
metilprednisolon (Ardhie, 2016).
Ada empat jenis dermatitis yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, serta dermatitis statis. Masing-masing dermatitis memiliki gejala dan
penanganan yang berbeda. Kalau dermatitis atopik ditandai dengan ruam memerah
yang biasanya dipicu oleh stres dan penggunaan sabun cuci yang tidak sesuai.
Sedangkan dermatitis seboroik bisa membuat kulit bersisik, dan bila terjadi pada kulit
kepala akan menyebabkan ketombe membandel.
Dermatitis kontak iritan sering terjadi pada pekerja yang sering melakukan
pencucian tangan berulang atau paparan berulang pada kulit berupa air, bahan
makanan, dan berbagai zat yang dapat mengakibatkan iritasi ataupun alergik. Faktor
penyebab dari dermatitis tersebut diantaranya adalah faktor lingkungan, faktor individu

1
dan karakteristik agen. Kebersihan perorangan yang buruk dapat menimbulkan infeksi
jamur, bakteri dan virus serta gangguan kulit lainnya. Lingkungan kerja yang kotor dan
lembab juga dapat memicu terjadinya perkembangan penyakit kulit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Faktor-faktor perilaku apa yang berpengaruh terhadap ketepatan penggunaan obat
secara topikal pada penderita dermatitis?

1.3 Tujuan
1. Memberikan informasi tentang penyakit dermatitis dan penyebab penyakit
dermatitis serta penggunaan obat dermatitis topikal yang tepat terhadap penderita
dermatitis di Puskesmas Lapai Kota Padang.

2
BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Dermatitis
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di daerah
lahan basah yang diakibatkan oleh pemanfaatan air yang kurang bersih dan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) yang masih rendah. Penyakit kulit dapat digolongkan
ke dalam penyakit ringan yang dapat diatasi dengan swamedikasi. Dermatitis adalah
salah satu penyakit kulit yang menyebabkan peradangan pada lapisan kulit (epidermis
dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen,
menyebabkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,
vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. (Chusniah, 2017)

(Gambar 2.1 Dermatitis)


2.1.1 Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis (peradangan kulit ) yang disertai
adanya spongiosis edema interseluler pada epidermis karena berinteraksi dengan
bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan kepada kulit. Dermatitis
kontakterbagi menjadi dua yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik.
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit non-imunologik
yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa di dahului proses pengenalan/sensitisasi.
Dermatitis kontak adalah peradangan kulit yang ditandai dengan ruam
kulit yang gatal kemerahan, yang timbul akibat iritasi setelah kontak langsung dengan
zat tertentu, atau akibat reaksi alergi terhadap zat tertentu. Dikenal dua macam jenis

3
dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik, keduanya
dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal
langsung dari bahan iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada
sel- sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi
yang cukup. Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan
dapat mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and Safety
Commision, 2006).
a. Epidemiologi
Jumlah orang yang mengalami dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup
banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (dermatits akibat kerja), namun
angka kejadian dermatitis secara cepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain
karena banyak pasien dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak
mengeluh.
b. Etiologi
Dermatitis kontak iritan terjadi karena kulit berkontak dengan bahan iritan,
bahan iritan adalah bahan yang pada kebanyakan orangmengakibatkan kerusakan sel
bila dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.1,2
Faktor yang mempengaruhi penyebab dermatitis kontak yaitu : lama kontak, kekerapan
(terus menerus atau berselang), oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeabel,
demikian pula gesekan atau trauma fisik.
c. Patogenesis
Dermatitis kontak iritan terjadi karena kulit berkontak dengan bahan iritan.
Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin tanduk dan mengubah daya
ikat kulit terhadap air, sehingga mengakibatkan menurunnya kemampuan kulit untuk
menahan air. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid
membrane) keratinosit, namun sebagiandapat menembus membran sel dan merusak
lisosom, mitokondria atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan
fosfolipase dan melepaskan arakidonat, diasilgliserida, platelet activating factor, dan
inositida, asam arakidonat yang diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien.

4
Prostaglandin dan leukotrien menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi mengeluarkan komplemen
dan kinin. Prostaglandin dan leukotrien juga bertindak sebagai kemoaktraktan kuat
untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast untuk melepaskan histamin,
leukotrien dan prostaglandin lain dan platelet activating factor, sehingga terjadi
perubahan vaskuler (Muchid dkk,2008)
2.1.2 Dermatitis Kontak Alergik
Dermatitis kontak alergi (DKA) merupakan penyakit kulit yang disebabkan
oleh agen eksternal yang bertindak sebagai antigen atau alergen tertentu, dan
menghasilkan reaksi imunologi tipe IV yang merupakan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat. Reaksi ini cenderung 10 melibatkan kulit di sekitar paparan berada dan bahkan
dapat menyebar didaerah lain pada permukaan kulit.
A. Etiologi
Penyebab munculnya Dermatitis Kontak Iritan adalah bahan yang bersifat
iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu,
bahan abrasif, enxim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik dengan berat molekul
rendah atau bahan kimia higroskopis (Djuanda, 2003).
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika
terpapar pada kulit dengan konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien, dan
dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang
berbeda terhadap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Efek dari
iritan merupakan concetrationdependent, sehingga hanya mengenai tempat primer
kontak (Beltrani et al, 2006).
Faktor lingkungan juga berpengaruh pada munculnya dermatitis iritan,
misalnya perbedaan ketebalan di kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas; usia (usia < 8 tahun akan mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan
daripada kulit putih); jenis kelamin (wanita risiko dermatitis lebih tinggi); serta
penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (Beltrani et al, 2006).
Sistem imun juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada orang-orang
yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang diderita,

5
penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih mudah untuk
mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2015).
B. Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan
(toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel
dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Streit, 2004).
Ada dua jenis bahan iritan, yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan
menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri (Kamphf, 2007).
Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak
berulang−ulang, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi
yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah
kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara,
tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut
(Graham, 2005).
Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan
dapat berkembang menjadi vesikel atau papul dan mengeluarkan cairan bila terkelupas,
gatal, perih, dan rasa terbakar terjadi pada bintik merah−merah itu. Reaksi inflamasi
bermacam−macam mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan luka dan area
nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapat terjadi bila iritan
dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit tersebut akan
mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan terjadi hiper atau
hipopigmentasi dan penebalan (Verayati, 2011).

6
C. Gejala Klinis
Pasien mengeluh gatal Kelainan kulit bergantung pada tingkat keparahan dan
lokasi dermatitisnya.

1. Tangan
Merupakan anggota tubuh yang paling sering digunakan dalam kegiatan sehari-
hari sehingga sepertiga atau lebih penyakit kulit akibat kerja mengenai tangan.
Penyebab terjadinya dermatitis di tangan ialah bahan-bahan kimia misalnya deterjen,
antiseptik, getah sayuran, semen dan pestisida.
2. Lengan
Pada umumnya alergen yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis pada
daerah lengan sama dengan pada tangan, misalnya jam tangan yang terbuat dari nikel,
sarung tangan karet, debu semen dan tanaman.
3. Wajah
Dermatitis pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, spons yang
terbuat dari karet, obat topikal, alergen di udara, nikel pada tangkai kacamata, semua
alergen yang kontak dengan tangan yang dapat mengenai wajah, kelopak mata dan
leher pada waktu menyeka keringat. Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan
oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan, dermatitis di sekitar kelopak mata dapat
disebabkan oleh cat rambut, cat kuku, eye shadow, maskara, obat mata baik berupa
tetes maupun salep.
4. Telinga
Penyebab dermatitis pada daerah telinga biasanya disebabkan oleh anting atau
jepit telinga yang terbuat dari nikel. Penyebab lain yang mungkin dapat menyebabkan
dermatitis misalnya obat topikal, tangkai kacamata, cat rambut dan gagang telepon.
5. Badan.
Dermatitis di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna, kancing logam,
karet, plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.

7
6. Paha dan tungkai bawah
Dermatitis dilokasi ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci yang
terbuat dari nikel, kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu dan sandal. Pada kaki
dapat disebabkan oleh deterjen dan bahan pembersih lantai.

2.1.3 Dermatitis Kontak Iritan


Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah suatu proses inflamasi lokal pada kulit
jika berkontak dengan zat yang bersifat iritan. Secara umum, terdapat dua macam DKI
yang bergantung dari jenis bahan iritannya, yaitu DKI akut dan akumulatif. Pada DKI
akut, kerusakan kulit oleh bahan iritan terjadi hanya dalam satu kali pajanan. Zat yang
menyebabkan DKI akut adalah zat yang cukup iritan untuk menyebabkan kerusakan
kulit bahkan dalam satu pajanan. Mencakup di dalamnya adalah asam pekat, basa
pekat, cairan pelarut kuat, zat oksidator dan reduktor kuat. Sedangkan pada DKI
kumulatif (DKIK) kerusakan terjadi setelah beberapa kali pajanan pada lokasi kulit
yang sama, yaitu terhadap zat-zat iritan lemah seperti : air, deterjen, zat pelarut lemah,
minyak dan pelumas. Zat-zat ini tidak cukup toksik untuk menimbulkan kerusakan
kulit pada satu kali pajanan, melainkan secara perlahan-lahan hingga pada suatu saat
kerusakannya, mampu menimbulkan inflamasi. Penyebab DKI kumulatif biasanya
bersifat multifaktorial.

2.2 Kerangka Konsep

-Usia

Dermatitis Kontak -Jenis Kelamin


-Lokasi Lesi
-Pekerjaan
-Tanda dan Gejala

8
2.3 Pencegahan
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dermatitis kontak, antara lain:

 Menghindari paparan zat yang menjadi penyebab iritasi atau alergi di kulit.
 Berhenti menggunakan produk yang mengandung zat pemicu iritasi atau alergi.
 Menggunakan pelembab kulit.
 Mengompres area dermatitis kontak dengan kompres dingin.
 Menghindari garukan pada area kulit yang mengalami dermatitis kontak.
 Melindungi tangan dengan menggunakan sarung tangan jika diperlukan.
 Mengkonsumsi obat-obatan kortikosteroid, baik dalam bentuk salep maupun
tablet.
 Terapi imunosupresan, yaitu pemberian obat-obatan yang menekan sistem
kekebalan tubuh, untuk mengurangi peradangan.
 Oleskan krim atau gel pelindung kulit. Produk-produk ini dapat melindungi
kulit sensitif.
 Gunakan pelembab. Mengoleskan losion atau pelembab secara teratur dapat
membantu memulihkan lapisan terluar kulit dan menjaga kulit tetap halus.
 Waspada saat di sekitar hewan peliharaan. Alergen dari tanaman, dapat
menempel pada hewan peliharaan dan kemudian menyebar ke manusia.

9
BAB III

TINJAUAN KHUSUS
3.1 Terapi Farmakologi
Ada beragam obat dermatitis yang dapat meredakan gejala serta mencegah
terjadinya komplikasi. Meski demikian, penggunaan obat dermatisis tidak boleh
sembarangan dan harus disesuaikan dengan kondisi serta gejala yang terjadi.
Dermatitis adalah peradangan kulit yang menyebabkan kulit menjadi beruam, gatal,
terkelupas, bersisik, hingga bengkak. Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan
dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan
alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul.

Dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau
vesikel, serta eksudatif (madidans), kelainan kulit dikompres beberapa kali sehari
selama 15- 20 menit, Pada beberapa kasus yang lebih berat, diperlukan kortikosteroid
topical dari potensi sedang hingga potensi tinggi, Pada keadaan subakut, penggunaan
krim kortikosteroid potensi sedang hingga potensi tinggi merupakan pilihan utama.
Sedang kompres terbuka tidak diindikasikan.

3.2 Pemberian Informasi Obat (PIO)

Pemberian informasi dilakukan secara langsung kepada pasien dalam bentuk


konseling. Informasi langsung adalah informasi yang diberikan secara langsung, secara
lisan dan bertatap muka kepada pasien maupun keluarga pasien terkait pengobatan
yang didapatkan. Konseling dilakukan oleh apoteker kepada pasien ketika penyerahan
obat dengan tatap muka di meja penyerahan obat. Informasi yang diberikan berupa
nama obat, indikasi, aturan pakai (dosis), efek samping yang mungkin muncul dan cara
mengatasinya, cara penyimpanan obat, serta terapi non farmakologi. Pada kasus ini
sebelum diberikan informasi, dilakukan penggalian informasi dari pasien melalui
assessment karena ketika penerimaan resep penulis tidak bertemu langsung dengan
pasien sehingga tidak dapat dilakukan assessment secara langsung sebelumnya.

10
Berdasarkan teori, salah satu metode untuk melakukan assessment adalah melalui
pertanyaan 3 Prime Question dan WWHAM.

3 Prime Question sebagai berikut:

1. Bagaimana penjelasan dokter tentang penyakit anda?

2. Bagaimana penjelasan dokter tentang obat anda?

3. Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah memakai obat anda?

Sedangkan untuk WWHAM meliputi pertanyaan sebagai berikut:

W (Who) : Siapa pasiennya?

W (What) : Apa keluhannya?

H (How long) : Sudah berapa lama keluhan tersebut muncul?

A (Action) : Tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut?

M (Medication) : Obat apa saja yang sudah dan sedang dikonsumsi?

Assessment yang dilakukan pada kasus ini yaitu melalui beberapa pertanyaan berikut:

a. Apa yang dokter jelaskan tentang penyakitnya pasien?

b. Apa yang dokter jelaskan tentang obatnya?

c. Apa keluhan yang dialami?

d. Sudah berapa lama gejala muncul?

e. Apakah ada alergi terhadap obat tertentu?

Berdasarkan hasil assessment ini maka dapat direncanakan pemberian


informasi yang sekiranya diperlukan oleh pasien. Berikut merupakan informasi yang
diberikan untuk pasien, Misalnya salep Hydrocortisone.

11
3.3 Salep Kortikosteroid

Salep kortikosteroid kerap digunakan untuk mengobati sebagian besar masalah


kulit, seperti pembengkakan, kemerahan, dan gatal, terutama pada area lipatan tubuh.
Kortikosteroid bekerja dengan cara mengaktifkan zat alami di kulit yang berperan
dalam mengurangi peradangan dan menekan respons imun. Salep kortikosteroid
digunakan untuk mengurangi peradangan dan iritasi pada kulit. Topikal kortikosteroid
adalah ortikosteroid adalah kelompok obat yang mengandung hormon steroid
sintesis. Obat ini dapat menghambat produksi zat yang menimbulkan peradangan
dalam tubuh, serta bisa bekerja sebagai imunosupresan dalam menurunkan aktivits dan
kerja sistem imun. Salep dapat disimpan diruangan sejuk atau suhu ruang, terhindar
dari cahaya matahari langsung dan jauhkan dari jaungkauan anak anak. Stop
pemakaian bila timbul reaksi alergi obat dan segeralah ke dokter untuk memeriksakan
diri. Untuk meningkatkan efektivitas terapi, hal terenting yang harus dilakukan adalah
menghindari bersentuhan atau kontak langsung dengan zat penyebab dermatitis misal
nya seperti deterjen, bahan kimia, jaga kebersihan kulit terutama badan, hindari
gesekan kulit, rutin menggunakan obat sesuai saran yang diberikan oleh dokter dan
apoteker.

Berdasarkan tingkat kekuatannya dalam meredakan masalah kulit, salep ini


dikelompokkan dalam empat jenis. Kategori nya ialah:

3.3.1 Hydrocortisone Salep (Potensi Rendah)


Salep kortikosteroid yang memiliki potensi rendah bisa ditemukan di apotek
dan dibeli bebas tanpa resep dokter. Contoh kelompok salep golongan rendah ini
adalah alclometasone dipropionate, desonide, dan hydrocortisone.
hydrocortisone Adalah obat yang digunakan untuk meredakan peradangan,
mengurangi reaksi sistem kekebalan tubuh yang berlebihan, dan mengatasi kekurangan
hormon kortisol. Hydrocortisone merupakan obat golongan kortikosteroid. Obat ini
bekerja dengan menurunkan respons sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan
peradangan berlebih. Hydrocortisone 0,1–2,5% dalam sediaan krim, salep, atau losion

12
 Dewasa: Dioleskan 1–2 kali sehari.

 hydrocortisone salep, krim, atau lotion, oleskan obat secukupnya sampai merata
dengan kulit. Jangan lupa untuk selalu mencuci tangan dengan air dan sabun
sebelum dan sesudah menggunakan obat ini.
 Hindari menutup area yang sudah diolesi hydrocortisone dengan kain, plester,
atau kain kasa, kecuali atas saran dari dokter.

3.3.2 Betamethasone Salep (Potensi Sedang)


Obat-obatan yang termasuk dalam kortikosteroid potensi sedang hanya bisa
didapatkan dengan resep dokter. Ada pun obat atau salep kortikosteroid yang memiliki
potensi sedang adalah betamethasone valerate, clocortolone pivalate, fluocinolone
acetonide, flurandrenolide, hydrocortisone butyrate, dan mometasone.

Betametasone topikal merupakan obat kortikosteroid yang bekerja dengan cara


mengaktifkan zat alami di tubuh untuk meredakan peradangan dan gejala yang
menyertainya, termasuk bengkak, kemerahan, atau rasa gatal pada kulit. Dosis
pemakaian betametason topikal tergantung pada lokasi dan area kulit yang mengalami
peradangan. Untuk mengobati eksim dan dermatitis yang tidak disebabkan oleh infeksi
kulit, oleskan betametason topikal 0,1% secukupnya ke area kulit yang bermasalah, 1–
3 kali sehari selama 4 minggu atau hingga gejala yang mereda.

3.3.3 Desoximetason Salep (Potensi Tinggi)


Salep kortikosteroid yang termasuk dalam kelompok potensi tinggi ini hanya
bisa dibeli dengan resep dokter. Ada beragam jenis kortikosteroid yang memiliki
potensi tinggi, yaitu amcinonide, desoximetasone, halcinonide, dan triamcinolone
acetonide.

3.3.4 Clobetasol propionate Salep (Potensi Sangat Tinggi)


Obat-obatan yang termasuk dalam golongan kortikosteroid potensi sangat tinggi ini di
antaranya adalah betamethasone dipropionate, clobetasol propionate, diflorasone
diacetate, fluocinonide, dan halobetasol propionate.

13
3.3.4.1 Penggunaan Salep Kortikosteroid yang Tepat

Salep kortikosteroid biasanya hanya perlu dioleskan sebanyak 1–2 kali sehari
selama 1–2 minggu. Gunakan salep hanya seujung jari tangan dan oleskan secara
merata ke atas permukaan kulit yang bermasalah hingga terserap seluruhnya.

Selalu gunakan salep kortikosteroid sesuai dengan petunjuk yang tertera di


kemasan atau mengikuti saran dokter, guna mengurangi risiko terjadinya efek samping.
Pastikan pula untuk tidak menggunakan salep ini melebihi waktu yang disarankan oleh
dokter, apalagi untuk jangka panjang. Ibu hamil atau menyusui sebaiknya berkonsultasi
dengan dokter atau apoteker terlebih dahulu sebelum menggunakan obat ini guna
memastikan keamanannya.

3.4 Antihistamin
Antihistamin adalah obat yang bekerja sebagai antagonis reseptor histamin
yang ada, seperti reseptor histamin H1, H2, H3. Antagonis Reseptor H1 (AH1)
menghambat efek histamin di pembuluh darah, bronkus dan otot polos, selain itu AH1
juga dapat mengobati reaksi hipersensitivitas (Gan, 2007).

3.4.1 Klorfeniramin maleat (CTM)


Klorfeniramin maleat (CTM) merupakan golongan AH 1 yang sering
digunakan sebagai antialergi seperti urtikaria. Jika diberikan secara peroral, CTM
memiliki bioavailabilitas yang rendah antara 25 - 50 % dikarenakan mengalami first
pass metabolism. Efek samping dari CTM juga kurang disukai yaitu dapat
menyebabkan kantuk, karena CTM merupakan AH1 sedatif (Sean, 2009).
Chlorpheniramine umumnya digunakan untuk mengatasi reaksi alergi, seperti pilek,
mata berair, gatal-gatal, bersin, yang terjadi pada keadaan rhinitis alergi,
urtikaria, influenza, common cold, konjungtivitis alergi. Walau demikian, penggunaan
antihistamin generasi 1 seperti chlorpheniramine akan menyebabkan efek sedasi
sehingga lebih disarankan untuk menggunakan antihistamin generasi kedua seperti
cetirizine atau loratadine.

14
Anti histamin pada sediaan ini berguna untuk kondisi batuk yang disebabkan
oleh alergi atau pilek sediaan ini juga merangsang reseptor opioid, sehingga
memperkuat efek penekanan batuk, analgesik dan efek lainnya jika diberikan dalam
dosis tertentu. Klorfenamin adalah antihistamin yang ampuh. Klorfenamin terutama
bekerja sebagai inverse agonist dari H1 reseptor histamin . Obat ini juga disebutkan
mempunyai aktivitas anti kolinergis melalui efek antagonis dari reseptor asetilkolin
muskarinis. Senyawa dextrorotatorystereoisomer, yaitu deksklorfenamin, dilaporkan
memiliki nilai Kd sebesar 15 nM untuk reseptor H1 dan 1,300 nM untuk reseptor
asetilkolion muskarinis pada jaringan otak manusia. Selain merupakan
sebuah antagonis reseptor histamin H1, klorfenamin juga ditemukan mempunyai
efek serotonin reuptake inhibitor yang ampuh (Gray, 2015).

Anti histamin lainnya yang serupa, yaitu brompheniramine, merupakan kunci


dalam penemuan senyawa selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) zimelidine.
Pada sejumlah kecil bukti klinis, klorfenamin menunjukkan kemampuan yang setara
dengan beberapa obat anti depresi untuk menghambat proses reuptake serotonin dan
bisa berguna untuk terapi depresi dan gangguan kecemasan (Gray, 2015).

3.4.2 Cetirizine
Cetirizine merupakan obat golongan antihistamin yang digunakan untuk
mengurangi alergi seperti gatal-gatal pada tubuh, Obat ini bekerja dengan cara
memblokir histamin, yaitu senyawa yang meningkat jumlahnya dan menimbulkan
gejala alergi saat tubuh terpapar alergen (zat pemicu alergi). Cetirizine bekerja
dengan menghalangi zat alami tertentu (histamin) yang dibuat tubuh selama reaksi
alergi. Cetirizine bekerja melawan produksi histamin, sehingga termasuk dalam kelas
obat yang disebut antihistamin. Cetirizine merupakan antihistamin selektif reseptor H1
dengan efek sedative yang rendah pada dosis aktif farmakologi dan mempunyai sifat
tambahan sebagai anti alergi. Cetirizine menghambat pelepasan histamin pada fase
awal dan mengurangi migrasi sel inflamasi. Indikasi utama Cetirizine adalah alergi.
Karena gejala gatal dan kemerahan biasanya disebabkan oleh reaksi histamin pada
reseptior H1, gejala akan hilang jika reseptor tersebut dihambat.

15
Cetirizine bekerja sebagai antagonis selektif dari H1 reseptor histamin,
Cetirizine mempunyai selectivity 600 kali lipat atau lebih untuk reseptor H1 jika
dibandingkan dengan lokasi lain. Obat ini mempunyai selektivitas untuk reseptor
H1 20.000 kali atau lebih jika dbandingkan dengan lima macam reseptor muscarinic
acetylcholine, karenanya obat ini tidak mempunyai efek antikolinergis. Obat ini
menunjukan sifat inhibisi ringan pada kanal hERG (IC50 > 30 μM) dan tidak
menunjukkan efek kardiotoksisitas sampai dengan dosis 60 mg/hari, yaitu enam kali
dosis yang direkomendasikan dan dosis cetirizine tertinggi yang pernah dipelajari
penggunaannya pada subjek yang sehat

Cetirizine hanya sedikit melintasi darah otak, dan karenanya, hanya


memberikan efek sedasi minimal jika dibandingkan dengan banyak macam
antihistamin. Suatu studi positron emission tomography (PET) menemukan bahwa
reseptor H1 di otak ditempati sebanyak 12.6% untuk 10 mg cetirizine, 25.2% untuk
20 mg cetirizine, dan 67.6% untuk 30 mg hydroxyzine. (Cetirizine dosis 10 mg
memberikan efek antihistamin perifer yang setara dengan hydroxyzine 30 mg .) Studi
antihistamin menggunakan PET menunjukkan bahwa ikatan lebih dari 50% pada
reseptor H1 di otak memberikan efek mengantuk dan penurunan kognitif yang lebih
besar, sedangkan ikatan kurang dari 20% pada reseptor H1 di otak dianggap tidak
menimbulkan efek sedasi. Ikatan 30 mg hydroxyzine pada reseptor H1 mempunyai
korelasi dengan mengantuk, sedangkan ikatan cetirizine 10 atau 20 mg tidak
mempunyai korelasi. Karenanya, daya tembus otak dan daya ikat cetirizine kepada
reseptor H1 bersifat dose-dependent, yang ditunjukkan dengan cetirizine dosis 5 sampai
10 mg tidak memberikan atau hanya memberikan efek sedasi ringan, sedangkan dosis
sebesar 20 mg diketahui menyebabkan kondisi mengantuk yang signifikan

Cetirizine tidak mengalami proses metabolisme yang besar. Cetirizine


diketahui tidak dimetabolisme oleh cytochrome P450 . Karenanya, cetirizine tidak
mempunyai interaksi yang signifikan dengan obat yang
bersifat inhibit atau induce terhadap cytochrome P450 enzymes
seperti theophylline, erythromycin, clarithromycin, cimetidine, atau alcohol. Meski

16
cetirizine tidak mengalami proses metabolisme yang besar oleh cytochrome P450,
cetirizine tetap mengalami proses metabolisme dengan cara lain, antara
lain oxidation dan conjugation. Pemeriksaan cetirizine yang belum termetabolisme
menggunakan Plasma radioactivity menunjukkan nilai sebesar lebih dari 90% pada
2 jam, 80% pada10 jam, dan 70% pada 24 jam, hasil ini menunjukkan metabolisme
yang lambat dan terbatas (Cheen,2008)

Cetirizine tereliminated sekitar 70 sampai 85% di urin dan 10 sampai 13%


di feces. Sekitar 50 atau 60% cetirizine yang dieliminasi di urine dalam bentuk tidak
berubah. Cetirizine dieliminasi di urine melalui mekanisme active transport.
Nilai elimination half-life cetirizine berkisar dari from 6.5 sampai 10 jam pada dewasa
sehat, dengan rerata pada beberapa studi sebesar 8.3 jam. Cetirizine
mempunyai duration of action sekitar 24 jam. Waktu paruh eliminasi cetirizine
meningkat pada lansia (sampai dengan 12 jam), pada gangguan liver (sampai dengan
14 jam), dan pada gangguan ginjal (sampai dengan 20 jam). Cetirizine dipasarkan
dengan merek dagang antara lain Alatrol, Alerid, Alzene, Cetirin, Cetzine, Cezin,
Cetgel, Cirrus, Histazine, Humex, Incidal, Lerzin (BNF, 2018).

3.4.2.1 Penggunaan Obat Antihistamin yang tepat

Penggunaan obat antihistamin sesuai dengan resep dokter dan petunjuk pada
kemasan obat. Jangan mengurangi atau menambah dosis yang dikonsumsi tanpa
petunjuk dokter. Cetirizine atau CTM bisa dikonsumsi bersama atau tanpa makanan.
Tablet, kaplet, atau kapsul perlu ditelan secara utuh bersama segelas air. Jangan
mengunyah atau menghancurkan obat. Jika lupa mengonsumsi cetirizine, segera
konsumsi begitu teringat. Namun, bila jeda waktu dengan dosis selanjutnya sudah
dekat, abaikan dosis tersebut dan jangan menggandakan dosis selanjutnya. Simpan
cetirizine di tempat kering dan sejuk yang terhindar dari sinar matahari langsung.
Jauhkan obat ini dari jangkauan anak-anak.

17
3.5 Oral kortikosteroid
3.5.1 Dexamethasone
Dexamethasone merupakan golongan obat kortikosteroid yang berkerja dengan
cara menurunkan peradangan dan menurunkan sistem kekebalan tubuh. Sama seperti
steroid yang dihasilkan oleh tubuh secara alami. roses inflamasi.2 Kortikostreoid
merupakan anti-inflamasi yang bekerja dengan mekanisme menghambat enzim
fosfolipase A2 sehingga akan mencegah pelepasan asam arakidonat yang memproduksi
enzim cyclooxygenase (COX). Enzim COX inilah yang bertanggung jawab atas
pembentukan prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi dan nyeri.2
Deksametason merupakan kortikosteroid dari golongan glukokortikoid yang
mempunyai efek anti-inflamasi yang adekuat. Pemberian deksametason akan menekan
pembentukan bradikinin dan juga pelepasan neuropeptida dari ujung-ujung saraf, hal
tersebut dapat menimbulkan rangsangan nyeri pada jaringan yang mengalami proses
inflamasi. Penekanan produksi prostaglandin oleh deksametason akan menghasilkan
efek analgesia melalui penghambatan sintesis enzim cyclooksigenase di jaringan
perifer tubuh. Deksametason juga menekan mediator inflamasi seperti tumor necrosis
factor-α (TNF-α), interleukin 1-β (IL-1 β), dan interleukin-6 (IL-6). Berbagai merek
dagang yg dikenal selain merek generik ini adalah Cortidex, Dexamethasone, Dextaco,
Dextamine, Etadexta, Licodexon, Lorson, Omedeson, Pycameth, Trodex.

3.5.1.1 Penggunaan Obat Oral Kortikosteroid

Dexamethasone 0.5 MG tablet adalah obat generik yang mengandung


Dexamethasone 0.5 mg. Dexamethasone adalah obat anti inflamasi golongan
glukokortikoid yang berperan dalam mengurangi atau menekan proses peradangan dan
alergi yang terjadi pada tubuh. Dalam penggunaan obat ini harus sesuai dengan resep
dokter. Penggunaan obat ini dapat dikonsumsi setelah makan. Dosis awal bervariasi
tergantung berat ringannya penyakit. Dewasa: 0.5-9 mg/ hari dalam dosis terbagi.
Anak: Dosis awal 0.02-0.3 mg/kg setiap hari dalam 3-4 dosis terbagi. Dosis tergantung
pada tingkat berat ringannya penyakit dan respon pasien.

18
3.6 Terapi Non Farmakologi
Cara terbaik untuk mencegah dermatitis kontak adalah dengan menghindari
bersentuhan atau kontak langsung dengan zat penyebab alergi dan iritasi. Jika tidak
bisa menghindarinya, ada beberapa cara untuk mengurangi risiko terkena dermatitis
kontak, yaitu:

1. Rajin membersihkan kulit.

2. Kenakan pakaian pelindung atau sarung tangan, untuk mengurangi kontak


langsung antara kulit dengan zat penyebab alergi dan iritasi.

3. Ganti produk perawatan tubuh. Apabila produk perawatan tubuh yang


digunakan menyebabkan alergi atau iritasi.

4. Jagalah hewan peliharaan. Beberapa hewan peliharaan bisa menyebarkan zat


penyebab alergi dari tumbuhan dengan mudah.

5. Gunakan pelembap.

6. Mengubah program diet. Dermatitis kontak bisa muncul karena alergi terhadap
zat nikel yang terdapat dalam beberapa jenis makanan

7. Rawatlah kulit dengan cara banyak meminum air putih, mengonsumsi


buahbuahan, olahraga teratur, dan tidur yang cukup.

19
BAB III

PEMBAHASAN

Telah diketahui pada tanggal 16 januari 2023 di Puskesmas Lapai Kota Padang,
Seorang Pasien 34 Tahun Inisial Ny. R diduga mengalami Dermatitis Kontak, dan
pasien menerima resep dari dokter Salep Hydrocortisone 2,5% dan Cetirizine Hcl 10
mg.
PUSKESMAS LAPAI
KOTA PADANG

Apoteker : Defri Yanto, S.Farm, Apt.

Nama Ny. R
Umur 34 th
Berat Badan 52 kg
Tanggal 16 Januari 2023
Dokter -
Resep -Hydrocortison 2,5%
-Cetirizine
Keluhan -Ruam pada kulit bagian kaki
-Ada terasa gatal
Pemberian Informasi Obat  Obat yang diresepkan dokter adalah Hydrocortisone 2,5%
dan Cetirizine Hcl 10 mg. Obat Salep Kortikosteroid da
Antihistamin ini dapat membantu meringankan keluhan
gatal dan ruam pada pasien.
 Penggunaan salep Hydrocortisone 2,5% yang pertama
dengan mencuci tangan terlebih dahulu, pastikan keadaan
ruam pada kulit pasien tidak dalam keadaan kotor,
(sebaiknya setelah mandi) dan dalam keadaan tidak ada air
pada kulit, lalu oleskan obat secara tipis dan merata pada

20
bagian yang sakit, digunakan 3 x sehari. Dan hindari kulit
yang ruam dari kotoran seperti debu.
 Obat Oral seperti Cetirizine Hcl 10 mg adalah obat
Antihistamin untuk meredakan rasa gatal yang dialami
pasien, Obat ini dikonsumsi 1 x sehari 1 tab dan 15 menit
setelah makan. Ada efek seperti mengantuk jika
mengkonsumsi obat ini, maka hindari menyetir dalam
jangka jauh
 Untuk meningkatkan Efektivitas Terapi, hindarilah zat
atau penyebab dermatitis terjadi. Seperti Deterjen dan lain
nya. Hal yg dapat dilakukan:

 Rajin membersihkan kulit.

 Kenakan pakaian pelindung atau sarung tangan,


untuk mengurangi kontak langsung antara kulit
dengan zat penyebab alergi dan iritasi.

 Ganti produk perawatan tubuh. Apabila produk


perawatan tubuh yang digunakan menyebabkan
alergi atau iritasi.

 Jagalah hewan peliharaan. Beberapa hewan


peliharaan bisa menyebarkan zat penyebab alergi
dari tumbuhan dengan mudah.

 Gunakan pelembap.

 Mengubah program diet. Dermatitis kontak bisa


muncul karena alergi terhadap zat nikel yang
terdapat dalam beberapa jenis makanan

21
 Rawatlah kulit dengan cara banyak meminum air
putih, mengonsumsi buahbuahan, olahraga teratur,
dan tidur yang cukup.

Analisa kasus
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang disertai
dengan pengelupasan kulit. Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis
sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel,
skuama, dan keluhan gatal). Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan
timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat
menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak
berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun
demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan
gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun
yang terdapat pada berbeda. Penyakit dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis

22
dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen maupun faktor endogen
yang menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dimana sifatnya
cenderung residif dan menjadi kronis. Faktor eksogen yang menyebabkan dermatitis
disebut dermatitis kontak.
PIO (Pemberian Informasi Obat)
Pada kasus pengobatan Pasien di dari resep yang diterima oleh Apotek
puskesmas lapai kota padang, pengobatan dermatitis ini banyak diberikan
Kortikosteroid oral maupun salep seperti Dexamethasone, hydrocortison, dan obat
Antihistamin Cetirizine, Klorfeniramin maleat. Rata-rata resep yang didapatkan dari
pasien yang memiliki keluhan pada kaki seperti ruam dan gatal sehingga menganggu
aktifitas pasien.

Kortikosteroid topikal adalah yang paling banyak digunakan sebagai anti


inflamasi. Penggunaan steroid topikal yang teratur itu harus diaplikasikan paling
sedikit dua sampai tiga kali sehari. Jika kulit menjadi kering, gunakan emolien antara
penerapan steroid. Pengobatan ini akan meredakan inflamasi dan menghentikan
pruritis, dengan demikian menghambat lingkaran radang luka gatal. Tingginya potensi
steroid topikal membantu mengurangi koloni S. aureus pada kulit, dengan mengurangi
organismenya setelah 2 minggu perawatan. Perawatan harus dimulai dengan steroid
potensi kuat untuk dengan cepat mengatasi peradangan dan pruritis. Setelah
peradangan akut reda, gunakanlah steroid topikal hanya beberapa hari dalam satu
minggu. Jika terapi pemeliharaan diperlukan, hidrokortison 1% - 2,5%. Pada anak dan
dewasa dipakai steroid potensi menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada muka
diberikan steroid yang berpotensi lebih rendah.

Terdapat efek jangka panjang penggunaan salep kulit atrofi dan penipisan kulit,
menyebabkan kulit tampak lebih tipis dan berkeriput, serta lebih mudah terluka dan
berdarah. munculnya stretch mark, memar, perubahan warna, serta penampakan
pembuluh darah di bawah kulit (telangiektasis). Salep kortikosteroid biasanya hanya
perlu dioleskan sebanyak 1–2 kali sehari selama 1–2 minggu. Gunakan salep hanya

23
seujung jari tangan dan oleskan secara merata ke atas permukaan kulit yang bermasalah
hingga terserap seluruhnya.

Selalu gunakan salep kortikosteroid sesuai dengan petunjuk yang tertera di


kemasan atau mengikuti saran dokter, guna mengurangi risiko terjadinya efek samping.
Pastikan pula untuk tidak menggunakan salep ini melebihi waktu yang disarankan oleh
dokter, apalagi untuk jangka panjang. Ibu hamil atau menyusui sebaiknya berkonsultasi
dengan dokter atau apoteker terlebih dahulu sebelum menggunakan obat ini guna
memastikan keamanannya.

Histamin merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kelainan akut dan
kronis, sehingga perlu diteliti lebih lanjut mekanisme antihistamin pada pengobatan
penyakit alergi. Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi
efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin. Antihistamin
adalah salah satu obat yang sering diresepkan pada anak-anak hingga orang tua.
Dengan demikian penerapan terapi dalam pengobatan diperlukan untuk memastikan
penggunaan obat yang tepat untuk mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat
sehingga tujuan efektivitas terapi dapat tercapai.

Pemberian obat antihistamin seperti Cetirizine dan Klorfeniramin maleat


diberikan dengan tujuan membantu meredakan rasa gatal yang dialami pasien dari
dalam tubuh, pemberian obat ini diberikan 1 x sehari 1 tablet setelah makan, dan dapat
dihentikan penggunaan nya ketika sudah merasa gatal berkurang atau hilang. Cetirizine
bekerja dengan menghalangi zat alami tertentu (histamin) yang dibuat tubuh selama
reaksi alergi. Cetirizine bekerja melawan produksi histamin sehingga termasuk dalam
kelas obat yang disebut antihistamin.

Tablet Deksametason adalah obat golongan kortikosteroid yang sering


digunakan oleh pasien untuk mengobati berbagai keluhan penyakit diantaranya alergi
yang parah, asma kronik, masalah kulit, artritis, pembengkakan pada usus, kanker, dan
penyakit autoimun. Tablet deksametason merupakan obat keras yang penggunaannya
harus dalam pengawasan dokter dan diresepkan oleh dokter. Dexamethasone dapat

24
melewati membran sel dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid di sitoplasma.
Kompleks antara dexamethasone dan reseptor glukokortikoid ini dapat berikatan
dengan DNA sehingga terjadi modifikasi transkripsi dan sintesis protein. Akibatnya,
infiltrasi leukosit terhambat, mediator inflamasi menurun, dan edema jaringan
berkurang.

Selain itu, dexamethasone juga menghambat phospholipase A2, menyebabkan


tidak terbentuknya prostaglandin dan leukotrien yang merupakan mediator inflamasi
kuat. Efek dexamethasone lainnya adalah meningkatkan sintesis surfaktan,
memperbaiki mikrosirkulasi pada paru, meningkatkan konsentrasi vitamin A dalam
serum, dan menghambat mitosis. Pada pemberian oral, dexamethasone mencapai
puncak konsentrasi dalam 1–2 jam. Durasi kerja dexamethasone sekitar 72 jam.
Dexamethasone dimetabolisme di hati, dan ekskresinya mayoritas melalui urin

Care Plan dilakukan oleh apoteker untuk menjamin penggunaan obat pasien
tercapai tujuan terapi yang telah ditentukan. Terapi yang telah didapatkan diharapkan
dapat menimbulkan efek yang baik dan aman bagi pasien. Tujuan dari care plan adalah
untuk membantu mengendalikan kondisi medis pasien berdasarkan ilmu farmakoterapi
dan segala hal yang diperlukan untuk mencapai outcome yang diharapkan. Langkah
terpenting yang dilakukan dalam care plan oleh apoteker adalah menganalisis tujuan
terapi dan menganalisis DRP (Drug Related Problem) pada pengobatan pasien dapat
berupa indikasi yang tidak ditangani, pemilihan obat yang kurang tepat, penggunaan
obat tanpa indikasi, dosis terlalu kecil, dosis terlalu besar, efek samping, interaksi obat
dan ketidak patuhan pasien.
Pelaksanaan Care Plan dilakukan monitoring dan review untik memastikan
keberhasilan target terapi. Monitoring dan review adalah bagian dari pharmaceutical
care untuk mencapai tujuan akhir dalam meningkatkan pengobatan pasien. Tujuan
keseluruhan pengobatan dermatitis kontak iritan adalah pencegahan kontak kulit
dengan bahan-bahan penyebab iritasi dan mengatasi manifestasi klinik yang dialami
pasien. Monitoring dapat dilakukan dengan Home Pharmacy Care atau Telepharmacy

25
Care. Salah satu bentuk monitoring yang bisa dilakukan oleh apoteker adalah dengan
melakukan percakapan melalui telepon dengan pasien untuk menanyakan kondisi
pasien.

26
BAB IV

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dermatitis merupakan efek sitotoksik pada kulit berupa reaksi peradangan non
imunologik melalui jalur eksogen ataupun endogen yang berkontak langsung dengan
tubuh (Wolff, 2008). Tujuan terapi pada pasien dermatitis adalah pencegahan kontak
kulit dengan bahan-bahan penyebab iritasi dan mengatasi manifestasi klinik yang
dialami pasien . Pengobatan dapat diberikan dengan obat kortikosteroid oral dan
topical, Serta obat Antihistamin untuk membantu meredakan rasa gatal. Pemberian
obat dapat diberikan Hydrocortisone 2,5%, Cetirizine Hcl 10 mg, atau Dexamethasone
10 mg yang diberikan sesuai dengan resep dokter.

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah adanya PIO (Pemberian Informasi Obat)
menejelaskan bagaimana cara penggunaan obat yang diberikan, dosis, rute pemaian
obat, waktu pemberian obat dan juga pemberian Informasi Non Farmakologi yang
dapat membantu mempercepat penyembuhan pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ardhie AM. 2016. Dermatitis dan Peran Steroid dalam Penanganannya. Dexa Media,

Armando A, Taylor JS, Sood A.2008. Irritant Contact Dermatitis. Edisi ke-7. McGraw
Hill, USA.

Beltrani. 2006. Contact dermatitis A Pratice Parameter. Annals of allergy asthma and
immunology. 97(6):1–38.

British national formulary : BNF 76 (edisi ke-76). Pharmaceutical Press. 2018.


hlm. 279

Chen C (2008). "Physicochemical, pharmacological and pharmacokinetic properties of


the zwitterionic antihistamines cetirizine and levocetirizine". Curr. Med.
Chem. 15 (21): 2173–91.

Chusniah, I., & Muhtadi, A. (2017). Review artikel : Aktivitas jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) sebagai antibakteri, antivirus, antifungal, larvasida dan athelmintik.
Farmaka, 15(2), 9–22.
Djuanda, S., dan Sri A.S. 2003. Dermatitis. Dalam : Djuanda,A. et al., ed 3 Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Graham R, Brown. 2005. Lecture notes dermatology. 18th Ed. EMS. Jakarta.
Muchid Abdul dkk. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit 2008. 4. Purwanto
Setiyo.

Gray, Shelly L.; Anderson, Melissa L.; Dublin, Sascha; Hanlon, Joseph T.; Hubbard,
Rebecca; Walker, Rod; Yu, Onchee; Crane, Paul K.; Larson, Eric B. (January 26,
2015)

Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam:Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2009.


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5.Balai Penerbit FK UI , Jakarta:.
hlm.129-153.

28
Sumantri MA, Febriani HT, Musa ST. 2010.Dermatitis Kontak. Pharma–C.
Yogyakarta.

Verayati D. 2011. Hubungan pemakaian alat pelindung diri (APD) dan personal
higiene terhadap kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pemulung ditempat
pembuangan akhir (TPA) Bakung Bandar Lampung [skripsi]. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.

Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL. 2008. Fitzpatrick’s
Dermatology in general medicine. Edisi ke-7. McGrawHill, New York.

29

You might also like