You are on page 1of 29

ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)

- ASD adalah kondisi di mana ada lubang atau kerusakan pada septum atrium, yaitu septum
yang memisahkan atrium kiri dan atrium kanan jantung. Dedek pada septum tersebut dapat
mengakibatkan hipertensi pulmonal karena tekanan yang tinggi di ruang ventrikel kanan
jantung.
- Akibatnya, darah yang mengandung oksigen dari atrium kiri dapat mengalir melalui lubang
tersebut ke atrium kanan, sehingga mengakibatkan penambahan aliran darah ke paru-paru.
- ASD biasanya tidak menimbulkan gejala pada bayi atau anak-anak. Namun, jika tidak diobati,
kondisi ini dapat menyebabkan masalah serius pada jantung dan paru-paru di kemudian hari.
- ASD seringkali dapat ditemukan selama pemeriksaan rutin atau dengan menggunakan teknik
diagnostik seperti echocardiography.
- Patofisiologi Atrial Septum Defek (ASD), yaitu darah yang mengandung oksigen dari atrium
kiri mengalir ke atrium kanan melalui defek sehingga volume darah di atrium kanan meningkat
dan lebih banyak darah mengalir ke paru. Atrium kiri memiliki tekanan lebih tinggi daripada
atrium kanan, darah mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan sehingga terjadi peningkatan
aliran darah yang teroksigenasi pada sisi kanan jantung. merupakan suatu proses akibat ukuran
dan complain dari atrium tersebut. Tekanan yang dihasilkan dari kondisi ini memiliki
perbedaan tekanan aliran rendah, aliran yang tinggi tetap terjadi karena adanya resistensi
pembuluh darah paru dan besarnya distensibilitas (daya regang) dari atrium kanan sehingga
mampu mengurangi atau menurunkan hambatan pada aliran darah. Aliran darah ini ditoleransi
dengan baik oleh ventrikel kanan karena tekanan yang terjadi pada defek septum atrial lebih
rendah daripada defek septum ventrikuler sehingga kejadian gagal jantung jarang terjadi karena
terdapat pembesaran atrium dan ventrikel kanan. Defek septum atrial yang tidak diperbaiki
akan terjadi perubahan pembuluh darah paru setelah beberapa dekade.

VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)

- VSD adalah kondisi di mana terdapat lubang atau kerusakan pada septum ventrikel, yaitu
septum yang memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan jantung.
- Akibatnya, darah yang mengandung oksigen dari ventrikel kiri dapat mengalir melalui lubang
tersebut ke ventrikel kanan, menyebabkan penambahan aliran darah ke paru-paru.
- VSD biasanya menghasilkan gejala seperti sianosis (kulit berwarna biru) pada bayi dan anak-
anak karena oksigen yang tidak mencukupi dalam darah. Gejala ini disebabkan oleh campuran
darah oksigen dengan darah tidak beroksigen di ventrikel kanan.
- Pada sebagian besar kasus VSD, tindak korektif mungkin diperlukan untuk mengatasi
masalah ini, terutama jika gejala dan komplikasi berkembang.
Pengobatan untuk ASD dan VSD dapat melibatkan berbagai metode, tergantung pada ukuran
dan lokasi cacat, serta sejauh mana kondisi tersebut mempengaruhi fungsi jantung. Beberapa
kasus dapat membaik secara alami seiring pertumbuhan anak, sementara yang lain mungkin
memerlukan prosedur medis atau pembedahan untuk memperbaiki cacat tersebut dan
mengembalikan fungsi jantung yang normal.
-Patofisiologi VSD yaitu maturase paru yang belum sempurna pada bayi baru lahir
menyebabkan tahanan vascular tinggi dan menyebabkan aliran pirau dari kiri ke kanan
terhambat walaupun terdapat lubang cukup besar. Proses maturase pada usia 2-3 bulan terjadi
penurunan tahanan vascular paru dengan cepat sehingga aliran pirau dari kiri ke kanan
bertambah. Lubang septum ventrikuler menyebabkan aliran darah dari pirau kiri ke kanan dan
berat alirannya tergantung pada besarnya lubang yang terdapat pada septum ventrikuler dan
tingginya tahanan vaskular paru sehingga semakin tinggi tahanan vaskular paru semakin besar
aliran pirau dari kiri ke kanan. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menyebabkan resistansi
sirkulasi arteri sistemik lebih tinggi daripada sirkulasi pulmonal sehingga darah mengalir
melalui defek septum ke arteri pulmonalis. Aliran darah pada paru menyebabkan peningkatan
volume darah di paru sehingga terjadi resistensi pembuluh darah paru sehingga berisiko
terjadinya endocarditis dan hipertrofi ventrikel kanan mengakibatkan workload dan
pembesaran atrium kanan

Referensi:
Kusumaningsih, F. S., dkk. 2023. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
KELAINAN KONGENITAL DAN BAYI RISIKO TINGGI. Jambi: PT. Sonpedia Publishing
Indonesia.
Supomo, S. (2020). Effects of Pulmonary Vascular Resistance Index on Oxygen Saturation in
Patients with Atrial Septal Defect. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 31(1), 66-68.
Mavroudis, C., Backer, C. L., & Anderson, R. H. (2023). Ventricular septal defect. Pediatric
cardiac surgery, 317-360.
Farmakologi ASD / VSD
1. Diuretik
Pemberian diuretik, seperti furosemide dan spironolactone, pada pasien dengan VSD diberikan
pada keadaan volume overload dan gagal jantung, yang biasanya ditunjukkan dengan adanya
distress napas, takipnea, dan gagal tumbuh atau failure to thrive. Diuretik juga diindikasikan
pada pasien VSD yang direncanakan operasi. Pemberian diuretik bertujuan untuk mengurangi
beban jantung, tapi juga dapat menyebabkan perubahan hemodinamik dan gangguan elektrolit.
Maka dari itu, diuretik sebaiknya disertai dengan monitor tanda-tanda vital untuk mencegah
hipotensi, elektrolit, dan fungsi ginjal.
2. Vasodilator
Vasodilator pada VSD diberikan untuk mengurangi beban afterload pada jantung karena efek
vasodilatasi yang diberikan. Contoh vasodilator yang dapat diberikan adalah golongan
angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi), seperti captopril; serta antagonis kalsium,
seperti nifedipine. Selain itu, pemberian vasodilator seperti sildenafil dapat membantu dalam
tata laksana VSD dengan hipertensi pulmonal yang akan direncanakan tindakan kateterisasi
jantung
3. Digoxin
Digoxin diberikan pada pasien dengan VSD sebagai inotropik dengan tujuan meningkatkan
pompa jantung. Pemberian digoxin ini biasanya dilakukan pada VSD yang besar, apabila
pemberian diuretik dan vasodilator tidak dapat memperbaiki gejala gagal jantung.
4. Antibiotik Profilaksis
Antibiotik profilaksis untuk mencegah endokarditis infeksi tidak lagi rutin diindikasikan untuk
semua pasien. Pasien VSD asianotik, tanpa komplikasi, dan tanpa riwayat endokarditis infeksi
sebelumnya, tidak direkomendasikan untuk mendapatkan antibiotik profilaksis. Rekomendasi
antibiotik profilaksis diindikasikan pada pasien VSD dengan riwayat endokarditis atau sudah
mengalami kebocoran pada patch post operasi. Kebocoran patch post operasi ini menyebabkan
risiko untuk mengalami endokarditis infeksi meningkat. Terapi profilaksis yang
direkomendasikan antara lain, amoxicillin atau cefazolin
Agen farmakologis digunakan untuk mengurangi beberapa tanda dan gejala yang dapat
menyertai ASD atau untuk mengurangi risiko komplikasi pascaoperasi; termasuk: digoksin,
beta-blocker (misalnya metoprolol, propranolol), antikoagulan (misalnya warfarin), dan agen
antiplatelet (misalnya aspirin). Direkomendasikan bahwa sebelum perbaikan melalui
pembedahan, pasien dengan pirau besar (persisten) dan gagal jantung harus diobati dengan
diuretik, digoksin, atau inhibitor ACE.
Penatalaksanaan ASD/VSD
Penatalaksanaan atrial septal defect (ASD) atau defek septum atrium tergantung pada ukuran
lesi dan manifestasi klinis yang dialami pasien. Pasien dengan defek kurang dari 5 mm dapat
mengalami penutupan spontan dalam 1 tahun pertama kehidupan, sehingga tidak
membutuhkan intervensi apapun. Jika lesi lebih dari 1 cm, kemungkinan besar pasien akan
membutuhkan intervensi medis atau bedah untuk menutup defek. Penanganan kasus jantung
bocor disesuaikan dengan tingkat kebocoran yang terjadi:
• Kebocoran kecil
Dapat diatasi dengan asupan gizi yang baik sejak bayi maka akan bisa menutup sendiri,
atau spontan, tanpa bantuan obat.
• Kebocoran sedang
Pada kondisi tumbuh-kembang anak dengan asupan gizi yang baik, kenungkinan bisa
menutup sendiri. Karena ini program jangka panjang, diperlukan obat-obatan agar
jantungnya berfungsi dengan baik.
• Kebocoran besar
Jika terjadi kebocoran besar maka perlu dipersiapkan operasi untuk menutup kebocoran
pada sekat jantung.

Farmakologi PDA
Pemberian indometasin yang dapat menghambat pembentukan siklooksigenase namun ada
pengobatan alternatif lainnya yaitu pemberian ibuprofen pada bayi prematur dengan dosis
pemberian yaitu pada hari pertama 10mg/KgBB dan dilanjut hari kedua dan ketiga yaitu
5mg/KgBB dan di hari ke 20 pasien dilakukan EKG ulang dengan hasil DAP/PAD telah
menutup
Pada akhirnya Parasetamol (acetaminophen), muncul sebagai alternatif
untuk ibuprofen. Tidak seperti ibuprofen, parasetamol dianggap bertindak pada
prosta glandin sintase di daerah enzim peroksidase
(POX). Peran parasetamol sebagai pengobatan alternatif untuk penutupan PDA telah
mendapat perhatian karena adanya efek samping potensial dari inhibitor
COX. Parasetamol sama efektif dengan ibuprofen untuk terapi penutupan PDA pada bayi
prematur serta lebih aman karena
efek samping berupa perdarahan saluran cerna, trombositopenia, dan disfungsi ginjal
yang lebih rendah.
Penatalaksanaan PDA
1. Terapi Suportif
Terapi konservatif pada bayi dengan patent ductus arteriosus dilakukan sama seperti penyakit
jantung bawaan lainnya, yaitu restriksi cairan, diuretik, suplementasi oksigen minimal,
bantuan napas minimal, dan pemantauan kadar hematokrit.

Nursing Care Plan ASD


Kasus:
Seorang perempuan, 46 tahun, dirujuk ke RS Sardjito dengan keluhan nyeri dada dan jantung
berdebar. Sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien sering mengeluhkan rasa tidak
nyaman di dada dan jantung berdebar. Kemudian pasien memeriksakan diri ke puskesmas,
namun keluhannya tidak berkurang. Setelah 1 tahun tidak ada perbaikan, pasien dirujuk ke
dokter spesialis jantung di RSUD Kabupaten Kebumen. Pasien dilakukan pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi (EKG), rontgen dada, dan ekokardiografi. Dari seluruh pemeriksaan, dokter
spesialis jantung menyimpulkan adanya defek septum atrium dan pasien dirujuk ke Bagian
Kardiologi RSUP Dr. Sardjito.

Rontgen dada menunjukkan kardiomegali, RVH, dilatasi atrium kiri dan ventrikel kiri, dengan
penonjolan arteri pulmonalis. Hal ini menunjukkan adanya hipertensi pulmonal.
Ekokardiografi transtorakal (TTE) menunjukkan ASD dengan shunt kiri ke kanan, diameter
ASD 1,2 -1,8 cm, dilatasi atrium kiri, atrium kanan, dan ventrikel kanan dengan fungsi sistolik
normal, fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) adalah 58%. Septum intraventrikular paradoks
(berbentuk LVD-D) diamati, fungsi sistolik RV menurun (TAPSE 11 mm), regurgitasi
trikuspid sedang, hipertensi pulmonal sedang, ringan regurgitasi mitral, dan regurgitasi paru
ringan. Hasil dari kateterisasi jantung kanan (RHC) adalah ASD dengan resistensi rendah aliran
tinggi dan hipertensi pulmonal (mPAP 44 mmHg).

Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. murmur holosistolik 3/6 di batas bawah tulang dada dan bunyi S2 terbelah lebar dan
terfiksasi.
b. EKG menunjukkan atrial flutter, blok cabang berkas kanan tidak lengkap (RBBB),
deviasi sumbu kanan (RAD) dan hipertrofi ventrikel kanan (RVH)
c. Adanya hipertensi pulmonal.
2. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
3. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi:
a. Inspeksi
1. Status nutrisi–Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk
berhubungan dengan penyakit jantung.
2. Warna – Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital,
sedangkan pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit
jantung.
3. Deformitas dada – Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada.
4. Pulsasi tidak umum – Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
5. Ekskursi pernapasan – Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea,
adanya dengkur ekspirasi).
6. Jari tabuh – Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital.
7. Perilaku – Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari
beberapa jenis penyakit jantung.
b. Palpasi dan perkusi
1. Dada – Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik lain
(seperti thrill-fibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mempalpasi)
2. Abdomen – Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
3. Nadi perifer – Frekuensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat
menunjukkan ketidaksesuaian.
c. Auskultasi
1. Jantung – Mendeteksi adanya S2 jantung.
2. Frekuensi dan irama jantung – Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung
yang membantu melokalisasi defek jantung.
3. Paru-paru – Regurgitasi paru ringan
Ds:
Keluhan nyeri dada dan jantung berdebar
Pasien memeriksakan diri ke puskesmas, namun keluhannya tidak berkurang
Do:
Pemeriksaan fisik mengungkapkan murmur holosistolik 3/6 di batas bawah tulang dada dan
bunyi S2 terbelah lebar dan terfiksasi. EKG menunjukkan atrial flutter, blok cabang berkas
kanan tidak lengkap (RBBB), deviasi sumbu kanan (RAD) dan hipertrofi ventrikel kanan
(RVH).
Diagnosa Outcome Tindakan/ Rasional
Keperawatan Intervensi

Penurunan setelah • Auskultasi nadi • Biasanya terjadi


curah jantung dilakukan apical, kaji tachycardia untuk
b.d defek tindakan frekuensi, irama mengkompensasi
struktur keperawatan jantung penurunan jantung
selama 2×24 • Catat bunyi • S1 dan S2 lemah, karena
jam diharapkan jantung menurunnya kerja pompa
curah jantung • Palpasi nadi S3 sebagai aliran kedalam
meningkat. perifer. Untuk serambi yaitu distensi. S4
Kriteria hasil : mengetahui fungsi menunjukkan
1. Tanda vital pompa jantung inkompetensi atau stenosis
dalam rentang yang sangat katup
normal dipengaruhi oleh • Untuk mengetahui fungsi
2. Kekuatan CO dan pengisisan pompa jantung yang
nadi perifer jantung sangat dipengaruhi oleh
meningkat • Pantau keluaran CO dan pengisisan
3. Tidak ada urine, catat jantung
edema penurunan • Dengan menurunnya CO
keluaran, dan mempengaruhi suplai
kepekatan atau darah ke ginjal yang juga
konsistensi urine mempengaruhi
• Kaji perubahan pengeluaran hormon
pada sensori aldosteron yang berfungsi
contoh: ketargi, pada proses pengeluaran
bingung, urine
disorientasi, • Menunjukkan tidak
cemas, dan depresi adekuatnya perfusi
• Kolaborasi dengan • Serebral sekunder
dokter untuk terhadap penurunan curah
terapi, oksigen, jantung
obat jantung, obat
diuretic, dan • Memperbaiki insufisiensi
cairan kontraksi jantung dan
menurunkan kebutuhan
oksigen dan penurunan
venous return
• Membantu dalam proses
kimia dalam tubuh
Patofisiologi PDA

Patofisiologi Patent Ductus Arteriosus

Baik pada bayi yang lahir aterm maupun preterm, penutupan ductus arteriosus dapat gagal
maupun tertunda. Kejadian ductus arteriosus persisten meningkat seiring dengan semakin
muda usia gestasi saat kelahiran. Persistensi ductus arteriosus yang terjadi >3 hari kehidupan
dianggap patologis dan disebut patent ductus arteriosus. Persistensi ini disebabkan oleh masih
adanya prostaglandin E2.[1,2,3]

Patent ductus arteriosus (PDA) menyebabkan darah tetap mengalir melalui ductus arteriosus.
Akan tetapi, aliran tidak sama dengan fungsi ductus arteriosus sebelumnya yang mengalirkan
darah dari ventrikel kanan ke aorta descendens, melainkan mengalirkan darah dari aorta
descendens ke arteri pulmonalis akibat peningkatan tekanan darah dari ventrikel kiri setelah
kelahiran. Hal ini menyebabkan peningkatan sirkulasi darah berlebihan ke paru dan penurunan
volume darah yang disirkulasikan ke sistemik yang disebut juga dengan ductal steal.[1,2,3]

Sirkulasi berlebih ke paru menyebabkan edema paru pada pasien. Masuknya darah ke arteri
pulmonalis dari aorta descendens akan meningkatkan beban jantung kiri dan menyebabkan
hipertrofi atrium dan ventrikel kiri.

Selain itu, ductal steal dari aorta yang terjadi saat fase diastolik menyebabkan kompensasi
dengan peningkatan cardiac output sehingga terjadi peningkatan denyut jantung. Penurunan
volume darah yang disirkulasikan ke sistemik menyebabkan peningkatan risiko kejadian
necrotizing enterocolitis dan gagal ginjal. Kondisi ini bisa menyebabkan gejala seperti sesak
napas, sianosis (kulit berwarna kebiruan), gagal tumbuh, dan infeksi pernapasan berulang pada
anak. [1,2, 3,4]

Referensi:
1. Doyle T, Kavanaugh-McHugh A, Triedman JK. Clinical manifestations and diagnosis of
patent ductus arteriosus in term infants, children and adults. UpToDate. 2020.
2. Gillam-Krakauer M, Reese J. Diagnosis and management of patent ductus arteriosus.
Neoreviews. 2018 Jul 1;19(7):e394-402.
3. Conrad C, Newberry D. Understanding the pathophysiology, implications, and treatment
options of patent ductus arteriosus in the neonatal population. Advances in Neonatal Care. 2019
Jun 1;19(3):179-87.
4. Hamrick, Shannon E.G., et al. “Patent ductus arteriosus of the preterm infant.” Pediatrics,
vol. 146, no. 5, 2020, https://doi.org/10.1542/peds.2020-1209.
TOF (Tetralogi of Fallot)

Pengertian
TOF (Tetralogy of Fallot) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling banyak
ditemukan yakni lebih kurang 10% dari seluruh kejadian penyakit jantung kongenital pada
anak-anak. Pada kondisi ini terdapat empat defek, yaitu:
a. Ventrikel septal defect (VSD)
b. Pulmonic stenosis
c. Overiding aorta
d. Right ventricular hypertrophy

Patofisiologi
Komponen yang paling penting, yang menentukan derajat beratnya penyakit, adalah stenosis
pulmonal, yang bervariasi dari sangat ringan sampai sangat berat, bahkan dapat berupa atresia
pulmonal. Stenosis pulmonal ini bersifat progresif, semakin lama semakin berat. Tekanan yang
meningkat akibat stenosis pulmonal menyebabkan darah yang terdeoksigenasi (yang berasal
dari vena) keluar dari ventrikel kanan menuju ventrikel kiri melalui defek septum ventrikel dan
ke sirkulasi sistemik melalui aorta, menyebabkan hipoksemia sistemik dan sianosis. Bila
stenosis pulmonal semakin berat, maka semakin banyak darah dari ventrikel kanan menuju ke
aorta (Anggraini et al.,2021)

VSD pada TOF hampir selalu besar dan non restriktif, hal ini menandakan tekanan sistolik
antara ventrikel kanan dan kiri yang hampir sama. Akibatnya, bising sistolik yang terdengar
pada bayi TOF bukan berasal dari VSD namun berasal dari penyempitan dinamis ventrikel
kanan akibat stenosi pulmonal. Arah dan besarnya aliran darah yang melalui VSD ditentukan
oleh derajat keparahan stenosis pulmonal. Bila obstruksi aliran keluar ventrikel kanan sangat
berat atau bila terjadi atresia, sianotik berat akan terjadi pirau dari kanan ke kiri disertai aliran
darah pulmonal yang rendah. Pada TOF terdapat kelainan pada katup pulmonal sehingga
menyebabkan stenosis pulmonal, VSD, Hipertropi Ventrikel kanan dan overiding. Saat jantung
kontraksi akibat adanya stenosis pulmonal maka darah yang ada di ventrikel kanan akan
mengalami shunt ke jantung sebelah kiri. Keadaan dekstroposisi mengakibatkan darah dari
ventrikel kanan akan mengalir langsung ke aorta untuk dialirkan keseluruh tubuh. Keadaan di
atas mengakibatkan terjadi percampuran darah yang teroksigenisasi dengan darah yang
deoksigenisasi yang menyebabkan saturasi oksigen rendah (Silalahi.,2021).

Referensi:

Anggarani, W., Christiono, S., & Agusmawanti, P. (2021). ORAL AND DENTAL
MANAGEMENT IN CHILDREN WITH TETRALOGY OF FALLOT: A LITERATURE
REVIEW. Odonto: Dental Journal, 8(1), 108-113.

Silalahi, B.,(2021). Keperawatan Anak . Penerbit UIM Press.

Farmakologi dan Penatalaksanaan TOF


Penatalaksanaan: Pembedahan, karena Kebanyakan anak dengan TOF memerlukan operasi
korektif, yang disebut juga sebagai reparasi Tetralogi Fallot. Tujuannya adalah memperbaiki
cacat jantung dan memastikan aliran darah yang normal ke paru-paru dan ke seluruh tubuh.
Operasi yang dilakukan ada dua macam, yaitu operasi paliatif dan operasi korektif.
1. Operasi paliatif adalah tindakan dengan membuat sambungan antara aorta dengan
arteri pulmonal.
2. Operasi korektif dilakukan dengan tujuan menutup defek septum ventrikel, reseksi
area stenosis infundibulum dan menghilangkan obstruksi aliran darah ventrikel kanan.
Farmakologi: Obat-obatan tertentu, seperti prostaglandin, propranolol dapat digunakan untuk
membantu menjaga aliran darah ke paru-paru sebelum operasi.
Penyakit Jantung Rematik (RHD)

Penyakit Jantung Rematik (RHD) adalah komplikasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus grup A yang menyebabkan reaksi inflamasi dan reaktivitas silang antara protein
bakteri dan jaringan jantung. Reaktivitas silang ini menyebabkan demam rematik akut, yang
dapat menyebabkan RHD. RHD ditandai dengan penyempitan lubang katup mitral.
Patogenesis RHD tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diyakini sebagai respons autoimun
terhadap bakteri Streptococcus grup A. Presentasi klinis RHD sering kali tidak terlihat, dan
pengawasan aktif untuk RHD telah dianjurkan untuk daerah endemik sejak tahun 1970-an.

Berikut adalah patofisiologi RHD secara umum:

1. Infeksi Streptokokus: RHD dimulai dengan infeksi streptokokus A pada tenggorokan atau
amandel (tonsilitis streptokokus). Jika infeksi ini tidak diobati dengan antibiotik yang tepat,
bakteri ini dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh merespons dengan memproduksi
antibodi yang juga menyerang jaringan jantung.

2. Respon Autoimun: Sistem kekebalan tubuh merespons infeksi dengan memproduksi


antibodi untuk melawan bakteri streptokokus. Namun, dalam kasus RHD, antibodi ini juga
menyerang jaringan jantung karena ada kemiripan antara protein pada bakteri streptokokus dan
protein yang ada di jantung. Ini disebut reaksi autoimun.

3. Peradangan Jantung: Respon autoimun menyebabkan peradangan pada berbagai bagian


jantung, terutama katup jantung, seperti katup mitral dan katup aorta. Peradangan ini dapat
merusak jaringan jantung dan menyebabkan perubahan patologis.

4. Pembentukan Jaringan Parut: Selama proses peradangan berlangsung, jaringan parut dapat
terbentuk di dalam jantung. Ini dapat mengakibatkan penebalan, penyusutan, atau gangguan
fungsi katup jantung.

5. Kerusakan Fungsi Jantung: Akibat dari perubahan patologis ini, jantung mungkin tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Ini dapat menyebabkan masalah seperti gangguan aliran
darah, regurgitasi katup (aliran darah mundur), dan masalah jantung lainnya.
Penting untuk diingat bahwa RHD adalah penyakit serius dan dapat menyebabkan komplikasi
jantung yang parah jika tidak diobati. Pencegahan infeksi streptokokus dan pengobatan tepat
waktu sangat penting untuk mencegah perkembangan RHD.

Demam rematik akut adalah sekuel nonsupuratif setelah infeksi faringitis oleh GAS.
Mekanisme ini terjadi karena respons autoimun disebabkan oleh kemiripan molekular sel
normal tubuh manusia dengan antigen streptokokus.2,3 Faktor predisposisi demam rematik
bergantung kepada histokompatibilitas antigen, potensi antigen jaringan spesifik, dan antibodi
yang terbentuk segera setelah infeksi streptokokus.2 Tercetusnya demam rematik dipengaruhi
oleh gen kontrol respons imun yang dihubungkan dengan HLA-DR7.3 Molekul HLA
memproses antigen di sel tubuh dan mempresentasikan ke permukaan sel. Pada reaksi
autoimun, sel T mengenali antigen sel manusia sebagai antigen streptokokus dan juga
mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi

Dewi, F. (2019). Diagnosis Demam Rematik pada Anak: Update. Cermin Dunia Kedokteran,
46(11), 687-690.

Farmakologi:
- Antibiotik: Untuk mengobati infeksi streptococccus dan mencegahnya dari kambuh, biasanya
dengan pemberian penisilin jangka panjang atau obat lain yang diresepkan oleh dokter.
- Obat anti inflamasi: Pada kasus RHD yang parah, dokter mungkin meresepkan obat
antiinflamasi seperti kortikosteroid untuk mengurangi peradangan.
Penatalaksanaan: Penatalaksanaan penyakit jantung rematik terdiri dari profilaksis demam
rematik berulang dan terapi definitif kelainan katup. Terapi diberikan secara medikamentosa
(pemberian obat), dan kadang diperlukan tindakan pembedahan.
Seorang anak perempuan berusia 12 hari dirujuk ke rumah sakit kami karena takipnea dan
pernapasan retraksi. Pasien dilahirkan melalui operasi caesar elektif pada usia kehamilan 37
minggu 0 hari, dengan berat badan 2,955 g, dengan skor Apgar 6/9. Pada hari ke 6 setelah lahir,
ditemukan murmur jantung, dan hasil ekokardiografi mengarah pada diagnosis PDA. Takipnea,
pernapasan retraksi, dan takikardia diamati, yang merupakan indikasi gejala PDA. Mengingat
potensi kebutuhan untuk perawatan bedah, pasien dipindahkan ke rumah sakit kami dengan
transportasi neonatal pada hari ke 12 setelah kelahiran. Berat badannya 3.015 g, suhu tubuh
37,3°C, tekanan darah 87/43 mm Hg, denyut jantung 155 kali/menit dan teratur, frekuensi
pernapasan 67 kali/menit, dan saturasi oksigen darah (ekstremitas bawah) 96% (udara
ruangan). Bising terus menerus terdengar di batas kiri atas tulang dada. Suara pernapasan
terdengar jelas, dan takikardia serta pernapasan retraksi teramati. Tes darah tidak menunjukkan
kelainan. Radiografi dada menunjukkan bahwa rasio kardiotoraks adalah 67%, menunjukkan
kardiomegali, dan permeabilitas paru berkurang secara bilateral. Elektrokardiografi dua belas
sadapan menunjukkan denyut jantung 150 kali/menit dan teratur, dengan deviasi sumbu kanan
dan kelebihan beban atrium kiri dengan defleksi gelombang P ke bawah di sadapan
V1. Ekokardiografi awal saat masuk menunjukkan adanya PDA besar berukuran 6 mm pada
sisi aorta dan 5 mm pada sisi arteri pulmonal (Krichenko tipe A), dan aliran darah pirau kiri ke
kanan “ ditunjukkan dengan Doppler berwarna. Foramen ovale paten (PFO) juga terdapat,
dengan aliran shunt kiri-ke-kanan. Ventrikel kanan dan kiri berukuran hampir sama (dimensi
diastolik akhir ventrikel kiri 98% dari nilai prediksi normal, menunjukkan adanya kelebihan
volume pada jantung kiri akibat PDA dan pada jantung kanan akibat PFO.
Pengobatannya strateginya adalah dengan memberikan tiga dosis IND dengan interval 12 jam
antar dosis (pengobatan pertama, 0,2 mg/kg; pemberian kedua dan ketiga, 0,25 mg/kg); jika
tidak ada efek yang diperoleh, kami akan melakukan pembedahan (kliping PDA) Tiga puluh
enam jam setelah pemberian IND pertama, tidak terdengar murmur terus menerus dengan
stetoskop. Ekokardiografi menunjukkan penurunan diameter PDA menjadi sekitar 1 mm dan
aliran shunt sistolik kiri-ke kanan yang cepat. Meningkatkan juga terjadi pada denyut jantung
(dari 150 –170 denyut/menit hingga 130 denyut/menit), serta laju pernapasan (dari 70 hingga
40 napas/menit). Pernapasan retraksi juga menunjukkan resolusi. Tidak ada efek samping yang
diamati, seperti penurunan volume urin, hipoglikemia, atau pendarahan. Kondisinya telah
membaik setidaknya sampai pada titik di mana operasi darurat tidak diperlukan lagi. Karena
pasien menunjukkan respons yang baik terhadap IND tanpa efek samping, terapi IND yang
kedua dimulai setelah washout 1 hari. Penutupan PDA dikonfirmasi setelah dosis keempat
IND, dan pengobatan dihentikan. Pembatasan cairan dicabut, dan tidak adanya rekanalisasi
PDA dipastikan. Pasien tetap dalam kondisi sistemik yang baik dan keluar dari rumah sakit
pada hari ke 20 setelah lahir. Pemeriksaan selama 1 bulan menunjukkan peningkatan
substansial pada rasio kardiotoraks (51%), dan tidak ada tanda-tanda rekanalisasi PDA.

1.Penurunan Curah Jantung

DS: -
DO:
• Hasil elektrokardiograf menunjukan PDA: 6mm (Aorta) dan 5mm (Arteri Pulmonal)
• Terdapat suara jantung (Murmur)
• Terdapat takikardi pada dinding kiri atas dada
• Hipertrofi ventrikel kiri
• Hasil Radiografi menunjukan adanya Kardiomegali
Dx: Penurunan Curah Jantung (D.00029)
NOC: Status Jantung Paru (0414)
Setelah dilakukan tindakan selama 15 menit, diharapkan penurunan jantung paru berkurang
dengan kriteria:
1. Irama jantung dipertahankan dalam rentang normal
2. Sirkulasi status: tekanan darah, saturasi O2, tekanan nadi
3. Cardiac pump effectiveness Indeks jantung dalam rentang normal
Intervensi:
• Pemantauan tanda vital: Mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskuler,
pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah komplikasi
• Terapi intravena (IV): Memberi dan memantau cairan dan obat intravena (IV)

2. Ketidakefektifan Pola Nafas


DS : -
DO :
• Terdapat Takipnea
• Adanya retraksi dinding dada
• Nafas: 67x/Menit
Dx : Ketidakefektifan pola nafas b.d takipnea (D.00032)
NOC: Status Pernafasan (0415)
1. Setelah dilakukan tindakan 1 kali 15 menit diharapkan frekuensi nafas dari 67
kali/menit menjadi 60 kali/menit
2. Setelah dilakukan tindakan 1 kali 15 menit diharapkan saturasi oksigen pasien dari 96%
ditingkatkan menjadi 99%
3. Setelah dilakukan tindakan 1 kali 10 menit diharapkan retraksi dinding dada pasien dari
skala 2 (deviasi cukup berat dari kisaran normal) menjadi 3 (deviasi sedang dari kisaran
normal).

NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140)


1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan
nafas.
3. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya
suara tambahan
4. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
5. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
6. Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 9 bulan datang ke unit gawat darurat bersama ibunya, yang
melaporkan episode takipnea, sianosis, dan lekas marah saat makan. Sang ibu menjelaskan
bahwa kejadian ini menjadi lebih sering, dan pasien menjadi lebih sianotik di sekitar mulut dan
tangan, namun tampaknya hilang secara spontan. Pasien saat ini tampak nyaman, tanpa tanda-
tanda gangguan pernapasan, demam, atau gangguan neurologis. Kehamilan dan persalinan
pasien tidak rumit; ibu sudah pernah hamil 2 kali tanpa komplikasi. Tes genetik prenatal
menunjukkan hasil negatif untuk trisomi 21. Dia menyangkal merokok atau menggunakan
alkohol selama kehamilan dan telah menerima vaksinasi rubella. Tanda-tanda vital pasien
antara lain denyut nadi 140 kali per menit, laju pernapasan 40 kali per menit, dan tingkat
saturasi oksigen 80% (tingkat saturasi oksigen normal: 95%-100%). Bunyi paru normal pada
auskultasi.

1. Pengkajian

No Data Etiologi Masalah

1. Data subjektif : Gagal Jantung Gangguan


Ibu klien mengatakan bahwa kejadian Kongestif Pertukaran Gas
takipnea menjadi lebih sering, dan pasien (D.0003)
menjadi lebih sianotik di sekitar mulut dan
tangan, namun tampaknya hilang secara
spontan.

Data objektif :
• klien mengalami episode takipnea
• klien mengalami sianosis disekitar
mulut dan tangan
• saturasi oksigen 80%
• Sianosis
2. Data objektif : Kelainan Perfusi Perifer
• EKG menunjukan gelombang R Jantung Tidak Efektif
tinggi di sadapan prekordial kanan Kongenital (D.0009)
dan gelombang S di sadapan
prekordial kiri.
• Jantung berbentuk sepatu bot dengan
puncak jantung terbalik.
• Hipertrofi ventrikel kanan dan
segmen paru cekung (Penebalan otot
yang membentuk bilik jantung kanan)

2. Diagnosis, Luaran dan Intervensi

SDKI SLKI SIKI Rasional

Perfusi NOC : Status NIC : Perawatan Observasi :


Perifer Sirkulasi Sirkulasi (I.02079) 1. Mengetahui adanya
Tidak (L.02016) Observasi : abnormalitas
Efektif Setelah dilakukan 1. Memeriksa sirkulasi Terapeutik :
(D.0009) tindakan perifer 1. Untuk mencegah
keperawatan Terapeutik : terjadinya
selama 3 x 24 jam 1. Menghindari kekurangan atau
klien pemasangan infus perubahan sirkulasi
menunjukkan : atau darah di area Edukasi :
1. Saturasi keterbatasan 1. Mengetahui adanya
oksigen perfusi kondisi perbaikan
berada Edukasi : atau
dalam 1. Menginformasikan perburukan penyakit
rentang tanda dan gejala (kemajuan
normal darurat yang harus pengobatan)
(95% - dilaporkan 2. Agar tidak tekanan
100%) darah tetap terkontrol
2. Pengisian (misalnya :
darah kejadian sianosis)
kapiler < 2. Menganjurkan
3 detik meminum obat
3. Tekanan pengontrol tekanan
darah darah secara
dalam teratur atau sesuai
rentang dengan anjuran
normal dokter
4. Sianosis
berkurang

Gangguan NOC : NIC : Pemantauan Observasi :


Pertukaran Keseimbangan Respirasi (I.01014) 1. Memantau pola
Gas Asam Basa Observasi : pernapasan bilamana
(D.0003) (L.04034) 1. Memonitor pola terjadi takipnea
Setelah dilakukan napas kembali
tindakan 2. Memonitor 2. Mengetahui
keperawatan frekuensi, irama, frekuensi, irama,
selama 1x 24 kedalaman, dan kedalaman dan
jam, upaya napas upaya napas.
diharapkan : Terapeutik : Terapeutik :
1. Kadar 1. Mengatur interval 1. Agar klien tidak
CO2 pemantauan merasa terganggu
dalam respirasi sesuai dan perkembangan
darah kondisi pasien dan kondisi bisa
dalam didokumentasikan diketahui
rentang Edukasi : Edukasi :
normal 1. Menjelaskan 1. Memberikan
tujuan pemantauan informasi kepada
kepada keluarga pasien dan keluarga
dan terkait tindakan yang
akan diberikan
menyampaikan
hasil jika perlu.
Kasus
Anak laki-laki, usia 13 tahun, dengan keluhan utama sesak napas yang bertambah hebat sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan hasil anamnesis, sejak 3 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit Abdoel Moeloek (RSAM), pasien mengeluh sesak. Sesak dirasakan saat
berjalan jauh (± 100 meter) atau saat menggiling karet. Sesak berkurang ketika beristirahat.
Selain itu, pasien mengeluh bengkak pada kedua tungkainya. Pasien juga mengeluh nyeri pada
sendi lengan dan tungkai yang hilang timbul. Nyeri dirasakan berpindah- pindah. Keluhan
batuk juga dirasakan oleh pasien sepanjang hari, tidak berdahak dan tidak berdarah ±1 minggu
sebelum masuk RSAM, sesak yang dialami pasien semakin memberat. Pasien mengalami sesak
saat berjalan ± 5 meter, dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien sering terbangun pada
malam hari karena sesak, lebih nyaman tidur dengan menggunakan 2 bantal. Pasien mengeluh
bengkak pada kedua tungkai bertambah. Selain itu, bengkak juga mulai dirasakan pada kedua
kelopak matanya. Keluhan batuk juga bertambah sering dan disertai darah merah kehitaman.
Pasien juga mengeluhkan bibirnya berubah berwarna kehitaman serta perutnya membesar.
Nyeri pada ulu hati dan tidak menjalar. Kencing sedikit. Sejak ± 2 hari sebelum masuk RSAM,
sesak bertambah hebat, semakin sering terbangun pada malam hari karena sesak. Sesak timbul
walaupun pasien sedang istirahat, pasien lebih nyaman jika menggunakan 2 bantal. Kemudian
pasien berobat ke Rumah Sakit Blambangan, 2 hari kemudian pasien dirujuk ke RSAM.pasien
berobat ke Rumah Sakit Blambangan, 2 hari kemudian pasien dirujuk ke RSAM. Berdasarkan
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran compos mentis,
gizi baik, tekanan darah 120/70 mmHg (TDS berada pada persentil 90th dan TDD pada
persentil <90th), nadi 110x/menit reguler, isi dan tegangan cukup, pernapasan 34 kali per
menit, suhu 37ºC. Pada wajah ditemukan adanya edema pada kedua palpebra, napas cuping
hidung dan sianosis sentral. Pada leher, ditemukan JVP (5+2) cmH2O dan pada pemeriksaan
pulmo ditemukan adanya ronkhi basah halus (+) pada kedua basal paru. Pada pemeriksaan
jantung ictus cordis terlihat pada ICS V dan teraba di linea axilaris anterior sinistra setinggi
ICS V, thrill teraba. Batas atas pada ICS II linea midclavicularis sinistra, batas kanan pada ICS
IV linea parasternal sinistra, batas kiri pada ICS V linea axilaris anterior sinistra, HR 112x/
menit, reguler. Murmur (+) grade 4/6 di katup mitral, trikuspid, dan aorta yang menjalar ke
lateral. Pada pemeriksaan abdomen, terlihat cembung dan didapatkan nyeri tekan pada kuadran
kanan atas, hepar teraba pada 2/3 sisi kanan dan 2/3 sisi kiri, tepi tumpul, permukaan rata,
konsistensi kenyal, lien teraba pada garis schuffner I. Pada pemeriksaan ekstremitas superior
ditemukan adanya clubbing finger pada sisi dextra dan sinistra, sedangkan pada ekstremitas
inferior ditemukan adanya edema pretibia dan tanda peradangan pada regio genu dextra. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, peningkatan SGOT, hipoalbuminemia,
CRP (+) dan ASTO (+). Diagnosis pasien Congestive Heart Failure (CHF) et causa Rheumatic
Heart Disease (RHD). Terapi yang diberikan pada pasien yaitu Injeksi furosemid 40 mg/12
jam, captopril 2x12,5mg, dan digoxin 1x0,125 mg.

Pengkajian
• DS: Pasien mengeluh sesak, sesak dirasakan saat berjalan jauh (± 100 meter) atau saat
menggiling karet, pasien mengeluh bengkak pada kedua tungkainya, pasien mengeluh
nyeri pada sendi lengan dan tungkai yang hilang timbul. Nyeri dirasakan berpindah-
pindah, mengeluhkan batuk juga dirasakan oleh pasien sepanjang hari, tidak berdahak
dan tidak berdarah ±1 minggu sebelum masuk RSAM, sesak yang dialami pasien
semakin memberat. Pasien mengalami sesak saat berjalan ± 5 meter dan tidak
berkurang dengan istirahat. Pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak,
pasien mengeluh bengkak pada kedua tungkai bertambah. Selain itu, bengkak juga
mulai dirasakan pada kedua kelopak matanya. Keluhan batuk juga bertambah sering
dan disertai darah membesar.

• DO:Keadaan umum tampak sakit berat, compos mentis, gizi baik, tekanan darah
120/70 mmHg (TDS berada pada persentil 90th dan TDD pada persentil <90th), nadi
110x/menit reguler, pernapasan 34 kali per menit, suhu 37C. Pada wajah ditemukan
adanya edema pada kedua palpebra, napas cuping hidung dan sianosis sentral. Pada
leher, ditemukan JVP (5+2) cmH2O dan pada pemeriksaan pulmo ditemukan adanya
ronkhi basah halus (+) pada kedua basal paru.Pada pemeriksaan jantung ictus cordis
terlihat pada ICS V dan teraba di linea axilaris anterior sinistra setinggi ICS V, thrill
teraba. Batas atas pada ICS II linea midclavicularis sinistra, batas kanan pada ICS IV
linea parasternal sinistra, batas kiri pada ICS V linea axilaris anterior sinistra, HR 112x/
menit, reguler. Murmur (+) grade 4/6 di katup mitral, trikuspid, dan aorta yang menjalar
ke lateral. Pada pemeriksaan abdomen, terlihat cembung dan didapatkan nyeri tekan
pada kuadran kanan atas, hepar teraba pada 2/3 sisi kanan dan 2/3 sisi kiri, tepi tumpul,
permukaan rata, konsistensi kenyal, lien teraba pada garis schuffner I. Pada
pemeriksaan ekstremitas superior ditemukan adanya clubbing finger pada sisi dextra
dan sinistra, sedangkan pada ekstremitas inferior ditemukan adanya edema pretibia dan
tanda peradangan pada regio genu dextra. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis, peningkatan SGOT, hipoalbuminemia, CRP (+) dan ASTO (+). Diagnosis
pasien Congestive Heart Failure (CHF) et causa Rheumatic Heart Disease (RHD).
Terapi yang diberikan pada pasien yaitu Injeksi furosemid 40 mg/12 jam, captopril
2x12,5mg, dan digoxin 1x0,125 mg

No Analisis Data Diagnosis


Keperawatan

1 DS: Gangguan
• Pasien mengeluh sesak, sesak dirasakan saat berjalan jauh Pertukaran Gas
(± 100 meter), Pasien mengalami sesak saat berjalan ± 5 (D.0003)
meter dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien sering
terbangun pada malam hari karena sesak. Keluhan batuk
juga bertambah sering dan disertai darah merah kehitaman
DO:
• Nadi 112x/ menit (Takikardi)
• Adanya bunyi nafas tambahan (ronchi+)
• Adanya Sianosis
• Warna kulit kebiruan

2 DS: Penurunan
• Pasien mengatakan sesak napas curah jantung
• Pasien mengeluhkan kelelahan (D.0008)
• Pasien mengeluhkan batuk sepanjang hari dan bertambah
sering
DO:
• Terdapat edema di sekitar wajah, ekstremitas Inferior, dan
kelopak mata

Rencana Keperawatan
No Diagnosis Outcome Intervensi
Keperawatan

1 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (l.01014)


Pertukaran intervensi keperawatan Observasi :
Gas (D.0003) selama • Monitor frekuensi, irama,
15 menit diharapkan kedalaman dan upaya napas
gangguan pertukaran gas • Monitor pola napas (seperti
dapat menurun dengan bradipnea, takipnea,
kriteria hasil: hiperventilasi, kussmaul,
1. Dispnea berkurang Cheyne-Stokes, biot, ataksik)
2. Napas cuping • Auskultasi bunyi napas
hidung tidak ada • Monitor saturasi oksigen
3. Takikardi tidak ada Terapeutik :
4. Sianosis tidak • Atur interval pemantauan
terlihat respirasi sesuai kondisi pasien
• Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
• Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Terapi Oksigen (I.01026)


Observasi:
• Monitor Kecepatan aliran
oksigen
• Monitor posisi alat terapi
oksigen
• Monitor aliran oksigen secara
periodik dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
• Monitor efektifitas terapi
oksigen
Terapeutik :
• Perhatikan kepatenan jalan
napas
• Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
• Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
• Tetap berikan oksigen saat
pasien di transportasi
• Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi :
• Anjurkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi :
• Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
• Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan atau
tidur

2 Penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung (l.02075)


Curah Jantung intervensi keperawatan 1. Tindakan Obeservasi
(D.0008) selama 3 x 24 jam • Identifikasi tanda/gejala primer
diharapkan curah jantung penurunan curah jantung (mis.
Dipsnea, kelelahan, edema,
meningkat dengan kriteria ortopnea, proxysmal nocturnal
hasil: dypsnea, peningkatan CVP)
1. Edema berkurang • Identifikasi tanda/gejala
2. Lelah berkurang skunder penurunan curah
3. Dispnea berkurang jantung (mis. Peningkatan berat
4. Batuk berkurang badan, hepatomegali, distensi
vena jugularis, palpitasi, ronkhi
basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
• Monitor tekanan darah
• Monitor intake dan output
cairan
• Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
• Monitor saturasi oksigen
• Monitor EKG 12 sedapan
• Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
• Monitor nilai laboraturium
jantung mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)
• Monitor fungsi alat jantung
• Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
• Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah pemberian obat
2. Tindakan Terapeutik
• Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi
nyaman
• Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol, dan
makanan tinggi lemak)
• Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi setres, jika perlu
• Berikan dukungan dan spritual
• Berikan oksigen
mempertahankan oksigen
>94%
• Berikan dukungan emosional
3. Tindakan edukasi
• Anjurkan beraktivitas sesuai
toleransi
• Anjurkan aktivitas fisik secara
bertahap

4. Tindakan kolaborasi
• Kolaborasi pemberian anti
aritmia, jika perlu
• Rujuk ke program rehabilitasi
jantung

You might also like