You are on page 1of 16

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur yang kami ucapkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa
(Tuhan Yang Maha Esa), karena berkat rahmat-Nya, makalah yang berjudul
“Konsep Penanganan Bencana Gempa Bumi” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Komprehensif II.. Melalui kesempatan ini, kami mengucapakan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak/ Ibu Dosen yang telah mengarahkan kami
dalam pembuatan makalah ini sehingga karya makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini kami mengalami beberapa kendala atau
kesulitan, namun berkat kerja keras dan adanya bantuan dari berbagai pihak
kesulitan-kesulitan dapat diatasi. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya kritik
dan saran dari para pembaca demi sempurnanya karya penulis pada masa yang
akan datang. Sebagai akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini ada
manfaatnya.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................4
2.1 Bencana Alam......................................................................................................4
2.2 Prinsip prinsip penanggulangan bencana alam....................................................4
2.3 Tahap penanggulangan bencana..........................................................................6
BAB III PENUTUP..........................................................................................................13
3.1 Simpulan............................................................................................................13
3.2 Saran..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesadaran masyarakat Indonesia bahwa kita tinggal di daerah rawan
gempa bumi meningkat secara signifikan sejak terjadinya gempa dan tsunami
di Aceh pada 2004. Belum hilang dari ingatan, kejadian gempa dan tsunami
Aceh ini kemudian disusul gempa Yogyakarta pada 2006. Kedua gempa besar
yang menelan banyak korban jiwa ini memicu disahkannya UU No 24/2007
tentang Penanggulangan Bencana dan dibentuknya Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).
Sejak saat itu gempa-gempa besar telah terjadi, di antaranya gempa dan
tsunami Pangandaran pada 2009, gempa Padang pada 2009, dan yang terakhir
gempa Pidie Jaya pada 2016. Kejadian gempa-gempa dengan korban jiwa
yang cukup besar ini menjadi studi kasus untuk menguji keefektifan badan
struktural pemerintah dalam penanggulangan bencana, terutama pada saat
terjadinya gempa. Meski demikian, pembentukan badan struktural pemerintah
ini tidak diimbangi dukungan yang memadai dalam penelitian tentang gempa
bumi sebagai bagian penting dalam upaya mitigasi.
Penelitian tentang gempa bumi meliputi bidang studi yang luas mulai dari
bidang hulu yang meliputi penelitian tentang karakterisasi sumber gempa
hingga hilir yang meliputi penelitian tentang penguatan konstruksi tahan
gempa. Dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi, pengenalan sumber
gempa sangat penting dan pertama kali harus dilakukan sebagai upaya
pencegahan atas dampak yang ditimbulkan.
Dengan mengenali sumber gempa maka upaya-upaya preventif
(pencegahan) bisa dilakukan sehingga dampak kerusakan akibat gempa bumi
di daerah tersebut bisa diminimalkan. Contoh upaya pencegahan yang bisa
dilakukan antara lain melakukan peninjauan kembali terhadap konstruksi
bangunan-bangunan yang sudah ada di daerah dekat dengan sumber gempa

1
dan melakukan upaya perbaikan struktur bangunan jika diperlukan. Selain itu,
dengan dikenalinya sumber gempa bumi di suatu daerah dan parameternya,
termasuk di antaranya maksimum magnitudo gempa yang dihasilkan, bisa
dijadikan pertimbangan dan acuan dalam penyusunan peraturan daerah
tentang bangunan tahan gempa. Oleh karena itu, pengetahuan tentang sumber
gempa bumi yang meliputi lokasi, sejarah kegempaan, perkiraan magnitudo
gempa terbesar, dan kecepatan bergeraknya sangat penting untuk diketahui.
Tatanan tektonik di wilayah Indonesia yang berada di wilayah batas
lempeng yang saling bertumbukan menyebabkan terbentuknya zona-zona
deformasi yang berkaitan erat dengan gempa bumi. Secara umum wilayah
deformasi ini dibagi menjadi dua, zona di batas tumbukan lempeng dan zona
deformasi di darat yang dekat dengan permukaan. Pada prinsipnya gempa
terjadi karena pergerakan bidang sesar yang terjadi secara tiba-tiba.
Berdasarkan pergerakannya, sesar pada umumnya bisa dibagi menjadi tiga
jenis: sesar naik, sesar geser, dan sesar turun. Selain ketiga jenis sesar utama
tersebut, sesar dengan kombinasi pergerakan vertikal dan horizontal yang
disebut sebagai sesar oblique juga banyak ditemui. Gempa yang terjadi di
zona batas tumbukan lempeng yang berada di daerah lepas pantai umumnya
berasosiasi dengan sesar-sesar dengan tipe pergerakan naik, gempa yang
menyebabkan tsunami ialah gempa-gempa besar yang terjadi di wilayah ini.
Kesulitan yang dialami peneliti bidang sesar aktif di Indonesia di
antaranya disebabkan curah hujan yang tinggi di seluruh wilayah Indonesia
sehingga bentukan-bentukan permukaan bumi yang menjadi indikator utama
dalam pemetaan sesar aktif mudah terkikis oleh air hujan sehingga tidak
mudah dikenali. Oleh karena itu, pemetaan sesar aktif di Indonesia selain
menggunakan data permukaan juga perlu didukung data bawah permukaan.

1.2 Tujuan Penulisan


Mahasiswa mengerti tentang sistem manajemen bencana gempa bumi
dan dapat menambah wawasan masyarakat secara umum sehingga dapat turut
serta dalam upaya penanggulangan bencana gempa bumi.

2
1.3 Manfaat Penulisan
1. Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dan penulis dalam hal
menajemen bencana gempa bumi.
2. Pembaca dapat menerapkan upaya penanggulangan bencana gempa
bumi terutama untuk para petugas kesehatan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bencana Alam


Bencana alam merupakan peristiwa luar biasa yang dapat menimbulkan
penderitaan luar biasa pula bagi yang mengalaminya. Bahkan, bencana alam
tertentu menimbulkan banyak korban cedera maupun meninggal dunia.

Bencana alam juga tidak hanya menimbulkan luka atau cedera fisik,
tetapi juga menimbulkan dampak psikologis atau kejiwaan. Hilangnya harta
benda dan nyawa dari orang-orang yang dicintainya, membuat sebagian
korban bencana alam mengalami stress atau gangguan kejiwaan. Hal tersebut
akan sangat berbahaya terutama bagi anak-anak yang dapat terganggu
perkembangan jiwanya.

Mengingat dampak yang luar biasa tersebut, maka penanggulangan


bencana alam harus dilakukan dengan menggunakan prinsip dan cara yang
tepat. Selain itu, penanggulangan bencana alam juga harus menyeluruh tidak
hanya pada saat terjadi bencana tetapi pencegahan sebelum terjadi bencana
dan rehabilitasi serta rekronstruksi setelah terjadi bencana. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar bencana alam tidak terlalu banyak menimbulkan dampak
buruk bagi korban bencana alam.

2.2 Prinsip prinsip penanggulangan bencana alam

Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi masyarakat


dari bencana alam dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam
penanggulangannya harus memperhatikan prinsip- prinsip penanggulangan
bencana alam. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan
yaitu:

4
1. Cepat dan tepat
Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat
sesuai dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan
akan berdampak pada tingginya kerugian material maupun korban jiwa.

2. Prioritas
Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi
bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan
diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.

3. Koordinasi dan keterpaduan


Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa
penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan
saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah
bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara
terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling
mendukung.

4. Berdaya guna dan berhasil guna


Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam
mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang
waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan
“prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana
harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat
dengan tidak membuang waktu, tenaga , dan biaya yang berlebihan.

5. Transparansi dan akuntabilitas


Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas”
adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan
dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.

5
6. Kemitraan
Penanggulangan bencana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah.
Kemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah
dengan masyarakat secara luas, termasuk lembaga swadaya masyarakat
(LSM) maupun dengan organisasi- organisasi kemasyarakatan lainnya.
Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan organisasi atau lembaga di luar
negeri termasuk dengan pemerintahnya.

7. Pemberdayaan
Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk mengetahui, memahami dan melakukan langkah- langkah
antisipasi, penyelamatan dan pemulihan bencana. Negara memiliki
kewajiban untuk memberdayakan masyarakat agar dapat mengurangi
dampak dari bencana.

8. Nondiskriminatif
Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah bahwa negara
dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang
berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa
pun.

9. Nonproletisi
Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang
menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana,
terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

2.3 Tahap penanggulangan bencana

Penanggulangan bencana adalah segala upaya kegiatan yang dilakukan


meliputi kegiatan pencegahan, penjinakan (mitigasi), penyelamatan,
rehabilitasi dan rekonstruksi, baik sebelum, pada saat maupun setelah
bencana dan menghindarkan dari bencana yang terjadi. Berdasarkan
pengertian tersebut, penangggulangan bencana tidak hanya pada saat dan

6
setelah terjadinya bencana tetapi upaya pencegahan juga termasuk ke dalam
kegiatan penanggulangan bencana. Karena itu, penanggulangan bencana
dilakukan melalui beberapa tahapan.

1. Tahap pencegahan
Pada tahap ini berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan dampak
buruk dari bencana alam. Contoh-contoh kegiatan pada tahap ini adalah:

a. pembuatan waduk untuk mencegah terjadinya banjir dan kekeringan

b. penanaman pohon bakau/mangrove di sepanjang pantai untuk


menghambat gelombang tsunami.
c. pembuatan tanggul untuk menghindari banjir.
d. pembuatan tanggul untuk menahan lahar agar tidak masuk ke wilayah
permukiman.
e. reboisasi untuk mencegah terjadinya kekeringan dan banjir.
f. dan sebagainya.
2. Tahap tanggap darurat

Pada tahap tanggap darurat, hal paling pokok yang sebaiknya dilakukan
adalah penyelamatan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapan
tanggap darurat. Selain itu, tahap tanggap darurat bertujuan membantu
masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan
dasarnya yang paling minimal.

Para korban juga perlu dibawa ke tempat sementara yang dianggap


aman dan ditampung di tempat penampungan sementara yang layak. Pada
tahap ini dilakukan pula pengaturan dan pembagian logistik atau bahan
makanan yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana.
Secara operasional, pada tahap tanggap darurat ini diarahkan pada kegiatan:

a. penanganan korban bencana termasuk mengubur korban meninggal


dan menangani korban yang luka-luka.
b. penanganan pengungsi
c. pemberian bantuan darurat

7
d. pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih
e. penyiapan penampungan sementara
f. pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta
memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan
pelayanan yang memadai untuk para korban;

3. Tahap Rehabilitasi
Dalam tahap rehabilitasi, upaya yang dilakukan adalah perbaikan fisik
dan non fisik serta pemberdayaan dan pengembalian harkat korban. Tahap ini
bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan
infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap
darurat, seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah, infrastruktur
sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat
diperlukan.

Sasaran utama dari tahap rehabilitasi adalah untuk memperbaiki


pelayanan masyarakat atau publik sampai pada tingkat yang memadai.
Dalam tahap rehabilitasi ini juga diupayakan penyelesaian berbagai
permasalahan yang terkait dengan aspek kejiwaan/psikologis melalui
penanganan trauma korban bencana.

4. Tahap Rekonstruksi
Upaya yang dilakukan pada tahap rekonstruksi adalah pembangunan
kembali sarana, prasarana serta fasilitas umum yang rusak dengan tujuan
agar kehidupan masyarakat kembali berjalan normal. Biasanya melibatkan
semua masyarakat, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan dunia
usaha. Sasaran utama dari tahap ini adalah terbangunnya kembali masyarakat
dan kawasan. Pendekatan pada tahap ini sedapat mungkin juga melibatkan
masyarakat dalam setiap proses.

8
2.4 Penanggulangan Bencana Gempa Bumi

Gempa bumi adalah gejala pelepasan energi berupa gelombang yang


menjalar ke permukaan bumi akibat adanya gangguan di kerak bumi (patah,
runtuh, atau hancur). Sampai sekarang manusia belum dapat meramalkan
kapan suatu gempa akan terjadi. Besar kecilnya malapetaka yang terjadi
sangat tergantung pada kekuatan (magnitudo) gempa itu sendiri serta kondisi
daerah yang terkena gempa itu. Alat pengukur gempa bumi disebut
seismograf, yang dinyatakan dalam skala Richter. Gempa bumi merupakan
bencana alam yang sering melanda wilayah Indonesia, kira-kira 400 kali
dalam setahun. Hal ini terjadi karena Indonesia dilalui oleh dua lempeng
(sabuk) gempa bumi, yaitu lempeng Mediterania (Alpen-Himalaya) dan
lempeng Pasifik.

Antisipasi yang harus dilakukan bagi masyarakat luas adalah apa dan
bagaimana cara menghadapi gempa, pada saat dan sesudah gempa terjadi.
Dalam menghadapi bencana gempa bumi misalnya masyarakat Jepang telah
tahu bagaimana bereaksi ketika gempa bumi berguncang. Mereka segera
mematikan kompor atau api yang menyala, menyambar tas yang telah
disiapkan (yang berisi sebotol air mineral, makanan ringan tahan lama,
lampu senter, peluit, obat-obatan, radio transistor, dan lain-lain), lalu segera
bersembunyi di bawah meja, dan tetap menunggu hingga guncangan reda.

Tindakan lari keluar rumah, menurut mereka, malah lebih berbahaya


karena ketika gempa besar berguncang, akan terjadi runtuhan bangunan,
tiang listrik, dan lain-lain. Dalam pengetahuan itu pula selalu disebutkan
untuk segera menghindari pantai (antisipasi tsunami) dan menjauhi tebing
(antisipasi longsor).

9
Penanggulangan bencana gempa bumi dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Tindakan Pra-Bencana

a. Membangun negara dan kota yang aman dari gempa bumi.

b. Menyiapkan tanggap darurat serta rehabilitasi / rekonstruksi yang


cepat dan lancar

c. Mendukung partisipasi warga dalam kegiatan pencegahan/


persiapan menghadapi bencana

d. Mendukung penelitian dan observasi atas bencana gempa bumi


dan penanganannya setelah bencana terjadi

2. Tindakan Tanggap Darurat

Pemerintah Kabupaten and Kota merupakan penanggung


jawab utama atas kegiatan tanggap darurat karena mereka adalah
lembaga administratif yang paling dekat dengan warga.
Pemerintah propinsi akan menangani kegiatan-kegiatan yang
membutuhkan tanggapan lebih intensif dan komprehensif. Jika
terjadi bencana skala besar yang melampaui kapasitas pemerintah
daerah yang bersangkutan, maka pemerintah pusat akan
membantu.

Tindakan pertama yang dilaksanakan oleh badan


penanggulangan bencana setelah gempa bumi terjadi adalah
mengumpulkan informasi seperti seberapa parah tingkat kerusakan
yang terjadi serta melaporkannya. Tindakan berikutnya adalah
menyusun kerangka kerja berdasarkan informasi yang ada serta
melakukan aksi termasuk penyelamatan, bantuan pertama,
perawatan medis, dan pemadaman kebakaran. Selain itu,
lembaga yang bersangkutan juga akan melakukan tindakan
evakuasi dan bantuan seperti penyediaan makanan, air, dan
lainnya. Setelah menangani situasi krisis, mereka akan melakukan
tindakan yang berkaitan dengan kesehatan dan sanitasi, menjaga

10
ketertiban warga, pemulihan sementara bagi fasilitas vital serta
gedung dan fasilitas lainnya, penyediaan informasi bagi korban
bencana, dan pencegahan bencana susulan, termasuk bencana
sedimen, hujan & badai, dan gedung yang roboh. Selain
itu,kelancaran sistem penerimaan bantuan seperti untuk bantuan
pembangunan fisik skala besar juga harus diperhatikan.

3. Tindakan Pasca Bencana

Proses rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah bencana akan


dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi dasar daerah yang
bersangkutan sehingga dapat mengarahkan aktifitas pembangunan
daerah menjadi lebih peka terhadap bencana. Ini akan dicapai melalui
pemulihan kehidupan para korban bencana dan merehabilitasi fasilitas
yang ditujukan untuk mencegah kerusakan akibat bencana di masa
mendatang. Selain itu, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi secara
cepat dan lancar akan diupayakan karena bencana dapat menghambat
serta menurunkan tingkat aktifitas sosial dan ekonomi di area tersebut.

a. Proses Rehabilitasi

 Rehabilitasi rumah dan fasilitas umum yang rusak

 Pembersihan puing

b. Pembersihan puing

 Pemerintah daerah akan menetapkan: 1) metode untuk


proses penanganan masalah puing dan 2) mengamankan
lokasi penempatan sementara dan proses akhir, agar
pengumpulan, transportasi, dan proses akhir untuk
penanganan puing dapat dilaksanakan dengan baik.

11
 Kementerian Negara Lingkungan Hidup akan
menyediakan bantuan yang dibutuhkan untuk mengatasi
puing.

 Memindahkan puing untuk didaur ulang merupakan


proses penting dalam penanganan masalah puing.

 Puing akan diproses secara terencana dengan


mempertimbangkan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Selain itu, tindakan yang tepat untuk masalah puing
akan dibutuhkan untuk mencegah rusaknya
lingkungan dan menjaga kesehatan para pekerja
rekonstruksi dan penduduk setempat.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi masyarakat


dari bencana alam dan dampak yang ditimbulkannya. Dalam Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 ayat 2, disebutkan sejumlah prinsip
penanggulangan yaitu cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan keterpaduan,
berdaya guna dan berhasil guna, transparansi dan akuntabilitas, kemitraan,
pemberdayaan, nondiskriminatif, dan nonproletisi. Penanggulangan bencana,
adalah segala upaya kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pencegahan,
penjinakan (mitigasi), penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi, baik
sebelum, pada saat maupun setelah bencana dan menghindarkan dari
bencana yang terjadi. Gempa bumi adalah gejala pelepasan energi berupa
gelombang yang menjalar ke permukaan bumi akibat adanya gangguan di
kerak bumi (patah, runtuh, atau hancur).

3.2 Saran

Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban pemerintah


atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari
masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut
berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.

13
DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2009. Kajian Tentang


Penanggulangan Bencana Alam di Indonesia. Jakarta : BNPB
Indah, Gayatri. 2016. Mitigasi Bencana Gempa Bumi di Indonesia.
http://mediaindonesia.com/read/detail/83264-mitigasi-bencana-gempa-
bumi-di-indonesia. Diakses pada tanggal 28 Maret 2019
Nugroho, Sutopo. 2016. Manajemen Bencana Indonesia. Jakarta : BNPB

14

You might also like