You are on page 1of 18

MAKALAH PELAJARAN BAHASA INDONESIA

“ Bahasa Indonesia Baku, Tantangan serta Pengembangannya ”


Makalah ini disusun sebagai tugas terstruktur
mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu :
DONI SUBRATA.,S.Pd.,M.Pd

Disusun oleh :

MICHAEL TUA MANGATUR HUTAGAOL 221150099


FRANSISCUS HUGO 221150107
SOFIA LORENZA MANURUNG 221150027

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN
BATAM
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan
ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari
itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya
yang lebih baik lagi.

Batam, 9 Oktober 2023

ii
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................IV

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah dan 1.3. Tujuan Penelitian.............................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................V

2.1. Pengertian Bahasa Baku.................................................................................................

2.2. . Fungsi Bahasa Baku………………………………………………………………………………………………………5

2.3. Ciri – Ciri Bahasa Baku................................................................................................6

2.4. Cara Pemakaian Bahasa Indonesia Baku Dengan Baik Dan Benar...............................7

2.5. Tantangan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi............................................................8

BAB III PENUTUP..................................................................................................................VI

3.1. Simpulan...........................................................................................................................

3.2. Saran.....................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................VII

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun
pengenalan istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami secara komprehensif konsep
dan makna istilah bahasa baku itu. Hal ini terbukti bahwa masih banyak orang atau
masyarakat berpendapat bahasa baku sama dengan bahasa yang baik dan benar. Mereka
tidak mampu membedakan antara bahasa yang baku dan yang non-baku. Pateda (Alwi,
1997:30) mengatakan bahwa, “Kita berusaha agar dalam situasi resmi kita harus berbahasa
yang baku. Begitu juga dalam situasi yang tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa
yang baku.”
Sedangkan dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara yang ditetapkan sehari
setelah hari proklamasi kemerdekaan republik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam
pasal 36 UUD 1945, sejak saat itu bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi yang digunakan
dalam mengelola Negara dalam situasi formal, seperti interaksi di kantor-kantor, di sekolah-
sekolah, pidato dan ceramah serta secara tertulis dalam buku. Namun tidak semua orang
menggunakan tatacara atau aturan-aturan yang benar, salah satunya pada penggunaan
bahasa Indonesia itu sendiri yang tidak sesuai dengan ejaan. Oleh karena itu pengetahuan
tentang bahasa baku cukup penting untuk mempelajari bahasa Indonesia secara
menyeluruh yang akhirnya bisa diterapkan dan dapat digunakan dengan baik dan benar
sehingga identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak akan hilang.
Bahasa Indonesia perlu dipelajari oleh semua lapisan masyrakat. Tidak hanya pelajar
dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia.
Dalam bahasan bahasa Indonesia itu ada yang disebut bahasa baku. Dimana bahasa baku
merupakan standar penggunaan bahasa yang dipakai dalam bahasa Indonesia.

iv
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah kami uraikan maka masalah yang dibahas:
1. Apa yang dimaksud bahasa baku?
2. Pengertian bahasa indonesia baku?
3. Fungsi pemakaian bahasa baku?
4. Ciri – ciri bahasa baku ?
5. Bagaimana Pemakaian bahasa indonesia baku dengan baik dan benar ?
6. Apa Tantangan Bahasa Indonesia Di Era Globalisasi ?
7. Bagaimana Cara Mengembangkan Bahasa Indonesia Sebagai Ciri Khas Bangsa
Indonesia ?

1.3. TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengetahui pengertian bahasa baku.
2. Untuk mengetahui pengertian bahasa indonesia baku
3. Untuk mengetahui fungsi pemakaian bahasa baku.
4. Untuk mengetahui ciri – ciri bahasa baku.
5. Untuk mengetahui cara pemakaian bahasa indonesia baku dengan baik dan benar.
6. Untuk Mengertahui Tantangan penggunaan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi
7. Untuk Mengetahui Perkembangkan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Pemersatu Bangsa

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Bahasa Baku

Bahasa merupakan alat komunikasi penting yang dapat menghubungkan seseorang


dengan yang lainnya. Pada kaidahnya bahasa indonesia terdapat dua ragam bahasa, yaitu
bahasa baku dan bahasa tidak baku. Bahasa baku yaitu kata atau kalimat yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia. Pedoman yang digunakan adalah (KBBI), Pedoman Pembentukan
Istilah, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dialek yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah
disebut bahasa tidak baku. Istilah bahasa baku dalam bahasa Indonesia atau standard
language dalam bahasa Inggris, dalam dunia ilmu bahasa atau linguistik pertama sekali
diperkenalkan oleh Vilem Mathesius pada 1926.
Bahasa baku adalah bahasa standar (pokok) yang kebenaran dan ketetapannya telah
ditentukan oleh negara. Baku berarti bahasa tersebut tidak dapat berubah setiap saat. Baku
atau standar beranggapan adanya keseragaman. Berdasarkan teori, bahasa baku merupakan
bahasa pokok yang menjadi bahasa standar dan acuan yang digunakan sehari-hari dalam
masyarakat. Bahasa baku mencakup pemakaian sehari-hari pada bahasa percakapan lisan
maupun bahasa tulisan. Tetapi pada penggunaanya bahasa baku lebih sering digunakan pada
sistem pendidikan negara, pada urusan resmi pekerjaan, dan juga pada semua konteks resmi.
Sementara itu, di dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak orang yang menggunakan bahasa
tidak baku dan sesuka hati.
Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang bentuk
bahasanya telah dikodifikasi, diterima, dan difungsikan atau dipakai sebagai model oleh
masyarakat Indonesia secara luas.
Contoh pada Undang-undang dasar :
Undang-undang dasar 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dari beberapa kalimat dalam undang-undang tersebut menunjukkan bahasa baku, dan
merupakan pemakaian bahasa secara baik dan benar.
Bahasa Indonesia nonbaku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang tidak
dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat Indonesia secara
luas, tetapi dipakai oleh masyarakat secara khusus.

4
2.2. Fungsi Bahasa Baku
Secara umum, fungsi bahasa baku adalah sebagai berikut :
1. Sebagai fungsi pemersatu, Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa daerah.
Jika setiap masyarakat menggunakan bahasa daerahnya, maka dia tidak dapat
berkomunikasi dengan masyarakat dari daerah lain. Fungsi bahasa baku
memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian,
bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bangsa.
2. Sebagai fungsi pemberi kekhasan, Suatu bahasa baku membedakan bahasa itu dari
bahasa yang lain atau satu negara dengan negara lainnya berbeda, karena itu
digunakan sebagai salah satu ciri dari suatu negara. Melalui fungsi itu, bahasa baku
memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan
3. Fungsi pembawa keibawaan. Pemilikan bahasa baku membawa serta wibawa atau
prestise. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha orang mencapai
kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku
sendiri. Penutur atau pembicara (masyarakat) yang mahir berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar memperoleh wibawa di mata orang lain.
4. Sebagai fungsi kerangka acuan. Sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa
dengan adanya norma dan kaidah (yang dikodifikasi) yang jelas. Norma dan kaidah
itu menjadi tolak ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau
golongan.

5
2.3. Ciri – Ciri Bahasa Baku
Secara umum ciri- ciri bahasa baku, antara lain :
1. Tidak dipengaruhi bahasa daerah
Contoh : Baku - Tidak Baku
Saya - Gue
Ayah - Bokap
Merasa - Ngerasa
2. Tidak dipengaruhi bahasa asing
Contoh : Baku - Tidak Baku
Banyak guru - banyak guru - guru
Itu benar - itu adalah benar
Kesepakatan lain - dimantapin
3. Bukan merupakan ragam bahasa percakapan
Contoh : Baku - Tidak Baku
Bagaimana - gimana
Begitu - gitu
Tidak - nggak/gak
4. Pemakaian imbuhan secara eksplisit
Contoh : Baku - Tidak Baku
Anak itu menangis - anak itu nangis
Ia mendengarkan radio - ia dengarkan radio
Kami bermain bola di lapangan - kami main bola di lapangan
5. Pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat
Contoh : Baku - Tidak Baku
Siapa namamu ? - siapa namanya ?
Dan lain sebagainya - dan sebagainya
Sehubungan dengan - sehubungan
6. Tidak mengandung makna ganda, tidak rancu
Contoh : Baku - Tidak Baku
Menghemat waktu - mempersingkat waktu
Mengatasi berbagai ketinggalan - mengejar ketinggalan
7. Tidak mengandung arti pleonasme
Contoh : Baku - Tidak Baku
Para juri - para juri - juri
Hadirin - pada hadirin
Pada zaman dahulu - pada zaman dahulu kala
8. Tidak menganduk hiperkorek
Contoh : Baku - Tidak Baku
Khusus - husus
Sabtu - saptu
Akhir - ahir
9. Ragam bahasa baku adalah ragam bahasa yang paling sedikit memperlihatkan ciri
kedaerahan.
10. Sistem bunyinya lebih kompleks.
6
11. Bahasa baku cenderung juga berbeda dari bahasa non baku dalam hal kaidah
pemberian tekanan pada kata.

2.4. Cara Pemakaian Bahasa Indonesia Baku Dengan Baik Dan Benar
Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa yang dibakukan atau yang dianggap
baku adalah pemakaian bahasa Indonesia baku dengan benar. Dengan demikian bahasa
Indonesia baku dengan benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa
atau gramatikal bahasa baku. Sebaliknya pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan benar
adalah pemakaian bahasa yang tidak mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal bahasa baku,
melainkan kaidah gramatikal bahasa nonbaku.
Pemakaian bahasa Indonesia baku dengan baik dan benar adalah pemakaian bahasa
yang sesuai dengan fungsi dan ciri kode bahasa Indonesia baku. Pemakaian bahasa Indonesia
nonbaku dengan baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang sesuai dengan fungsi dan ciri
kode bahasa Indonesia nonbaku. Konsep baik dan benar dalam pemakaian bahasa Indonesia
baik baku maupun nonbaku saling mendukung saling berkait. Konsep yang benar adalah
pemakaian bahasa yang baik harus juga merupakan pemakaian bahasa yang benar.
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Kita harus
memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh karena itu, unsur
umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak
sasaran kita tidak boleh diabaikan.
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa. Ada
empat hal yang harus diperhatikan, yaitu: tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.
Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan
dan tulisan. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa
tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam
bermain dengan bahasa.
Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar:
1. Tata bunyi (fonologi), misalnya bunyi f,v,dan z. contao kata-kata yang benar adalah fajar, motif,
aktif, variabel, vitamin,devaluasi, zakat, izin, bukan pajar, motip, aktip, pariabel, pitamin,
depaluasi, jakat, ijin. Masalh lafal juga termasuk aspek tata bunyi. Pelafalan yang benar
adalah kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, tranmigrasi, ekspot.
2. Tata bahasa (kata dan kalimat) misalnya, bentuk kata yang benar adalah ubah, mencari,
terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawabkan, bukan obah, rubah, robah, nyari,
kedesak, ngebut, tegakan dan pertanggung jawaban.
3. Aspek kosa kata (termasuk istilah), kata-kata seperti bilang, kasih, entar, dan udah lebih baik
diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar dan sudah dalam penggunaan bahasa
yang benar. Dalam peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output)
dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil.
4. Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, system, objek, jadwal, kualitas, dan
hierarki.
5. Dari segi maknanya, penggunaan bahas ayang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan
kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya dalam bahasa ilmu tidak tepat jika
digunakan kata yang sifatnya konotatif (kiasan).

7
Contoh kata baku dan tidak baku, antara lain :
Contoh : Kata Baku - Kata Non Baku
Aktif - aktip, aktive
Apotek - apotik
Cabai - cabe, cabay
Fotokopi - foto copy, photo copy, photo kopi
Contoh kalimat baku dan tidak baku, antara lain :
a. Kalimat Baku
1. Semua peserta pertemuan itu sudah hadir.
2. Sebelum mengarang, tentukanlah tema karangan.
3. Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Saudara.
b. Kalimat Tidak Baku
1. Semua peserta daripada pertemuan itu sudah pada hadir.
2. Sebelum mengarang terlebih dahulu tentukanlah tema karangan.
3. Kami menghaturkan terima kasih atas kehadirannya.

2.5. Tantangan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi

Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan. Bahasa ini diciptakan untuk


mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, ras, dan
agama. Bangsa Indonesia sejak Sumpah Pemuda 1928 berikrar mengakui dan menjunjung
tinggi bahasa persatuan ini. Dengan menggunakan bahasa Indonesia, setiap orang yang
berasal dari daerah yang berbeda-beda dapat saling memahami satu sama lain, karena mereka
berkomunikasi menggunakan satu bahasa. Bayangkan jika bahasa Indonesia tidak ada?
Mereka sudah pasti akan menggunakan bahasa daerah masing-masing. Bahasa Indonesia
selain sebagai pemersatu, juga sebagai salah satu produk budaya Indonesia, karena bahasa
Indonesia merupakan identitas bangsa di kancah internasional.

Tantangan muncul ketika bahasa Indonesia dihadapkan pada era globalisasi, baik
faktor internal maupun eksternal ikut andil dalam memengaruhi eksistensi bahasa resmi ini,
Pengajaran bahasa Indonesia sejak dini perlu dibenahi. Apalagi dengan adanya “gempuran”
dari bahasa asing yang seolah “menjajah” bahasa tercinta ini. Ketika dalam proses
pembelajaran dalam kelas, bahasa Indonesia dinilai oleh sebagian siswa merupakan bahasa
yang menjenuhkan, kuno, dan tidak menarik. Sedangkan, bahasa asing seperti bahasa Inggris,
Perancis, Arab, maupun Korea telah banyak disenangi anak muda baik itu karena tuntutan
zaman maupun hanya mencari kesenangan. Bahkan ada pula yang mempertanyakan alasan
mengapa bahasa Indonesia perlu dipelajari? Pernah dalam suatu kelas, salah seorang siswa
saya mempertanyakan kenapa kita harus belajar bahasa Indonesia? Pertanyaan yang
mendasar ini perlu dijawab secara komprehensif kepada siswa agar tidak muncul keraguan
lagi, sehingga selanjutnya dalam memupuk cinta bahasa Indonesia dapat tercapai.

8
1. Penting atau tidaknya bahasa Indonesia

Sebuah bahasa dapat dikatakan penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria,
yaitu jumlah penutur, luas daerah peyebarannya, dan terpakainya bahasa itu dalam sarana
ilmu, sastra, dan budaya. Pertama, dipandang dari jumlah penuturnya, karateristik
masyarakat kita memiliki dua bahasa, yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai kedua bagi sebagian besar warga Indonesia. Sebelumnya,
penutur lebih dulu mengenal bahasa daerah masing-masing, sedangkan bahasa Indonesia baru
dikenal ketika sampai pada usia sekolah (dari mulai taman kanak-kanak). Jumlah penutur
yang dimaksud adalah jumlah penutur yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
kedua. Data kependudukan pada tahun 2013 ini menunjukkan penduduk Indonesia berjumlah
250 juta jiwa, ditambah lagi warga Indonesia yang berada di luar negeri. Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sangat penting kedudukannya.

Kedua, dipandang dari luas penyebarannya. Penyebaran suatu bahasa tentu tidak akan
lepas dari jumlah penutur. Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa tersebar
luas mulai dari Sabang sampai Merauke. Selain itu juga patut dilihat dari penyebaran bahasa
Indonesia pada universitas-universitas yang membuka Jurusan Bahasa Indonesia. Penyebaran
ini dapat membuktikan bahwa bahasa Indonesia sangat penting kedudukannya. Ketiga,
dipandang dari dipakainya sebagai sarana ilmu, sastra, dan budaya. Setelah mengetahui
jumlah dan penyebaran bahasa Indonesia, maka penggunaan bahasa Indonesia sebagai sarana
ilmu, sastra, dan budaya pun akan mengikuti. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar
untuk menyampaikan berbagai jenis ilmu, kemudian bahasa Indonesia juga digunakan
sebagai sarana untuk bersastra, baik itu sastra lisan maupun tulis. Yang terakhir, bahasa
Indonesia dipakai pula dalam berkomunikasi, bernyanyi, berdiskusi, dan sebagainya. Ketiga
hal tersebut telah dijalankan bahasa Indonesia dengan sangat baik. Hal ini menandakan
bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting.

2. Anomali amanat konstitusi

Sehari setelah proklamasi kemeredekaan tanggal 17 Agustus 1945, dalam rapat Panitia
Persiapan Kemeredekaan Indonesia, disahkan konsep yang kemudian dikenal sebagai Piagam
Jakarta, menjadi UUD 1945, setelah dilakukan beberapa perubahan dan pencoretan. Di dalam
UUD 1945 itu, tercantum dalam pasal 36, kedudukan bahasa Indonesia ditetapkan: Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa
resmi di negara Indonesia. Ketika negara Indonesia baru didirikan, sekitar awal tahun 1950-
an, negara lain banyak yang menyatakan kekagumannya kepada kita karena dua hal, yaitu
kita dapat merebut kemerdekaan dengan perjuangan fisik dan diplomasi yang sangat
“heroik” serta dikarenakan negara kita sejak awal telah memiliki bahasa nasional, yaitu
bahasa Indonesia. Bandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, India, dan
Filipina yang memiliki bahasa resmi lebih dari satu.

Selain dalam UUD 1945, turunannya adalah UU nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pada pasal 25 ayat 1 berbunyi:
Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-
9
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa
yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan
yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.

Menyaksikan pidato resmi presiden SBY yang disiarkan langsung oleh televisi nasional
dalam acara pembukaan APEC belum lama ini meninggalkan sebuah tanda tanya. Bukan
membicarakan isi dan hasil dari acara APEC di Bali tersebut, melainkan pidato presiden yang
menggunakan bahasa Inggris. Apakah karena presiden berada di tengah-tengah orang
asing, maka dia menggunakan bahasa asing pula? Bukankah kita sebagai tuan rumah
selayaknya menggunakan bahasa Indonesia demi menunjukkan semangat nasionalisme.
Keanehan juga muncul dari Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin. Dia mewacanakan
akan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam rapat. Ia mengatakan
bahwa rapat dalam bahasa Inggris bukan mau “sok-sokan” tapi tuntutan era globalisasi. Ia
mengingatkan bahasa global salah satunya bahasa Inggris, jika tidak dikuasai akan rugi
sendiri. Sangat miris melihat kedua pemimpin tersebut dalam memberikan pembelajaran
kepada rakyatnya agar menaati segala perundangan yang berlaku.

Padahal jika dicermati, dalam UU nomor 24 tahun 2009 pada pasal 28 berbunyi: Bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara
yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri. Sepertinya kasus seperti ini sudah
biasa terjadi dan seakan-akan tidak ada satu pihak pun yang mempersoalkan, baik itu dari
DPR sendiri selaku pembuat UU maupun para ahli bahasa yang secara resmi menyatakan
protes terhadap hal ini. Apakah karena mereka adalah presiden dan gubernur lantas tidak ada
yang berani menggugat? Bagaimana rakyatnya mau taat hukum kalau pemimpin di negeri ini
sudah tidak mengindahkan hukum? Ini yang harus menjadi perhatian kita bersama, bahwa
menjunjung tinggi bahasa Indonesia berbanding lurus dengan semangat nasionalisme.

3. Intervensi bahasa asing

Tentunya bahasa Indonesia tidak akan pernah lepas dari pengaruh bahasa asing, apalagi
dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Hampir tidak ada jarak antara negara satu dan
negara lain dalam memberikan pengaruhnya. Sejarah panjang bahasa Indonesia mencatat
bahwa Sumpah Pemuda pada 1928 menggambarkan cita-cita para pendahulu kita
menginginkan cinta pada tanah air, termasuk di dalamnya cinta pada bahasa Indonesia.
Namun sayang, seolah kita dibuat tidak berdaya menghadapi gempuran bahasa asing yang
masuk sehingga sebagian kalangan suka beringgris-inggris ria –meminjam istilah Ajip
Rosidi- dalam berkomunikasi. Selain bahasa Inggris, sebagian masyarakat kita juga
“terjebak” pada simbolisasi bahwa siapa yang menggunakan istilah bahasa Arab maka akan
dianggap manusia yang “agamis”.

Kata “sorry”, “afwan”, “cancel”, “follow up” merupakan kata yang tidak asing di telinga
kita. Ini merupakan gejala lunturnya semangat berbahasa Indonesia, seakan-akan bahasa
Indonesia tidak cukup mampu menyampaikan perasaan dan pikirannya. Kalau gejala seperti
ini semakin hari semakin menjadi-jadi, maka bahasa Indonesia akan tidak dihargai lagi, baik
dari segi leksikon maupun gramatikalnya. Beberapa hari ini istilah baru masuk, yaitu “shut
down” yang merupakan istilah penghentian layanan pemerintahan Amerika di tengah krisis
ekonomi. Ketika pemberitaan tersebut masuk ke Indonesia, sayangnya istilah “shut down”
10
masih dibiarkan, mengekor sesuai dengan istilah di negeri adidaya tersebut. Sampai-sampai
wartawan senior Indonesia, yaitu Goenawan Mohamad dalam twitternya mengatakan, “Hai,
wartawan Indonesia. Tidak adakah bahasa Indonesia untuk kata "shutdown"?” Saya
berasumsi bahwa wartawan Indonesia malas membuka dokumen resmi yang diterbitkan oleh
Pusat Bahasa (sekarang menjadi Badan Bahasa). Buktinya, ketika saya cek dalam Glosarium
Istilah Asing - Indonesia, istilah “shut-down” --ternyata telah tersedia-- memiliki arti
“penundaan operasi”. Pemberitaan yang sangat cepat dan terkini tidak dibarengi dengan
pemilihan kata yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Selama istilah asing tidak ada
padanannya, maka bolehlah menggunakan istilah asing tersebut.

2.6. Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang
bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai ''lingua franca'' di Nusantara
kemungkinan sejak abad-abad awal kalender Masehi penanggalan modern. Kerajaan
Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu
Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian
selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata
pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu Rumpun bahasa Indo-Eropabahasa Indo-Eropa dari
cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan
pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa Penemuan prasasti berbahasa
Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun abad ke-9) dan di dekat Bogor (Prasasti
Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan adanya penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau
Jawa dan Pulau Luzon.Keping Tembaga Laguna (900 M) yang ditemukan di dekat Manila,
Pulau Luzon, berbahasa Melayu Kuna, menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan
Sriwijaya. Kata-kata seperti ''samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin'', dan ''kaca'' masuk
pada periode hingga abad ke-15 Masehi.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik
(''classical Malay'' atau ''medieval Malay''). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang
perkembangannya kelak disebut sebagai ''bahasa Melayu Tinggi''. Penggunaannya terbatas di
kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya Laporan
Portugal Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami
oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak
dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam
sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi,
sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata
bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi
seperti anggur,cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini.
Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.

Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagi


bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal
abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” di awali sejak di canangkannya Sumpah Pemuda,
28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “Imperialisme bahasa” apabila nama bahasa
Melayu tetap di gunakan.

Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa
11
Melayu yang di gunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa
indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru baik
melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun di
pahami dan di tuturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia bukanlah
bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga indonesia menggunakan salah
satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa Ibu. Penutur Bahasa Indonesia
kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) atau mencampur adukkan dengan dialek
Melayu lainnya atau bahasa Ibunya.

Meskipun demikian, bahasa Indonesia di gunakan sangat luas di perguruan -


perguruan, media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum
publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa indonesia di gunakan oleh semua
warga indonesia. Bahasa Indonesia dipakai dimana - mana diwilayah nusantara serta makin
berkembang dengan dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai
didaerah-daerah diwilayah nusantara dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh corak budaya
daerah. Bahasa Melayu menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa
sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.Bahasa Melayu pun dalam
perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.Perkembangan bahasa Melayu
di wilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan
persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.
Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia
dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Untuk memperoleh bahasa nasionalnya, Bangsa
Indonesia harus berjuang dalam waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan.

Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa
Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan
dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu
Kuno. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional
merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.
Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika
mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya
ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan
Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa
pergaulan atau bahasa persatuan.

Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Naskah putusan kongres pemuda Indonesia tahun
1928 itu berisi tiga butir kebulatan tekad sebagai berikut.

1. Pertama: Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah air
Indonesia.

2. Kedua: kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu , bangsa Indonesia.

3. Ketiga: kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

12
Pernyataan pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran dan lautan
yang menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah Republik Indonesia sekarang
adalah satu kesatuan tumpah darah, yang di sebut tanah air Indonesia. Pernyataan yang kedua
adalah pengakuan bahwa manusia-manusia yang menempati bumi Indonesia itu juga
merupakan satu kesatuan, yang disebut bangsa Indonesia. Pernyataan yang ketiga tidak
merupakan pengakuan “barbahasa satu”, tetapi merupakan tekad kabahasaan yang
menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjungjung tinggi bahasa persatuan, yaitu
bahasa Indonesia. (Halim, 1983: 2—3).Dengan diikrarkanya Sumpah Pemuda, resmilah
bahasa Melayu, yang sudah disepakati sejak pertengahan Abad VII itu, yang menjadi bahasa
Indonesia.Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau
setelah Kemerdekaan Indonesia

Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai bahasa


nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18
Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa
Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia
secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia di pakai oleh berbagai
lapisan masyarakat Indonesia.

13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupan. Dengan bahasa
manusia dapat menyampaikan isi pikirannya kepada orang lain. Pada bahasa terdapat dua
ragam bahasa, yaitu bahasa baku dan bahasa nonbaku. Bahasa baku merupakan bahasa
standar atau pokok yang digunakan oleh masyarakat pada suatu negara. Sedangkan bahasa
nonbaku adalah bahasa yang berbeda dengan struktur atau gaya baku, dan biasanya
digunakan pada lingkungan atau keadaan tidak resmi.
Bahasa Indonesia baku pada umumnya sesuai dengan pola SPOK dan biasanya
dipelajari di sekolah dan digunakan pada lingkungan dan keadaan yang resmi.

3.2. Saran
Setelah membaca karya tulis ini, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
teman– teman agar pembuatan makalah kedepannya lebih baik. Dan kami mengharapkan
agar kiranya bahasa indonesia baku dan non baku sebaiknya digunakan dan dipakai dengan
benar.

vi
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://www.ebahasaindonesia.com/2014/11/definisi-fungsi-dan-ciri-ciri-bahasa.html (di akses pada
tanggal 7 Oktober 2019 )
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_baku ( di akses pada tanggal 7 Oktober 2019 )
http://materi-pelajaran-smk.blogspot.com/2015/04/pembahasan-lengkap-bahasa-baku-dan-
contohnya.html ( di akses pada tanggal 8 Oktober 2019)
http://ilmupendidikan-makalahku.blogspot.com/ ( di akses pada tanggal 7 Oktober 2019)
https://www.kompasiana.com/immawan.faisal/552e60ea6ea834e9598b4593/tantangan-
bahasa-indonesia. ( di akses pada tanggal 8 Oktober 2019)
http://sejinho.blogspot.com/2016/06/makalah-perkembangan-bahasa-indonesia.html(di akses
pada tanggal 8 Oktober 2019)

vii
viii

You might also like