You are on page 1of 19

Bk Anak Berkebutuhan Khusus

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah “bk anak
berkebutuhan khusus”

Dosen pengampu :
Dra. Elni yakub, MS./ Dian oktary,S.Pd., M.Pd

Disusun oleh :

Kelompok 2

Adi Putra prayoga 2105113132


Dina puspita 2105110680
Diva zahira 2105135672
Nisa nur hasanah 2105126155
Putri cahyani pernandes 2105112283
Reenad atiqha masait 2105125084
Reziq wariqwana 2105125078

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
Pekanbaru
2023
PRAKATA
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan berkat dan rahmat-Nya lah
pemakalah dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok yang berjudul “BK anak berkebutuhan
khusus”. Penulis makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah “Konseling
Lintas Budaya” di program studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Riau.

Ucapan terima kasih pun pemakalah sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah yaitu Ibu
Siska Mardes, S.Pd., M.Pd. dan Ibu Khairiyah Khadijah, S.Pd,I., M.Pd., kons. karena atas pemberian
tugas makalah ini pemakalah bisa lebih banyak memperoleh ilmu dan pengetahuan khususnya tentang
pentingnya Konseling Lintas Budaya di satuan sekolah.

Pemakalah menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, namun pemakalah berharap dengan ketidaksempurnaan tersebut bisa menjadi bahan
perbaikan di masa yang akan datang.

Pekanbaru, 6 september 2023

Tim pemakalah

i
DAFTAR ISI
PRAKATA....................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................... ii
Bab I PENDAHULUAN.................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1
1.3. Tujuan ................................................................................................................................ 1
BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................................................ 2
2.1 Pengertia bimbingan dan konseling .................................................................................. 2
2.2 Tujuan bimbingan dan konseling...................................................................................... 3
2.3 Asas bimbingan dan konseling ......................................................................................... 3
2.4 Prinsip bimbingan dan konseling...................................................................................... 4
2.5 Fungsi bimbingan dan konseling ...................................................................................... 5
2.6 Peranan bimbingan dan konseling ..................................................................................... 6
2.7 Jenis-jenis masalah anak berkebutuhan khusus ................................................................ 7
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 15
3.2 Saran.................................................................................................................................. 15

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perhatian besar pemerintah adalah pendidikan inklusi karena meningkatnya jumlah anak
berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap
manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu
negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap
warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan
(difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).Namun sayangnya sistem
pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan
munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan
bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas
segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar
menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
membuka jalan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus untuk dapat mengenyam
pendidikan dengan layak. Pendidikan inklusi secara khusus diartikan sebagai sebuah upaya
penyelenggaraanpendidikan yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus dan anak normal
untuk belajar. Dengan adanya pendidikan inklusi artinya sekolah tersebut harus mampu
mengakomodasi setiap anak tanpa kecuali, baik secara fisik, intelektual, emosional,
sosial, bahasa, budaya, etnis, minoritas dan berbagai hal lainnya. Tujuannya adalah tidak ada
kesenjangan di antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya. Diharapkan
pula anak dengan kebutuan khusus dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam
dirinya

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian bimbingan dan konseling?
2. Apa tujuan bimbingan dan konsling?
3. Apa asas bimbingan dan koseling?
4. Apa perinsip-perinsip bimbingan dan konseling?
5. Apa fungsi bimbingan dan konseling?
6. Apa peranan bimbingan dan konseling?
7. Apa saja jenis-jenis masalah yang dihadapi anak berkebutuhan khusus?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Apa pengertian bimbingan dan konseling
2. Mengetahui Apa tujuan bimbingan dan konsling
3. Mengetahui Apa asas bimbingan dan koseling
4. Mengetahui Apa perinsip-perinsip bimbingan dan konseling
5. Mengetahui Apa fungsi bimbingan dan konseling
6. Mengetahui apa peranan bimbingan dan kosneling
7. Mengetahui Apa saja jenis-jenis masalah yang dihadapi anak berkebutuhan khusus

1
BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus


a. Pengertian Bimbingan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari guidance dan counseling dalam
bahasa Inggris. Secara harfiah istilah guidance dari akar kata guide berarti: mengarahkan (to
direct), memandu (to pilot), mengelola (to manage), dan menyetir (to steer). Banyak pengertian
bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut: a. United States Office
of Education, memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk
memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri
terhadap berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan,
kesehatan sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus mengarahkan kegiatannya
agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat.
Dr. Rohman Natawidjadja, menyatakan bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan
kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat
memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar,
sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, serta
kehidupan umumnya.
Bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus diberikan agar anak berkebutuhan khusus
tersebut lebih mengenal dirinya sendiri, menerima keadaan dirinya, mengenali kelemahan,
kekuatannya dan dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuannya. Langkah awal
dalam melaksanakan bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus adalah melakukan identifikasi
anak. Untuk menghimpun informasi yang lengkap mengenai kondisi anak dalam rangka
penyusunan program bimbingan yang sesuai dengan kebutuhannya, maka identifikasi perlu
dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dan jika memungkinkan dapat meminta bantuan
atau bekerja sama dengan tenaga profesional dalam menangani anak yang bersangkutan.
Mengenai kebutuhan layanan bimbingan dan konseling ini, Thompson dkk dalam bukunya
Counseling Children: sixth ed. USA Broks/Cole Company menuliskan garis besarnya sebagai
berikut:
1. Anak harus mengenal dirinya sendiri
2. Menemukan kebutuhan anak berkebutuhan khusus yang spesifik sesuai dengan kelainannya,
kebutuhan ini muncul menyertai kelainannya.

• Menemukan konsep diri


• Memfasilitasi penyesuaian diri terhadap kelainan
• Berkoordinasi dengan ahli lain
• Melakukan konseling terhadap keluarga anak berkebutuhan khusus
• Membantu perkembangan anak berkebutuhan khusus agar berkembang efektif, memiliki
ketrampilan hidup mandiri
• Membuka peluang kegiatan rekreasi dan mengembangkan hobi
• Mengembangkan ketrampilan personal dan social

Berkaitan dengan permasalahan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus karena
mereka memiliki beberapa hambatan yang ada pada dirinya. Sehubungan dengan hal tersebut
maka pemberian bantuan terhadap anak berkebutuhan khusus harus terus menerus diberikan
secara sistematis, terus menerus, terencana dan terarah pada tujuan dalam upaya memecahkan
masalah yang dihadapinya. Bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus diberikan agar anak
berkbutuhan khusus tersebut lebih mengenal dirinya sendiri, menerima keadaan dirinya,
mengenali kekuatan dan kelemahannya serta dapat mengarahkan dirinya sesuai
dengan kemampuaannya.

b. Pengertian Konseling bagi Anak Berkebutuhan Khusus

2
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-
hambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan
pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu. Bantuan yang diberikan
kepada konseli lebih menekankan kepada peranan konseli itu sendiri ke arah tujuan yang sesuai
dengan potensinya.
ASCA (American School Counselor Association) mengemukakan bahwa, konseling
adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan
pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli, konselor mempergunakan pengetahuan dan
keterampilannya untuk membantu konseli mengatasi masalah-masalahnya.
Maka dapat ditarik kesimpulan, konseling bagi anak berkebutuhan khusus adalah upaya
batuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli agar konseli tersebut dapat menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapinya dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
berbeda dengan dirinya serta mereka mampu untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus tersebut.

2.2 Tujuan Bimbingan dan Konseling bagi Anak Berkebutuhan Khusus


Menurut Drs. Dewa Ketut Sukardi MBA., MM. bimbingan dan konseling memiliki tujuan
umum dan khusus. Ada pun tujuan umum bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan
sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN) tahun 2003
(UU No. 20/2003), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan ruhani kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Secara umum, tujuan bimbingan dan konseling
bagi anak berkebutuhan khusus adalah untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam
mengembangkan diri dan menyesuaikan dirinya secara optimal sesuai dengan hambatan,
gangguan, atau kelainannya.
2. Sesuai dengan pengertian bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus sebagai
upaya membentuk perkembangan dan kepribadian siswa secara optimal sesuai dengan
kemampuan anak tersebut, maka secara umum layanan bimbingan dan konseling di sekolah
haruslah dikaitkan dengan sumberdaya manusia. Yaitu dengan menerapkan layanan bimbingan
dan konseling untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam mengenal bakat, minat, dan
kemampuannya serta mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya.
3. Tujuan khusus dari layanan bimbingan dan konseling adalah bertujuan untuk membantu siswa
agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar,
dan karier. Tujuan khusus bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus disesuaikan
dengan kebutuhan anak tersebut yang mana dia dapat percaya diri, dapat bergaul, menghadapi
dirinya sendiri juga mengenal potensi dirinya.

2.3 Asas-Asas Bimbingan Dan Konseling


Asas- asas bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1. Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan
keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang
tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor)
berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya
benar-benar terjamin,
2. Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik
(klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing
(konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan
tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang
berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban
mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru

3
pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas
keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan dan kekarelaan.
4. Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru
Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam
setiap layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
5. Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling;
yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan
menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri.
Guru Pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan
konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan
konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang.
Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan
apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7. Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan
(peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang,
harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang
terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-
baiknya.
9. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui
segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan
peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam
bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik
dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam
penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu
permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih
ahli. Guru pembimbing (konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru
lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-
tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah
maupun di luar sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan
konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan
yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.

2.4 Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling


Prinsip Dasar layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Beberapa prinsip dasar dalam layanan anak berkebutuhan khusus pada umumnya yang perlu
diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Prinsip dasar tersebut menurut musjafak Assjari
(1995) adalah sebagai berikut:
1. Keseluruhan anak (all the chilldren ) Layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus harus
didasarkan pada pemberian kesempatan pada seluruh anak berkebutuhan khusus dari berbagai
derajat, ragam, dan bentuk kecacatan yang ada. Dengan layanan pendidikan diharapkan anak

4
dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga ia dapat mencapai
hidup bahagia sesuai dengan kecacatannya. Oleh karena itu guru harus kreatif. Guru dituntut
mencari berbagai pendekatan pembelajaran yang cocok bagi anak. Pendekatan tersebut harus
disesuaiakan dengan keunikan dan karakteristik dari masing – masing kecatatan.
2. Kenyataan (reality) Pengungkapan tentang kemampuan fisik dan psikologis pada masing –
masing anak berkebutuhan khusus mutlak dilakukan. Hal ini penting, mengingat melalui tahapan
tersebut pelaksanaan pendidikan maupunpelaksanaan rehabilitasi dapat memberikan layanan
yang sesuai dengan kemampuan yang dimilki oleh masing – masing anak berkebutuhan khusus.
Dasar pendidikan yang menempatkan pada kemampuan masing – masing anak tunadaksa inilah
yang dimaknai sebagai dasr yang berlandaskan pada kenyataan.
3. Program yang dinamis (a dynamic program) Pendidikan pada dasarnya bersifat dinamis.
Pendidikan dikatakan dinamis karena yang menjadi subjek pendidika adalah manusia yang
sedang tumbuh dan berkembang, yang di dalamnya terdapat proses yang bergradasi,
berkesinambungan untuk mencapai sasaran pendidikan. Dinamika dlam proses pendidikan
terjadi karena subjek didinya selalu berkembang, sehingga penyesuaian layanan harus
memperhatikan perkembangan yang terjadi pada subjek didik. Dinamika juga terjadi karena
perkembangan ilmu pengetahuan. Kedua kenyataan ini menuntut guru untuk mengkaji teori –
teori pendidikan yang berkembang setiap saat. Memperhatikan kedua dinamika tersebut layanan
pendidikan seharusnya memperhtikan karakteristik yang cukup hetergen pada anak dengan
segala dinamikanya.
4. Kesempatan yang sama (equality of opportunity) Pada dasarnya anak berkebutuhan khusus diberi
kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya tanpa memprioritaskan jenis – jenis
kecacatan yang dialaminya. Titik perhatian yang utama pada anak berkebutuhan khusus adalah
optimalisasi potensi yang dimiliki masing – masing anak melalui jenjang pendidikan yang
ditempuhnya. Hal – hal yang besifat teknis berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah
disesuiakan dengan kenyataan yang ada. Kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan
menuntut penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus untuk menyediakan dan
mengusahakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak dan variasi
kecacatannya.
5. Kerjasama (cooperative) Pendidikan pada anak berkebutuhan khusus tidak akan berhasil
mengembangkan potensi merekajika tidak melibatkan pihak – pihak yang terkait. Beberapa pihak
terkait yang paling utama dalah orang tua. Orang tua anak berkebutuhan khusus perlu dilibatkan
dalam merancang dan melaksanakan program Pendidikan

2.5 Peranan bimbingan dan konseling


1. Peranan bimbingan dan konseling dalam penanganan anak yang memiliki hambatan
gangguan/kelainan
Sesuai dengan karakteristiknya. pembelajaran yang diprogramkan untuk anak yang
memiliki hambatan/ gangguan/kelainan pada satuan pendidikan umum dan kejuruan yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif disesuaikan dengan kebutuhan khusus anak berdasarkan
hasil identifikasi dan asesmen. Hal ini berimplikasi pada pengembangan kurikulumnya.
Kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan hambatan/ gangguan/ kelainannya sehingga
pengembangan kurikulumnya ada yang duplikasi, modifikasi, substitusi dan omisi. Bagi anak
berkebutuhan khusus tertentu (tunagrahita, tunadaksa sedang, dan kelainan ganda/kelainan
ganda/kelainan majemuk) memerlukan program pembelajaran anak (PPI). Hal ini menuntut
keterampilan guru agar dapat memberikan layanan anak bagi anak berkebutuhan khusus tertentu
dalam seting kelas. Program sekolah tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk mempertemukan
kebutuhan dasar peserta didik yang memiliki hambatan/ gangguan/kelainan dengan
pengembangan kurikulum yang berbasis pada kebutuhan belajar peserta didik berkebutuhan
khusus sesuai dengan hambatan/ gangguan/kelainannya.
Program bimbingan dan konseling disiapkan untuk membantu berbagai pihak, yaitu
pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, pemangku kepentingan (stakeholder) dan orang
tua dalam menyelaraskan keinginan masing-masing pihak dengan kebutuhan program bagi
peserta didik yang memiliki hambatan/ gangguan/kelainan. Bimbingan dan konseling mem-
pertemukan berbagai kepentingan tersebut dalam wujud program bimbingan dan konseling di

5
sekolah yang dapat mendukung bagi perkembangan dan potensi peserta didik. Bimbingan dan
konseling memfasilitasi kebutuhan peserta didik yang memiliki hambatan/gangguan/kelainan,
agar setiap anak dapat tumbuh berkembang sesuai dengan potensi dan kebutuhannya.

2. Peranan bimbingan dan konseling dalam penanganan anak yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa
Sesuai dengan karakteristiknya, pembelajaran yang diprogramkan untuk peserta didik
yang memiliki potensi kecerdasandan/atau bakat istimewa (PKBI) dibuat berbeda dengan peserta
didik pada umumnya yaitu dengan cara dieskalasi (ditingkatkan), baik dengan program
pemampatan kurikulum (compacting), akselerasi (acceleration), pengayaan (enrichment), atau
program lainnya. Program sekolah tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk mempertemukan
kebutuhan dasar peserta didik yang memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa dengan
pengembangan kurikulum yang berbasis pada kebutuhan belajar peserta didik yang berpotensi
cerdas dan/atau berbakat istimewa.
Program Bimbingan dan Konseling disiapkan untuk membantu berbagai pihak, yaitu
pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, pemangku kepentingan (stakeholder) dan orang
tua dalam menyelaraskan keinginan masing-masing pihak dengan kebutuhan program bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Bimbingan dan
konseling mempertemukan berbagai kepentingan tersebut dalam wujud program bimbingan dan
konseling di sekolah yang dapat mendukung bagi perkembangan dan potensi peserta didik yang
memiliki kecerdasan dan bakat istimewa. Bimbingan dan konseling memfasilitasi keutuhan
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa, agar setiap anak dapat
tumbuh berkembang sesuai dengan potensi dan kebutuhannya.

2.6 Fungsi bimbingan dan konseling


Secara umum fungsi bimbingan konseling dapat dibedakan menjadi lima (Mortensen dan
Schmuller, 1976; Moh. Surya, 1988: 38-42), yaitu :
1. Fungsi pencegahan (preventif)
Fungsi pertama ini adalah sebuah pencegahan, dimana anak yang ditangani tidak berada
pada fase yang parah. Biasanya fungsi ini dilakukan khusus untuk anak2 ABK dalam kategori
tunalaras, keterlambatan belajar, anak berkemampuan khusus (gifted children), dan anak
hiperaktif. Mengapa mereka, karena mereka tidak termasuk ABK yang terlalu susah dalam
pelaksanaan aktivitas karena termasuk ABK mental ringan, dan non ABK fisik. Biasanya mereka
dapat di lihat ketika sikap-sikap awal pertemuan dengan konselor dapat dilihat. Hal ini dapat
memberikan arahan, dengan kegiatan orientasi dan pengembangan awal lainnya, untuk mencegah
parahnya gangguan; seperti contoh permasalahan siswa di Texas pada contoh kegiatan konseling
di Bab I. aktivitas seperti ini biasanya dapat dialami oleh konselor yang terjun pada dunia
pendidikan.
Namun di sisi lain, fungsi pencegahan ini juga dapat dilakukan ketika pertama kali
konselor mendapat kunjungan dari kliennya. Dengan melakukan assessment dan beberapa
pendekatan seperti yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya, konselor dapat menentukan sikap
agar dapat melakukan fungsi pertama ini agar tidak terlalu parah saat pelaksanaan kedepan nanti.
2. Fungsi pemahaman
Fungsi kedua ini adalah semacam bentuk kesepakatan antara konselor dengan klien bahwa
seperti apakah keadaan konseli yang sedang ditangani. Konselor menyampaikan hasil analisa
seperti yang telah dilakukan di atas, dan klien mengetahui seperti apa keadaan ABK. Klien yang
dimaksud di sini tidak hanya orang tua atau wali yang menangani di luar aktivitas konesling tetapi
juga ABK yang bersangkutan agar memhamami siapa dirinya. Selain melakukan pendekatan-
pendekatan seperti yang telah dijelaskan, berikut merupakan pemahaman lebih detil untuk fase
ini:
a. Pemahaman personal
Pemahaman personal ini adalah suatu proses dimana konselor menyampaikan hasil
pendekatanya melalui wawancara, asesmen dan beberapa langkah detil. Konseli
diberitahukan bahwa dirinya mempunyai kekurangan ini dan harus mengatahui bagaimana
keadaan dirinya. Tidak mudah memang, ketika ABK yang ditangani adalah seorang anak

6
downsyndrom atau ABK mental lainnya. Sehingga dibutuhkan pendekatan yang berbeda.
paling tidak, ABK dapat mengeahui secara mendasar untuk mengetahui siapa dirinya, terlebih
lagi dapat secara sederhana mengorganisir dirinya. Dalam fase pemahaman ini juga
membantu ABK fisik untuk berfikir dan menerima dengan lebih lapang serta
mengambangkan nilai-nilai positif lainnya agar menjad pribadi yang lebih tabah, kemudian
memahami hal-hal lain diluar pribadinya. Berbeda lagi ketika melakukan pemahaman
terhadap anak berbakat, dan kebutuhan ABK lainnya.
b. Pemahaman lingkungan kecil
Pemahaman dalam jenis ini ABK diminta agar mengetahui orang-orang di sekitarnya
seperti memahami teman sekitar (sekolah maupun rumah), keluarga, guru, dan konselor.
Kebanyakan ABK menutup diri dan tidak mau memahami atau sekedar mengenal lingkungan
kecil di sekitarnya. Pada fungsi pemaham poin ini memberikan pandangan pada ABK bahwa
dia tidak sendiri; karena masih banyak orang-orang yang peduli dengannnya untuk melewati
masa sulit dan membantu keluar dari permasalahan.
c. Pemahaman lingkungan luas
Pemahaman yang satu ini besikap sangat global karena sudah tidak melulu memahami
dirinya dan lingkungan sekitar tetapi juga sudah mencakup masyarakat luas. Contohnya,
seringkali di TV atau media masa lainnya yang menayangkan anak- anak berkebutuhan
khusus yang menjadi big fans suatu komunitas music, atau komunitas lainnya. Itu merupakan
bantuan koneslor dalam melakukan aktivitas pemahaman lingkungan luas. Mereka menjadi
tahu berbagai profesi di luar sana dan menyukai hal-hal yang juga digemari oleh manusia atau
anak anak seusianya. Hal ini dapat menyebabkan ABK menyalurkan fungsi pemahaman pada
poin pertama (pemahaman personal) dengan hal-hal yang digemari di luar. Sehingga ABK
menjadi pribadi yang mandiri dan berprestasi dengan segala kekurangannya. Berikut terdapat
dua contoh kisah ABK berprestasi yang dikutip dari dua media online berbeda.
3. Fungsi perbaikan
Seperti namanya, fungsi ini adalah untuk memperbaiki keadaan ABK yang ditangani.
Perbaikan ini dapat dilakukan saat pengidetifikasian pertama kali karena keadaan ABK ini harus
dilakukan perbaikan karena terlambat dilakukan penanganan. Di sisi lain perlakukan perbaikan
ini dapat dilakukan ketika terdapat hambatan pada fungsi pencegahan dan fungsi pemahaman.
Tidak semua perencanaan dan pelakasanaan aktivitas konseling yang sistematis mendapatkan
jalan yang mulus dan langsung bertemu pada titik terang. Sehingga dibutuhkan fungsi yang ke
tiga ini, konseling sebagai fungsi perbaikan terhadap ABK.
4. Fungsi pengembangan dan penyaluran
Maksud dan tujuan dari fungsi ini adalah sebuah tindak lanjud dari masing-masing definisi
detil fungsi sebelum-sebelumnya. Dimana ABK dioptimalkan kemampuannya secara akademik
dan non akademik. Sehingga dapat menjadi pribadi yang berguna bagi masyarakat sekitarnya.
Seperti contoh kisah siswa di Seragen dan Aurel di Bandung.
Selain mengembangkan minat danbakat yang ada dalam dirinya, konseling ini juga
berfungsi untuk mengembangkan pola pikirnya dan pengembangan pribadinya. Dari aktivitas
tersebut, konselor dapat membantu menyalurkan ke dalam wadah yang tepatt, sesuai dengan
keadaan yang ada.

2.7 Jenis-jenis Masalah yang dihadapi Anak Berkebutuhan Khusus


Manusia dilahirkan ke bumi seiring harapan orang tua yang berbinar-binar dalam rangka
meneruskan generasinya. Kebahagiaan itu akan nampak terpancar pada setiap wajah- wajah orang
tua. Anak yang dilahirkannya akan menjadi tumpuan harapannya. Kebahagiaan yang tak terhingga
diekspresikan dengan penerimaan dan ucapan syukur atas karunia yang diberikan oleh-Nya. Betapa
bahagianya kedua hati orang tua yang telah memiliki anak yang didambakannya.
Namun kenyataan tidak semuanya manis, di antaranya ada orang tua yang memiliki anak yang
berbeda dengan anak- anak pada umumnya. Anaknya memiliki hambatan/gangguan/kelainan. Bagi
orang yang tidak menerima kenyataan, kebahagian yang diidam-idamkannya itu seperti terenggut,
terpelanting dan terkelupas akhirnya tergantikan dengan kekecewaan yang mendalam, tanpa
mengetahui dan memaknai kehadiran mereka di dunia ini. Permasalahan akan muncul, menyertai
permasalahan yang dihadapi oleh anak itu sendiri.

7
a. Masalah Pribadi dan Masalah Penerimaan Diri
Setiap anak akan menghadapi berbagai masalah yang berbeda-beda. Dalam keadaan
tertentu kadang-kadang anak dihadapkan pada suatu kesulitan yang bersumber dari dalam
dirinya. Keadaan ini seperti ini tidak terelakan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang secara
nyata memiliki hambatan/ gangguan/kelainan. Seringkali masalah ini timbul karena anak
berkebutuhan khusus kurang berhasil dalam menyesuaikan diri dan menghadapi dengan hal-hal
dari dalam dirinya sendiri. Contohnya adalah konflik yang berlarut-larut dan gejala-gejala
frustasi dengan keadaan dirinya. Permasalahan yang dihadapi oleh anak tersebut berkaitan erat
dengan bimbingan yang harus diperolehnya. Berkenaan dengan anak berkebutuhan khusus maka
permasalahan anak yang paling krusial adalah permasalahan yang disebabkan oleh perbedaan
dengan anak-anak lainnya. Dengan mengalami hambatan/ gangguan/kelainan maka berkaitan
erat pula dengan masalah penerimaan dirinya. Siapa yang tidak akan merasa menjadi beban
apabila tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa bicara, tidak bisa bergerak atau
berjalan bebas atau tidak sama dengan anak-anak lainnya. Kenyataan ini akan berdampak negatif
pada perkembangan kepribadiannya, sehingga perlu adanya bimbingan pribadi bagi setiap anak
berkebutuhan khusus.
Bimbingan ini sangat penting karena berdampak pula pada penerimaan atau penolakan
terhadap dirinya. Memang tidak mudah melakukannya untuk itulah konselor atau guru kelas
perlu berupaya memahami anak berkebutuhan khusus sebaik mungkin, memahami keluarganya,
teman-temannya dan lingkungan sosialnya. Bagi anak berkebutuhan khusus yang telah menerima
keadaan dirinya akan menjadi kekuatan atau motivasi untuk hidup sukses, sehinga akan lebih
tercurah atau terfokus kepada upaya-upaya belajar dan penyiapan diri untuk berkarya atau
bimbingan pekerjaan.
Anak berkebutuhan khusus memiliki permasalahan yang diakibatkan
hambatan/gangguan/kelainan yang disandangnya, walaupun masalah-masalah tersebut tidak
selalu dialami oleh semua anak berkebutuhan khusus.
Sebagai ilustrasi di bawah ini dicontohkan masalah yang terjadi dari anak berkesulitan
belajar. Anak berkesulitan belajar adalah anak yang memiliki gangguan satu atau lebih dari
proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan
tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam
mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung. Batasan
tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan
afasia perkembangan. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan
sejumlah karakterisktik peserta didik atau anak/siswa yang beraneka ragam. Ada anak yang dapat
menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di
sisi lain tidak sedikit pula anak yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar anak ditunjukkan oleh adanya hambatan- hambatan tertentu untuk mencapai
hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya
dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Anak yang mengalami kesulitan belajar akan tampak dari berbagai gejala yang
dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif.
Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata- rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa
yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu renda.
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-
kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura,
dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau
mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.

8
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam
menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya

b. Masalah Penerimaan Orang Tua (Masalah Keluarga)


Semua orang tua pasti mengharapkan bahwa anaknya hidup sukses di masa depannya.
Namun keinginan tersebut bagi sebagian orang tua menjadi pupus atau sirna ketika anaknya lahir
tidak sesuai dengan harapannya. Anaknya berkebutuhan khusus. Anaknya lahir dengan kondisi
fisik/ mental/emosional/sosial/ perilaku yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Dengan
kenyataan ini orang tua mana yang tidak merasa kecewa, kegelisahan seperti tak berujung.
Sederet tanda tanya selalu muncul dibenaknya akan seperti apakah masa depan anaknya kelak.
Kekecewaan tersebut menjadi berlipat ketika adanya sikap masyarakat dan sekolah
umum/kejuruan yang menolak kehadiran anaknya. Bagi orang tua yang bisa berfikir positif
kenyataan ini akan diterimanya dengan hati yang tulus dan berserah diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Dengan segala kekuatan dan pengorbanannya (waktu, tenaga, dan biaya dan rasa
hatinya) orang tua tersebut akan berupaya untuk menyiapkan masa depan anaknya. Diawali
dengan memahami keadaan anaknya, konsultasi dengan berbagai ahli, menyekolahkan anaknya
di sekolah yang ramah dan mempersiapkan masa depan. anaknya dengan pekerjaan yang bisa
dilakukan disesuaikan dengan kondisi atau kemampuan, bakat dan minat anaknya. Banyak orang
tua yang anaknya berkebutuhan khusus berhasil dalam mengantarkan ini sehingga anaknya
berhasil dalam kehidupannya. Ada penyandang tunanetra, tunarungu dan tunadaksa yang
memperoleh gelar Doktor, Master, dan Sarjana dan bekerja di Instansi Pemerintah dengan
menjadi dosen, guru dan karyawan. Dan ada pula penyandang tuna- grahita yang berhasil dalam
kehidupannya.
Tidak semua orang tua bisa berfikir positif, kekecewaan yang terpendam begitu dalam atas
harapannya untuk mem- punyai anak yang tidak memiliki perbedaan akanberdampak pada
penerimaan orang tua terhadap anaknya. Anaknya sangat berbeda dengan anak-anak lainnya,
seolah-olah tak ada harapan untuk menyiapkan masa depan anaknya. Penolakan atau kekecewaan
yang terus menumpuk tidak baik bagi perkembangan kepribadian anaknya. Untuk itu maka
penting sekali adanya bimbingan keluarga yang dilakukan oleh konselor atau guru kelas.
Bimbingan keluarga dilakukan agar keluarga anak berkebutuhan khusus dapat menerima keadaan
diri anaknya serta lebih berupaya untuk memahami karakteristik anaknya serta mengetahui cara-
cara dalam bimbingan belajar anaknya di rumah.

c. Masalah Social dan Penerimaan Masyarakat


Ada kalanya anak berkebutuhan khusus menghadapi masalah dalam hubungannya dengan
orang lain atau dengan lingkungan sosialnya. Selain karena kekurang mampuan anak
berkebutuhan khusus untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya juga dipengaruhi oleh
hambatan/ gangguan/kelainan yang disandangnya. Anak berkebutuhan khusus kadang kesulitan
dalam mencari teman bermain, ada yang merasa minder dan terasing dalam kegiatan kelompok
atau pekerjaan-pekerjaan kelompok, kesulitan dalam situasi sosial yang baru dan juga
permasalahan lainnya yang diakibatkan oleh keterbatasan-keterbatasan yang diakibatkan oleh
hambatan/gangguan/kelainan yang dialaminya atau disandangnya.
anak berkebutuhan khusus yang Sebagai contoh anak mengalami hambatan penglihatan
(tunanetra) ketika berkunjung pada suatu tempat, selain memiliki kesulitan dalam bersosialsiasi
dengan anak-anak pada suatu tempat yang dikunjunginya juga mengalami permasalahan dengan
orientasi ruang dan mobilitasnya. Acapkali anak tunanetra tertekan dengan situasi ini dan
diperburuk ketika anak-anak di tempat ini tidak memiliki empati.
Sama halnya dengan anak berkebutuhan khusus tuna- daksa yang menggunakan kursi roda
ketika berkunjung pada suatu tempat yang baru. Sebelum berkenaan dengan permasalahan sosial
dan penerimaan dirinya dari masyarakat, kadang anak tunadaksa yang menggunakan kursi roda
selalu bermasalah dengan aksesibiltas yang tidak mengakomodasi kebutuhannya. Misalnya tidak
ada rambu kursi roda atau tidak ada lift, sehingga kunjungannya tertahan atau terbatas pada
tempat-tempat tertentu saja. Keadaan ini akan menyebabkan tidak nyaman bagi dirinya, apalagi

9
apabila orang-orang yang dikunjunginya kurang empati atau memandang sebelah mata dengan
kehadirannya.
Sikap menolak atau memandang rendah dari masyarakat terhadap anak-anak berkebutuhan
khusus bisa membuat luka atau membuat hancur hatinya. Oleh karena itu perlu sekali ada
gerakan-gerakan penyadaran kepada masyarakat dari pihak sekolah,
dinas/instansi/badan/balai/lembaga terkait untuk lebih bersikap humanis dan menghargai hak
azazi manusia, sehingga tidak ada lagi sikap-sikap yang menolak dan mendiskriminasi karena
mereka memiliki hak- hak yang sama dengan anak-anak atau anak-anak lainnya.
d. Masalah Belajar pada Anak Berkebutuhan Khusus
1. Kesulitan Belajar
Anak yang mengalami kesulitan belajar sering disebut dengan istilah learning
problems atau learning difficulties adalah kelompok learning disabilities (LD). Masalah
kesulitan belajar dalam pendidikan kebutuhan khusus (special needs education), anak yang
mempunyai kebutuhan khusus baik yang bersifat temporer maupun permanen akan
berdampak langsung kepada proses belajar, dalam bentuk hambatan untuk melakukan
kegiatan belajar (barrier to learning and development). Misalnya, kesulitan atau gangguan
belajar ABK yang disebabkan akibat gangguan penglihatan (tunanetra), gangguan
pendengaran dan bicara (tunarungu/wicara), kelainan kecerdasan
(tunagrahita giffted dan genius), gangguan anggota gerak (tunadaksa), gangguan perilaku dan
emosi (tunalaras), lamban belajar (slow learner), autis, atau ADHD akan berdampak
terhadap proses pembelajaran sesuai dengan tingkat kesulitannya. Dalam diklat ini terfokus
kepada pembahasan kesulitan belajar bagi ABK di sekolah dasar inklusi yang mengalami
gangguan belajar spesifik yaitu disleksia.
Anak yang mengalami learning disabilities (LD) atau Specific Learning
Diificulties (SLD) secara umum dapat diartikan suatu kesulitan belajar pada anak yang
ditandai oleh ketidakmampuan dalam mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya dan
berdampak pada hasil akademiknya. Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Anna Surti
Ariani, Psi, mendefinisikan kesulitan belajar merupakan hambatan atau gangguan belajar pada
anak atau remaja yang ditandai adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi
dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai oleh anak seusianya.
Anak LD atau SLD adalah masalah belajar primer yang disebabkan karena adanya
defisit atau kekurangan fungsi dalam satu atau lebih area inteligensi. Penyebabnya gangguan
neurologis dan genetik. Istilah LD atau SLD hanya dikenakan pada anak-anak yang
mempunyai inteligensia normal hingga tinggi. Gangguan ini merupakan gangguan yang kasat
mata, berupa kesalahan dalam hal membaca (disleksia), menulis (disgrafia), dan berhitung
(diskalkulia). Kesalahan yang terjadi akan selalu dalam kesalahan sama secara terus menerus,
dan dibawa seumur hidup (long live disabilities).
Kelompok anak LD dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang
menyertainya. Menurut Cruickshank (1980) gangguan-gangguan tersebut adalah
gangguan latar-figure, visual-motor, visual-perceptual, pendengaran, intersensory, berpikir
konseptual dan abstrak, bahasa, sosio-emosional, body image, dan konsep diri. Lain halnya
pandangan Hammil dan Myers (1975) meliputi gangguan aktivitas motorik, persepsi,
perhatian, emosionalitas, simbolisasi, dan ingatan. Ditinjau dari aspek akademik, kebanyakan
anak LD juga mengalami kegagalan yang nyata dalam penguasaan keterampilan dasar belajar,
seperti dalam membaca, menulis, dan atau berhitung.
Secara umum menurut Torey Hayden (2000) karakteristik siswa berkebutuhan khusus
yang mengalami kesulitan belajar dapat dilihat dari hal-hal berikut.
1) Banyak murid berkebutuhan khusus mengalami masalah di ruang kelas karena:

• Mereka tak bisa membaca dengan baik


• Mereka tidak memahami kuliah dan diskusi
• Mereka tidak mudah mengonseptualisasi simbol, konsep, atau teori abstrak
• Mereka kesulitan mengaitkan pengetahuan baru dengan apa yang sudah mereka ketahui

10
• Mereka mungkin tidak cakap dalam keterampilan dasar yang diperlukan untuk
pembelajaran, misalnya mempertahankan perhatian, menafsirkan makna suatu
informasi baru, mengikuti petunjuk, dan mengelola perilaku

2) Murid berkebutuhan khusus sulit mengikuti instruksi karena:

• Mereka mungkin tak mampu memusatkan perhatian dalam waktu yang cukup lama.
• Mereka mungkin tak mampu melihat atau mendengar instruksinya.
• Mereka mungkin tak mampu memahami arti perintah itu atau tak bisa membaca dengn
baik.
• Mereka mungkin tak mampu mengenali perilaku penting saat melihat contoh.

3) Beberapa murid memiliki kesulitan untuk berusaha menyelesaikan tugas secara konsisten.
Hal ini bisa disebabkan oleh:

• Mereka bekerja terlalu lambat dan memakan banyak waktu


• Mereka tidak mampu mengantisipasi sumber-sumber dan materi-materi yang
diperlukan.
• Mereka mendapatkan masalah ditengah pengerjaan tugas dan enggan untuk meminta
pertolongan. Atau, merka juga dapat kehilangan ketertarikan terhadap tugas tersebut
dan menolak untuk melanjutkan pekerjaan tugas.

4) Tugas yang rumit memunculkan masalah beberapa murid berkebutuhan khusus, karena:

• Mereka memiliki kesulitan untuk memecah perhatian pada lebih dari satu hal dalam
waktu yng bersamaan.
• Mereka lebih mudah terganggu.
• Mereka melupakan petunjuk dan kebingungan menyelesaikan tugas.
• Mereka menemukan banyak sekali detail-detail yang membingungkan mereka.
• Beberapa materi petunjuk tidak diformat secara jelas di halaman atau buku petunjuk.

5) Murid-murid berkebutuhan khusus kesulitan menyimpan materi-materi pelajaran di kelas


karena:

• Mereka kekurangan kendali internal.


• Mereka tidak mengerti apa yang diharapkan.
• Mereka tidak dapat mengingat apa yang harus dilakukan.
• Mereka tidak tahu bagaimana menyimpan materi-materi tugas agar mudah ditemukan.

6) Banyak murid berkebutuhan khusus yang tak bisa membaca sebaik teman-temannya:

• Mereka mungkin masih mempelajari keterampilan pengenalan lambang dasar dan


pengenalan kata atau strategi pemahaman, untuk membatu mereka memahami kata,
frase, dan kalimat yang dibaca.
• Ada materi tertulis yang memberikan tantangan lebih karena tidak tersusun dengan
baik.
• Mereka mungkin kesulitan menentukan gagasan utama atau apa yang penting diingat
dalam informasi yang dibaca.
• Mereka mungkin tersesat dalam detail dan bingung dengan cara gagasan dihadirkan
dalam teks atau buku referensi.

11
7) Seorang murid berkebutuhan khusus mungkin memahami informasi saat ia
mendengarkannya tetapi tidak mampu membaca materi yang diperlukan untuk tugas
sekolah.
8) Murid berkebutuhan khusus mungkin kesulitan mempelajari konsep dan proses matematis
karena:

• Keterampilan prosedural mereka buruk dan mereka bergantung pada strategi yang
kekanakan, misalnya menghitung dengan jari.
• Kemampuan ingatan mereka buruk, sehinga mereka kesulitan mengingat fakta
mendasar.
• Banyak murid yang memiliki ketidakmampuan-matematika juga memiliki
ketidakmampuan-membaca, dan ketidakmapuan-membaca inilah yang menyulitkan
mereka memahami soal.

Secara khusus menurut Direktorat PLB (2000) karakteristik siswa yang mengalami
disleksia dapat dilihat dari hal-hal berikut:

1. Perkembangan kemampuan membaca terlambat,


2. Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
3. Kalau membaca sering banyak kesalahan

Secara harfiah Peer (2002:45) mendefinisikan bahwa siswa yang mengalami kesulitan
belajar disleksia adalah kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis.
Kelainan ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan
tertulis, atau kesulitan mengenal hubungan antara suara dan kata secara tertulis. Lebih lanjut,
Paat menjelaskan bahwa anak dengan gangguan belajar disleksia memiliki masalah pada
kemampuan meta kognisi. Dengan kata lain, anak tersebut sulit mengatur pemahaman ketika
menerima informasi atau salah memberikan respon.

Apabila dibandingkan anak disleksia dengan anak normal dalam hal perkembangan
kemampuan membaca, maka anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia
enam atau tujuh tahun. Berbeda halnya dengan anak disleksia, ia sampai usia dua belas tahun
kadang mereka masih belum lancar membaca. Dengan demikian, disleksia merupakan
gangguan akan kemampuan membaca anak berada di bawah kemampuan seharusnya.
Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan, tetapi
mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak
tersebut. Kesulitan ini biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk
beberapa waktu.

e. Lanjutan Studi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan UndangUndang Nomor 20


tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan
jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan
yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus berhak
pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak yang lainnya (reguler). Layanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus selama ini di Indonesia disediakan melalui tiga
macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Luar Biasa (SLB),
dan Pendidikan Terpadu. SLB sebagai lembaga pendidikan khusus tetua, menampung anak
dengan jenis kelainan yang sama sehigga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan
(Tunanetra), SLB untuk anak hambatan pendengaran (Tunarungu), SLB untuk anak hambatan
berpikir/kecerdasa (Tunagrahita), SLB untuk anak dengan hambatan fisik dan motorik
(tunadaksa), SLB untuk anak dengan hambatan emosi dan perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk
anak dengan hambatan majemuk (Tunaganda). Sedangkan menurut Saputra pendidikan terpadu

12
adalah sekolah reguler yang juga menampung anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum,
guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama.

Namun selama ini baru menampung anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra),
itupun perkembangannya kurang menggembirkan karena banyak sekolah reguler yang keberatan
menerima anak berkebutuhan khusus. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia, merespon
dan mendukung komitmen dunia terhadap pendidikan inklusi dengan mengeluarkan beberapa
perangkat Undang-Undang, diantaranya adalah Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang telah berusaha memberikan warna lain dalam penyediaan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pasal 15 memberikan penjelasan tentang pendidikan
khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pada
pasal ini yang memungkinkan terobosan untuk terbentuknya pelayanan pendidikan bagi anak
berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusif..

Selain daripada itu, Permendiknas no. 70 tahun 2009 pasal 4 menjelaskan bahwa
pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sediki 1 (satu) sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah
menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk
menyelenggarakan pendidikan inklusif.1 Hal ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki
kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak pula memperoleh
kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam mengenyam pendidikan.
Berdasarkan hal diatas, pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus tidak hanya di Sekolah
Luar Biasa (SLB), tetapi terbuka di setiap jenjang dan satuan pendidikan. Sistem pendidikan
inklusi memberi kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk bersama-sama belajar
dengan anak-anak normal, sehingga adanya usaha atau proses penyesuaian diri anak
berkebutuhan khusus (ABK) dengan kehidupan sehari-hari secara lebih nyata. Secara konseptual
dan paradigmatis, pendidikan inklusif menurut Farel memiliki karakter akomodatif, dengan
menerima setiap siswa dan menghindari labaleing negatif, serta dalam operasionalnya melibatkan
pihak-pihak terkait secara aktif.

Beberapa isu tentang pendidikan inklusif juga tercantum dalam beranda berita di Indonesia
salah satunya terdapat dalam Kompas.com mengabarkan bahwa Wakil Direktur Kantor
UNESCO di Jakarta Robert Lee mengingatkan, bahwasanya dukungan dari lingkungan positif
bagi pendidikan inklusi sangat penting karena tanpa adanya hal itu maka akan terjadi
marjinalisasi di sekolah dan anak berkebutuhan khusus akan tersingkir dari sekolah. Situasi
pendidikan inklusi di Indonesia dan Malaysia dikeluhkan dalam paparan laporannya, banyak
orangtua yang tidak mengirim anaknya yang berkebutuhan khusus ke sekolah biasa karena
khawatir akan mendapat penolakan atau diskriminasi. Dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif, perlu adanya penyesuaian terhadap kebutuhan dan karakteristik peserta didik
berkebutuhan khusus, untuk itu sekolah perlu melakukan berbagai modifikasi dan /atau
penyesuaian, mulai dari kurikulum, tenaga pendidik, sistem pembelajaran, sistem penilaian serta
sarana prasarana untuk meningktakan mutu pendidikan yang efektif dan efisien sesuai dengan
harapan. Meskipun demikian sampai saat ini, sekolah inklusi masih identik dengan mencampur
anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak biasa. Padahal sekolah bisa disebut inklusi, jika
kita dapat melihat anak secara individual dengan pendekatan individual, bikan klasikal.

Saat ini, pendidikan kita msih melihat peserta didik dengan satu kaca mata, semua anak
adalah sama. Padahal setiap anak terlahir dengan fitrahnya masing-masing. Artinya stiap anak
harus diberi ruang dan hak untuk berkembang sesuai dengan kapasitas dan bakat yang
dibawanya. Sekolah inklusipun bisa bersesuaian dengan pendekatan kecerdasan majemuk
(multiple intellegence). Sebuah pendekatan pembelajaran yang sedang banyak dikembangkan
pula. Harapannya akan banyak tumbuh sekolah inklusi tanpa harus terbebani dengan segala
definisinya. Sekolah inklusi merupakan sebuah prinsip persamaan hak manusia, dan juga

13
jawaban dari pebedaan kita sebagai manusia. Nyatanya tak ada manusia yang sama. Karena
semua warga negara mempunyai hak yang sama terhadap pendidikan, termasuk didalamnya
adalah anak berkebutuhan khusus. Demikian salah satu inti yang tercantum dalam UUD 1945
pasal 31.

f. Masalah Pekerjaan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Setiap anak memiliki hak yang sama untuk berkarya dan mengekspresikan diri.
Termasuk bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka juga punya kesempatan yang sama
untuk mengembangkan diri di dunia karier. Namun, yang menjadi masalah pada saat ini
ialah minimnya lapangan Pekerjaan bagi anak berkebutuhan khusus. Tidak banyak
perusahaan yang mau mempekerjakan mereka dan seolah-olah mereka tereliminasi dari
lingkungan pekerjaan. Padahal sama seperti masyarakat yang normal mereka juga membutuhkan
pekerjaan untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya. Di dunia kerja, peluang bagi
penyandang disabilitas untuk bersaing di dunia kerja juga masih rentan stigma. Penyandang
disabilitas dianggap kaum yang tidak mampu bersaing dalam dunia kerja. Biasanya instansi,
lembaga pemerintah, ataupun swasta menggunakan kriteria fisik tertentu dalam penerimaan
karyawannya. Misalnya, tinggi tertentu, tidak memiliki disabilitas fisik dan berbagai prasyarat
lainnya yang menomorduakan penyandang disabilitas.

Meski begitu, anak-anak berkebutuhan khusus tentu memiliki spesialisasi tersendiri


dalam berkarier sehingga jenis pekerjaan dan lingkungannya pun harus disesuaikan.
Psikolog anak Saskhya Aulia Prima, M.Psi mengatakan, sebuah riset terbaru yang
melakukan eksperimen pada otak anak-anak penyandang autisme misalnya, diketahui
bahwa daya ingat mereka sangat baik dibandingkan anak-anak lain. Saskhya
menambahkan, anak-anak dengan kebutuhan khusus sebenarnya sangat kreatif. Mereka
memiliki minat yang sangat spesifik, misalnya pada binatang yang kelak bisa membawa
mereka menjadi seorang animal scientist.

Pekerjaan yang harus diberikan kepada penyandang kebutuhan khusus. Pertama, beri
mereka pekerjaan yang jelas tujuan akhirnya karena mereka sangat terstruktur dan harus
jelas langkah-langkahnya apa.. Tipe orang dengan kondisi seperti ini, tidak akan mudah
bosan. Jadi mereka termasuk orang yang ulet. Karena itu, perusahaan Microsoft di Amerika
Serikat bahkan sudah menyiapkan posisi analis bagi para penyandang autisme. Posisi ini
dinilai cocok bagi penyandang autisme atau kebutuhan khusus, karena mereka sangat detil
dalam bekerja. Kondisi lingkungan kerja juga tidak boleh diabaikan khusus untuk mereka.
Masing-masing dari mereka memiliki profil indera yang berbeda. Misalnya ada yang sangat
peka pada suara sehingga harus diberikan lingkungan kerja yang sunyi. Karena itu,
perusahaan yang ingin mempekerjakan penyandang kebutuhan khusus juga harus
mempelajari profil indera mereka.
g. Masalah Penggunaan Waktu Senggang
Waktu senggang atau waktu luang harus diisi dengan kegiatan yang berguna serta positif
bagi diri sendiri maupun orang lain. Ketidakmampuan untuk memilih kegiatan yang bermanfaat
atau kegiatan produktif bagi anak berkebutuhan khusus seringkali menjadi permasalahan bagi
semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus. Kegiatan-kegiatan yang tidak produktif seperti
menganggu ketertiban, begadang, pelanggaran disiplin, melamun, bermain music tanpa
mengindahkan lingkungan, berolok-olok yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan
yang lebih besar lagi.
Sehubungan hal tersebut maka perlu adanya bimbungan dalam memanfaatkan waktu
senggang. Pemanfaatan waktu senggang misalnya dengan membuat jadwal atau pembagian
waktu, mengisi waktu luang, memilih kegiatan yang cocok pada jam-jam bebas, diluar jam
Pelajaran dan waktu libur. Bagi anak berkebutuhan khusus tertentu penting sekali adanya
bimbingan ang sedemikian rupa dalam mengatur waktu luang ini.

14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
konseling bagi anak berkebutuhan khusus adalah upaya batuan yang diberikan oleh konselor
kepada konseli agar konseli tersebut dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya dan
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda dengan dirinya serta mereka mampu
untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak
berkebutuhan khusus tersebut. jenis jenis masalah yang dialami anak berkebutuhan khusus seperti
masalah pribadi atau penerimaan diri, masalah penerimaan orang tua, masalah social atau
penerimaan masyarakat, masalah belajar, masalah lanjutan studi, masalah pekerjaan dan masalah
gangguan Waktu senggang
3.2 Saran
Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Tentunya, pemakalah akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu
pada sumber-sumberyang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah di atas.

15
DAFTAR PUSTAKA

ABKIN (2007). Naskah Akademik: Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan
Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Arriani, F., & Wirantho, S. A. (2017). Kebijakan Layanan Pendidikan Untuk Anak Berkebutuhan
Khusus (Abk) Di Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (Paud). AWLADY: Jurnal
Pendidikan Anak, 3(1).
Buku Bimbingan Konseling Anak Berkebutuhan Khusus
Yansen Alberth Raba S.Pd.K., M.Pd. dan Andika Ari Saputra, S.Pd., M.Pd.
Kustawan, Dedi. 2013. Bimbingan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta: Luxima Media
Khusus di SDN Kalirungkut-1 Surabaya. Jurnal Abdau: Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 2(1),
39-60.
PAUD. SELING: Jurnal Program Studi PGRA, 6(2), 193-208.
Sholawati, S. A. (2019). Manajemen Pembelajaran Pendidikan Inklusi Pada Anak Berkebutuhan
Setiawati, F. A. (2020). Mengenal Konsep-Konsep Anak Berkebutuhan Khusus dalam
http://irawidyastuti94.blogspot.com/2014/05/makalah-perbedaan-prinsipbimbingan-dan.htm
https://core.ac.uk/download/pdf/146820305.pdf

16

You might also like