You are on page 1of 11

Tangerang, 18 September 2023

Nomor : 121/Sanggahan/MBA/IX/2023
Sifat : Penting
Lampiran : 1 (satu) berkas

KepadaYth,
Kelompok Kerja Pemilihan Pengadaan Barang/Jasa
Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Kota Ambon
Jln. Sultan Hairun, Gedung C, Lt. 5 – Balaikota Ambon

Perihal : Sanggahan dan Keberatan

Dengan hormat,
Bersama ini kami CV.Mulia Berkahtama Abadi yang berkedudukan di Karawaci Office Park Ruko
Excelis No.10 Karawaci Tangerang dalam hal ini diwakili oleh :
Nama : Abi Mantrono Sitanggang
Warga Negara : Indonesia
Jabatan : Direktur
Badan Usaha : CV.Mulia Berkahtama Abadi
Alamat : Karawaci Office Park Ruko Excelis No.10 KarawaciTangerang
Bertindak atas nama badan hukum CV.Mulia Berkahtama Abadi berdasarkan Akta Pendirian
Tanggal 14 (Empat belas) Bulan 12 (Desember) Tahun 2020 (Dua ribu dua puluh) Nomor 22
(Dua puluh dua) yang dibuat dihadapan Notaris PIKRI,SH,M.Kn di Kabupaten Tangerang dan
telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
sebagimana tersebut dalam Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : AHU.113.AH.02.02 Tanggal 19 (Sembilan belas) Bulan 12 (Desember)
Tahun 2011 (Dua ribu sebelas).

Sehubungan dengan proses tender ulang paket pekerjaan sebagai berikut


Nama Tender : Pengadaan Ban dan Accu Mobil Operasional Persampahan
Satuan Kerja : Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Kota Ambon
Tahun Anggaran : 2023
Nilai HPS : Rp. 933.827.460,00,-

Maka bersama ini kami dari CV.Mulia Berkahtama Abadi menyampaikan Sanggahan dan
Keberatan kepada Kelompok Kerja Pemilihan Pengadaan Barang/Jasa Dinas Lingkungan Hidup
dan Persampahan Kota Ambon dengan penjelasan sebagai berikut :

--------------------------------------------- DASAR HUKUM -----------------------------------------------


1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law);
2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,Kecil dan Menengah;
3. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 41 ayat (1),(2) dan (3) tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
4. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1999;
5. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 Ayat (1) tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN;
6. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUUHAP;
7. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 Bagian Pertimbangan Huruf (a) tentang Aparatur Sipil
Negara;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perlindungan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah;
9. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Junto
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
10. Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
melalui Penyedia.

--------------------- PRINSIP DAN ETIKA PENGADAAN BARANG/JASA ----------------------


1. Pengadaan atau procurement adalah kegiatan untuk mendapatkan barang atau jasa secara
transparan, efektif, dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. Pengadaan
barang dan jasa merupakan upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang
dan jasa yang diinginkannya dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar dicapai
kesepakatan harga, waktu, dan kesepakatan lainnya. Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik
Indonesia No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjelaskan bahwa
pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa oleh
kementerian/lembaga/perangkat daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak
identifikasi kebutuhan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Pengadaan barang dan jasa
pemerintah dalam hal ini meliputi kegiatan pengadaan barang, pengadaan pekerjaan konstruksi,
pengadaan jasa konsultansi, dan pengadaan jasa lainnya sesuai dengan kubutuhan pada setiap
instansi/lembaga negara.
2. Pengadaan barang dan jasa merupakan perolehan barang, jasa, dan pekerjan perusahaan dengan
cara dan waktu tertentu yang menghasilkan nilai terbaik bagi perusahaan. Pengadaan barang dan
jasa juga difenisikan sebagai upaya mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan yang dilakukan
atas dasar pemikiran yang logis dan sistematis atau the system of thought mengikuti norma dan
etika yang berlaku berdasarkan metode dan proses pengadaan yang baku.
3. Pengadaan barang dan jasa pada dasarnya melibatkan dua pihak yaitu pihak pengguna dan
penyedia yang tentunya memiliki keinginan atau kepentingan berbeda. Pihak pengguna tentunya
menghendaki memperoleh barang dan jasa dengan harga semurah-murahnya, sedangkan pihak
penyedia dalam menyediakan barang dan jasa sesuai kepentingan pengguna yang ingin
mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya. Keinginan atau kepentingan masing-masing pihak
tersebut akan sulit untuk dipertemukan apabila tidak terdapat saling pengertian dan kemauan untuk
mancapai kesepakatan.
4. Berdasarkan hal tersebut, pengadaan barang dan jasa perlu untuk memahami prinsip pengadaan
barang dan jasa secara efektif dan efisien. Selain itu, adanya prinsip efektif yang berarti bahwa
pengadaan barang dan jasa harus didasarkan pada kebutuhan yang telah ditetapkan atau sasaran
yang ingin dicapai dan dapat memberikan manfaat yang sebenar-benarnya sesuai dengan sasaran
yang tepat guna. Selanjutnya, prinsip transparan yang berarti bahwa pengadaan barang dan jasa
memberikan semua informasi dan ketentuan mengenai pengadaan barang dan jasa, termasuk
syarat teknis administrasi pengadaan, metode evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia
barang dan jasa yang sifatnya terbuka kepada peserta penyedia barang dan jasa yang berminat,
serta bagi masyarakat luas pada umumnya.
5. Prinsip pengadaan barang dan jasa lainnya adalah terbuka yang berarti pengadaan barang dan jasa
dapat diikuti oleh semua penyedia barang dan jasa yang memenuhi persyaratan atau kriteria yang
ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku. Setiap penyedia yang memenuhi syarat dapat dengan
mudah mendapatkan informasi tentang prosedur yang jelas untuk mengikuti lelang atau seleksi.
Prinsip lainnya adalah bersaing yang berarti pengadaan barang dapat menciptakan iklim atau
suasana persaingan yang sehat di antara para penyedia barang dan jasa, tidak ada intervensi yang
dapat mengganggu mekanisme pasar, sehingga dapat menarik minat sebanyak mungkin penyedia
barang dan jasa untuk mengikuti seleksi yang diharapkan dapat memperoleh barang dan jasa
dengan kualitas yang maksimal.
6. Prinsip lainnya adalah adil yang berarti pengadaan barang dan jasa adalah pemberian perlakuan
yang sama kepada semua calon penyedia barang dan jasa yang berminat mengikuti pengadaan
barang dan jasa, dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu dengan
cara dan/atau alasan apapun. Prinsip selanjutnya adalah akuntabel yang berarti pengadaan barang
dan jasa adalah adanya pertanggungjawaban pelaksanaan pengadaan barang dan jasa kepada para
pihak yang terkait dan masyarakat berdasarkan etika, norma, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pengadaan barang dan jasa harus mencapai sasaran, baik fisik, maupun
keuangannya serta manfaat atas pengadaan tersebut terhadap tugas umum pemerintahan dan/atau
pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam
pengadaan barang dan jasa.
7. Pengadaan barang dan jasa juga perlu untuk memperhatikan etika yang berlaku seperti
melaksanakan tugas secara tertib disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran,
kelancaran, dan ketepatan tujuan pengadaan barang dan jasa. Selain itu, perlu bekerja secara
profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus
dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun
tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat, menerima, dan bertanggung jawab
atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh para
pihak terkait. Selain itu, perlu menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan
diantara para pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha
tidak sehat.
8. Etika pengadaan barang dan jasa lainnya adalah menghindari dan mencegah pemborosan dan
kebocoran keuangan negara atau perusahaan, menghindari dan mencegah penyalahgunaan
wewenang dan/atau kolusi, dan tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk
memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun
yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa.
9. Pelanggaran terhadap prinsip dan etika pengadaan barang dan jasa dapat membuat tujuan yang
telah ditetapkan pemerintah menjadi tidak tercapai. Hal tersebut seperti pengadaan barang dan jasa
menjadi tidak efektif dan efisien, tidak terdapat peningkatan kualitas perencanaan pengadaan
barang dan jasa, persaingan menjadi tidak transparan, tidak terbuka, dan tidak kompetitif,
ketersediaan barang dan jasa yang terjangkau dan berkualitas menjadi tidak tercapai, serta
persaingan yang sehat antar penyedia menjadi sulit tercapai. Apabila hal tersebut terjadi, tentunya
akan berdampak pada produktifitas instansi/lembaga pemerintah maupun swasta. Oleh karena itu,
pengadaan barang dan jasa harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip dan etika sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, peraturan perusahaan, dan lain sebagainya yang
diharapkan dapat membuat pengadaan barang dan jasa berlangsung dengan baik.

----------------------------------------- MEMPERHATIKAN ----------------------------------------------


1. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 :
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap
satu atau lebih usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan
pelaku usaha yang bersekongkol.
2. Pasal 4 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Ologopoli:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3
(tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Pasal 15 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Perjanjian Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
4. Pasal 16 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Mopsoni :
Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang
dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
5. Pasal 17 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Penguasaan :
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
6. Pasal Delik Bisnis/Business Crime Kartel :
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang bertujuan
pengaturan penetapan harga.
Pelaku Kartel memiliki ciri kejahatan yang diantaranya memanfaatkan korporasi sebagai aktor
pelaku (dader) atau tempat menampung hasil kejahatan dalam mewujudkan delik tersebut
korporasi yang diwakili oleh pelaku kejahatan yang melibatkan lebih dari satu entitas bisnis
bahkan antar negara hal ini sudah sangat dilarang diberbagai belahan negara,

--------------------------------------------- MENGINGAT ---------------------------------------------------


1. Salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat adalah
persekongkolan dalam tender, yang merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilarang oleh
UU No. 5/1999. Prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam tender adalan transparansi,
penghargaan atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas
dan proses penilaian, dan non-diskriminatif. Sejalan dengan hal tersebut, UU No. 5/1999 juga
mengatur tentang larangan persekongkolan dalam tender sebagaimana digariskan pada Pasal 22
2. Persekongkolan dalam tender tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan- kesepakatan, baik tertulis
maupun tidak tertulis. Persekongkolan ini mencakup jangkauan perilaku yang luas, antara lain
usaha produksi dan atau distribusi, kegiatan asosiasi perdagangan, penetapan harga, dan
manipulasi lelang atau kolusi dalam tender (collusive tender) yang dapat terjadi melalui
kesepakatan antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan maupun antar kedua pihak tersebut.
Kolusi atau persekongkolan dalam tender ini bertujuan untuk membatasi pesaing lain yang
potensial untuk berusaha dalam pasar bersangkutan dengan cara menentukan pemenang tender.
Persekongkolan tersebut dapat terjadi di setiap tahapan proses tender, mulai dari perencanaan dan
pembuatan persyaratan oleh pelaksana atau panitia tender, penyesuaian dokumen tender antara
peserta tender, hingga pengumuman tender.
3. Praktek persekongkolan dalam tender ini dilarang karena dapat menimbulkan persaingan tidak
sehat dan bertentangan dengan tujuan dilaksanakannya tender tersebut, yaitu untuk memberikan
kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawarkan harga dan kualitas yang
bersaing. Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanaan proses tender tersebut akan didapatkan harga
yang termurah dengan kualitas yang terbaik.

------------------------------------- BENTUK PERSEKONGKOLAN -----------------------------------


1) Persekongkolan Horizontal :
Persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang/jasa dengan sesama pelaku
usaha atau penyedia barang dan jasa lainya.
Persekongkolan ini dapat dikategorikan sebagai persekongkolan dengan menciptakan persaingan
semu diantara peserta tender.
2) Persekongkolan Vertikal :
Persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia
barang/jasa dengan panitia tender/panitia lelang atau dengan pengguna barang/pemilik pekerjaan.
Persekongkolan ini terjadi dalam bentuk panitia tender/panitia lelang atau pengguna
barang/pemilik pekerjaan bekerja sama dengan salah satu peserta tender.
3) Persekongkolan Horizontal dan Vertikal :
Persekongkolan yang terjadi antara panitia tender/panitia lelang dan pengguna barang/pemilik
pekerjaan bekerja sama dengan salah satu peserta tender atau pelaku usaha
Persekongkolan ini terjadi dilakukan secara bersama-sama antara pelaku usaha atau penyedia
barang/jasa dengan panitia tender dan pengguna barang/pemilik pekerjaan

----------------------------------- TAHAPAN PERSEKONGKOLAN -----------------------------------


1. Perencanaan (Identifikasi)
2. Penyusunan HP (Justifikasi)
3. Penyusunan Persyaratan dan Spesifikasi Dokumen Pemilihan
4. Pemberian Penjelasan
5. Tahapan Evaluasi Dokumen Penawaran

----------------------------------- UNSUR PERSEKONGKOLAN --------------------------------------


1. Peserta tender
2. Penyedia Barang/Distributor
3. Panitia Tender/Panitia lelang
4. Pejabat Pembuat Komitmen
5. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

------------------------------------------- PARA PIHAK ------------------------------------------------


1. Korporasi merupakan kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik ,
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
2. Pegawai Negeri adalah meliputi :
a) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepegawaian;
b) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
c) Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
d) Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuandari keuangan
negara atau daerah;
e) Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas
dari negara atau masyarakat;

----------------------------------- MODUS PERSEKONGKOLAN ---------------------------------


1. Persekongkolan pada saat perencanaan :
a) Pemilihan metode pengadaan yang menghindari pelaksanaan tender/lelang secara terbuka;
b) Pencantuman spesifikasi teknik, jumlah, mutu, dan/atau waktu penyerahan barang yang akan
ditawarkan atau dijual atau dilelang yang hanya dapat disuplai oleh satu pelaku usaha tertentu;
c) Tender/lelang dibuat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta tertentu yang dapat
mengikuti/melaksanakannya;
d) Ada keterkaitan antara sumber pendanaan dan asal barang/jasa;
2. Persekongkolan pada saat penyusunan KAK dan Dokumen Pemilihan :
a) Persyaratan untuk mengikuti tender/lelang yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu terkait
dengan spesifikasi barang,mutu,kapasitas dan waktu penyerahan yang harus dipenuhi;
3. Persekongkolan pada saat penentuan Harga Perkiraan Sendiri:
b) Harga Pasar dari beberapa sumber yang berbeda dikendalikan oleh satu Penyedia;
c) Harga perkiraan sendiri disusun bukan berdasarkan hasil survei;
d) Harga Pasar diberikan oleh satu Penyedia yang telah disepakati penguna barang;
e) Harga perkiraan sendiri ditentukan berdasarkan pertimbangan yang tidak wajar;
4. Persekongkolan pada saat penjelasan tender:
a) Informasi atas barang/jasa yang ditender atau dilelang tidak jelas dan cenderung ditutupi;
b) Penjelasan tender/lelang dapat diterima oleh pelaku usaha yang terbatas sementara sebagian besar
calon peserta lainnya tidak dapat menyetujuinya;
c) Panitia bekerja secara tertutup dan tidak memberi layanan atau informasi yang seharusnya
diberikan secara lerbuka;
d) Salah satu calon peserta tender/lelang melakukan pertemuan tertutup dengan Panitia;
5. Persekongkolan pada saat Evaluasi :
a) Terdapat kesamaan dokumen teknis antara lain ,analisa harga satuan ,spesifikasi barang yang
ditawarkan serta dukungan teknis barang;
b) Terdapat kesamaan isi dokumen antara lain kesamaan pengetikan,susunan dan format tulisan;
c) Terdapat penawaran beberapa penyedia barang/jasa yang berada dalam satu kendali;
d) Harga yang dimenangkan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tender/lelang sebelumnya
oleh perusahaan atau pelaku usaha yang sama.
e) Para peserta tender/lelang memasukkan harga penawaran yang hampir sama.
f) Adanya beberapa dokumen penawaran tender/lelang yang mirip.
g) Perilaku dan penawaran para peserta tender/lelang dalam memasukkan penawaran mengikuti pola
yang sama dengan beberapa tender atau lelang sebelumnya.
h) Terdapat pengaturan penawaran harga yang mendekati nilai HPS

------------------------------ DAMPAK PERSEKONGKOLAN -----------------------------------


1. Nilai proyek menjadi lebih mahal/tinggi;
2. Timbul kerugian keuangan negara;
3. Konsumen atau pemberi kerja membayar harga yang lebih mahal dari pada yang sesungguhnya.
4. Terjadi hambatan pasar bagi peserta potensial yang tidak memperoleh kesempatan untuk
mengikuti dan memenangkan tender.
5. Nilai proyek (untuk tender pengadaan jasa) menjadi lebih tinggi akibat mark-up yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang bersekongkol

------------------------------------ SANKSI PERSEKONGKOLAN -------------------------------------


1. Bahwa sesuai Pasal 47 UU No. 5/1999 menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha
yang melanggar ketentuan pasal 22, berupa:
1) perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek
monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat
(pasal 47 ayat (2) butir c); dan/atau
2) penetapan pembayaran ganti rugi ( pasal 47 ayat (2) butir f); dan/ atau
3) pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) (pasal 47 ayat (2) butir g).
2. Bahwa terhadap pelanggaran pasal 22 juga dapat dikenakan hukuman pidana pokok sebagaimana
diatur dalam pasal 48 UU No. 5/1999 berupa:
1) pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti
denda selama-lamanya 5 (lima) bulan (pasal 48 ayat (2)).
2) pidana denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana kurungan pengganti denda
selama- lamanya 3 (tiga) bulan (pasal 48 ayat (3)), dalam hal pelaku usaha dan/atau menolak
menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan/atau pemeriksaan atau menolak
diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam
penyelidikan dan/atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan/atau
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) dan (2).
3. Bahwa terhadap pidana pokok tersebut, juga dapat dijatuhkan pidana tambahan terhadap
pelanggaran pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No. 5/1999 berupa:
1) pencabutan izin usaha, atau
2) larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-
undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
selama-lamanya 5 (lima) tahun, atau
3) penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak
lain.
4. Bahwa terhadap persekongkolan dalam tender yang melibatkan Pegawai atau Pejabat Pemerintah
(PNS atau yang diperbantukan pada BUMN, BUMD, atau Swasta), maka untuk menegakkan
hukum persaingan KPPU menyampaikan informasi tentang persekongkolan tersebut kepada atasan
Pegawai atau Pejabat bersangkutan atau Kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), untuk mengambil tindakan hukum sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.

----------------------------------------- MASALAH PERENCANAAN ---------------------------------------


 Potensi masalah (potential problems) :
(1) Lemahnya identifikasi kebutuhan;
(2) Kesalahan dalam perencanaan dan tata kelola;
(3) Kebutuhan tidak didasarkan pada perencanaa dan kajian;
(4) Ketidak jelasan/tidak dapat membedakan antara kebutuhan dengan keinginan;
(5) Spesifikasi barang tidak sesesuai dengan kebutuhan pengguna;
(6) Pemaketan kebutuhan tidak ekonomis;
(7) Juduk paket kegiatan tidak sesuai dengan barang yang akan dihasilkan;
(8) Spesifikasi barang mengarah pada merek/penyedia tertentu;

 Penyebab masalah (cause of problems) :


(1) Rendahnya komitmen/konsistensi disiplin dalam perencanaan;
(2) Rendahnya wawasan/kompetensi;
(3) Paradigma kekuasaan/budaya feodal;
(4) Besarnya keinginan pribadi/ego individu;

 Dampak masalah (problems impact) :


(1) Barang yang dihasilkan tidak sesuai kebutuhan/tidak bermanfaat;
(2) Program kegiatan tidak tercapai/kegiatan terhambat;
(3) Pemborosan/kerugian keuangan negara;
(4) Pertumbuhan ekonomi terhambat;
(5) Potensi penyimpangan sangat tinggi;
(6) Timbulnya permasalahan hukum;

--------------------------------------------- UNSUR PIDANA ---------------------------------------------------


Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi dalam UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo
UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Pasal (2) dan (3) sebagai berikut :
a) Setiap orang;
b) Secara melawan hukum;
c) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi;
d) Dapat menimbulkan kerugian perekonomian atau keuangan negara atau;
e) Setiap orang;
f) Dengan sengaja;
g) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi;
h) Dengan menyalahgunakan kewenangannya sehubungan dengan jabatan atau kedudukannya
sehinga dapat menimbulkan kerugian keuangan negara;
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyakRp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukandalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pasal 3
(3) Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak
menghapuskanpidana pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
-------------------------------------- PERMUFAKATAN JAHAT -----------------------------------------
 Komponen Perbuatan (actus reus), yaitu:
a. Adanya kesepakatan dua orang atau lebih dengan kualitas pemahaman yang sama;
b. Adanya perbuatan dari dua orang atau lebih yang bersepakat tersebut tertuju pada suatu unsur
perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan 3 UU
Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001;
 Komponen Kesalahan (mens rea), yaitu:
c. Terdapat “persesuaian kehendak”, “kesamaan niat” atau “meeting of minds” diantara dua orang
atau lebih tersebut yang tertuju pada sasaran yang dilarang;
d. Adanya dampak terhadap kepentingan hukum tertentu yang dituju dari sasaran perbuatan yang
disepakati dua orang atau lebih tersebut.
 Sanksi Hukum (legal sanctions) yakni :
a. Orang yang terbukti melakukan permufakatan jahat untuk melakukan korupsi dikenakan pidana
penjara maksimal seumur hidup atau;
b. Sesingkat-singkatnya empat tahun penjara,denda sebanyak Rp.200 juta hingga 1 miliar;

------------------------------------------- SANKSI HUKUM ------------------------------------------------


1. Pasal 2 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 junto UU RI Nomor 20 Tahun 2001:
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan
tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan
2. Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 junto UU RI Nomor 20 Tahun 2001:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana
pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 3.

----------------------------------------------- DALIL POKJA ------------------------------------------------


Bahwa dalam keteranganya Kelompok Kerja Pemilihan Pengadaan Barang/Jasa Dinas
Lingkungan Hidup dan Persampahan Kota Ambon mendalilkan hal sebagai berikut :
1. Surat Garansi tidak sesuai, karena Surat Garansi harus dikeluarkan dari Distributor/Toko yang
memberikan dukungan
------------------------------------------- BANTAHAN DALIL ---------------------------------------------
1. Dari Poin yang manakah pokja menilai surat garansi CV.Mulia Berkahtama Abadi tidak sesuai ?
karena semua Surat Dukungan & Garansi yang kami lampirkan pada dokumen penawaran adalah
berasal dari Distributor resmi yang berada di Kota Ambon, pokja sendiri pun tidak menyebutkan
didokumen pemilihan terkait surat garansi yang dimaksud harus seperti apa ? artinya jika kami di
gugurkan karena Penilaian Subjektif dari Pokja sendiri artinya Pokja telah melanggar perpres No.
54 Tahun 2010 dan penjelasannya. Dalam paragraf evaluasi penawaran pasal 79 dinyatakan bahwa
dalam melakukan evaluasi penawaran, ULP/Pejabat Pengadaan harus berpedoman pada tata
cara/kriteria yang ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan. Kemudian dalam ayat 2 dinyatakan
bahwa dalam evaluasi penawaran, ULP/Pejabat Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa dilarang
melakukan tindakan post bidding.

---------------------------------------------- FAKTA HUKUM ----------------------------------------------


1. Pada tanggal 29 Agustus 2023, CV.Mulia Berkahtama Abadi mendafarkan diri untuk mengikuti
tender Pengadaan Ban dan Accu Mobil Operasional Persampahan dengan kode tender 4901654 di
LPSE Kota Ambon.
2. Pada tanggal 29 Agustus 2023, CV.Mulia Berkahtama Abadi membedah baik baik dengan
seksama Dokumen Pemilihan yang di download dari laman LPSE Kota Ambon.
3. Pada Tanggal 31 Agustus 2023, pada sesi Aanwizing yang seharusnya menjadi forum untuk
diskusi antara pokja dengan penyedia terkait persyaratan tender tetapi pokja sama sekali tidak
menjelaskan terkait garansi yang dimaksud harus seperti apa, hanya menyampaikan bahwa “surat
dukungan distributor ban dan accu dipersyaratkan” tidak menyebutkan surat garansi harus
memiliki format/surat tersendiri.
4. Pada tanggal 04 September 2023, CV.Mulia Berkahtama Abadi Menyampaikan Dokumen
Penawaran pada tender Pengadaan Ban dan Accu Mobil Operasional Persampahan dengan kode
tender 4901654 di LPSE Kota Ambon.
5. Pada tanggal 13 September 2023, Pokja menetapkan CV. MY VICTORY Sebagai pemenang yang
mana CV. MY VICTORY merupakan urutan ke-2, dan menggugurkan CV.Mulia Berkahtama
Abadi dengan alasan “Surat Garansi tidak sesuai, karena Surat Garansi harus dikeluarkan dari
Distributor/Toko yang meberikan dukungan” yang mana tidak ada persyaratan yang spesifik
terkait surat garansi yang dimaksud.
6. Sebagai Pokja Yang Bijaksana seharusnya bisa mngkonfirmasi terlebih dahulu melalui Undangan
Verifikasi ataupun langsung mengkonfirmasi kepada Pendukung kami yang dimana lokasi
pendukung kami berada di Kota Ambon.

----------------------------------------------- KESIMPULAN ------------------------------------------------


Berdasarkan uraian Fakta hukum diatas yang disertai alat bukti, kami menilai bahwa dalil
Kelompok Kerja Pemilihan Pengadaan Barang/Jasa Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan
Kota Ambon sangat keliru dan telah sangat menyimpang dari kebenaran serta tidak
mengedepankan azas kehati-hatian dan kecermatan didalam menjalankan tugasnya sebagai pokja
dan sangat merugikan CV Mulia Berkahtama Abadi.

-------------------------------------------------- PETITUM ---------------------------------------------------


“PRO JUSTITA”, Demi hak hukum CV.Mulia Berkahtama Abadi yang sangat telah dirugikan,
maka bersama ini kami meminta kepada Kelompok Kerja Pemilihan Pengadaan Barang/Jasa
Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Kota Ambon untuk segera melakukan Evaluasi Ulang
dan Membatalkan Penetepan pemenang CV. MY VICTORY dikarenakan adanya kesalahan pokja
dalam melakukan Evaluasi Administrasi, Kualifikasi, Teknis, dan Harga, jika tender ini terus
berlanjut ketahap Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa & Penandatanganan Kontrak tanpa
adanya evaluasi ulang, maka kami akan mengadukan/melaporkan tender ini ke pihak-pihak yang
berwajib.
Demikian Sanggah keberatan ini kami sampaikan kepada Kelompok Kerja Pemilihan Pengadaan
Barang/Jasa Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Kota Ambon untuk menjadi perhatian
dan tindak lanjut.

Hormat Kami ,
CV. Mulia Berkahtama Abadi

Abi Mantrono Sitanggang


Direktur

Tembusan :
1.Walikota Kota Ambon
2.Kepala Dinas Lingkungan Hidup Dan Persampahan
3.Inspektorat Jenderal Pemerintah Kota Ambon
4.Deputi Bidang Hukum Dan Penyelesaian Sanggah LKPP
5.Komisi Aparatur Sipil Negara
6.Ombudsman RI
7.Lembaga Pemerhati Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

You might also like