You are on page 1of 31

Program Studi Teknik Sipil

Fakultas Teknik
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

STRUKTUR BETON 2 :
KONSEP BANGUNAN TAHAN GEMPA

RETNO TRIMURTININGRUM, S.T.,M.T.


ISI :
 KONSEP BANGUNAN TAHAN GEMPA
 DAKTILITAS
 DESAIN STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA
KONSEP BANGUNAN TAHAN GEMPA

 FORCE REDUCTION FACTOR (R) → faktor modifikasi respon


 CAPACITY DESIGN (DESAIN KAPASITAS)
 HIERARKI KERUSAKAN STRUKTUR
FORCE REDUCTION FACTOR (R)

 Gempa besar pada periode ulang tertentu


kejadiannya bersifat probabilistik,oleh karena itu
para ahli sepakat bahwa selama masa layan
bangunan tidak perlu dibuat sangat kuat (elastis)
 Kerusakan-kerusakan level tertentu masih
diperbolehkan terjadi selama masa layan sesuai
dengan filosofi desain
 Maka, kekuatan gempa rencana dapat diturunkan
atau dikurangi sampai level tertentu melalui suatu
reduksi yaitu force reduction factor (R) → faktor
reduksi gempa/koefisien modifikasi respon
FORCE REDUCTION FACTOR (R)
Faktor R merupakan representasi tingkat daktilitas yang dimiliki struktur
FORCE REDUCTION FACTOR (R)
 OB adalah beban struktur elastik, OD adalah beban respons inelastik,
yaitu beban yang jauh lebih kecil daripada beban struktur respon
elastik
 Karena beban lebih kecil, maka struktur dengan respons inelastik
ukurannya akan lebih kecil dibanding struktur dengan respon elastik.
Hal ini berimplikasi kepada biaya pembangunan, struktur dengan
respons inelastik akan lebih murah dibanding struktur elastik
 Apabila beban gempa yang terjadi lebih besar dari level beban
inelastik, maka akan terjadi sendi-sendi plastik pada ujung-ujung
balok
FORCE REDUCTION FACTOR (R)

Agar bangunan tetap survive pada gempa besar, maka bangunan harus
mempunyai daktilitas yang baik
FORCE REDUCTION FACTOR (R)
 Dengan penerapan konsep tersebut, maka pada
saat gempa kuat terjadi, elemen-elemen struktur
bangunan tertentu yang dipilih diperbolehkan
mengalami plastifikasi (kerusakan) sebagai sarana
untuk pendisipasian energi gempa yang diterima
struktur
 Elemen-elemen tertentu tersebut umumnya adalah
elemen-elemen yang perilaku plastifikasinya
daktail dan tidak mudah runtuh
 Salah satu cara untuk menjamin plastifikasi yang
diinginkan terjadi → desain kapasitas
CAPACITY DESIGN (DESAIN KAPASITAS)
 Kasus runtuhnya suatu bangunan, disebabkan oleh beberapa hal :
1. Penyebab ke-1 : tidak jelasnya konsep bangunan tahan gempa yang
dipakai
2. Penyebab ke-2 : menurut Paulay (1988) adalah begitu jeleknya desain
dan detail penulangan elemen kolom dan balok
3. Penyebab ke-3 : tidak adanya sistem penyerapan energi yang terencana
dengan baik pada proses desain
4. Penyebab ke-4 yang mengakibatkan penyebab ke-3 adalah selain tidak
diterapkannya hierarki kerusakan juga tempat-tempat yang dapat
berfungsi melakukan penyerapan energi juga tidak jelas
CAPACITY DESIGN (DESAIN KAPASITAS)

 Konsep desain kapasitas yang perilakunya memenuhi persyaratan


filosofi desain adalah pada kondisi paling kritis (gempa kuat), struktur
(portal) boleh rusak tetapi tidak boleh runtuh secara total (totally
collapse)
PRINSIP CAPACITY DESIGN (DESAIN KAPASITAS)

 Pada konsep desain kapasitas, tidak semua elemen struktur dibuat


sama kuat tetapi ada elemen-elemen struktur yang dibuat lebih lemah
dibanding yang lain
 Hal tersebut bertujuan agar pada saat beban gempa maksimum,
kerusakan struktur terjadi pada titik-titik lemah tersebut
PRINSIP CAPACITY DESIGN (DESAIN KAPASITAS)
PRINSIP CAPACITY DESIGN (DESAIN KAPASITAS)

 Pada capasity design, salah satu elemen (balok)


sengaja dibuat elemen lemah (weak-link). Karena
berfungsi sebagai elemen lemah, maka elemen yang
bersangkutan akan mengalami tegangan leleh pertama
sebagaimana terjadinya sendi-sendi plastik
 Walaupun menjadi elemen lemah, elemen yang
bersangkutan harus berperilaku daktail, sehingga tidak
runtuh total → detailing tulangan hrs memadai
 Elemen selain balok (kolom, join, fondasi) yang sengaja
didesain lebih kuat diihitung dengan memperhitungkan
overstrength factor
CIRI-CIRI DESAIN KAPASITAS (Paulay, Priestley,1992)

 Tempat-tempat kemungkinan terjadinya sendi-sendi plastis telah


ditentukan sejak awal → Strong Column Weak Beam
 Deformasi in-elastik yang tidak dikehendaki yaitu deformasi akibat
geser baik di balok maupun join dicegah dengan memberikan
kekuatan yang lebih besar dari yang diperlukan
 Tempat-tempat sendi plastis jangan sampai menjadi tempat
getas/brittle, tetapi didetail sedemikian rupa agar menjadi daktail
dan menjadi tempat disipasi energi secara stabil
HIERARKI KERUSAKAN STRUKTUR

 Dengan sudah diterapkannya prinsip capasity design (sudah


direncanakan adanya elemen lemah/weak link dan ada elemen yang
sengaja dibuat lebih kuat), maka pada saat gempa besar akan
terjadi hierarki kerusakan yang sudah direncanakan
 Hierarki kerusakan yang diinginkan adalah agar struktur tetap berdiri
tegak setelah terkena pembebanan gempa (besar). Oleh karena itu
kolom harus lebih kuat daripada balok → Strong Column Weak Beam
(SCWB)
HIERARKI KERUSAKAN STRUKTUR

WCSB → column sway mechanism, kolom lemah balok kuat → mengakibatkan struktur
runtuh total (totally collapse) sehingga dilarang untuk dipakai
SCWB → struktur bergoyang menurut beam sway mechanism
Pada gempa besar struktur tetap rusak tetapi tidak runtuh total
HIERARKI KERUSAKAN STRUKTUR
 Prinsip SCWB akan mengakibatkan struktur bergoyang menurut beam
sway mechanism. Pada SCWB, balok sengaja dibuat lebih lemah
daripada kolomnya, sehingga apabila level beban terlampaui, maka
akan terjadi sendi-sendi plastik yang umumnya terjadi pada ujung-
ujung balok dan ujung-ujung kolom tingkat dasar. Di tempat-tempat
itulah kemudian detail tulangan didesain dan dipasang dengan baik
sehingga menjadi elemen yang daktail/ulet/liat.
 Dengan sifat elemen yang daktail, maka elemen struktur akan dapat
bertahan pada deformasi inelastik yang cukup besar tanpa adanya
penurunan kekuatan yang berarti
DAKTILITAS
 Struktur inelastik akan mempunyai ukuran yang lebih kecil daripada
struktur yang direncanakan pada level beban elastik. Pada level
pembebanan tertentu elemen struktur sudah mulai retak-retak akibat
adanya regangan baja-tarik yang cukup besar. Pada intensitas beban
tertentu, maka rengangan baja-tarik sudah semakin besar sehingga
retak beton juga semakin besar.
DAKTILITAS
 Akibat beban siklik sebagaimana beban gempa, maka pada tempat
yang momen-momennya besar (umumnya di ujung-ujung balok)
regangan tarik baja tulangan akan berganti-ganti untuk momen
negatif pada tepi atas dan momen positif pada tepi bawah. Apabila
regangan tarik baja tulangan tersebut sudah sedemikian besar, maka
biasanya beton sudah mulai rusak akibat retak-retak besar berganti-
ganti. Daerah yang rusak tersebut disebut daerah sendi plastik. Agar
elemen struktur masih mampu/dapat menahan beban (tidak runtuh
getas/brittle) maka tempat tersebut harus daktail atau elemen
mempunyai daktilitas yang baik
DAKTILITAS
 Kesimpulannya elemen struktur beton boleh relatif kecil dan
berperilaku inelastik, tetapi elemennya harus daktail
 Bagaimana supaya elemen beton menjadi daktail yaitu pada tempat-
tempat yang diperuntukkan terjadi sendi plastik, tulangan lentur dan
tulangan gesernya harus didesain secara khusus
DAKTILITAS
 Daktilitas adalah kemampuan suatu elemen untuk berdeformasi
secara inelastik secara berkelanjutan akibat beban siklik tanpa
adanya penurunan kekuatan yang berarti
u
 =
y
 Daktilitas simpangan adalah rasio antara simpangan ultimit (∆u)
dengan simpangan leleh (∆y)
DAKTILITAS
 Pada gambar 10.7(a) menggambarkan perilaku hubungan
antara beban dan simpangan (load-displacement relationship)
untuk struktur daktail dan getas. Struktur yang daktail mampu
berdeformasi inelastik secara berkelanjutan tanpa adanya
penurunan kekuatan yang berarti. Sebaliknya, struktur yang
getas/brittle kekuatannya akan segera menurun secara tajam
setelah kekuatan puncak
 Gambar 10(b) adalah hubungan beban dan simpangan akibat
beban bolak balik. Hubungan antara beban dan simpangan
ditunjukkan oleh garis lengkung/non-linier putus-putus yang
membentuk suatu siklus tertutup yang disebut hysteretic loops
DAKTILITAS
 Secara umum daktilitas dibagi menjadi 3 level yaitu elastik penuh
(elastic response), daktilitas terbatas (restricted/limited ductility) dan
daktilitas penuh (fully ductility) dengan nilai-nilai daktilitas seperti
pada gambar. Nilai See, Sel dan Sef berturut-turut adalah kebutuhan
kekuatan untuk struktur elastik, struktur daktilitas terbatas dan
daktilitas penuh.
 Pada daktilitas penuh, desain beban/kebutuhan kekuatannya relatif
lebih kecil daripada daktilitas terbatas, tetapi elemennya harus
didesain lebih daktail/liat
DAKTILITAS

Makin ketat detailingnya

Secara teoritik semakin tinggi tingkat daktilitas maka akan semakin baik, baik dalam
keberlanjutan menahan beban maupun keberlanjutannya dalam disipasi energi
(a) Daktilitas penuh :
0-1 : fase elastis
1-2 : fase plastis → mengalami permanent drift
akibat gempa
2-3 : struktur mengalami penurunan kekuatan dalam
menahan beban gravitasi dan lateral
3-4 : struktur sudah tdk memiliki kekuatan dalam memikul
beban lateral namun masih mampu memikul beban
gravitasi
4-5 : fase keruntuhan
nilai daktilitas (displacement ductility = 3,5-8,0)
(b) Daktilitas terbatas :
0-1 : fase elastis
1-2 : fase plastis
2-3 : kehilangan kekuatan dalam menahan beban
gravitasi dan lateral
3-4-5 : runtuh
nilai daktilitas (displacement ductility = 1,5-3,5)

(c) Berperilaku getas:


0-1 : fase elastis
1-2-3-4-5 : fase keruntuhan
Struktur mengalami keruntuhan secara tiba-tiba → tidak
diharapkan pernah terjadi pada struktur bangunan
DESAIN STRUKTUR BANGUNAN
TAHAN GEMPA
 Dalam desain bangunan tahan gempa perlu diperhatikan :
1. Code beban gravitasi
2. Code beban gempa (SNI 03-1726-2012/SNI 03-1726-2019)
3. Code desain ( SNI 03-2847-2013 /SNI 03-2847-2019)
DESAIN STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA

 Langkah-langkah proses desain :


1. Peruntukan, letak, denah dan tinggi bangunan
2. Jenis tanah, jenis struktur utama (frames, wall, kombinasi)
3. Dihitung beban gravitasi (plat lantai, beban balok)
4. Berdasarkan lokasi bangunan ditentukan respons spektrum
percepatan dan respon spektrum desain
DESAIN STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA

 Langkah-langkah proses desain :


5. Kategori desain seismic, penahan gaya horisontal, SRPMB/M/K,
faktor reduksi beban R
6. Ditentukan kategori bangunan, apakah masih reguler atau
bangunan tidak reguler
7. Butir 6 akan menentukan jenis analisis struktur, apakah static
ekuivalen atau dengan metode lain
8. Pendetailan (balok, kolom SCWB, beam column joints, fondasi)
DAFTAR PUSTAKA
 KONSEP STRUKTUR BETON TAHAN GEMPA (Iswandi Imron)
 Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan (Widodo Pawirodikromo)

You might also like