Professional Documents
Culture Documents
Sintaksis - Kelompok 8
Sintaksis - Kelompok 8
Nama Kelompok :
Lila oktavia ( 2205076001 )
Veronika Desantis Kire Wea ( 2205076016 )
Agustina ( 2205076027 )
Agustina ( 2205076036 )
Universitas Mulawarman
Abstract: This research aims to find out, analyze Case Grammar in Indonesian which has
characteristics and properties. One of the data sources in the research is the Case Grammer
Journal written by Suparnis.. Data collection techniques were carried out using reading and
documentation techniques and analyzed using formal and informal qualitative descriptive
analysis techniques. The research results show (1) the grammatical understanding of the case
(2) The list of descriptions of the cases is as follows: I = Agentif TJ = Objective P = Experiens TP
= Place I = Instrument WK = Time O = Objective PNY = Participant S = Source BEN= Benefactive
(3) This problem is solved in new case grammar by introducing (1) vacant roles, (2)
coreferential roles, and 3) built-in roles.
Key words: understanding, description, problem
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisis Tata Bahasa Kasus ( Case
Grammar ) dalam bahasa Indonesia yang memiliki ciri-ciri dan sifat. Salah satu sumber
data dalam penelitian adalah Jurnal Tata Bahasa Kasus ( Case Grammer ) yang ditulis
oleh Suparnis.. Teknik pengumpulann data dilakukan teknik pembacaan dan
dokumentasi dan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif secara formal dan
informal. Hasil penelitian menunjukkan (1) pengertian tata Bahasa kasus (2) Daftar
uraian kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut : I = Agentif TJ = Tujuan P = Experiens
TP = Tempat I = Instrumen WK = Waktu O = Objektif PNY = Penyerta S = Sumber BEN=
Benefaktif (3) Masalah ini dipecahkan dalam gramatika kasus yang baru dengan
memperkenalkan (1) peran kosong (vacant roles),(2) peran koreferensial (koreferential
roles), dan 3) peran terpratata (built – in roles)..
Namun dalam kenyataannya orang yang ingin belajar bahasa membutuhkan informasi
tentang bentuk bahasa, yaitu bentuk kata dan tata bahasa, dan bagaimana
menggunakan bentuk bahasa itu dalam berkomunikasi. Jadi, pemahaman bentuk kata
dan kaidah atau struktur bahasa menuntun cara berpikir seseorang dan selanjutnya
ditujukkan dengan bagaimana seseorang itu mengungkapkan dan memahami bahasa
(Clark and Clark, 1977.
Jadi dimensi tata bahasa yang dikemukakan Murcia &Freeman (1999) adalah tata
bahasa bukan semata sekumpulan bentuk tetapi merupakan keterlibatan tiga dimensi
yang diacu oleh linguistik, (morfo) sintaksis, semantik, dan pragmatik yang mewakili
dimensi bentuk, makna dan dimensi penggunaan. Bentuk morfosintaksis digunakan
untuk mengungkapkan makna (semantik) di dalam konteks yang sesuai (pragmatik).
Namun, dimensi bentuk selain diwakili oleh (morfo) sintaksis juga mencakup fonologi.
Dengan demikian dimensi bentuk dalam tata bahasa berkenaan dengan bentuk bahasa
meliputi wujud bunyi, kata dan kalimat untuk mendukung ketepatan (accuracy).
Dimensi makna berkenaan dengan makna bentuk kata dan kalimatnya untuk
mendukung kebermaknaan bahasa (meaningfulness). Dan, dimensi penggunaan
berkenaan dengan kesesuaian penggunaan bentuk bahasanya dalam mencapai tujuan
berkomunikasi.
B. METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, biasanya dilakukan untuk memberikan
penjelasan mengenai suatu fenomena dan nantinya akan mengkonstruksi suatu teori yang
berkaitan dengan fenomena tersebut. Metode penelitian ini kebanyakan berbentuk naratif.
1. PENGERTIAN
Tata bahasa kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya
berjudul The Case for Case tahun 1968 (Chaer, 2003). Tata bahasa kasus merupakan suatu
modifikasi dari teori tata bahasa transformasi yang memperkenalkan kembali kerangka kerja
konseptual hubungan-hubungan kasus dari tata bahasa tradisional, tetapi memelihara serta
mempertahankan suatu pembedaan antara struktur dalam dan struktur permukaan dari tata
bahasa generatif, dengan catatan bahwa kata ‘dalam’ di sini mengandung pengertian
‘kedalaman semantik’ atau ‘semantic deep’ (Tarigan, 1989).
Fillmore (Samsuri, 1978: 341) menjelaskan posisinya lebih lanjut tentang gagasan
kasus batin sebagai dasar untuk menerangkan berbagai fungsi (frasa) nomina dalam
kalimat-kalimat. Dalam karangannya Some Problems for Case Grammar (1971: 35),
Fillmore membicarakan berbagai masalah dalam kategorisasi kasus, dan memberikan
saran pemecahannya. Dia juga mengeluarkan dua prinsip dalam menghadapi
pemecahan masalah itu, yaitu (1) bahwa hanya terdapat satu kasus bagi tiap(frasa)
nomina dalam sebuah klausa; dan (2) bahwa jika kita ambil sebuah predikator, yang
secara intuitif dilihat sebagai memberikan fungsi-fungsi semantik kepada (frasa)
nomina-(frasa) nomina yang terdapat pada posisi sintaktik tertentu terhadap
predikator itu, mestilah ada suatu batas dalam menggolong-golongkan fungsi
semantik itu. Pada mulanya Fillmore (dalam Yasin, 1991: 49) membedakan kasus-kasus
atas pelaku (agentive), alat (instrumental), datif (dative), faktitif (factitive), tempat
(locative), dan objektif (objective). Kemudian pada tahun 1971 Fillmore mengadakan
perubahan pada pembedaan kasuskasus, yang mulanya dibagi atas enam kasus
setelah dikembangkan menjadi 10 kasus. Di dalam daftar kasus yang baru kasus ‘datif’
dan ‘faktitif’ tidak dimunculkan lagi, namun keduanya digantikan penamaannya
dengan kasus ‘yang mengalami’ dan kasus ‘tujuan’.
I = Agentif TJ = Tujuan
P = Experiens TP = Tempat
I = Instrumen WK = Waktu
O = Objektif PNY = Penyerta
S = Sumber BEN= Benefaktif
Hubungan logis antara verba dengan frasa benda ditandai dengan preposisi seperti
berikut.
Menurut Samsuri (1978; 343), tata bahasa kasus cocok diterapkan dalam bahasa
Inggris, tetapi dalam bahasa Indonesia tidak semua kaidah bisa diterapkan, misalnya
kaidah tentang kala. Karena kala bersifat wajib dalam bahasa Inggris kaidah itu dapat
diterapkan, tetapi tidaklah dalam bahasa Indonesia, karena bahasa kita tidak
bersistem kala..
2. URAIAN KASUS
1. Peran kosong adalah peran kasus yang tidak muncul pada strutur permukaan,
tetapi ada di dalam struktur-dalam, seperti pada kalimat berikut ini ‘Fred remainds
me of my late grandfather’, ‘Fred resembles (to me) my late grandfather’. Dengan
verba seperti ‘reminds’ dan ‘resembles’ di dalam struktur dalam terdapat kasus
ALM, walaupun sering tidak terdapat representasi permukaan kasus ALM pada
verba ‘resemble’.
2. Peran koreferensial adalah dua kasus yang mempunyai satu acuan. Verbaverba
yang mengandung makna ‘gerak’, misalnya, mempunyai kasus-kasus A, O, S, dan
TJ. Namun, di antara verba-verba ini terdapat perbedaan, dimana kasus PLK
kadang-kadang koreferensial dengan O, kadang-kadang dengan S, dan kadang-
kadang dengan TJ. Karena itu verba seperti ‘bergerak’,‘berjalan’, ‘berlari’,
‘berenang’ dalam bentuk transitif, A koreferensial dengan O. A yang merupakan O
itulah yang melakukan ‘bergerak’, ‘berjalan’, ‘berlari’ dan ‘berenang’. Pada verba
seperti ‘melempar’, ‘memberi’, ‘menjual’ dan ‘mengirim’, A koreferensial dengan
S. Kegiatankegiatan tersebut dilakukan oleh A yang juga mempunyai peran S. Pada
verba seperti ‘meneria’, ’ mencuri’, ‘mengambil’ dan ‘mendapat’, A koreferensial
dengan TJ. Kegiatan-kegiatan tersebutdilakukan oleh A sebagai TJ. Dengan
pelepasan kasus koreferensial, verba-verba tersebut masingmasing mempunyai
karakteristik verba A-S-TJ, verba A-O-TJ; dan verba A-O-S.
3. Peran terpratata adalah peran yang dipunyai oleh konten leksikon verba itu sendiri.
Verba seperti ‘mencium’, ‘menampar’ dan ‘menendang’ mempunyai kasus
instrumen (I) yang tidak terungkap pada struktur-permukaan kecuali jika
instrumen (I) tersebut mempunyai keterangan tertentu. Orang tidak perlu lagi
menyebutkan misalnya, ‘dengan hidung’ untuk verba ’mencium’ dan sebagainya.
3. PENUTUP
1. Kesimpulan
Tata bahasa kasus lahir sebagai perluasan dari tata bahasa transformasi generatif, Fillmore
sebagai pencetus tata bahasa kasus melihat ada masalah pada tata bahasa transformasi
generatif, yaitu tata bahasa tersebut tidak dapat menjelaskan adanya peran semantik frasa
nomina dalam hubungannya dengan verba. Pada tata bahasa transformasi generatif
masing-masing kategori yang diberi label frasa yang hanya mempunyai hubungan logika
bentuk dan distribusi dengan kategori lain dalam sebuah kalimat. Namun tata bahasa
kasus setiap kategore diberi peran semantis yang disebut kasus. Pada tata bahasa kasus
sebuah kalimat terdiri atas dua konstituen, yaitu modalitas dan proposisi. Modalitas
mencakup unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia, sedangkan proposisi terdiri atas sebuah
verba disertai dengan sejumlah kasus. Kasus merupakan hubungan antara verba dengan
nomina dalam sebuah kalimat.
2. Saran
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai kelas kata pada sintaksis
dan gaya penulisan yang tepat pada kelas kata, serta dapat memahami tata bahasa
kasus untuk meningkatkan pemahaman dan ketelitian dalam melakukan penelitian
sebuah penulisan. Hal tersebut guna memperoleh hasil yang baik dan pemahaman
yang mendalam Untuk peneliti selanjutnya terkait pemahaman tata bahasa kasus pada
kelas kata sintaksis perlu melihat faktor-faktor lain atau mengembangkan lebih banyak
kosa kata selaian yang telah kami jabarkan serta melibatkan banyak responden dalam
melakukan penelitian yang dapat memengaruhi minat pembaca.
DAFTAR REFERENSI
Sintowati Rini Utami (2017). Pembelajaran Aspek Tata bahasa dalam buku Pelajaran bahasa
Indonesia.
Oktavia Dwi Wulandari (2020). Analisis penggunaan Tata Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
dalam penulisan karya ilmiah.
Kentjono, Djoko (1993). Tata Bahasa Sekolah berdasarkan tata bahasa baku.
Setiorini, Retno Asihanti (2010), Analisis Penggunaan Tata Bahasa Indonesia Dalam Penulisan Karya
Tulis Ilmiah.
homas vacum fitonis, ummi Mulyaningsih, agustin linawati, asep Purwo yudo. Utomo (2022). Analisis
Kalimat Berdasarkan Tata Bahasa Struktural dalam Cerita Pendek Berjudul Robohnya Surau Kami
karya AA Navis.
Abdul Basid , Habib Insan Kamil, dan Mutma Innah (2021). Struktur Kalimat pada Film Knives Out
Berdasarkan Perspektif Tata Bahasa Kasus Charles J. Fillmore.
Achmad Dicky Romadhan (2019). X-Komp Bahasa Indonesia: Analisis Tata Bahasa Leksikal Fungsional.
Pini Jamil Hatul Hani, Reza Rezeki, Indah Lestari, Maizana Parisa (2021). Analisis Penggunaan Tata
Bahasa Indonesia.
Yulia agustin (2015). Penguasaan Tata Bahasa Dan Berpikir Logik Serta Kemampuan Menulis Artikel
Ilmiah.
Balkis Aminallah Nurul Mivtakh Hum (2023). Teori Tata Bahasa Generatif Transformatif Chomsky
serta Aplikasinya dalam Gramatikal Bahasa Arab.
Studocu (2022). Aliran Tata Bahasa Kasus: Pandangan Dan Penerapannya Dalam Lingustik Indonesia.
Azhar Umar (2013). Analisis Komparatif Tata Bahasa Struktural Amerika Dan Tata Bahasa Generatid
Transformasional.
Sintowati Rini Utami (2017). Pembelajaran Aspek Tata Bahasa Dalam Buku Pelajaran Bahasa
Indonesia.
Dra henelia. M Hum (2020). Analisis Materi Tata Bahasa Dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia.
Bambang Widiatmoko, Kasno Atmo Sukarto (2002). Pembahasan Topik Perluasan Kalimat Dalam
Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Dan Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia: Analisis
Perbandingan.
Dina Ramadhanti (2015). Strategi Penggunaan Kosakata Dan Tata Bahasa Dalam Berita Harian Umum
Independen Singgalang.
Seriana, Aidi Fitri, Marina, Nurdiana, Jamaludin Nasution (2023). Penerapan Kaidah Tata Bahasa Pada
Bahan Ajar BIPA.