Professional Documents
Culture Documents
Laporan PKL Di PT Pertamina Power Indonesia
Laporan PKL Di PT Pertamina Power Indonesia
Oleh:
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allat SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Program Kerja Lapangan (PKL) di PT Pertamina Power Indonesia.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Program Kerja Lapangan
(PKL) di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang dari
program studi Fisika yang berisi tentang instrumentasi pendukung pengukuran
performansi pada sistem PLTS dan perbandingan antara simulasi dan realisasi
produksi listrik pada sistem PLTS.
Penyusunan laporan ini tak lepas dari pengarahan, bimbingan, dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Maka kami sebagai penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua yang selalu mendo’akan, mendukung dan memberi semangat
untuk putra-putrinya dalam segala hal.
2. Dimas Ruliandi, selaku VP Reabillity & Asset Integrity Management PT
Pertamina Power Indonesia.
3. Fatah Gunawan, selaku Manager AIO (Asset Integration & Optimization) PT
Pertamina Power Indonesia.
4. Supriyadi Joyohandoko, selaku Pembimbing Lapangan di PT Pertamina Power
Indonesia.
5. Alfi Shidqi dan Aldy Cahya Ramadhan, selaku Tim Fungsi AIO (Asset
Integration & Optimization) PT Pertamina Power Indonesia.
6. Tim Operation & Maintenance Asset PT Pertamina Power Indonesia
7. Drs. Cecep Rustana, B.Sc(Hons), Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Praktik
Kerja Lapangan (PKL) Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang.
8. Seluruh teman Program Kerja Lapangan (PKL) di PT Pertamina Power
Indonesia.
ii
Atas pengarahan, bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak
yang telah kami sebutkan, kami dapat menyelesaikan laporan PKL ini dengan
maksimal. Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan baik dari penulisan, susunan kalimat, dan tatanan bahasa yang kami
gunakan. Untuk itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca untuk perbaikan ke depannya. Semoga laporan PKL ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
4.1. Kesimpulan................................................................................................ 47
4.1.1. Penelitian Muhammad Hanif Al Farras (200604110008) .................. 47
4.1.2. Penelitian Putri Ayu Nurmakhmuda (200604110070)....................... 47
4.2. Saran .......................................................................................................... 47
4.2.1. Penelitian Muhammad Hanif Al Farras (200604110008) .................. 47
4.2.2. Penelitian Putri Ayu Nurmakhmuda (200604110070)....................... 48
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 49
LAMPIRAN ......................................................................................................... 52
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 3.23. Foto satelit lokasi PLTS Gedung Perusahaan ........................... 41
Gambar 3.24. Skema tata letak PLTS Gedung Perusahaan A ......................... 41
Gambar 3.25. Perkiraan produksi listrik dalam 1 tahun................................... 42
Gambar 3.26. Grafik data hasil simulasi produksi listrik PLTS Gedung
Perusahaan A 2022........................................................................................... 43
Gambar 3.27. Grafik data hasil realisasi produksi listrik PLTS Gedung Perusahaan
A 2022 .................................................................................................. 44
Gambar 3.28. Grafik perbandingan data hasil simulasi dan realisasi produksi
listrik PLTS Gedung Perusahaan A 2022 ........................................................ 46
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Iradiasi matahari di PLTS perusahaan A pada tahun 2022. ............ 28
Tabel 3.2. Jumlah produksi listrik di PLTS perusahaan A pada tahun 2022. .. 29
Tabel 3.3. Data Produksi Listrik Simulasi PLTS Gedung Perusahaan A 2022 43
Tabel 3.4. Data Produksi Listrik Realisasi PLTS Gedung Perusahaan A 2022 44
Tabel 3.5. Data Perbandingan Simulasi dan Realisasi Produksi Listrik PLTS
Gedung Perusahaan A 2022 ............................................................................. 45
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
getaran thermal. Getaran thermal akan mempengaruhi ikatan kovalensi dan
terganggunya ikatan kovalensi dalam kristal semikonduktor akan membawa
perubahan pada sifat-sifat listrik kristal hingga berubah menjadi energi listrik.
Perkembangan PLTS di Indonesia belum tersebar merata. Hal tersebut
dikarenakan beberapa kendala yang di antaranya pada biaya investasi untuk PLTS
yang mahal, komponen penyimpan energi dalam bentuk baterai, dan bermasalah
pada pembebasan lahan untuk pengembangan PLTS berskala besar.
Sejalan dengan hal tersebut, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang tepatnya Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Fisika
merupakan salah satu instansi pendidikan yang mengajarkan tentang pembuatan
PLTS secara teori namun tidak dalam perealisasian. Demi meningkatkan
kemampuan dan keterampilan mahasiswa pada bidang tersebut, Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang memfasilitasi kegiatan akademik
dengan Praktek Kerja Lapangan (PKL). PKL adalah kegiatan akademik yang
dilaksanakan oleh mahasiswa dengan visi dan misi yang termuat pada tujuan
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang dalam
mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi tenaga profesional yang didukung
dengan wawasan teoritis dan praktik kerja secara real di lapangan. Melalui PKL,
diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan
menemukan cara untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi dalam
perkembangan PLTS.
Berkaitan dengan latar belakang di atas, kami sebagai mahasiswa program
studi Fisika di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang,
merasa bahwa PT Pertamina Power Indonesia adalah pilihan yang tepat untuk
melaksanakan program PKL kami. PT Pertamina Power Indonesia merupakan anak
perusahaan PT Pertamina (Persero) yang memiliki reputasi yang baik, kinerja yang
profesional, dan telah terbukti dalam menjalankan, mengendalikan, dan mengelola
bisnis power berbasis gas dan energi baru & terbarukan (EBT) milik Pertamina,
baik di dalam maupun luar negeri. Kami percaya bahwa PT Pertamina Power
Indonesia dapat memberikan pengetahuan, meningkatkan keterampilan, serta
2
memberikan pengalaman kerja yang sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya
melalui kegiatan PKL kami.
1.2. Tujuan PKL
Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini bertujuan untuk:
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami prinsip kerja dari PLTS baik secara
umum maupun sesuai dengan bidang minat masing-masing mahasiswa.
2. Mahasiswa mampu melakukan kerja sama tim dengan instansi tempat PKL.
3. Mahasiswa mampu meningkatkan pengetahuan kognitif, psikomotorik, dan
afektif di bidang ilmu Fisika Material dan Instrumentasi secara kelompok dan
individual yang dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan PKL.
1.3. Program Kerja PKL
Adapun program kerja dari Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang dilaksanakan
di PT Pertamina Power Indonesia yaitu:
1. Minggu ke-1: Perkenalan mahasiswa terhadap Instansi PT Pertamina Power
Indonesia (company profile, jobdesk fungsi AIO)
2. Minggu ke-2: Mengikuti kegiatan rutin morning show dan menyusun data
laporan harian produksi pembangkit listrik milik PPI
3. Minggu ke-3: Mengikuti kegiatan rutin morning show, menyusun data laporan
harian produksi pembangkit listrik milik PPI, dan menyusun laporan PKL
4. Minggu ke-4: Mengunjungi PLTS Grha Pertamina dan menyusun laporan PKL
1.4. Waktu PKL
Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan secara luring di PT Pertamina
Power Indonesia, yang dilaksanakan selama satu bulan, yakni dimulai pada tanggal
26 Juni 2023 hingga 25 Juli 2023.
3
BAB II
KONDISI OBYEKTIF LOKASI PKL
4
baik dalam negeri maupun luar negeri dengan visi “Energizing People And Planet
With Green Energy” dan misi “Leading Pertamina Energy Transititon Towards Net
Zero Emission”. PT Pertamina Power Indonesia mengelola dua entitas anak usaha
Pertamina, yakni PT Jawa Satu Power (JSP) yang bertugas di dalam proyek IPP
Jawa-1 dan PT Jawa Satu Regas (JSR) yang bertugas mengelola FSRU Proyek
Jawa-1.
2.1.2. Struktur Organisasi Personalia dan Deskripsi Tugas
Jika dipetakan peran subholding dari Pertamina Group, PT Pertamina Power
Indonesia atau Pertamina New & Renewable Energy mempunyai struktur seperti
gambar berikut:
5
Gambar 2.2. Struktur Organisasi Pertamina New & Renewable Energy atau PT Pertamina
Power Indonesia.
6
2.2. Denah Lokasi PKL
PT Pertamina Power Indonesia terletak di sebelah timur Monumen Nasional,
tepatnya beralamat di Grha Pertamina, Pertamax Tower Lt. 12, Jl. Medan Merdeka
Timur No. 11-13, Jakarta Pusat, 10110, Indonesia. Jika dilihat dari Google Earth,
maka seperti gambar berikut:
7
BAB III
PELAKSANAAN PKL
8
Dalam rangka memahami lebih lanjut tentang instrumentasi yang ada di dalam
sistem PLTS dan bagaimana alat-alat tersebut dapat menentukan efisiensi sistem,
dilakukanlah penelitian ini. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam mengoptimalkan kinerja sistem PLTS secara keseluruhan,
meningkatkan efisiensi operasional, dan memastikan bahwa teknologi energi
surya terus berkontribusi secara efektif dalam memenuhi kebutuhan energi
masyarakat secara berkelanjutan. Dengan demikian, pemahaman tentang efisiensi
sistem PLTS dapat membawa manfaat besar bagi penerapan teknologi energi
surya di masa depan.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini sebagai
berikut:
1. Apa saja komponen dasar pada sistem PLTS?
2. Apa saja instrumentasi pada sistem PLTS?
3. Bagaimana pengaruh instrumentasi terhadap pengukuran performansi pada
sistem PLTS?
c. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami komponen dasar yang ada pada sistem PLTS.
2. Mengetahui dan memahami instrumentasi yang ada pada sistem PLTS.
3. Memahami pengaruh instrumentasi terhadap pengukuran performansi pada
sistem PLTS.
d. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mempermudah peneliti untuk memahami informasi tentang komponen dasar
dan instrumentasi pada sistem PLTS.
2. Sebagai referensi pembaca dalam memahami pengaruh instrumentasi
terhadap pengukuran performansi pada sistem PLTS.
9
3.1.2. Tinjauan Pustaka
a. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) fotovoltaik merupakan sistem
pembangkit listrik yang mengkonversi energi dari radiasi matahari melalui sel
fotovoltaik. Berdasarkan mode pengoperasiannya, PLTS dibagi menjadi dua jenis,
yaitu PLTS On Grid dan PLTS Off Grid. Kedua jenis ini memiliki prinsip kerja
yang sama, namun yang membedakan adalah pada PLTS On Grid terintegrasi
dengan jaringan listrik umum, sedangkan pada PLTS Off Grid tidak terintegrasi
dan umumnya jenis ini dilengkapi dengan baterai untuk menyimpan kelebihan
daya listrik yang dihasilkan. Pada kenyataannya, PLTS Off Grid lebih jarang
diterapkan karena membutuhkan biaya dan perawatan yang lebih besar (Tim
Ditjen EBTKE, 2020).
Sistem fotovoltaik mengubah radiasi sinar matahari menjadi energi listrik, di
mana semakin tinggi intensitas radiasi matahari yang diterima oleh sel fotovoltaik,
semakin tinggi daya listrik yang dihasilkan. Sel fotovoltaik merupakan
semikonduktor yang terdiri dari diode p-n junction. Ketika terkena cahaya
matahari dengan intensitas tertentu, sel fotovoltaik akan menghasilkan energi
listrik melalui efek fotoelektrik. Karakteristik panel fotovoltaik, termasuk
kapasitas daya dari sel atau modul surya, diukur dalam satuan watt peak (Wp)
berdasarkan standar pengujian internasional, yaitu Standard Test Condition
(STC). Standar ini merujuk pada intensitas radiasi sinar matahari sebesar 1000
W/m² dengan sudut datang matahari tegak lurus terhadap sel surya pada suhu
25°C (Stefanie & Suci, 2021).
Modul fotovoltaik memiliki hubungan antara arus dan tegangan yang
ditunjukkan dalam kurva I-V. Pada kondisi tahanan sangat tinggi (open circuit),
arus mencapai nilai minimum (nol) dan tegangan pada sel mencapai nilai
maksimum, yang disebut tegangan open circuit (Voc). Pada kondisi tahanan
sangat rendah (short circuit), arus mencapai nilai maksimum, yang disebut arus
short circuit (Isc). Jika tahanan memiliki nilai yang bervariasi antara nol dan tak
terhingga, maka arus (I) dan tegangan (V) akan bervariasi sesuai dengan kurva
karakteristik I-V pada sel surya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.
10
Gambar 3.1. Kurva karakteristik I-V sel surya pada STC.
Radiasi sinar matahari memiliki pengaruh langsung terhadap arus yang
dihasilkan oleh sel surya. Semakin tinggi intensitas radiasi matahari, semakin
tinggi pula arus yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 3.2 dan Gambar
3.3 yang menunjukkan pengaruh radiasi matahari pada modul fotovoltaik yang
terdiri dari 36 sel kristal tunggal (mono-crystalline). Dari kedua gambar tersebut
dapat diamati bahwa semakin tinggi intensitas radiasi matahari mendekati 1000
W/m², maka daya yang dihasilkan oleh sel surya juga akan mendekati nilai
maksimal. Sebaliknya, semakin rendah intensitas radiasi matahari, maka daya
yang dihasilkan oleh sel surya juga akan semakin kecil (Muttaqin, 2017).
11
Gambar 3.3. Pengaruh radiasi matahari pada kurva P-V.
b. Instrumentasi
Menurut Franky W. Kirk dan Nicholas R. Rimboy (1962), instrumentasi
merupakan ilmu yang mempelajari penggunaan alat untuk mengukur dan
mengatur berbagai besaran, baik dalam kondisi fisik maupun kimia. Sementara
menurut Suparni Setyowati Rahayu, instrumentasi adalah penggunaan perangkat
pengukuran untuk menentukan nilai dari besaran yang berubah-ubah dan
seringkali untuk mengatur besaran tersebut pada batas tertentu.
Instrumentasi memiliki peran penting dalam berbagai proses industri dengan
berbagai fungsi. Pertama, sebagai alat ukur, instrumentasi berfungsi mendeteksi
dan memberikan informasi tentang berbagai variabel proses, seperti tekanan dan
suhu, yang sangat penting dalam pemantauan dan pemahaman proses. Kedua,
sebagai alat pengendalian, instrumentasi digunakan untuk mengatur variabel
proses dan memastikan bahwa mereka tetap berada dalam nilai yang diinginkan.
Selain itu, instrumentasi juga berperan sebagai alat pengaman yang memberikan
peringatan atau tanda bahaya jika terjadi masalah atau situasi tidak normal dalam
proses. Terakhir, instrumentasi berfungsi sebagai alat analisis yang membantu
dalam menganalisis produk yang dihasilkan, memastikan kepatuhan terhadap
standar dan spesifikasi (Hastono Wijaya, 2018).
Dalam buku yang berjudul "Pengukuran dan Instrumentasi" yang ditulis oleh
Abadi Jading, dkk., dibahas tiga jenis instrumen berdasarkan cara pengoperasian
12
dan sumber energi atau dayanya. Pertama, instrumen mekanik, yang juga dikenal
sebagai instrumen sederhana. Instrumen ini tidak memerlukan energi listrik dalam
penggunaannya dan biasanya dilengkapi dengan skala ukur serta angka tanpa
jarum penunjuk. Contohnya termasuk penggaris mekanik, jangka sorong
mekanik, mikrometer, dan lain sebagainya. Kedua, instrumen elektrik atau
elektronik, yang menggunakan energi listrik. Instrumen ini dapat dibagi menjadi
instrumen elektronik dengan penampil analog dan digital. Instrumen elektrik
analog menampilkan data dengan skala dan jarum penunjuk, sementara instrumen
elektrik digital menggunakan angka hasil konversi analog ke digital. Salah satu
contohnya yaitu termometer analog dan digital. Terakhir, instrumen pneumatik,
yang menggunakan tekanan udara dalam pengoperasiannya. Penampil pada
instrumen pneumatik dapat berupa analog atau digital, umumnya menggunakan
skala angka dengan jarum penunjuk. Contohnya adalah alat ukur tekanan pada
pompa mekanik dan kompresor. Semua jenis instrumen ini terus berkembang
seiring dengan kemajuan teknologi, baik dari segi analog maupun digital (Abadi
Jading, 2020).
Dalam konteks ini, instrumentasi yang umum digunakan pada sistem PLTS
menggunakan pyranometer, power meter, dan remote monitoring system, di mana
alat-alat tersebut termasuk instrumen elektrik. Menurut Srivastava (1987) dan
Figliola & Beasley (1991) yang dikutip oleh Abadi Jading, dkk., sistem instrumen
elektrik atau elektronik terdiri dari tiga komponen utama yang terpisah, yaitu
sensor dan transduser, rangkaian pengkondisi sinyal, serta sistem penampil atau
display. Ketiga komponen ini diintegrasikan menjadi satu kesatuan untuk
membentuk suatu sistem instrumen elektronik atau elektrik. Skema komponen
utama ini dapat dilihat pada Gambar 3.4.
13
Gambar 3.4. Komponen utama sistem instrumen elektronik.
c. Performansi
Menurut Niven dalam bukunya "Balanced Step By Step Maximizing
Performance and Maintenance Result" (2002), performansi dapat didefinisikan
sebagai alat yang digunakan untuk menilai apakah tujuan telah tercapai dan
apakah penerapan strategi telah berhasil mencapai kesuksesan. Dalam konteks ini,
performansi pada sistem PLTS umumnya dapat diukur dengan dua parameter,
yaitu Capacity Factor dan Performance Ratio.
Capacity Factor
Capacity Factor (CF) adalah salah satu parameter penting dalam mengukur
kinerja sistem PLTS. CF mengacu pada rasio antara energi listrik yang dihasilkan
oleh PLTS selama periode waktu tertentu dengan kapasitas maksimum sistem
PLTS selama periode waktu yang sama. Biasanya, periode waktu yang digunakan
untuk menghitung Capacity Factor adalah satu tahun (365 hari), tetapi dapat pula
dihitung dalam periode waktu lainnya, seperti bulanan atau tahunan, tergantung
pada keperluan. Satuan CF adalah persen (%), di mana formulanya adalah sebagai
berikut (Nallapaneni M K, dkk, 2019):
𝐸𝐴𝐶
𝐶𝐹 = 𝐸 × 100% (1)
𝑃𝑉 ×𝑡
di mana 𝐸𝐴𝐶 adalah total energi listrik yang dihasilkan (kWh), 𝐸𝑃𝑉 adalah
kapasitas maksimum PLTS (kW), dan 𝑡 adalah total waktu (jam).
14
Nilai CF pada sistem PLTS sangat bergantung pada lokasi, kondisi cuaca, dan
teknologi yang digunakan. Studi yang dilakukan David Firnando S, dkk. dan
lembaga penelitian yang bernama BloombergNEF menunjukkan bahwa rata-rata
CF yang diharapkan untuk instalasi panel surya di Indonesia adalah sekitar 15,4%
hingga 16%. Perlu dicatat bahwa CF ini memiliki dampak signifikan pada biaya
produksi energi, dengan CF yang rendah mengakibatkan biaya produksi energi
yang lebih tinggi karena investasi modal harus dikembalikan melalui produksi
energi dalam periode yang sama.
Performance Ratio
Performance Ratio (PR) adalah perbandingan antara jumlah energi listrik AC
yang dihasilkan oleh sistem pembangkit dengan energi listrik yang diharapkan
berdasarkan data irradiance yang terukur di lokasi instalasi. Hasil perhitungan
teoretis ini mencerminkan seberapa baik modul surya dalam mengonversi sinar
matahari yang diterima menjadi energi listrik, berdasarkan kapasitas penuh sistem
pembangkit. Dengan kata lain, PR mengukur sejauh mana sistem pembangkit ini
mendekati potensi teoritisnya berdasarkan kondisi lingkungan yang sebenarnya di
lokasi instalasi. Seperti halnya dengan CF, satuan PR juga dalam bentuk persen
(%) dan dapat didefiniskan sebagai berikut:
𝐸 ×𝐺
𝐴𝐶 𝑆𝑇𝐶
𝑃𝑅 = 𝐺𝑙𝑜𝑏𝐼𝑛𝑐×𝐸 × 100% (2)
𝑃𝑉
di mana 𝐸𝐴𝐶 adalah total energi listrik yang dihasilkan (kWh), 𝐺𝑆𝑇𝐶 adalah
irradiance/iradiasi pada kondisi STC (1 kW/m 2), 𝐺𝑙𝑜𝑏𝐼𝑛𝑐 adalah iradiasi pada
modul PV dalam 1 tahun (kWh/m2), dan 𝐸𝑃𝑉 adalah kapasitas maksimum PLTS
(kW).
Performance Ratio (PR) yang optimal biasanya berada dalam kisaran 70 hingga
80 persen, meskipun angka ini dapat berfluktuasi tergantung pada sejumlah faktor,
termasuk letak geografis, kondisi cuaca, serta ukuran dan mutu sistem Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang digunakan. Semakin tinggi PR, semakin efisien
dan produktif PLTS tersebut dalam menghasilkan energi listrik (Eriko Arvin K,
dkk., 2023).
15
3.1.3. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Penulis
menjelaskan komponen dasar dan instrumentasi yang terdapat pada sistem PLTS,
serta melakukan analisis pengaruh instrumentasi sebagai pendukung pengukuran
performansi sistem PLTS.
b. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan saat menjalankan program Praktik Kerja Lapangan
(PKL) di PT Pertamina Power Indonesia yang terletak di sebelah timur Monumen
Nasional, tepatnya beralamat di Grha Pertamina, Pertamax Tower Lt. 12, Jl.
Medan Merdeka Timur No. 11-13, Jakarta Pusat, 10110, Indonesia. Program PKL
dilaksanakan selama satu bulan, yakni dimulai tanggal 26 Juni 2023 – 25 Juli
2023.
c. Prosedur Penelitian
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan di PT Pertamina Power Indonesia
diberlakukan sistem kerja dengan mengikuti aktivitas sesuai dengan kondisi
lapangan, di mana mengikuti aktivitas perwira PT Pertamina Power Indonesia.
Prosedur penelitian seperti diagram alir pada gambar berikut:
16
Dengan rangkaian aktivitas sebagai berikut:
a. Observasi
Metode ini melibatkan observasi langsung setelah mengikuti kegiatan morning
show laporan data produksi harian pembangkit yang dimiliki PPI, serta
mendapatkan penjelasan dari pembimbing lapangan tentang teori-teori yang
terkait.
b. Wawancara & Diskusi
Melakukan komunikasi langsung dengan pihak-pihak terkait untuk
memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam mendukung
pengumpulan data di lapangan.
c. Studi Literatur
Melakukan studi literatur dari buku, jurnal, dan laporan terdahulu sebagai
upaya untuk mengumpulkan informasi berupa teori-teori yang mendukung
proses pengamatan yang dilakukan selama PKL.
Setelah melalui ketiga aktivitas tersebut, akan diperoleh dua jenis data yang
mendukung penelitian, yaitu:
a. Data Primer: Data yang diperoleh secara langsung saat mengikuti kegiatan
perusahaan atau pada saat observasi.
b. Data Sekunder: Data yang diperoleh dari proses literatur yang digunakan
sebagai pendukung, pelengkap dan penunjang laporan.
3.1.4. Pembahasan
a. Komponen Dasar Pada PLTS
Dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), diperlukan komponen yang
tepat dan terintegrasi dengan baik agar sistem dapat beroperasi secara efisien dan
memaksimalkan potensi energi sinar matahari di lokasi yang bersangkutan untuk
menghasilkan energi listrik yang optimal. Gambar 9 menunjukkan komponen-
komponen yang ada dalam sistem PLTS. Balance of System (BOS) terdiri dari
charge controller, Battery Energy Storage System (BESS), inverter PV, mounting
system, dan enclosure box. Dalam hal yang paling umum, komponen utama dalam
17
sistem PLTS terdiri dari modul PV, charge controller, baterai, dan inverter,
seperti pada Gambar 3.6.
18
Gambar 3.8. Modul PV.
19
Charge Controller
Secara umum, pada sistem PLTS DC-coupling menggunakan komponen
charge controller. Namun, saat ini penggunaan DC-coupling dalam sistem PLTS
sudah semakin jarang. Battery storage dalam sistem PLTS yang menggunakan
DC-coupling memerlukan pengendalian yang tepat untuk mencegah kondisi
operasi berbahaya seperti charging berlebihan atau deep discharging yang dapat
merusak baterai. Charge controller berfungsi mengatur transfer muatan dan
melindungi baterai agar tidak mengalami charging atau discharging secara
berlebihan. Pemilihan charge controller harus mempertimbangkan aspek
tegangan dan kapasitas arus. Tegangan charge controller harus sesuai dengan
tegangan sistem PLTS, seperti 12 V, 24 V, atau 48 V. Sementara itu, kapasitas
arus dari charge controller harus mampu menangani keluaran arus terbesar dari
PLTS, termasuk arus hubung singkat yang merupakan nilai maksimum dari
sebuah modul atau array.
20
pada titik maksimumnya. Sementara itu, Battery Charge Controller tidak
memiliki fitur tersebut.
Baterai
PLTS sangat bergantung pada sinar matahari, oleh karena itu diperlukan baterai
sebagai media penyimpanan energi sementara ketika panel surya tidak menerima
sinar matahari yang cukup atau saat digunakan pada malam hari. Baterai
merupakan komponen penting pada sistem PLTS dengan tipe Off-Grid. Terdapat
beberapa jenis teknologi baterai yang umum digunakan, seperti lead acid, alkalin,
dan Li-ion. Setiap jenis baterai memiliki kelemahan dan kelebihan baik dari segi
teknis maupun ekonomi.
21
pengeluaran energi. Kapasitas baterai umumnya diukur dalam satuan Ah atau
Ampere hours.
Inverter
Inverter berperan sebagai inti dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS), yang berfungsi untuk mengubah arus searah (DC) yang dihasilkan oleh
panel surya menjadi arus bolak-balik (AC). Tegangan DC dari panel surya tidak
konstan karena tergantung pada tingkat radiasi matahari, tetapi inverter
mengubahnya menjadi tegangan AC yang konstan agar dapat digunakan atau
disambungkan ke sistem lain, seperti jaringan PLN, sesuai dengan standar baku
nasional/internasional.
Pemilihan jenis inverter dalam perencanaan PLTS disesuaikan dengan desain
sistem yang akan dibuat, apakah PLTS on-grid, PLTS off-grid, atau hibrid.
Inverter untuk sistem on-grid harus memiliki kemampuan melepaskan hubungan
saat grid kehilangan tegangan. Sementara itu, inverter untuk sistem hibrid harus
mampu mengubah arus dari kedua arah, yaitu dari DC ke AC dan sebaliknya AC
ke DC, sehingga disebut sebagai bi-directional inverter.
22
inverter ini dilengkapi dengan interface (antarmuka) monitoring dan komunikasi
yang mendukung konektivitas ke sistem pemantauan jarak jauh (Remote
Monitoring System/RMS). Fitur ini memungkinkan pengguna untuk memantau
kinerja inverter dan sistem PLTS secara real-time dari jarak jauh, serta
mendapatkan informasi yang akurat untuk analisis dan pengambilan keputusan.
b. Instrumentasi Pada PLTS
Instrumentasi pada PLTS meliputi pyranometer, power meter, dan remote
monitoring. Ketiga alat tersebut memiliki peran krusial dalam memonitor dan
mengevaluasi kinerja sistem PLTS serta memastikan efisiensi operasional yang
optimal.
Pyranometer
Pyranometer adalah sebuah alat pengukur yang dirancang khusus untuk
mengukur intensitas radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi dalam
satuan waktu tertentu. Alat ini banyak digunakan dalam berbagai aplikasi,
termasuk dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), penelitian
meteorologi, pertanian, dan lingkungan.
Prinsip kerja pyranometer didasarkan pada pengukuran intensitas cahaya
matahari yang diterima oleh permukaan detektor pyranometer. Detektor tersebut
biasanya berupa permukaan datar yang dilapisi dengan lapisan penyerap cahaya
hitam, yang dapat menyerap sebagian besar cahaya yang jatuh padanya. Cahaya
yang diserap akan menyebabkan kenaikan suhu pada permukaan detektor, dan
perubahan suhu ini akan diubah menjadi sinyal listrik yang dapat diukur oleh
perangkat elektronik di dalam pyranometer.
Terdapat dua tipe pyranometer yang umum digunakan:
1. Pyranometer Tipe Terbuka
Pyranometer tipe ini memiliki permukaan detektor yang terbuka langsung ke
langit, sehingga bisa mengukur radiasi matahari yang datang dari segala arah
tanpa ada penghalang. Pyranometer tipe terbuka ini cocok untuk digunakan di
tempat-tempat terbuka dan lapangan.
2. Pyranometer Tipe Terlindung
23
Pyranometer tipe ini memiliki sebuah kubah atau kaca penutup yang
melindungi permukaan detektor dari pengaruh angin dan kondisi lingkungan
lainnya. Kubah ini memungkinkan radiasi matahari dapat masuk, tetapi
mengurangi efek dari angin dan pendinginan konvektif pada permukaan detektor.
Pyranometer tipe terlindung ini lebih cocok untuk digunakan di lokasi dengan
kondisi lingkungan yang lebih ekstrem dan perubahan cuaca yang cepat.
24
berbagai jenis data listrik secara langsung. Alat ini penting dalam memonitor dan
mengelola konsumsi dan produksi listrik, sehingga menjadi salah satu
instrumentasi kunci dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan
juga dalam berbagai aplikasi lainnya.
Prinsip kerja power meter didasarkan pada pengukuran arus listrik yang
mengalir melalui suatu rangkaian atau beban listrik dan tegangan listrik di atas
beban tersebut. Data arus dan tegangan ini kemudian dikalikan bersama untuk
mendapatkan daya instan (watt) yang dihasilkan atau dikonsumsi oleh beban pada
saat tertentu. Selanjutnya, daya instan tersebut diintegrasi atau dihitung secara
berkala selama periode waktu tertentu untuk mendapatkan energi total yang
dikonsumsi atau dihasilkan dalam satuan kilowatt-hour (kWh) atau watt-hour
(Wh).
Power meter dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk:
1. Mengukur Konsumsi Energi Listrik
Power meter pada umumnya dipasang pada sambungan listrik dari utilitas
untuk mengukur konsumsi energi listrik rumah tangga, bisnis, atau industri. Data
dari power meter digunakan untuk memantau dan menghitung tagihan listrik
pelanggan berdasarkan jumlah energi yang dikonsumsi.
2. Mengukur Produksi Energi Listrik
Pada sistem PLTS atau sumber energi terbarukan lainnya, power meter
digunakan untuk mengukur jumlah energi listrik yang dihasilkan oleh sistem
selama periode waktu tertentu. Data ini penting untuk memonitor kinerja dan
efisiensi PLTS serta memastikan bahwa produksi listrik mencapai target yang
diharapkan.
3. Pengukuran Efisiensi dan Kinerja Sistem
Power meter digunakan untuk mengukur efisiensi konversi energi pada sistem
PLTS atau sistem kelistrikan lainnya. Dengan membandingkan energi masukan
dan keluaran, dapat dihitung efisiensi operasional sistem dan mengidentifikasi
potensi perbaikan atau peningkatan performa.
25
Gambar 3.14. Power meter digital.
Power meter tersedia dalam berbagai tipe dan jenis, termasuk power meter
analog dan digital. Power meter digital cenderung lebih akurat dan memiliki lebih
banyak fitur canggih, seperti kemampuan untuk memantau konsumsi listrik secara
real-time, menyimpan data riwayat, dan memungkinkan koneksi ke sistem
manajemen energi yang lebih luas.
Remote Monitoring System
Remote Monitoring System (RMS) atau Sistem Pemantauan Jarak Jauh adalah
suatu teknologi yang memungkinkan pemantauan, pengumpulan data, dan
pengendalian dari jarak jauh terhadap sistem atau perangkat yang terhubung.
Dalam konteks sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), remote
monitoring system menjadi alat yang sangat penting untuk memantau dan
mengontrol kinerja PLTS secara efisien dari lokasi yang berjauhan.
Cara kerja remote monitoring system melibatkan penggunaan sensor dan
perangkat pengukuran yang terhubung dengan sistem PLTS. Sensor-sensor ini
mengumpulkan data dari berbagai aspek sistem, seperti tingkat radiasi matahari,
suhu panel surya, arus dan tegangan listrik, status baterai, dan data lainnya yang
relevan. Data-data ini kemudian dikirimkan melalui jaringan komunikasi, seperti
internet atau jaringan seluler, ke pusat pemantauan atau platform pemantauan
online. Di pusat pemantauan, data dari berbagai sistem PLTS yang terhubung
dikumpulkan, dianalisis, dan ditampilkan secara real-time melalui interface
(antarmuka) pengguna yang mudah dipahami. Pengguna atau operator PLTS
26
dapat mengakses data dan informasi mengenai kinerja sistem dari perangkat
komputer atau smartphone mereka tanpa harus berada di dekat sistem fisik PLTS.
Keuntungan dari remote monitoring system dalam sistem PLTS meliputi:
1. Monitoring Efisiensi
Dengan RMS, pengguna dapat melacak dan memantau efisiensi PLTS secara
real-time. Data yang dihasilkan oleh sensor-sensor membantu untuk
mengidentifikasi apakah ada potensi perbaikan atau peningkatan efisiensi sistem.
2. Identifikasi Masalah
RMS memungkinkan pemantauan yang kontinu, sehingga jika ada masalah
atau gangguan pada sistem, operator dapat mendeteksinya dengan cepat dan
mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaikinya.
3. Pengelolaan Energi
RMS memungkinkan pemantauan terhadap produksi dan konsumsi energi
secara real-time, sehingga pengguna dapat mengelola pemakaian energi dengan
lebih efisien.
4. Pengurangan Biaya Operasional
Dengan adanya pemantauan jarak jauh, pengguna dapat mengurangi biaya
operasional dan kunjungan fisik ke lokasi sistem PLTS, karena dapat melakukan
monitoring dan pengendalian dari tempat yang berjauhan.
5. Analisis Kinerja
Data yang dikumpulkan oleh RMS dapat dianalisis untuk memahami tren
kinerja sistem PLTS dari waktu ke waktu, yang membantu dalam perencanaan
dan pengambilan keputusan jangka panjang.
Dalam konteks sistem PLTS skala besar, dapat digunakan inverter yang sudah
terdapat sistem pemantauan jarak jauh (RMS), contohnya Huawei SUN2000-
215KTL-H0, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Untuk melakukan
pemantauan, pengguna dapat menggunakan interface bawaan inverter tersebut,
yaitu FusionSolar. Tampilan beranda FusionSolar seperti gambar berikut:
27
Gambar 3.15. Tampilan antarmuka FusionSolar.
Dalam FusionSolar, pengguna dapat memantau data yang berhubungan dengan
produksi listrik dari PLTS, seperti data tegangan, arus, AC output, dan sebagainya
dari jarak jauh tanpa harus ke lokasi PLTS, selama inverter atau sistem RMS
terhubung ke jaringan internet.
c. Instrumentasi Sebagai Pendukung Pengukuran Performansi PLTS
Dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), penggunaan
pyranometer sangat penting untuk mengukur iradiasi matahari yang diterima oleh
modul PV. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pyranometer sebaiknya
diletakkan sejajar dengan modul PV agar dapat memastikan bahwa sinar matahari
yang sampai di pyranometer sesuai dengan yang sampai di modul PV. Hal ini
penting agar nilai iradiasi yang terukur tidak terpaut jauh dengan kenyataan.
Sebuah PLTS milik perusahaan A (bukan nama asli) yang berkapasitas 38,25 kW
terdapat pyranometer untuk merekam data iradiasi matahari selama satu tahun
dengan rata-rata perbulan pada tahun 2022, seperti pada tabel dan gambar berikut:
Tabel 3.1. Iradiasi matahari di PLTS perusahaan A pada tahun 2022.
Iradiasi
Bulan
(kWh/m2)
Januari 109,2
Februari 110,7
Maret 143,5
April 146,1
Mei 147,2
28
Juni 137,6
Juli 148,1
Agustus 153,1
September 158,3
Oktober 151,6
November 126,0
Desember 130,3
Jumlah per tahun
1.661,7
(𝑮𝒍𝒐𝒃𝑰𝒏𝒄)
29
Agustus 4.195,04
September 3.998,2
Oktober 4.033,3
November 3.632,17
Desember 3.251,67
Jumlah per tahun
45.516,48
(𝑬𝑨𝑪 )
Gambar 3.17. Grafik jumlah produksi listrik di PLTS perusahaan A pada tahun
2022.
Remote Monitoring System (RMS) berfungsi sebagai sistem pemantauan jarak
jauh. Dengan adanya RMS, maka pemantauan berbagai data dari sistem PLTS
menjadi lebih efisien. RMS yang digunakan oleh PLTS milik perusahaan A adalah
FusionSolar. FusionSolar juga memberikan menghasilkan output tambahan dalam
bentuk datalog, yang disimpan dalam file Excel. Datalog ini berisi catatan historis
tentang data yang terekam oleh instrumentasi yang terdapat pada PLTS, termasuk
pyranometer dan power meter. File ini berguna sebagai arsip dan alat analisis,
memungkinkan pemantauan jangka panjang, evaluasi kinerja, serta pengambilan
keputusan yang lebih baik terkait operasi dan pemeliharaan PLTS. Contoh
tampilan dashboard FusionSolar seperti pada gambar berikut:
30
Gambar 3.18. Contoh tampilan dashboard FusionSolar.
Data-data yang telah terekam oleh pyranometer dan power meter kemudian
digunakan dalam perhitungan nilai Capacity Factor (CF) dan Performance Ratio
(PR) untuk mengukur performansi sistem PLTS. Capacity Factor mengukur
seberapa efisien sistem menghasilkan listrik dengan membandingkan produksi
listrik sebenarnya (𝐸𝐴𝐶 ) dengan kapasitas maksimal yang dapat dihasilkan dalam
satu periode waktu (𝐸𝑃𝑉 ). Sesuai dengan Persamaan (1), maka kita dapat
menghitung CF. Dari data yang telah didapat, maka dapat diketahui besar 𝐸𝐴𝐶
adalah 45.516,48 kWh, 𝐸𝑃𝑉 adalah 38,25 kW, dan 𝑡 adalah 8760 jam, sehingga:
𝐸𝐴𝐶
𝐶𝐹 = × 100%
𝐸𝑃𝑉 × 𝑡
45.516,48 kWh
𝐶𝐹 = × 100%
38,25 kW × 8760 h
𝐶𝐹 = 13,58%
Sedangkan Performance Ratio mengukur efisiensi sistem dengan
membandingkan produksi listrik sebenarnya (𝐸𝐴𝐶 ) dengan iradiasi matahari yang
diterima oleh modul PV (𝐺𝑙𝑜𝑏𝐼𝑛𝑐). Sesuai dengan Persamaan (2), maka kita dapat
31
menghitung PR. Dari data yang telah didapat, maka dapat diketahui nilai 𝐺𝑙𝑜𝑏𝐼𝑛𝑐
adalah 1.661,7 kWh/m2, sehingga:
𝐸𝐴𝐶 × 𝐺𝑆𝑇𝐶
𝑃𝑅 = × 100%
𝐺𝑙𝑜𝑏𝐼𝑛𝑐 × 𝐸𝑃𝑉
45.516,48 kWh × 1 kW/m2
𝑃𝑅 = × 100%
1.661,7 kWh/m2 × 38,25 kW
𝑃𝑅 = 71,61%
Dengan menggunakan kedua nilai ini, kita dapat mengevaluasi dan mengukur
kinerja keseluruhan sistem PLTS secara lebih mendalam dan akurat. Instrumentasi
seperti pyranometer, power meter, dan remote monitoring system memiliki peran
penting dalam mengukur dan memantau performansi PLTS dengan mengacu pada
nilai CF dan PR. Data yang dihasilkan oleh alat-alat ini membantu pemilik PLTS
dalam mengoptimalkan produksi energi surya, mengidentifikasi perubahan dalam
kondisi cuaca, dan mendeteksi masalah operasional dengan cepat. Dengan alat-
alat ini, pemantauan performansi PLTS menjadi lebih efisien dan efektif, yang
pada akhirnya dapat membantu dalam meningkatkan nilai CF dan PR, serta
mengoptimalkan pengembalian investasi dari sistem PLTS tersebut.
32
yang tercover. Bagi perusahaan captive power atau yang memiliki sumber
pasokan energi listrik sendiri dan memiliki kelebihan energi, mereka bisa menjual
kelebihan tersebut kepada PLN berdasarkan persetujuan kementerian ESDM atau
kepala daerah dan memenuhi studi kelayakan serta studi dampak lingkungan.
Untuk membangun sistem PLTS yang memenuhi studi kelayakan dan studi
dampak lingkungan, diperlukan observasi dan perancangan detail untuk
menentukan komponen-komponen yang cocok di lingkungan tersebut. Salah satu
software yang dapat mempermudah perancangan sistem PLTS adalah
Helioscope. Laporan ini akan membahas mengenai perbandingan antara simulasi
pembuatan sistem PLTS dengan realisasi hasil produksi.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini sebagai
berikut:
1. Bagaimana simulasi pembuatan sistem PLTS?
2. Bagaimana hasil perbandingan antara simulasi pembuatan sistem PLTS yang
dengan realisasi hasil produksi energi listrik?
c. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami simulasi pembuatan sistem PLTS
2. Mengetahui hasil perbandingan antara simulasi pembuatan sistem PLTS
dengan realisasi hasil produksi energi listrik.
d. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mempermudah peneliti lain dalam memahami informasi terkait simulasi
pembuatan sistem PLTS.
2. Memberikan informasi kepada pembaca terkait perbandingan hasil simulasi
PLTS menggunakan perangkat lunak dengan realisasi hasil produksi listrik.
33
3.2.2. Tinjauan Pustaka
a. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Energi fosil merupakan salah satu sumber energi terbesar yang dimanfaatkan
manusia menjadi energi listrik, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa ketersediaan
fosil di Indonesia semakin langka. Berdasarkan buku Outlook Energi Indonesia,
diperkirakan kenaikan rata-rata pemakaian energi sebesar 4,7% setiap tahunnya
sejak tahun 2011 hingga 2030. Sementara para ahli memperkirakan pada tahun
2025-2050 kebutuhan energi dunia 69% masih bergantung pada energi fosil
(Adhiem Hariyadi, Permana, & Faturahman, 2021) (Suryani, Hendrawan, &
Rahmawati, 2021). Berangkat dari permasalahan tersebut, banyak pengembangan
teknologi mengenai energi baru dan terbarukan untuk memenuhi kebutuhan
energi listrik. Di mana salah satu teknologi yang terus dikembangkan yakni sistem
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) (Suryani, Hendrawan, & Rahmawati,
2021).
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan pembangkit energi listrik
yang memanfaatkan energi elektromagnetik dari sinar matahari dan
mengubahnya menjadi energi listrik melalui sistem photovoltaic (PV).
Photovoltaic berasal dari bahasa Yunani, yaitu photo yang berarti Cahaya dan volt
yang berarti listrik. Photovoltaic diperkenalkan oleh fisikawan dari Italia yakni
Alessandro Volta (1745-1827). Fotovoltaik adalah ilmu yang mempelajari
tentang perubahan cahaya menjadi listrik (Arindya, 2021). Sinar matahari
mengandung partikel kecil yang biasa disebut dengan foton. Ketika photovoltaic
yang berbahan dasar material semikonduktor terkena foton, maka foton akan
memisahkan elektron pada material semikonduktor dari ikatannya. Elektron
negatif yang terpisah akan bergerak menuju daerah pita konduksi pada material
semikonduktor. Sedangkan atom yang kehilangan pasangannya akan mengalami
kekosongan pada daerah pita valensi. Kekosongan tersebut akan membentuk
hole dengan muatan positif (Zambak & Suwarno, 2022).
Daerah pita konduksi dengan muatan negatif disebut dengan semikonduktor
tipe N dan daerah pita valensi dengan hole yang bermuatan positif disebut dengan
semikonduktor tipe P. Persimpangan antara muatan positif dan negatif akan
34
menimbulkan energi yang mendorong elektron dan hole bergerak berlawanan.
Proses inilah yang menimbulkan munculnya arus (Zambak & Suwarno, 2022).
35
Komponen-komponen tersebut bukan termasuk komponen yang sulit
ditemukan di Indonesia. Dan berdasarkan letak geografis Indonesia yang berada
pada garis khatulistiwa, Indonesia memiliki potensi yang besar bahkan 10 kali
lipat lebih besar dari Jerman untuk memanfaatkan sistem PLTS dan mengurangi
penggunaan energi fosil yang tak terbarukan. Indonesia juga memiliki undang-
undang ketenagalistrikan yang menetapkan keutamaan penggunaan energi baru
terbarukan. Namun sebelum membangun sistem PLTS, dibutuhkan simulasi
perancangan pembangunan PLTS (Arindya, 2021) (Winardi, Nugroho, &
Dolphina, 2019).
b. Simulasi Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. Oleh karena itu diperlukan perhitungan ekonomi untuk
memperkirakan besarnya invesatsi awal yang perlu disediakan. Selain
perhitungan ekonomi, juga diperlukan studi kelayakan proyek. Maka dari itu,
sebelum membangun sistem PLTS, dibutuhkan simulasi perancangan (Suryani,
Hendrawan, & Rahmawati, 2021).
Simulasi merupakan teknik meniru sebuah proses yang terjadi pada suatu
sistem dengan bantuan komputer dan berlandasan dengan beberapa asumsi
tertentu sehingga menghasilkan sistem yang dapat dipelajari secara ilmiah.
Adapun definisi lain dari simulasi menurut beberapa ahli sebagai berikut:
a) Menurut Emshoff dan Simon (1970), simulasi adalah sebagai suatu model
sistem di mana komponennya dipresentasikan oleh profesor-profesor
aritmatika dan logika yang dijalankan komputer untuk memperkirakan sifat-
sifat dinamis sistem tersebut.
b) Menurut Shanon (1975), simulasi merupakan proses prencanaan model dari
sistem nyata yang dilanjutkan dengan pelaksanaan eksperimen terhadap
model untuk mempelajari perilaku sistem atau evaluasi strategi.
c) Menurut Khosnevis (1994), simulasi merupakan proses aplikasi membangun
model dari sistem nyata atau usulan sistem, melakukan eksperimen dengan
model tersebut untuk menjelaskan perilaku sistem, mempelajari kinerja
36
sistem atau untuk membangun sistem baru sesuai dengan kinerja yang
diinginkan.
d) Menurut Banks dan Carson (1990), simulasi adalah tiruan siistem nyata yang
dikerjakan secara manual oleh komputer dan kemudian diobservasi dan
disimpulkan untuk mempelajari karakteristik sistem.
e) Menurut Law dan Kelton (1991), simulasi adalah sekumpulan metode dan
aplikasi untuk menirukan atau mempresentasikan perilaku dari suatu sistem
nyata, yang biasanya dilakukan pada komputer dengan menggunakan
perangkat lunak tertentu (Winardi, Nugroho, & Dolphina, 2019).
Beberapa definisi dari simulasi di atas mungkin memiliki penjabaran dengan
bahasa yang berbeda, namun mereka memiliki inti yang sama yakni perencanaan
model dari suatu sistem melalui komputer dengan perangkat lunak tertentu untuk
mempelajari kinerja sebuah sistem dengan tujuan merealisasikan sebuah sistem
dengan kinerja yang sesuai kebutuhan.
Sama halnya dengan simulasi pada perancangan PLTS. Secara umum, simulasi
diperlukan agar pembangunan PLTS dapat terealisasi dengan baik, sesuai
rencana, menghindari pemborosan biaya dan meminimalisir kegagalan. Untuk
menyusun simulasi perancangan PLTS, salah satu perangkat lunak yang bisa
membantu adalah Helioscope. Helioscope merupakan perangkat lunak berbasis
web yang dikembangkan oleh Lab Folsom dari US dan diperuntukan untuk
mendesain dan merekayasa array surya dengan lengkap. Data cuaca yang
digunakan oleh Helioscope berasal dari stasiun cuaca di seluruh dunia dengan
analisis TMY weather. Helioscope memberikan output berupa data potensi energi
rata-rata yang mampu dihasilkan, jumlah komponen yang dibutuhkan, tata letak
susunan PV, hasil perkiraan produksi tahunan dan masih banyak lagi (Gunawan,
Satya Kumara, & Irawati, 2019) (Rusdiana & Nasihudin, 2018).
37
Gambar 3.21. Tampilan Software Helioscope (Gumintang, Sofyan, & Sulaiman, 2020)
38
yang tepat, hasil simulasi tidak akan berbeda jauh dengan hasil realisasi produksi
energi listrik.
3.2.3. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analisa dengan variabel yang dihasilkan dari
menganalisa data target produksi dan data hasil produksi listrik Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS) hingga diperoleh data perbandingan hasil produksi
listrik. Objek yang dipilih adalah PLTS Gedung Perusahaan A.
b. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan saat menjalankan program Praktik Kerja Lapangan
(PKL) di PT Pertamina Power Indonesia selama satu bulan, yakni dimulai tanggal
26 Juni 2023 – 25 Juli 2023.
c. Prosedur Penelitian
Dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan di PT Pertamina Power Indonesia
diberlakukan sistem kerja dengan mengikuti aktivitas sesuai dengan kondisi
lapangan, di mana mengikuti aktivitas perwira PT Pertamina Power Indonesia.
Metode pelaksanaan PKL di PT Pertamina Power Indonesia seperti gambar
berikut:
39
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk penyusunan
laporan PKL, dapat diperoleh dengan metode:
a) Observasi
Metode ini melibatkan observasi langsung setelah mengikuti kegiatan
morning show laporan data produksi harian pembangkit yang dimiliki PPI,
serta mendapatkan penjelasan dari pembimbing lapangan tentang teori-teori
yang terkait.
b) Wawancara dan Diskusi
Melakukan komunikasi langsung dengan pihak-pihak terkait untuk
memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam mendukung
pengumpulan data di lapangan.
c) Studi Literatur
Melakukan studi literatur dari buku, jurnal, dan laporan terdahulu sebagai
upaya untuk mengumpulkan informasi berupa teori-teori yang mendukung
proses pengamatan yang dilakukan selama PKL.
Dari metode tersebut, akan diperoleh dua jenis data yang mendukung
penelitian masalah, yaitu:
1) Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari kegiatan perusahaan atau objek yang
diamati untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.
2) Data Sekunder
Data yang diperoleh dari berbagai sumber lain yang digunakan sebagai
pendukung, pelengkap, dan penunjang dalam laporan. Data ini berasal dari
literatur atau referensi yang relevan dengan kegiatan PKL.
3.2.4. Pembahasan
a. Simulasi Perancangan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dibangun di atas Gedung
Perusahaan A (bukan nama asli). Tampak atas lokasi PLTS yang dilihat melalui
Google Earth dapat dilihat pada Gambar 3.23. Gambar kotak merah merupakan
lahan atap gedung Perusahaan A yang akan dibangun PLTS. Salah satu tujuan
40
adanya simulasi adalah untuk menentukan jumlah modul PV yang dibutuhkan
dengan menyesuaikan lahan yang akan dibangun PLTS.
41
Gambar 3.25. Perkiraan produksi listrik dalam 1 tahun
Dari total sekian modul PV, diperkirakan total produksi energi listrik dalam
setahun sekitar 48,31 MWh. Dengan kapasitas 38,3 kW, menunjukkan bahwa
sistem PLTS menghasilkan 1261,6 kWh setiap tahun di setiap kilowatt-peak
kapasitasnya. Selain memberikan data perkiraan selama 1 tahun, hasil simulasi
menggunakan perangkat lunak juga memberikan perkiraan data hasil produksi
setiap bulan. Pada Gambar 3.26., dapat dilihat bahwa grafik data selama 1 tahun
membentuk 2 puncak yakni pada bulan April dan September. Grafik pada bulan
April sampai September menggambarkan hasil produksi listrik yang cukup tinggi
dibanding bulan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pembagian musim di
Indonesia. Di mana musim kemarau akan dimulai pada bulan April dan berakhir
pada bulan September. Pada musim kemarau, iradiasi yang diserap akan jauh
lebih tinggi dibandingkan musim hujan. Tidak heran jika data perkiraan produksi
pada bulan Oktober hingga bulan Maret cukup rendah, karena musim hujan akan
dimulai pada bulan Oktober dan berakhir pada bulan Maret. Untuk lebih jelasnya,
perkiraan hasil produksi listrik bulanan dapat dilihat pada Tabel 3.3.
42
Simulasi Produksi Listrik Sistem PLTS
Gedung A Tahun 2022
5000
4500
Produksi Listrik (kWh)
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
Gambar 3.26. Grafik data hasil simulasi produksi listrik PLTS Gedung Perusahaan A
2022
Tabel 3.3. Data Produksi Listrik Simulasi PLTS Gedung Perusahaan A 2022
Bulan Produksi Listrik (kWh)
Januari 3.069,3
Februari 3.183,7
Maret 4.180,5
April 4.390,6
Mei 4.382,5
Juni 3.911,3
Juli 4.356,0
Agustus 4.608,7
September 4.691,8
Oktober 4.301,3
November 3.570,2
Desember 3.661,9
Total 48.307,8
43
rancangan simulasi. Pada simulasi perkiraan jumlah komponen yang dibutuhkan
dan penyesuaian lahan, simulasi ini berhasil memberikan gambaran yang sesuai.
Sedangkan untuk melihat realisasi hasil produksi listrik bisa ditinjau melalui data
pada Tabel 3.4. dan Gambar 3.27. Keduanya merupakan data hasil realisasi
produksi listrik yang berhasil diproduksi oleh 102 modul PV yang berkapasitas
38,3 kW.
Tabel 3.4. Data Produksi Listrik Realisasi PLTS Gedung Perusahaan A 2022
Bulan Produksi Listrik (kWh)
Januari 3.411,7
Februari 2.900,5
Maret 4.061,06
April 4.427,84
Mei 3.934,09
Juni 3.583,56
Juli 4.087,38
Agustus 4.195,04
September 3.998,2
Oktober 4.033,3
November 3.632,17
Desember 3.251,67
Total 45.516,29
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
Gambar 3.27. Grafik data hasil realisasi produksi listrik PLTS Gedung Perusahaan A
2022
44
Untuk perbandingan produksi energi listrik hasil simulasi dengan realisasi
produksi energi listrik PLTS Gedung Perusahaan A dilakukan menggunakan data
hasil produksi simulasi menggunakan perangkat lunak Helioscope dengan data
hasil produksi listrik secara real dalam kurun waktu Januari 2022 hingga
Desember 2022. Bisa dilihat pada Tabel 3.5., perbandingan antara simulasi
produksi dengan realisasi produksi memiliki selisih di bawah 15% setiap
bulannya, bahkan ada yang kurang dari 1% yakni pada bulan April. Apabila
diakumulasikan selama 1 tahun, total simulasi produksi dan realisasi produksi
selama 1 tahun memiliki selisih 5,77%. Yang artinya, hasil simulasi produksi
listrik selama 1 tahun, 94,23% sesuai dengan perkiraan simulasi produksi listrik.
Tabel 3.5. Data Perbandingan Simulasi dan Realisasi Produksi Listrik PLTS Gedung
Perusahaan A 2022
Simulasi Realisasi Selisih Selisih
No Bulan
(kWh) (kWh) (kWh) (%)
1 Januari 3.069,3 3.411,7 -342,4 -10,03
2 Februari 3.183,7 2.900,5 283,2 8,89
3 Maret 4.180,5 4.061,06 119,44 2,85
4 April 4.390,6 4.427,84 -37,24 -0,84
5 Mei 4.382,5 3.934,09 448,41 10,23
6 Juni 3.911,3 3.583,56 327,74 8,37
7 Juli 4.356,0 4.087,38 268,6 6,17
8 Agustus 4.608,7 4.195,04 413,6 8,98
9 September 4.691,8 3.998,2 693,6 14,78
10 Oktober 4.301,3 4.033,3 268 6,23
11 November 3.570,2 3.632,17 -61,97 -1,71
12 Desember 3.661,9 3.251,67 410,2 11,2
Total 48.307,8 45.516,51 2.791,29 5,77
45
kemarau berakhir di bulan September. Kemungkinan yang kedua yaitu cuaca
yang digunakan simulasi perangkat lunak adalah analisa cuaca TMY yang
menggunakan data cuata dari stasiun cuaca seluruh belahan dunia, yakni
preferensi cuaca yang aktual dengan keadaan menurut 30 tahun terakhir,
sedangkan realisasi produksi menggunakan keadaan cuaca pada saat itu, yakni
pada tahun 2022.
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
Gambar 3.28. Grafik perbandingan data hasil simulasi dan realisasi produksi listrik PLTS
Gedung Perusahaan A 2022
46
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.1.1. Penelitian Muhammad Hanif Al Farras (200604110008)
Dari penelitian yang dilakukan saat Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT
Pertamina Power Indonesia, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Komponen dasar pada sistem PLTS terdiri dari modul PV, charge controller,
baterai, dan inverter. Adapun instrumentasi pada sistem PLTS meliputi
pyranometer, power meter, dan Remote Monitoring System (RMS).
2. Data yang terukur oleh instrumentasi pada sistem PLTS dapat menjadi dasar
pengukuran performansi sistem PLTS tersebut. Pyranometer berguna untuk
mengukur iradiasi matahari yang diterima modul PV (𝐺𝑙𝑜𝑏𝐼𝑛𝑐). Power meter
berguna untuk mengukur jumlah produksi listrik sistem PLTS (𝐸𝐴𝐶 ). RMS
berguna untuk mempermudah pemantauan aset dari jarak jauh, sehingga
menambah efisiensi kinerja sistem PLTS. Performansi sistem PLTS dapat
ditentukan melalui nilai Capacity Factor (CF) dan Performance Ratio (PR).
4.1.2. Penelitian Putri Ayu Nurmakhmuda (200604110070)
Sistem PLTS Gedung Perusahaan A berhasil dibangun sesuai dengan
rancangan simulasi. Jumlah komponen yang dibutuhkan, tata letak skema 102
modul PV dan perkiraan kapasitas terpasang dibangun sesuai dengan rancangan
simulasi. Tidak hanya itu, perbandingan antara simulasi hasil produksi dengan
realisasi produksi memiliki selisih sebesar 5,77%, yang artinya 94,23% hasil
produksi listrik sesuai dengan perkiraan rancangan simulasi. Simulasi perancangan
sistem PLTS ini dibantuk oleh perangkat lunak Helioscope.
4.2. Saran
4.2.1. Penelitian Muhammad Hanif Al Farras (200604110008)
Dalam rangka meningkatkan performansi sistem Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS) pada penelitian ini, beberapa saran praktis diusulkan. Pertama,
pastikan penempatan pyranometer yang optimal sejajar dengan modul PV untuk
47
akurasi pengukuran iradiasi matahari. Kedua, terapkan remote monitoring system
untuk pemantauan secara real-time dan mendeteksi masalah dengan cepat. Ketiga,
lakukan analisis data yang mendalam untuk memahami pola dan tren kinerja sistem.
Keempat, pertimbangkan penggunaan penyimpanan energi (baterai) untuk
meningkatkan efisiensi dan kemandirian sistem PLTS. Dengan mengikuti saran-
saran ini, diharapkan laporan PKL ini dapat memberikan rekomendasi yang
berharga bagi pengembangan sistem PLTS yang lebih optimal dan efisien.
4.2.2. Penelitian Putri Ayu Nurmakhmuda (200604110070)
Perancangan simulasi sistem PLTS sebisa mungkin disesuaikan dengan lahan
yang akan digunakan. Skema digambar sebaik mungkin agar perkiraan jumlah
komponen yang dibutuhkan, perkiraan hasil produksi listrik dan pemanfaatan lahan
bisa dimanfaatkan serta direalisasikan dengan baik.
48
DAFTAR PUSTAKA
49
Kumar, N M, dkk. 2019. Performance, energy loss, and degradation prediction of
roofintegrated crystalline solar PV system installed in Northern India. Case
Studies in Thermal Engineering. Vol. 13, Hlm. 1-9.
Melinda, dkk. 2022. Dasar Sistem Teknik Telekomunikasi. Banda Aceh: Syiah
Kuala University Press.
Muttaqin, Rusdan. 2017. Analisa Performansi dan Monitoring Pembangkit Listrik
Tenaga Surya di Departemen Teknik Fisika FTI-ITS [Skripsi]. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Rusdiana, A., & Nasihudin. (2018). AKUNTABILITAS KINERJA DAN
PELAPORAN PENELITIAN. Bandung: Pusat Penelitian dan Penerbitan
UIN SGD Bandung. Diambil kembali dari
https://www.google.co.id/books/edition/AKUNTABILITAS/Z2NUEAAA
QBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=AKUNTABILITAS+KINERJA+DAN+PELA
PORAN+PENELITIAN&printsec=frontcover
Silalahi, David F., dkk. 2021. Indonesia’s Vast Solar Energy Potential. Energies.
Vol. 14 No. 5424, Hlm. 1-24.
Stefanie, Arnisa & Suci, Farradina Choria. 2021. Analisis Performansi PLTS Off-
Grid 600 Wp Menggunakan Data Akuisisi Berbasis Internet of Things.
ELMONIKA: Jurnal Teknik Energi Elektrik, Teknik Telekomunikasi, &
Teknik Elektronika. Vol. 9 No. 4, Hlm. 761-774.
Suryani, E., Hendrawan, R. A., & Rahmawati, U. E. (2021). Implementasi Model
Simulasi Sistem Dinamik dalam Industri Jagung. Yogyakarta:
DEEPUBLISH.
Tim Ditjen EBTKE. 2020. Panduan Pengoperasian dan Pemeliharaan PLTS Off-
Grid. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi.
Wijaya, Hastono. 2018. Metrologi Industri. Malang: UB Press.
Wijayanti, M. D. (2021). Seri Energi Alternatif Energi Matahari. Jakarta: BUMI
AKSARA.
Winardi, B., Nugroho, A., & Dolphina, E. (2019). Perencanaan dan Analisis
Ekonomi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat untuk Desa
50
Mandiri. Jurnal TEKNO, 4, 1-11.
doi:https://doi.org/10.33557/jtekno.v16i1.603
Zambak, M. F., & Suwarno. (2022). Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida di
Pesisir Pantai Labu. Medan: UMSUPRESS.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1
Dokumentasi Kegiatan
No. Dokumentasi Kegiatan
1.
Kegiatan sehari-hari di
kantor PT Pertamina
Power Indonesia
2.
Mengunjungi
distribution panel PLTS
Grha Pertamina
3.
52
4.
Mengunjungi area
modul PV PLTS Grha
Pertamina
53