You are on page 1of 33

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA

Dosen Pengampu :

Dr. Ns. Uke Pemila,.S.Kep.,M.Kep.Sp.KMB

Kelompok 1

Oleh :

Adeliya Amanda 215140045

Annisa Septiana 215140094

Arie fhara dilla 215140059

Aisyah Putri Oseda 215140056

Adys Dovita 215140049

Meidia Amanda 215140101

Nur Atika Sari 215140046

Ayub zainul Rizal M 215140085

Ariya Saputra 215140086

PRODI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat,Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Makalah ini berisikan tentang
Konsep dan Asuhan Keperawatan Glaukoma. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dr. Ns. Uke Pemila,.S.Kep.,M.Kep.Sp.KMB selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III, Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar lampung, 19 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 5
1.3 Manfaat .......................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6


2.1 Konsep Dasar Glaukoma ........................................................................... 6
2.1.1 Definisi Glaukoma ................................................................................. 6
2.1.2 Faktor Risiko Penderita Glaukoma ........................................................ 7
2.1.3 Manifestasi Klinis Penderita Glaukoma ................................................. 7
2.1.4 Klasifikasi Glaukoma ............................................................................. 8
2.1.5 Patofisiologi Glaukoma ........................................................................ 11
2.1.6 Etiologi ................................................................................................. 12
2.1.7 Pemeriksaan Medis Glaukoma ............................................................. 13
2.1.8 Penatalaksanaan Medis......................................................................... 15
2.1.9 Pencegahan ........................................................................................... 18
2.1.10 Komplikasi ......................................................................................... 18
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................. 19
2.2.1 Pengkajian ............................................................................................ 19
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 23
2.2.3 Intervensi .............................................................................................. 24
2.2.4 Implementasi Keperawatan .................................................................. 31
2.2.5 Evaluasi Keperawatan .......................................................................... 31

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 32


3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 32
3.2 Saran ............................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Glaukoma merupakan penyakit mata yang menyebabkan kerusakan pada
saraf optik dan kemudian gangguan pada bidang penglihatan yang khas.
Kondisi ini terutama disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular,
biasanya disebabkan oleh penyumbatan sekresi aqueous humor (cairan
aqueous). Penyebab kerusakan saraf optik lainnya adalah gangguan
peredaran darah pada serabut saraf optik dan kelemahan/masalah pada saraf
optik itu sendiri (Oktariana, 2015).
Glaukoma dapat dibagi menjadi glaukoma primer, sekunder dan
kongenital. Glaukoma primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak
diketahui. Glaukoma sudut primer terdiri atas glaukoma sudut primer
(glaukoma sudut primer) dan glaukoma sudut primer (glaukoma sudut
primer). Kebanyakan glaukoma adalah glaukoma primer. Orang keturunan
Asia lebih besar kemungkinannya menderita glaukoma sudut, sedangkan
orang keturunan Afrika dan Eropa lebih besar kemungkinannya menderita
glaukoma sudut terbuka (Oktariana, 2015). Faktor risiko glaukoma yang
dapat dikontrol dengan pengobatan atau yang terpotong adalah tekanan
intraokular (IOP). Pengobatan glaukoma itu sendiri Hal ini telah banyak
berkembang dengan ditemukannya berbagai obat anti narkotika Teknik
Bedah Glaukoma dan Filtrasi (American Academy). Oftalmologi, 2011).
Salah satu teknik bedah penyaringan yang umum digunakan pasien dengan
glaukoma menjalani trabekulektomi. Tujuan teknik bedah Tujuan dari
trabekulektomi adalah untuk menurunkan tekanan intraokular dengan
membuat saluran cairan encer baru dari bilik mata depan di bawah
konjungtiva. Trabekulektomi sering dilakukan ketika pengobatan gagal 2
mencapai target TIO atau menimbulkan efek samping yang tidak tercapai
ditoleransi pasien (American Academy of Ophthalmology, 2011) (Chen,
2008) (Giaconi dkk., 2013).

4
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui :
a. Definisi Glaukoma
b. Faktor Risiko Glaukoma
c. Manifestasi klinis Glaukoma
d. klasifikasi Glaukoma
e. patofisiologi Glaukoma
f. Etiologi Glaukoma
g. Pemeriksaan medis Glaukoma
h. Pencegahan
i. Komplikasi

1.3 Manfaat
a. Menambah ilmu pengetahuan serta menjadi pedoman dalam
penatalaksanaan Glaukoma di lapangan.
b. Menambah bahan bacaan dan referensi mengenai penatalaksanaan
glaukoma di lapangan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Glaukoma

2.1.1 Definisi Glaukoma

Glaukoma adalah penyakit mata atau penyakit yang disebabkan


oleh kerusakan saraf mata yang dapat mempersempit bidang
penglihatan dan kehilangan kemampuan bekerja sebuah visi Penyebab
utama atau faktor risiko penyakit glaukoma semakin meningkat
tekanan mata Biasanya, bola mata mengembang secara perlahan
sehingga tidak menimbulkan gejala pada awalnya hingga korban sadar
setelah mempersempit bidang pandang (Pusdatini Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2019)
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intraokular atau tekanan intraokular (IOP), atrofi papiler
kontraksi saraf optik dan lapang pandang. Galukoma dapat terjadi
kesan biru kehijauan pada pupil penderita. Penyakit mata ini
disebabkan oleh meningkatkan produksi aqueous humor di badan
siliaris dan menurunkannya kebocoran cairan mata pada sudut bilik
mata atau celah pupil (Ilyas et Yulianti, 2019).
Fungsi cairan pada bola mata adalah untuk menyehatkan organ
dalam pada bola mata, namun terdapat sirkulasi cairan pada pasien
glaukoma ketidakseimbangan Bola mata yang dihasilkan harus
berbentuk cair diangkat, tetapi pasien glaukoma mempunyai masalah
dengan salurannya kebocoran dan menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular pada saraf optik dan mempersempit bidang penglihatan,
yang dapat menyebabkan kebutaan (Iljas et al Yulianti, 2019; Pusat
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Berdasarkan definisi di atas, glaukoma merupakan suatu penyakit
atau penyakit mata akibat kerusakan saraf optik yang ditandai dengan
proliferasi karena peningkatan tekanan mata atau tekanan intraokular

6
(IOP). produksi cairan mata atau penurunan sekresi cairan mata yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.

2.1.2 Faktor Risiko Penderita Glaukoma

Faktor resiko yang dapat terjadi ada penderita glaukoma menurut


Kusumadjaja Sp.M(K) (2019) dan Witmer (2016) ialah :

a. Tekanan intra okular (TIO) tinggi > 20 mmHg


b. Ras Asia dan Afrika dan orang dengan bilik mata depan yang
dangkal
c. Usia diatas 40 tahun
d. Miopian (rabun jauh) tinggi atau hiperpobia (rabun dekat)
e. Riwayat penyakit degeneratif seperti: diabetes melitus,hipertensi,
penyempitan pembuluh darah, dan penyakit jantung coroner
f. Riwayat penyakit glaukoma pada keluarga (keturunan)
g. Riwayat trauma atau cedera pada mata
h. Penggunaan steroid jangka panjang

2.1.3 Manifestasi Klinis Penderita Glaukoma

Tanda dan gejala yang dapat dirasakan penderita glaukoma menurut


Kusumadjaja Sp.M(K) (2019) dan Ilyas & Yulianti (2019) adalah:

a. Akut
1) Tekanan mata atau tekanan intraokular (TIO) > 40 mmHg
2) Penglihatan kabur dan mata menjadi merah
3) Sakit kepala dan mata terasa sakit
4) Mual dan muntah jika sakit kepala
5) Penglihatan pelangi di bawah cahaya lampu
b. Kronis
1) Mata tenang atau tidak bergejala hingga saraf optik rusak parah
2) Timbul perlahan - lahan

7
3) Penglihatan terowongan atau penglihatan menyempit seolah-
olah melihat
ke lorong
4) Merasa tidak ada nyeri kepala atau sakit mata dan tidak mual
atau muntah
5) Tekanan bola mana menetap antara 20 dan 30 mmHg

2.1.4 Klasifikasi Glaukoma

Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi empat macam menurut


Richard A. Harper (2018) :

a. Glaukoma primer
1) Glaukoma primer sudut terbuka atau primary open angle glaucoma
(POAG)
Glaukoma primer sudut terbuka atau glaukoma simpleks ialah
glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya dan ditandai dengan
sudut bilik mata yang terbuka. Glaukoma primer sudut terbuka
dapat didiagnosis apabila ditemukan pada kedua mata pada
pemeriksaan pertama dan tanpa ditemukan kelainan yang dapat
menjadi penyebab. Terdapat 99% penderita glaukoma primer 11
terdapat hambatan pengeluaran cairan (aquos humor) pada jalinan
trabekulum dan kanal Schlemm (Goldberg & Susanna Jr, 2016;
Ilyas & Yulianti, 2019).
Gejala POAG atau primer sudut terbuka terjadi secara lambat
atau tanpa disadari oleh penderita sehingga menyebabkan kebutaan
yaitu menjadi glaukoma absolut. Pada glaukoma simpleks tekanan
bola mata tinggi atau lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah dan
tidak ada keluhan yang menganggu penderita tanpa disadari.
Gangguan saraf optik akan terlihat saat adanya gangguan lapang
pandang atau penyempitan lapang pandang (Ilyas & Yulianti,
2019).

8
2) Glaukoma primer sudut tertutup atau primary angle closer
glaucoma (PACG)
Glaukoma primer sudut tertutup atau PACG ialah keadaan
penigkatan IO akibat penutupan sudut sebagian atau seluruhnya
oleh iris perifer sehingga terjadi obstruksi pada aliran aaquos
humor. Blok pupil relatif menjadi penyebab mendasar kasus
PACG. Diprkirakan 91 % kebutaan bilateral di Asia Timur
disebabkan PACG. Hal ini didukung oleh perbedaan struktur
anatomi bilik mata depan, dimana orang Asia timur memiliki
kedalaman mata depan yang lebih dangkal (Srisubekti & Nurwasis,
2007; Wright, 1983).
Glaukoma sudut tertutup akut akan terjadi apabila terjadi
penutupan tibatiba pada jalan kelyar aquos humor. Hal ini akan
menyebabkan rasa sakit yang berat dengan tekanan bola mata yang
tinggi (Goldberg & Susanna Jr, 2016; Ilyas & Yulianti, 2019).
Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu kegawatdaruratan
pada mata. Glaukoma sudut tertutup akut akan membuat penderita
merasa pengelihatan berkabut dan menurun, merasa mual hingga
muntah, hal disekitar menjadi silau, dan mata terasa bengkak (Ilyas
& Yulianti, 2019).
b. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital dapat terjadi pada sekitar 1:10.000
kelahiran bayi. Bayi yang menderita glaukoma merupakan hasil
perkembangan abnormal anyaman trabekulum. Semakin awal anak
terkena penyakit glaukoma, semakin parah abnormalitas yang
terbentuk. Hal itu semakin memperpaah glaukoma yang diderita
bayi atau anak gold (Goldberg & Susanna Jr, 2016). Glaukoma
kongenital yang terjadi pada anak dapat terjadi akibat penyakit
keturunan (Ilyas & Yulianti, 2019).
Bayi memiliki mata yang lebih besar dibandingkan orang
dewasa. Namun, mata yang terlalu besar merupakan tanda bahaya,
dimana mata bayi yang membesar scara abnormal seperti maa

9
lembu diebut bustalmik (Goldberg & Susanna Jr, 2016).
Peregangan bola mata yang mencapai titik maksimal dapat
membuat membrane di dalam kornea menjadi terbelah sehingga
bola mata membesar. Bola mata yang membesar awalanya dengan
kornea terlihat jernis berubah menjadi putih dan keruh. Tanda
lainnya ialah air mata yang berlebihan saat menangis, mata merah,
sensitif atau tidak kuat melihat cahaya (Goldberg & Susanna Jr,
2016; Ilyas & Yulianti, 2019).
c. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder ialah glaukoma yang terjadi akibat kondisi
yang dapat menimbulkan glaukoma. Hal yang dapat menimbulkan
glaukoma sekunder seperti: perubahan lensa, kelainan atau
inflamasi pada uvea, terdapat trauma mata sebelumnya, terdapat
tindakan bedah mata sebelumnya, adanya ruberosis, dan
penggunaan obat steroid jangka panjang. Tanda dan gejalanya
sesuai dengan penyakit yang mendasari. Terapi pada glaukoma
sekunder selainan mnurunkan TIO, juga mengatasi hal yang
mendasarinya (Ilyas & Yulianti, 2019).
Glaukoma sekunder terjadi ketika sirkulasi di dalam mata
terganggu. Hal ini membuat aquos humor tidak dapat mencapai
sistem drainase akibat penyakit lain yang dapat membat gangguan
pada struktur di dalam mata. Saat terjadi hambatan, TIO meningkat
cepat dan sangat tinggi sehingga memerlukan terapi spesifik yang
cepat, tepat, dan benar (Goldberg & Susanna Jr, 2016).
d. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari seluruh
glaukoma. dimana pada stadium glaukoma absolut sudah terjadi
kebutaan akibat laju tekanan bola tinggi yang menganggu fungsi
lanjut. Seiring mata menjadi “buta”, mengakibatkan penyumbatan
pada pembuluh darah dan menimbulkan penyulit. Penyulit ini
berupa nevoskulariasi iris. Keadaan nevoskulariasi ini

10
menimbulkan glaukoma hemoragik yang memberikan rasa sakit
yang kuat (Ilyas & Yulianti, 2019).
Penderita glaukoma absolut akan merasa mata keras seperti
batu dan dengan rasa sakit. Kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, dan papil atrofi. Pngobatan yang dapat dilakukan berupa
membrika sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan
siliar. Hal lainnya ialah dengan alkohol retobular atau melakukan
pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit (Ilyas & Yulianti, 2019)

2.1.5 Patofisiologi Glaukoma

Penyebab utama glaukoma adalah peningkatan tekanan pada bola


mata bagian atas 20 mmHg, penyebab lainnya adalah diabetes melitus.
Kortikosteroid dalam jangka panjang, miopia, kerusakan mata.
Tekanan mata lebih tinggi dari biasanya. Kerusakan permanen pada
saraf optik dapat menyebabkan penyumbatan jalinan trabekuler,
sehingga dapat terjadi ketidakseimbangan produksi berlebih badan
siliar atau peningkatan hambatan abnormal yang luar biasa terhadap
aliran keluar Aqueos humor melalui kamera okuli anterior (COA).
Peningkatan TIO > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama.
Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optik dan retina
sehingga menimbulkan masalah keperawatan yaitu nyeri akut.
Iskemia menyebabkan struktur ini kehilangan fungsinya secara
bertahap. Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari tepi dan berlanjut
ke fovea sentralis secara terpusat bahwa pasien akan memiliki
masalah keperawatan ansietas pada pasien. Hilangnya penglihatan
dan kerusakan pada saraf optik dan retina tidak dapat diperbaiki dan
itu permanen. Tanpa pengobatan, glaukoma bisa berkembang
menyebabkan kebutaan. Hilangnya penglihatan menunjukkan adanya
poin buta pada bidang penglihatan. Peningkatan tekanan vitreus dapat
menyebabkan pergerakan iris ke depan menyebabkan tekanan

11
intraokular pasien meningkat glaukoma, sehingga dilakukan
pembedahan, yang menimbulkan masalah keperawatan kurang
pengetahuan pada pasien dalam operasi (L.B. Cantor et al., 2020;
Ilyas dan Yulianti, 2019; Runolija dan Perry, 2010).

2.1.6 Etiologi

Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses


produksi dan ekskresi/ aliran keluar aqueous humor. Beberapa faktor
resiko yang dapat memicu terjadinya glaukoma adalah tekanan darah
yang tinggi, diabetes melitus, miopia, ras kulit hitam, pertambahan
usia dan pasca bedah (Simmons et al, 2007).
1. Tekanan Intra Okuli
Sejumlah faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya
glaukoma sudut terbuka primer adalah tekanan bola mata.
Nilai batas normal tekanan bola mata dalam populasi berkisar
antara 10–21 mmHg. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa
adanya tekanan bola mata di atas nilai normal akan diikuti
dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang
pandangan dalam beberapa tahun. Sebaliknya pada beberapa
kasus, pada tekanan bola mata yang normal dapat juga terjadi
kerusakan pada diskus optikus dan lapang pandangan. Oleh
karena itu, definisi tekanan bola mata yang normal sangat
sukar untuk ditentukan dengan pasti (Lisegang, et al., 2005)
2. Umur
Faktor bertambahnya umur memunyai peluang lebih besar
untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan
(1995), menyatakan bahwa frekuensi pada umur sekitar 40
tahun adalah 0,4%–0,7% jumlah penduduk, sedangkan pada
umur sekitar 70 tahun frekuensinya meningkat menjadi 2%–
3% dari jumlah penduduk (Lisegang, et al, 2005)
3. Riwayat Keluarga

12
Baltimore Eye Survey menyatakan resiko relatif glaukoma
sudut terbuka primer meningkat sekitar 3,7 kali pada seseorang
yang memiliki kerabat menderita glaukoma sudut terbuka
primer. Pada Rotterdam Eye Study, prevalensi glaukoma sudut
terbuka primer sekitar 10,4% pada pasien yang memunyai
riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
Peneliti yang sama mengestimasikan bahwa resiko relatif
untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer sebesar 9,2
kali pada seseorang yang memiliki kerabat dekat yang
menderita glaukoma sudut terbuka primer (Lisegang et al.,
2005).
4. Ras
Sebuah hipotesa menyatakan bahwa ras merupakan faktor
resiko terjadinya glaukoma sudut terbuka primer berdasarkan
data pada orang berkulit hitam memunyai prevalensi tiga kali
lebih besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer
dibandingkan yang berkulit putih. Tetapi penelitian terbaru
menyatakan bahwa glaukoma sudut terbuka primer ini banyak
ditemukan pada populasi China dan Eskimo (Ritch,1996).

2.1.7 Pemeriksaan Medis Glaukoma

Pemeriksaan medis glaukoma yang dapat dilakukan berdasarkan Ilyas


& Yulianti (2019) dan Pusdatin Kemenkes RI (2019) ialah :

a) Tajam pengelihatan
Pemeriksaan tajam pengelihatan berfungsi untuk
mengetahui fungsi pengelihatan setiap mata. Pemeriksaan ini apat
dilakukan dengan dua cara. Pemeriksaan yang dilakukan ialah
pemeriksaan optotype snellen untuk tajam pengelihatan jauh dan
jaeger chart untuk tajam pengelihatan dekat (Ilyas & Yulianti,
2019). Pemeriksaan optotype snellen untuk tajam pengelihatan

13
jauh dengan cara pasien duduk menghadap optotype snellen
dengan jarak 6 meter. Kemudian dipasangkan trial frame pada
mata dan lalu ditutup dengan occlude. Pasien lalu diminta
membaca setia hurup pada optotype snellen mulai dari hurup besar
hingga huruf pada baris terkecil. Pemeriksaan ini dilakukan
bergantian pada kedua mata mulai dari mata kanan ke mata kiri
(Budhiastra, 2017).
Pemeriksaan jaeger chart untuk tajam pengelihatan dekat
dengan membaca tulisan pada jaeger chart dengan jarak 33 cm.
pemeriksaan ini dilakukan setelah mendapat koreksi terbaik pada
pemeriksaan tajam pengelihatan jauh. Cek mata kanan terlebih
dahulu, setelah itu cek mata kiri baru kemudian cek dengan kedua
mata terbuka. Catat sampai angka berapa pasien dapat membaca
dengan jelas dan benar. Apabila pasien tidak dapat membaca
tulisan yang paling kecil maka diberikan koreksi tambahan dengan
lensa plus hingga pasien dapat melihat dengan jelas seluruh tulisan
pada jaeger Chart (Budhiastra, 2017).

b) Tonometri
Pemeriksaan tonometri ialah pemeriksaan tekanan bola
mata atau TIO. Proses pemeriksaan ini dengan menyentuh sebagian
kecil bola mata dengan semburan udara. Terdapat lima macam cara
mengukur TIO, yaitu : tonometer digital dengan probe, tonometer
schizot, tonometer applanasi goldman, non concat tonometer
(NCT), dan hand held applanasi (Ilyas & Yulianti, 2019).
Pemeriksaan tonomteri applanasi goldmann memerlukan anastesi
topical untuk membuat mata menjadi mati rasa sebelum diperiksa
(Goldberg & Susanna Jr, 2016). Kini pemeriksaan TIO dengan
sistem moderen dengan tonometer probe digital dan non concat
tonometer (NCT) dianjurkan pada masa covid-19. Hal ini untuk
mencegah penyebaran covid-19 (Perdami, 2020).

14
c) Oftalmoskopia
Oftalmoskopia ialah pemeriksaan fundus okuli atau evaluasi
struktur mata bagian dalam. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
melihat ada tidaknya tandatanda glaukoma dan mengevaluasi
progresivitas penyakit. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
melebarkan pupil menggunakan obat tetes midriatil. Obat tetes
midriatil akan membuat pupil melebar sehingga saraf mata dapat
terlihat jelas (Ilyas & Yulianti, 2019; Pusdatin Kemenkes RI,
2019).
d) Perimetri \
Pemeriksaan ini bertujuan untuk pemetaan lapang pandang
terutama pada derah sentral atau para sentral. Pemeriksaan in harus
dilakukan dalam kondisi tenang dan penuh konsentrasi. Lapang
pandang normal adalah 90 derajat 17 temporal, 60 derajat superior,
50 derajat nasal, dan 70 derajat inferior (Ilyas & Yulianti, 2019;
Pusdatin Kemenkes RI, 2019).
e) Gonioskopi
Gonioskopi iala pemeriksaan sudut bilik mata depan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut
(goniolens) dan dapat dilihat pertemuan iris dengan kornea disudut
bilik mata. Penentuan sudut bilik mata dilakukan dissetiap kasus
yang dicurigai glaukoma (Ilyas & Yulianti, 2019).
f) Pakimetri
Pakimetri adalah alat untuk melakukan pemeriksaan
ketebalan kornea mata. Ketebalan kornea mata ialah jaringan
bening yang berada paling depan dari bola mata. Ketebalan kornea
mata dapat mempengaruhi penghitungan TIO (Ilyas & Yulianti,
2019; Pusdatin Kemenkes RI, 2019)

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

15
Glaukoma ialah penyakit yang tidak hanya disebabkan oleh
peningkatan cairan di dalam mata. Glaukoma juga dapat disebabkan
oleh aliran aquos humor yang lemah, tekanan bola mata yang normal
atau tinggi, kerusakan saraf pengelihatan, dan kehilangan pengelihatan
tetap. Glaukoma dapat menyebabkan kehilangan pengeliatan secara
progresif dan irreversible (Ilyas & Yulianti, 2019).

Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan


intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan
efek samping yang minimal. Penatalaksanaan glaukoma mencakup
pemberian medikamentosa, dan terapi bedah. (Goldberg & Susanna Jr,
2016; Ilyas & Yulianti, 2019).

a. Terapi Medikamentosa Terapi medikamentosa diberikan dengan


tujuan untuk mengatasi kemungkinan yang menjadi penyebabnya
(Ilyas & Yulianti, 2019).
b. Tindakan Bedah
Tindakan bedah dilakukan apabila setelah terapi
medikamentosa atau pengobatan tidak berhasil. Prognosis
tergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Tindakan
pembedahan tidak menjamin kesembuhan mata seluruhnya.
Tindakan bedah yang dilakukan dengan tujuan membuat filtrasi
aquos humor kelar bilik mata dengan beberapa tindakan. Apabila
gagal dalam tindakan bedah maka mata akan menjadi buta total
(Ilyas & Yulianti, 2019).
Tindakan insisi bedah yang palig sering dilakukan untuk
pasien glaukoma ialah trabekulektomi dan implant tube. Prosedur
ini akan membuat TIO turun secara signifikan. Pada tindaka ini
akan dibuat saluran yang melewati jalur aliran keluar air mata yang
alami. Tindakan bedah ini juga akan membuat risiko komplikaasi
yang signifikan (L. B. Cantor et al., 2020).
1) Trabekulektomi

16
Trabekulektomi ialah suatu prosedur yang menciptakan jalur baru
(fistula) sehingga disebut prosedur fistualiasi. Trabekulektomi
menciptakan jalur baru yang memungkinkan aqueous humor untuk
mengalir keluar dari bilik anterior melalui bedah korneosklera,
pembukaan dan ke dalam subkonjungtiva dan ruang sub-tendon.
Trabekulektomi membuat fistula yang berada dibwah penutup dengan
ketebalan parsial (L. B. Cantor et al., 2020).

Indikasi tindakan trabekulektomi ilah perkembangan dari


kerusakan vsual dan TIO yang tidak terkontrol. Tindakan insisi ini
dapat dilakukan ketika terapi medis dan laser tidak cukup mencegah
kerusakan progresif atau pengobatan gagal. Dalam suatu situasi, misal
ketika satu mata mengalami kerusakan glaukoma yang signifikan dan
TIO tinggi dan sudah ditoleransi oleh terap medis. Dalam kasus
tersebut, beberapa ahli bedah akan merekomendasikan pembedahan
sebelum deteksi kerusakan pasti (L. B. Cantor et al., 2020).
Kontraindikasi tindakan trabekulektomi dapat secara okular atau
sistemik. Mata yang telah buta total tidak dipertimbangkan untuk
tindakan insisi. Cyclodestruction adalah aletrnatif yang lebih baik
untuk menurunkan TIO di mata yang telah buta total. Kondisi yang
menjadi predisposisi kegagalan trabekulektomi seperti neovakularisasi
segemn anterior aktif atau uveitis anterior aktif. Trabekulektomi sulit
berhasil pada mata yang mengalami konjungtiva ekstensif cedera
(misalnya, setelah operasi ablasi retina atau trauma kimia) atau yang
memiliki sklera tipis dari operasi sebelumnya atau skleritis
nekrotikans. Dalam kasus seperti itu, kemungkinan keberhasilan juga
berkurang karena peningkatan risiko jaringan parut (L. B. Cantor et al.,
2020). Komplikasi dari tindakan trabekulektomi ialah dua macam
yaitu komplikasi awal dan komplikasi akhir.
Komplikasi awal termasuk kebocoran luka di tempat insisi,
hipotoni, bilik mata depan yang dangkal atau datar, dan efusi koroid
serosa atau hemoragik. Komplikasi lanjut termasuk blebitis,
endoftalmitis terkait bleb, kebocoran bleb, hipotoni dan makulopati

17
terkait atau koroid. Perdarahan, kegagalan bleb, bleb yang
menggantung, bleb yang menyakitkan, ptosis, dan retraksi kelopak
mata. Bleb penyaringan dapat bocor, menghasilkan dellen, atau
melebar sehingga mengganggu fungsi kelopak mata atau meluas ke
kornea dan mengganggu penglihatan atau menyebabkan iritasi (L. B.
Cantor et al., 2020).

2) Implant Tube
Pemasangan Implant tube umumnya melibatkan penempatan
tabung di bilik mata depan, di dalam sulkus siliaris atau melalui pars
plana ke dalam rongga vitreous. Tabung terhubung ke ekstraokular
lempeng, yang melekat pada sklera di wilayah ekuator dunia, antara
otot ekstraokular, dan dalam beberapa kasus terselip di bawah otot.
Cairan mengalir keluar melalui tabung dan masuk ke ruang
subkonjungtiva di daerah lempeng ekstraokular (L. B. Cantor et al.,
2020).
Tindakan implant tube harus mempertimbangkan keadaan klinis
seperti : trabekulektomi yang gagal dengan penggunaan amtibiotik,
uveitis yang aktif, glaukoma neovascular, konjungtiva yang tidak
memadai, apakhia, penggunaan lensa. Endotel kornea borderline ialah
kontraindikasi dari implant tube. (L. B. Cantor et al., 2020).

2.1.9 Pencegahan

1. Pasien berusia di atas 40 tahun harus diperiksa secara teratur


tekanan bolamatanya agar bisa dideteksi dini dan diobati bila
terjadi peningkatan.
2. Konsumsi makanan yang sehat
3. Batasi konsumsi kafein
4. Ketahui riwayat kesehatan mata keluarga

2.1.10 Komplikasi

18
1. Glaukoma Kronis
Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat menyebabkan
perjalanan progresif dari glaukoma yang lebih parah. (D.
Asbury Vaughan, 2012)
2. Kebutaan
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan
semakin rusaknya nervus optik dan semakin menurunnya visus
sampai terjadi kebutaan yang irreversible. Banyak pasien yang
berada pada penyakit stadium akhir yang akan merasakan
terbatasnya bidang pandangan mereka, dan menyebabkan
hilangnya bidang penglihatan pusat. (D. Asbury Vaughan,
2012)
Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glaukoma, glaukoma
penutupan sudut akut adalah suatu kedaruratan medis. Agen
topikal yang digunakan untuk mengobati glaukoma dapat memiliki
efek sistemik yang merugikan, terutama pada lansia. Efek ini dapat
berupa perburukan kondisi jantung, pernapasan atau neurologis.
(Sidarta Ilyas, 2002)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Identifikasi Klien

Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan,


tgl MRS, diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.

2. Keluhan Utama

Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi,


nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata
merah dan bengkak.

3. Riwayat Kesehatan

19
a. Riwayat Penyakit Sekarang

Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai
terjadi nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun,
mata merah dan bengkak.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan apakah


terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita sebelumnya.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis


vertikal atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.

4. Pola pola Fungsi Kesehatan

a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Persepsi klien dalam menilai / melihat dari pengetahuan klien tentang


penyakit yang diderita serta kemampuan klien dalam merawat diri dan
juga adanya perubahan dalam pemeliharaan kesehatan.

b. Pola nutrisi dan metabolik

Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan.


Pada pola nutrisi dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji
pola makan dan komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis minum
dan berapa banyak jumlahnya.

c. Pola eliminasi

Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan tetapi
tetap dikaji konsestansi, banyaknya warna dan baunya.

d. Pola tidur dan istirahat

Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur
karena nyeri / sakit hebat menjalar sampai kepala.

20
e. Pola aktivitas

Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan


klien mengalami penurunan.

f. Pola persepsi konsep diri

Meliputi : Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas


terhadap penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri.

g. Pola sensori dan kognitif

Pada klien ini akan menjadi / mengalami gangguan pada fungsi


penglihatan dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan.

Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar


sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).

Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.

Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea


berawan.Peningkatan air mata.

h. Pola hubungan dan peran

Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien


dengan keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena
penyakit yang dideritanya.

i. Pola reproduksi

Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.

j. Pola penanggulangan stress

Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan fungsi
penglihatannya serta koping mekanis yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.

21
k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Biasanya klien tidak mengalami gangguan.

5. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan, kesadarannya, serta


pemeriksaan TTV.

b. Pemeriksaan Kepala dan Leher

Meliputi kebersihan mulut, rambut, klien menyeringai nyeri hebat pada


kepala, mata merah, edema kornea, mata terasa kabur.

c. Pemeriksaan Integumen

Meliputi warna kulit, turgor kulit.

d. Pemeriksaan Sistem Respirasi

Meliputi frekuensi pernafasan bentuk dada, pergerakan dada.

e. Pemeriksaan Kardiovaskular

Meliputi irama dan suara jantung.

f. Pemeriksaan Sistem Gastrointestinal

Pada klien dengan glaukoma ditandai dengan mual muntah.

g. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal

Meliputi pergerakan ekstermitas.

h. Pemeriksaan Sistem Endokrin

Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya glaukoma dalam sistem


endokrin.

i. Pemeriksaan Genitouria

22
Tidak ada disuria, retesi urin, inkontinesia urine.

j. Pemeriksaan Sistem Pernafasan

Pada umumnya motorik dan sensori terjadi gangguan karena terbatasnya


lapang pandang.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan


sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,
lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit
syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
b. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa
tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
c. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25
mmHg)
d. Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari
sudut tertutup glaukoma.
e. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan
mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan
aterosklerosis.
i. Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa ialah melakukan suatu penilian klinis dari hasil pengkajian


yang didapatkan. Diagnosa merupakan tahapan kedua dalam proses

23
keperawatan (Hidayat, 2021). Diagnosa keperawatan dapat ditegakan
melalui tiga tahapan yaitu Analisa data, identifikasi masalah, dan
perumusan diagnosa (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017).

2.2.3 Intervensi

No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Keperawatan Indonesia Keperawatan
Indonesia (SDKI) (SLKI) Indonesia (SIKI)

1 Gangguan Persepsi Luaran : Minimalisasi Rangsangan


Sensori (I.08241)
Persepsi sensori membaik
(penglihatan)
(L.09083) - Periksa status mental,
(D.0085)
status sensori, dan
Kriteria Hasil :
tingkat kenyamanan
- Verbalisasi melihat (mis. nyeri,
meningkat kelelahan)
- Respons sesuai - Diskusikan tingkat
stimulus membaik toleransi terhadap
- Distorsi sensori beban sensori (mis.
menurun Bising, terlalu terang)
- Konsentrasi membaik - Batasi stimulus
- Orientasi membaik lingkungan (mis.
cahaya, suara,
aktivitas)
- Jadwalkan aktivitas
harian dan waktu
istirahat
- Kombinasikan
prosedur/tindakan
dalam satu waktu,
sesuai kebutuhan
- Ajarkan cara

24
meminimalisasi
stimulus (mis.
mengatur
pencahayaan
ruangan,
mengurangi,
membatasi
kunjungan)
- Kolaborasi dalam
prosedur/tindakan
- Kolaborasi
pemberian obat yang
mempengaruhi
stimulus persepsi

2 Risiko Jatuh b/d Luaran: Pencegahan Jatuh


gangguan (I.14540)
Tingkat jatuh menurun
Penglihatan
(L.14138) - Identifikasi faktor
(D.0143)
resiko jatuh
Kriteria hasil :
- Identifikasi resiko
- Jatuh saat berdiri jatuh setidaknya
menurun sekali setiap shift
- Jatuh saat duduk atau sesuai
menurun dengan kebijakan
- Jatuh saat berjalan institusi
menurun - Identifikasi faktor
- Jatuh saat lingkungan yang
dipindahkan menurun meningkatkan
- Jatuh saat di kamar resiko jatuh
mandi menurun (misalnya lantai
- Jatuh saat licin, penerangan
membungkuk kurang)

25
menurun - Hitung risiko
jatuh dengan
menggunakan
skala (Misalnya
Fall Morse Scale,
Humpty Dumpty
Scale) Jika perlu
- Monitor
kemampuan
berpindah dari
tempat tidur ke
kursi roda dan
sebaliknya
- Orientasikan
ruangan pada
pasien dan
keluarga
- Pastikan roda
tempat tidur dan
kursi roda selalu
dalam keadaan
terkunci
- Pasang Handrail
tempat tidur
- Tempatkan pasien
beresiko tinggi
dekat dengan
pantauan perawat
atau nurse station
- Atur tempat tidur
mekanis pada
posisi terendah

26
- Gunakan alat
bantu berjalan
- Dekatkan bel
pemanggil dalam
jangkauan pasien
- Anjurkan
memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan untuk
berpindah
- Anjurkan
menggunakan
alas kaki yang
tidak licin
- Anjurkan
berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan
tubuh
- Anjurkan
melebarkan kaki
untuk
meningkatkan
keseimbangan
saat berdiri

3 Ansietas ( D.0080) Luaran: Reduksi ansietas


(I.09314)
Tingkat Ansietas menurun
(L.09093) - Identifikasi saat
tingkat ansietas
Kriteria Hasil :
berubah seperti

27
- Verbalisasi Kondisi, waktu,
kebingungan dan dan stressor.
khawatir akibat - Identifikasi
kondisi yang dihadapi kemampuan
menurun mengambil
- Perilaku gelisah dan keputusan
tegang menurun - Monitor tanda
- Palpitasi, tremor, dan anxietas baik
pucat menurun verbal dan non
- Konsentrasi dan pola verbal
tidur membaik - Ciptakan suasana
- Orientasi membaik terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
- Temani pasien
untuk mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
- Pahami situasi
yang membuat
ansietas
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
- Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu
kecemasan

28
- Diskusikan
perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang
akan dating
- Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
- Informasikan
secara faktual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama pasien,
jika perlu
- Anjurkan
melakukan
kegiatan yang
tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
- Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi
ketegangan

29
- Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri
yang tepat
- Latih teknik
relaksasi

4 Nyeri akut Luaran : Manajemen nyeri


Penyebab Agen (I.08238)
Tingkat nyeri menurun
cedera fisik
(L.08066) - Identifikasi lokasi,
(posedur operasi)
karakteristik,
Kriteria hasil :
durasi, frekuensi,
- Keluhan nyeri kualitas intensitas
menurun nyeri
- Meringis menurun - Identifikasi skala
- Kesulitan tidur nyeri
menurun - Identifikasi faktor
- Frekuensi nadi yang
membaik - memperberat dan
- Tekanan darah memperingan
membaik nyeri
- Berikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangui rasa
nyeri (relaksasi
finger hold)
- kontrol nyeri
lingkungan
penyebab
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secra

30
tepat
- anjurkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat dari proses


keperawatan. Implementasi keperawatan ialah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat dalam membantu pasien selama menjalani
perawatan agar mendapatkan hasil yang diharapkan.
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang
telah dibuat (Hidayat, 2021). Tindakan keperawatan yang diberikan
kepada pasien selalu berdasarkan intervensi yang sudah direncanakan
berdasarkan SIKI (Tim Pokja SIKI PPNI, 2018)

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan ialah tahapan terkahir dari proses keperawatan.


Evaluasi terdiri dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi
hasil.
Evaluasi proses dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau
menilai respon pasien, sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target
tujuan yang telah dibuat (Hidayat, 2021). Format yang digunakan
menurut Hidayat (2021) yaitu format SOAP yang terdiri dari subjective,
ovjective, assement dan panning. (Tim Pokja SLKI PPNI, 2019)

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang
tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan
mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan
menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola
mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan
menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf
mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati.
Glaukoma diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan berdasarkan
mekanisme peningkatan tekanan intra okuler. Penyebab tergantung dari
klasifikasi glaucoma itu sendiri tetapi pada umumnya disebabkan k arena
aliran aqueus humor terhambat yang bisa meningkatkan TIO. Tanda dan
gejalanya kornea suram, sakit kepala , nyeri, lapang pandang menurun,dll.
Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat
dilakukan pembedahan dan obat-obatan.

3.2 Saran

Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang


penyakit serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir
pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekankan
bahwa pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi penglihatan , tetapi
hanya mempertahankan fungsi penglihatan yang masih ada.

32
DAFTAR PUSTAKA

S m e l t z e r , S u z a n n e C . 2 0 0 1 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner &Suddarth.Jakarta : EGC

Mansjoer Arif.2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta.Medis Aesculapius

Sidarta Ilyas dkk.1981. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Gaya Baru.

Vaughan, D. Asbury, J. 2012. Oftalmologi Umum. Glaukoma. Ed 17. EGC :


Jakarta. Hal. 224.

Ilyas, sidarta. 2009. Dasar-dasar pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Edisi 3.
Jakarta : Balai Pustaka.

33

You might also like