You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

“Sensori, Persepsi dan Kognitif”

A. Pengertian
Proses sensori dibagi menjadi dua komponen yakni resepsi dan persepsi.
Sensori resepsi adalah proses menerima stimulus atau data, baik eksternal atau internal
dari tubuh. Stimulus eksternal termasuk visual (penglihatan), auditori (pendengaran),
olfactori (penghidu), tactile (perabaan) dan gustatori (pengecap). Stimulus gustatory
juga termasuk ke dalam stimulus internal. Tipe lain dari stimulus internal adalah
kinesthetic atau visceral. Kinesthetic merujuk kepada kesadaran terhadap posisi
dan pergerakan bagian tubuh. Stereognosis adalah kesadaran terhadap ukuran objek,
bentuk dan teksture. Visceral isceral merujuk kep merujuk kepada organ-organ besar
dalam tubuh.
Persepsi adalah kemampuan untuk merasakan, mengenal, mengorganisasikan,
dan menginterpretasikan stimuli sensori. Persepsi sering berhubungan dengan kognitif
yaitu kemampuan intelektual untuk berpikir. Proses organisasi dan interpretasi
seseorang tergantung pada tingkat fungsi intelektualnya. Kognitif termasuk elemen
memori, penilaian dan orientasi. Persepsi sensori adalah proses sadar terhadap seleksi,
organisasi dan mengartikan data dari indera ke informasi yang berarti atau
kemampuan untuk menerima kesan sensori, melalui asosiasi kortikal, menghubungkan
stimuli ke pengalaman masa lalu dan membentuk kesan dasar dari stimuli.. Macam-
macam indera antara lain: olfaktori (penghidu), visual (penglihatan), taktil (perabaan),
auditori (pendengaran), gustatori (pengecap), kinestetik (merasakan posisi tubuh) dan
viseral (merasakan organ-organ dalam tubuh)
Faktor yang mempengaruhi fungsi sensori diantaranya:
1. Tahap Perkembangan
2. Budaya
3. Stess
4. Medikasi Dan Kondisi Sakit
5. Gaya Hidup Dan Kepribadian

B. Fisiologis Sensori, Persepsi dan Kognitif


Proses sensorik adalah kemampuan untuk memproses atau mengorganisasikan
input sensorik yang diterima. Biasanya proses ini terjadi secara otomatis, misalnya
ketika mendengar suara kicauan burung, otak langsung menterjemahkan sebagai
bahasa atau suara binatang Proses sensorik diawali dengan penerimaan input
(registration), yaitu individu menyadari akan adanya input. Proses selanjutnya adalah
orientation, yaitu tahap dimana individu memperhatikan input yang masuk.
Tahap berikutnya, kita mulai mengartikan input tersebut (interpretation). Selanjutnya
adalah tahap organization, yaitu tahap dimana otak memutuskan untuk memperhatikan
atau mengabaikan input ini. Tahap terakhir adalah execution, yaitu tindakan nyata
yang dilakukan terhadap input sensorik tadi (Williamson dan Anzalone, 1996)
Sensori Integrasi adalah Proses neurologis individu dalam mengorganisasikan
sensasi dari dalam diri dan dari lingkungan sekitar dan dapat digunakan secara efektif
dalam lingkungannya. Melalui panca indra, manusia memperoleh informasi tentang
kondisi fisik dan lingkungan yang berada di sekitarnya. Informasi sensorik yang
diterima akan masuk ke otak tidak hanya melalui mata, telinga, dan hidung,akan tetapi
masuk melalui seluruh anggota tubuh lainnya seperti :
1. Mata (Visual) Disebut juga indera penglihatan. Terletak pada retina. Fungsinya
menyampaikan semua informasi visual tentang benda dan menusia.
2. Telinga (Auditory) Disebut juga indera pendengaran, terletak di telinga bagian
dalam. Fungsinya meneruskan informasi suara. Dan terdapat hubungan antara
sistem auditor dengan perkembangan bahasa. Apabila sistem auditory mengalami
gangguan, maka perkembangan bahasanya juga akan terganggu.
3. Hidung (Olfactory) Disebut juga indera pembau, terletak pada selaput lendir
hidung, fungsinya meneruskan informasi mengenai bau-bauan (bunga,
parfum, bau makanan).
4. Lidah (Gustatory) Disebut juga indera perasa, terletak pada lidah, fungsinya
meneruskan informasi tentang rasa (manis, asam, pahit,dan lain-lain) dan tektur di
mulut (kasar, halus, dan lain-lain).
5. Kulit (Tactile) Taktil adalah indera peraba. Terletak pada kulit dan sebagian dari
selaput lendir. Bayi yang baru lahir, menerima informasi untuk pertama kalinya
melalui indera peraba ini.
6. Otot dan persendian (Proprioceptive) Proprioseptif merupakan sensasi yang
berasal dari dalam tubuh manusia, yaitu terdapat pada sendi, otot, ligamen dan
reseptor yang berhubungan dengan tulang. Input proprioseptif ini menyampaikan
informasi ke otak tentang kapan dan bagaimana otot berkontraksi (contracting)
atau meregang (stretching), serta bagaimana sendi dibengkokkan (bending),
diperpanjang (extending), ditarik (being pull) atau ditekan (compressed). Melalui
informasi ini, individu dapat mengetahui dan mengenal bagian tubuhnya dan
bagaimana bagian tubuh tersebut bergerak.
7. Keseimbangan / balance (Vestibular) Sistem vestibular disebut juga “business
center”, karena semua sistem sensorik berkaitan dengan sistem ini. Sistem
vestibular ini terletak pada labyrinth di dalam telinga bagian tengah. Fungsinya
meneruskan informasi mengenai gerakan dan gravitasi. Sistem ini sangat
mempengaruhi gerakan kepala dalam hubungannya dengan gravitasi dan gerakan
cepat atau lambat, gerakan bola mata (okulomotor), tingkat kewaspadaan dan
emosi.

C. Nilai-Nilai Normal
Resepsi dan persepsi sensori adalah dua komponen dari proses sensori, yang
keduanya dikontrol oleh sistem saraf. Normalnya sistem saraf dapat menerima ratusan
stimulus. Diawali oleh stimulus yang memacu receptor sensori, stimulus kemudian
akan diteruskan oleh neuron sensori I kepada sistem saraf pusat. Dari spinal cord atau
batang otak, impuls kemudian diteruskan oleh neuron sensori II kepada thalamus.
Disini neuron sinaps dengan neuron sensori III bertemu dan menghantarkan impuls
dari thalamus ke area somatosensori dari postcentral gyrus lobus parietal otak, yang
juga disebut dengan area sensori primer. Segera setelah itu, jaras sensori mulai
berproses dan meneruskan sensasi dari sisi yang berlawanan dari tubuh. Biasanya
proses tersebut terjadi pada tingkat neur Biasanya proses tersebut terjadi pada tingkat
neuron sensori II.
Kesadaran terhadap stimulus terletak pada korteks serebri, dimana stimulus
dipersepsikan dan diinterpretasikan. Untuk dapat menerima dan menginterpretasikan
stimulus, otak harus terjaga. Reticular activating system (RAS) pada batang otak
berperan dalam menyalurkan mekanisme desakan (arousal). Tingkat aktivitas dari
RAS tergantung dari besarnya stimulus sensori yang diterima. Nyeri, dapat
meningkatkan aktivitas RAS. Setelah stimulus ditangkap oleh RAS kemudian
diteruskan ke korteks serebri. Peran dari korteks adalah memproses,
menginterpresikan, menggunakan dan menyimpan data yang masuk dan
mengorganisasikannya. Peran dari thalamus adalah pusat distribusi sinyal dan sinyal
kembali dan selanjutnya diantara korteks serebri dan thalamus.
Area lainnya yang dapat menggambarkan aktivitas penting aktivitas penting di
otak adalah reticular inhibitory area (RIA) yang berlokasi pada medulla. Area ini dapat
menurunkan jumlah sinyal nervus yang sedang turun pada spinal cord ke otot dan
menurunkan aktivitas yang lebih tinggi dari pusat otak. Otak mempunyai kapasitas
adaptasi terhadap stimulus sensori.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


1. Usia
a. Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori. Jalur sarafnya masih belum
matang.
b. Pengelihatan berubah selama usia dewasa mencakup presbiopia (ketidak
mampuan memfokuskan pada objek dekat) dan kebutuhan kaca mata baca
(biasanya terjadi dari usia 40-50)
c. Pendengaran berubah, yang dimulai pada usia 30, yang termasuk penurunan
ket penurunan ketajaman pendengaran, pendengaran, kejelasan kejelasan
bicara, bicara, perbedaan perbedaan pola tinggi suara, dan ambang
pendengaran. Tinitus sering kali menyertai hilangnya pendengaran sebagai
efek samping obat. Lansia mendengar suara pola rendah dengan baik tetapi
mempunyai kesulitan mendengar percakapan dengan latar belakang yg berisik.
d. Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonal (F,S,TH, CH). Suara bicara
bergetar, dan terdapat perpanjangan persepsi dan reaksi bicra.
e. Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan dalam jumlah ujung
saraf pengecap dalam tahun terakhir dan penurunan serabut saraf olfaktori pd
usia 50. Penurunan diskriminasi rasa dan sensifitas terhadap bau adalah umum.
f. Proprioseptif berubah setelah usia 60 termasuk kesulitan dengan
keseimbangan, orientasi mengenal tempat, dan koordinasi
g. Lansia mengalami perubahan laktil, termasuk perubahan sensitivitas
terhadapnyeri, tekanan, dan suhu
2. Medikasi
Beberapa anti biotika (misalnya : streptomosin dan gentamisin) adalah ototoksik
dan secara permanen dapat merusak saraf pendengaran ; kloramfenikol dapat
mengiritasi saraf optik. Obat-obat analgesic narkotik, sedative, dan anti depresan
dapat mengubah persepsi stimulus.
3. Lingkungan
Stimulus lingkungan yang berlebihan (misalnya : peralatan yang bisik dan
percakapan staf didalam unit perawatan intensif ) dapat menghasilkan beban
sensori yang berlebihan, ditandai dengan kebingungan, disorientasi, dan ketidak
mampuan membuat keputusan. Stimulus lingkungan yang terbatas (misalnya :
dengan isolasi) dapat mengarah kepada deprivasi sensori. Kualitas lingkungan
yang buruk (misalnya penerangan yang buruk, lorong yang sempit, latar belakang
yang bising ) dapat memperburuk kerusakan sensori.
4. Tingkat Kenyamanan
Nyeri dan kelelahan mengubah cara seseorang berpersepsi dan bereaksi bereaksi
terhadap stimulus.
5. Penyakit yang Ada Sebelumnya
Penyakit vascular perifer dapat menyebabkan penurunan sensasi pada ektremitas
dan kerusakan kognisi. Diabetes kronik dapat mengarah pada penurunan
pengelihatan, kebutaan atau neuropati perifer. Stroke sering menimbulkan
kehilangan kemampuan bicara. Beberapa kerusakan neurologi dapat merusak
fungsi motorik dan penerimaan sensori.
6. Merokok
Pengunaan tembakau yang kronik dapat menyebabkan atropi ujung-ujung saraf
pengecap, mengurang persepsi rasa.
7. Tingkat kebisingan
Pemaparan yang konstan pada tingkat kebisingan yang tinggi (misalnya pada
lokasi pekerjaan konstruksi) konstruksi) dapat menyebabkan
kehilangan pendengaran.
8. Intubasi endotrakea
Kehilangan kemampuan bicara sementara akibat pemasukan selang endotrakea
melalui mulut atau hidung kedalam trakea. (Perry&Potter, 2005)

E. Jenis Gangguan
1. Pada klien dengan gangguan sensoris pendengaran :
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling
sering digunakan ialah media visual. Kl visual. Klien menangkap pesan bukan dari
suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan
bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam
melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap
oleh indra visualnya. Berikut adalah teknik-teknik komunikasi yang dapat
digunakan klien dengan gangguan pendengaran :
a. Orientasikan kehadiran anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan
diri di depan klien
b. Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan klien membaca gerak bibir anda.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan klien dan pertahankan sikap
tubuh dan mimik wajah yang lazim ang lazim
d. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu
(permen karet)
e. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana dan wajar
f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan
pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
2. Klien dengan gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal.,
kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta
kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi
antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan
penurunan visual hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi
sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi
yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena
fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat
ditransfer melalui indra yang lain.
Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan
klien yang mengalami gangguan penglihatan :
a. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami
kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat
ketika anda berada didekatnya.
b. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
c. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda
memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
d. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum
melakukan sentuhan pada klien.
e. Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya / memutus
komunikasi.
f. Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
g. Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan /
ruangan yang baru.
3. Klien dengan gangguan wicara
Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran
supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan ditangkap dengan benar. Klien
yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar. Pada saat
berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal berikut perlu
diperhatikan :
a. Perhatikan mimik dan gerak bibir klien
b. Memperjelas kata – kata yang diucapkan kien dengan mengulang kembali.
c. Batasi topik pembicaraan.
d. Suasana rilek dan pelan.
e. Bila perlu gunakan bahasa tulisan / Simbol.

4. Klien gangguan kematangan kognitif


Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan kematangan kognitif, antara
lain akibat penyakit : retardasi mental, sindrom down ataupun situasi sosial, misal.,
pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan sebagainya. Dalam
berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kematangan, sebaiknya
anda memperhatikan prinsip komunikasi bahwa komunikasi dilakukan dengan
pendekatan komunikasi efektif, yaitu mengikuti kaidah sesuai kemampuan audiens
( capability of audience ) sehingga komunikasi dapat berlangsung lebih efektif.
Teknik-teknik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kognitif :
a. Bicara dengan tema yang jelas dan terbatas
b. Hindari penggunaan istilah, Gunakan kata pengganti yang mudah dimengerti,
Gambar, Simbol.
c. Nada bicara yang relatif datar dan pelan
d. Bila perlu lakukan pengulangan, tanyakan kembali pesan untuk memastikan
maksud pesan sudah diterima.
e. Hati – hati dalam komunikasi non verbal, dapat menimbulkan interpretasi
yang beda pada klien.

5. Klien tidak sadar


Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik klien mengalami
penurunan sehingga sering kali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan
klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut. Keadaan tidak sadar dapat
terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma otak yang berat, syok, pingsan,
kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan berat yang terkait dengan penyakit
tertentu. Sering kali timbul pernyataan tentang perlu tidaknya perawat
berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kesadaran diri ini.
Bagaimanapun, secara etika penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan
mengharuskan penerapan komunikasi pada klien dengan gangguan kesadaran.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan kesadaran, hal-hal
berikut perlu diperhatikan :
a. Berhati – hati ketika menggunakan pembicaraan verbal dekat kien,ada
pendapat bahwa organ pendengaran adalah organ terakhir yang mengalami
penurunan penerimaan rangsang individu yang tidak sadar. Klien dapat
mendengar suara dari lingkunganya walaupun ia tidak bisa meresponya.
b. Ucapkan kalimat dengan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang
kita sampaikan didekat klien.
c. Ucapkan kata- kata sebelum menyentuh klien, Sentuhan merupakan
komunikasi yang efektif pada klien gangguan kesadaran.
6. Klien Hallusinasi
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar untuk
berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus mempunyai kesadran
yang tinggi agar dapat mengenal, menerima, dan mengevaluasi perasaan sendiri
sehingga dapat menggunakan dirinya secara teraupetik. Dalam berkomunikasi
dengan klien yang mengalami halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati,
terbuka dan selalu memberi penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga
menyangkal halusinasi yang klien alami.
Berikut tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan halusinasi
:
a. Salam, Sapa klien dengan ramah, panggil nama klien, jujur / tepat janji,
empati dan menghargai. ( BHSP).
b. Diskusikan hasil observasi klien, tanpa menyangkal, menyokong halusinasinya
(Validasi persepsi sensoris klien)
c. Hadirkan realita, kontak yang singkat dan sering, topik yang singkat
(Menghadirkan realitas)
d. Terima hallusinasi kien sinasi kien dengan “Saya percaya anda mendengar sua
dengan “Saya percaya anda mendengar suara itu, saya sendiri tidak
mendengar“, Dorong untuk mengungkapkan perasaan perasaan dengan
tenang, tenang, perawat perawat hangat, hangat, empati dan kalem.
(Menurunkan anxietas klien) 5) Hati – hati, Space ( melindungi klien dan
orang lain dari bahaya.

F. Pengkajian
Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko perubahan sensori maka
perawat mempertimbang maka semua factor yang mempengaruhi fungsi sensori
khususnya factor usia. Perawat mengumpulkan riwayat yang juga mengkaji status
sensori klien saat ini dan tingkat dengan defisit sensori mempengaruhi gaya hidup
klien, penyesuaian psikososial, kemampuan perawatan diri, dan keamanan.
Pengkajian harus juga berfokus pada kualitas dan kuantitas stimulus lingkungan.
Hal-hal penting selama pengkajian dalam sistem sensori -persepsi:
1. Biodata
2. Kebiasaan promosi kesehatan, misal: kebiasaan membersihkan mata/telinga,
aktivitas rekreasi, kebiasaan dalam bekerja misalnya orang yang bekerja dalam
suatu keadaan yang terdapat kemungkinan terjadi cedera mata, misalnya terpapar
zat kimia, pengelasan, penggosokan gelas atau batuan.
3. Orang yang berisiko: lansia, jenis pekerjaan, gangguan jiwa.
4. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Perawat mengkaji kemampuan
fungsional klien di lingkungan rumah mereka maupun dalam pelayanan kesehatan.
Meliputi aktivitas makan, berpakaian, perawatan diri dan berdandan.
5. Lingkungan, terkait dengan kondisi bahaya, mis: tangga, kran air panas/dingin
yang tidak bertanda, panas/dingin yang tidak bertanda, lantai yang licin, benda
tajam n, benda tajam
6. Status mental, meliputi:
a. penampilan dan perilaku fisik
1) aktifitas motorik
2) postur
3) ekspresi wajah
4) kebersihan
b. kemampuan kognitif
a) tingkat kesadaran
b) alasan abstrak
c) kalkulasi
d) perhatian
e) penilaian
f) kemampuan untuk melakukan percakapan
g) kemampuan untuk membaca, menulis, dan mengkopi gambar
h) memori yang baru dan mengingat memori
c. stabilitas emosional
a) agitasi, euforia, iritabilitas, tidak ada harapan atau suasana hati yang
melebar
b) halusinasi, auditori, visual, dan taktil
c) ilusi
d) delusi
7. Pemeriksaan fisik pada panca indera
Untuk mengidentifikasi deficit sensosri, perawat mengkaji penglihatan,
pendengaran, olfaksi, rasa dan kemampuan untuk membedakan cahaya, sentuhan,
temperature, nyeri dan posisi.
a. Penglihatan
1) Minta pasien untuk membaca koran atau majalah.
2) Ukur ketajaman visual dengan grafik snellen chart
3) Kaji ukuran pupil dan akomodasi terhadap sinar
4) Minta pasien mengidentifikasi warna pada grafik berwarna atau crayon.
b. Pendengaran
1) Lakukan tes suara bisik atau garpu tala
2) Kaji persepsi klien kemampuan pendengaran dan riwayat tinnitus.
3) Observasi pasien yang berbincang-bincang dengan orang lain
4) Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran pendengaran
c. Sentuhan
1) Kaji kesensitifan klien terhadap sentuhan cahaya atau temperature
2) Periksa kemampuan klien untuk membedakan antara stimulus tajam
dengan stimulus penuh
3) Kaji apakah klien dapat membedakan objek ditangan dengan mata tertutup
4) Tanya apakah klien merasakan sensasi yang tidak seperti biasanya
d. Penciuman
Minta klien untuk menutup matanya dan identifikasi beberapa bau yang tidak
mengiritasi seperti kopi, vanilla,dll.
e. Rasa
1) Minta klien untuk mencotohkan dan membedakan rasa yang berbeda
misalnya lemon, gula, garam.
2) Tanya klien jika terjadi perubahan berat badan akhir-akhir ini
f. Indra posisi
Lakukan tes konvensional untuk keseimbangan dan indra posisi

G. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori (spesifik: visual, auditori, kinestetik, gustatori, taktil
dan olfaktori)
2. Gangguan memori
3. Risiko jatuh

H. Intervensi Keperawatan
NO SDKI SIKI SLKI
1 Gangguan persepsi Persepsi Sensori Minimalisasi Rangsangan
sensori (D.0085) (L.09083) Tindakan :
Definisi : Perubahan Definisi : persepsi Observasi
persepsi terhadap realitas terhadap stimulus - Periksa status mental, status
stimulus baik internal baik internal maupun sensori, dan tingkat kenyamanan
maupun eksternal yang eksternal - Batasi stimulus lingkungan
disertai dengan respon Ekspektasi : membaik - Jadwalkan aktivitas harian dan
yang berkurang, Kriteria Hasil : waktu istirahat
berlebihan dan 10. Verbalisasi - Kombinasikan prosedur/tindakan
terdistorsi. mendengar dalam satu waktu, sesuai
bisikan kebutuhan
menmbaik Edukasi
11. Verbalisasi - Ajarkan cara meminimalisasi
melihat stimulus (mis. Mengatur
bayangan pencahayaan ruangan,
menmbaik mengurangi kebisingan,
12. Verbalisasi membatasi kunjungan)
merasakan Kolaborasi
sesuatu memlaui - Kolaborasi dlaam meminimalkan
indra perabaan prosedur/tindakan
menmbaik - Kolaborasi pemberian obat yang
13. Verbalisasi mempengaruhi persepsi stimulus
merasakan
sesuatu memlaui Manajemen Halusinasi
indra penciuman Tindakan :
menmbaik Observasi
14. Verbalisasi - Monitor perilaku yang
merasakan mengindikasi halusinasi
sesuatu memlaui - Monitor dan sesuaikan tingakat
indra aktivitas dan stimulus
pengecapan lingkungan
menmbaik - Monitor isi halusinasi
15. Distorsi sensori Terapeutik
membaik - Pertahankan lingkungan yang
16. Perilaku aman
halusinasi - Lakukan tindakan keselamatan
membaik ketika tidak dapat mengintrol
17. Respons sesuai perilaku
stimulus - Diskusikan perasaan dan respons
membaik terhadap halusinasi
- Hindari perdebatan tentang
validitas halusinasi
Edukasi
- Ajarkan memonitori sendiri
situasi terjadinya halusinasi
- anjurkan bicara pada orang yang
dipercaya untuk memberi
dukungan dan umpan balik
korektif terhadap halusinasi
- anjurkan melakukan distraksi
- ajarkan pasien dan keluarga cara
mengontrol halusinasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan antiansietas, jika
perlu
2 Gangguan memori Memori (L.09079) Latihan memori
(D.0062) Definisi : Kemampuan Tindakan :
Definisi : mengingat beberapa Observasi
ketidakmampuan informasi atau perilaku - Identifikasi maslaah memori
mengingat beberapa Ekspektasi : meningkat yang dialami
informasi atau perilaku Kriteria Hasil : - Identifikasi kesalahan terhadap
8. Verbalisasi orientasi
kemampuan - Monitori perilaku dan perubahan
mempelajari hal memori selama terapi
baru meningkat Terapeutik
9. Verbalisasi - Rencanakan metode engajar
kemampuan sesuai kemampuan pasien
mengingat - Stimulasi memori dengan
informasi factual mengulang pikiran yang terakhir
meningkat kali diucapkan
10. Verbalisasi - Koreksi kesalah orientasi
kemampuan - Fasilitasi mengingat kembali
mengingat pengalaman masa lalu
perilaku tertentu - Fasilitasi tugas pembelajran
yang pernah - Fasilitasi kemampuan
dilakukan konsentrasi
meningkat - Stimulasi menggunakan memori
11. Verbalisasi pada peristiwa yang baru terjadi
kemampuan Edukasi
mengingat - Jelaskan tujuan dan prosedur
peristiwa tindakan
meningkat - Ajarkan Teknik memori yang
12. Verbalisasi tepat
pengalamn lupa Kolaborasi
menurun - Rujuk pada terapi okupasi
3 Resiko Jatuh Tingkat jatuh (L.14138) Pencegahan Jatuh
(D.0143) Definisi : Derajat jatuh Tindakan :
Definisi : beresiko berdasarkan observasi Observasi
mengalami kerusakan atau sumber informasi - Identifikasi faktor resiko jatuh
fisik dan gangguan Ekspektasi : menurun - Identifikasi resiko jatuh
kesehatan akbiat Kriteria Hasil : setidaknya sekali setiap shift atau
terjatuh 4. Jatih dari tempat sesuai dengan kebijakan institusi
tisur menurun - Identifikasi faktor lingkungan
5. Jatuh saat berdiri yang meningkatkan resiko jatuh
menurun - Hitung resiko jatuh dengan
6. Jatuh saat duduk menggunakan skala
menurun - Monitori kemampuan berpindah
7. Jatuh saat dari tempat tidur ke kursi roda
berjalan dan sebaliknya
menurun Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
- Pasang handrail makanis pada
posisi terendah
- Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari nurse
station
- Gunakan alat bantu jalan
- Dekatkan bel pemanggil dalam
jakauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki
yang tidak licin
- Anjurkan berkosentrasiuntuk
menjaga keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkatakan
keseimbangan saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat
Daftar Pustaka

Ellis, Janice, Elizabth A. Noulis. 1994. Nursing Human Need Approach 5th
Edition. Philadelpia: J.B. Lippincoot Company.

DeLaune S.C., Patricia K.L 2002. Fundamental of Nursing:Standars and


Practice. USA: Delmar

Kozier & Erb’s. 2008. Fundamental of Nursing, Concept, Process, and Pratice.
Pearson: Prentice Hall: New Jarsey.

LeMone, Priscilla, Karen M. Burke. 1996. Medical-Surgical Nursing: Critical


Thinking in Client Care. Canada: Addison-Wesley Nursing.

North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnoses:


Defenition & Classification 2007-2008. Philadelphia.

You might also like