You are on page 1of 14

DI BAWAH SENJA DAN

MENTARI
By : Gagah Abimanyu Suhendra

KANZAKI IORI
12 MIA I
Di Bawah Senja Dan Mentari
Sinopsis
Pada suatu ketika seorang anak terlahir di Malang dengan
kondisi fisik yang biasa saja, perjalanan seorang anak
bernama Gagah Abimanyu Suhendra atau biasa dikenal
dengan Deva yang melalui berbagai pahit, manis serta
pilunya kehidupan semenjak dia dilahirkan hingga
beranjak kelas 3 SMA, pengalaman seperti apa sajakah
yang akan dia lalui?

Daftar Isi

Chapter 1 : Awal mula Kisah

Chapter 2 : Pilu yang Kurasakan

Chapter 3 : Terbukanya Lembaran Baru

Chapter 4 : Perjuangan yang tiada habisnya

Chapter 5 : Pandemi yang Melanda

Chapter 6 : Kelulusan dan Kenangan Indah

Chapter 7 : Tahun Pertama sekolah

Chapter 8 : Kebahagian Jomblo

Chapter 9 : Kenaikan Kelas

Chapter 10: Usaha Seorang Kakel

Chapter 11:
Chapter 1

P ada hari rabu di malam yang dingin, seorang bayi laki-laki terlahir di
sebuah Rumah Sakit Umum yang terletak di kota Malang Jawa Timur. Bayi
tersebut adalah diriku yang diberi nama Gagah Abimanyu Suhendra. Tangis
Bahagia dari ibuku yang bernama Endah Sri Rahayu dan Ayahku yang
Mendampingi nya, melihat tubuh mungil dan wajah imutku ini membuat kedua
orang tua ku sangat bahagia, mungkin inikah yang disebut sebagai “Lahirnya
Harapan baru Keluarga”? Dua tahun berlalu setelah hari kelahiranku, bertepatan
dengan itu, hari ini adalah ulang tahunku dan kami sedang merayakannya.
beberapa orang hadir di acara ulang tahun ku yang ke dua ini akan tetapi hanya
kakek dari keluarga ayahku saja yang tidak hadir pada saat itu, dikarenakan
beberapa waktu setelah kelahiranku itu adalah waktu kematian dari kakek
dikeluarga ayahku, kakekku tersebut dikenal sebagai bapak Mistam. Orang yang
begitu menyayangiku dimana aku adalah cucu satu-satunya dari anak
kandungnya yaitu ayahku. Sudah berlalu satu setengah tahun sejak kematian
kakekku, jujur saja aku ingin sekali bertemu dengan kakekku yang tegas itu,
akan tetapi itu semua sudah berlalu dan aku hanya ingin menjalani hidupku di
dunia ini sebaik mungkin.
Tak terasa telah lewat 9 tahun setelah ulang tahunku yang ke dua dan tahun ini
diriku telah berumur 11 tahun. Seperti yang orang bilang, ini sudah masuk masa
pubertas awalku, beberapa tahun telah kulewati dengan kesenangan sekarang
adalah awal dari kesengsaraan atas segalanya. Tidak berselang lama setelah
pendaftaran pada sekolah menengah pertama, aku pun di terima di salah satu
SMP yang lumayan terkenal di kecamatan Poncokusumo, SMP N 2
Poncokusumo. Yup, ini adalah sekolah impianku sejak SD, salah satu sekolah
terkemuka di sekitar sini. Singkat cerita, hari pertamaku sekolah tidak sedikit
orang yang menatapku dengan tatapan yang lumayan aneh. Tapi yang paling
aneh adalah tatapan dari teman-teman yang bersamaku sejak SD. Mereka
menatapku sedikit aneh, mungkin karena aku merubah penampilanku? Tapi
tidak mungkin, harusnya penampilanku tak seaneh itu atau mungkinkah cara
berjalanku? Itu yang kupikirkan sebelum diriku sadar bahwa aku sedang
berjalan beriringan dengan teman masa kecil ku yang cantik jelita, dengan
rambut hitam indah terikat kebelakang dengan gaya ponytail nya, sesaat ketika
aku meliriknya, gadis itu melirikku balik dengan tatapan menggoda dengan
sedikit nuansa candaan.
“Kenapa Dev?” ucapnya bertanya sambil memiringkan kepalanya dengan
memasang wajah menggodanya akan tetapi masih meninggalkan kesan imut di
wajah miliknya. “Nggak, gak kenapa-napa kok.” Ucapku membalasnya dengan
senyuman lembut di wajahku dan tanpa kusadari wajahnya sedikit memerah
setelah melihat seringai di wajahku. “ohh, begitu?” ucapnya sedikit cemberut
sambil berjalan mendahuluiku menuju ruang kelas, entah karena apa tapi aku
merasa sepertinya aku sedikit membuatnya kesal. Sejenak aku terlelap dalam
pikiranku sembari berjalan menuju ruang kelas untuk menyusul gadis yang
merupakan teman masa kecilku itu. Gadis itu bernama Sahara Carolina Putri,
gadis manis berkulit kuning langsat terang dan memiliki sedikit nuansa
“Perempuan dewasa”, jujur perempuan seperti itu merupakan tipe ku.
Sejenak ku terpikirkan akan hal itu, tiba-tiba seseorang memukul punggungku
dengan kencang. “uy bro, ngelamun bae, lagi mikirin Sahara lagi ya?” aku yang
masih menahan rasa panas di punggungku pun menjawabnya dengan sedikit
kesal “lu kira gw apaan? Stalker?”, lelaki itu pun tertawa mendengar cibiranku
yang sedang kesal. Lelaki yang baru saja menyapaku adalah Adityo Suhendrik,
seorang lelaki yang memiliki tenaga tanpa batas sesuai dengan tubuhnya,
berbeda denganku yang biasa-biasa saja, Adityo lumayan terkenal dikalangan
anak sekolah sebagai preman sekolah dan memiliki proporsi tubuh yang ideal,
sedangkan diriku hanyalah seorang kutu buku akut dan hanya memiliki tubuh
kurus (kelihatannya). Walaupun Adit lumayan populer, diriku pun juga tak kalah
populer seperti teman-teman masa kecilku yang lain, selain mendapat nilai
sempurna pada saat ujian masuk, diriku juga mendapat predikat sebagai seorang
siswa baru teladan yang taat dan dipuji oleh kebanyakan guru. Ya, ini adalah
kekuatan orang dalam secara tidak langsung. Beberapa saat aku berjalan
Bersama Adit yang jahil ini, akhirnya kami telah sampai didepan kelas kami,
sekilas aku menyapa teman-temanku dengan lambaian tangan tetapi tiada yang
menghiraukan. ‘Seperti biasa’ adalah kalimat yang akan kuucapkan jika
kesabaranku setipis tisu. jujur saja aku sangat membenci teman sekelasku
sendiri, sifat dan kelakuan mereka bila perlu kusebut dengan kasar, aku akan
menyebut mereka manusia purba tanpa akal sehat. Tak perlu ku jelaskan kenapa
aku mendeskripsikan mereka seperti itu, singkat cerita diriku yang tak
menghiraukan mereka memutuskan untuk pergi menuju ke tempat dudukku
yang secara kebetulan sebangku dengan Sahara, gadis menawan itu menyapaku
dengan senyuman lembutnya, tak lupa dengan gaya sedikit menggoda
kepadaku. Mungkin karena aku sudah terbiasa dengan sikapnya sehingga aku
tak terlalu kaku lagi ketika sedang berhadapan dengannya. “Kenapa Ra? Kok
ngeliatnya gitu amat?” ucapku bertanya. “Gpp kok, cuman pengen ngeliat kamu
doang.” Ucapnya sembari memiringkan kepalanya dan tersenyum, aku yang
menghela nafas pun langsung duduk di kursi ku.
Tak lama berlalu jam pelajaran pertama pun di mulai dan aku pun merasa
bersemangat karena mapel pertama adalah IPA, dan guru yang mengajar adalah
guru favoritku, pak Cipto Waluyo. Sungguh kombinasi yang sempurna dalam
pelajaran ini, pembelajaran mapel sejuta umat ditambah guru tegas dengan
penampilannya bak professor terkenal. Sudah berlalu beberapa jam hingga
akhirnya telah tiba waktunya pulang, aku yang sedang membereskan buku dan
peralatan lainnya menyadari ada sebuah kertas kecil yang terselip di salah satu
buku pelajaran milikku. Dalam kertas tertuliskan “Langsung ke halaman
belakang kelas kalo udah selesai beres-beres, aku tungguin.” Seperti yang aku
duga ini surat dari seseorang, tapi siapa? dan apa tujuannya?.
Tanpa berpikir panjang aku pun langsung pergi ke halaman belakang kelas dan
menemui Sahara yang telah menunggu ku sembari bersandar di dinding. “udah
nungguin berapa lama?” ucapku menyapanya, “gak lama kok, cuman beberapa
menit.” Jawabnya dengan sedikit senyuman. Aku pun langsung menanyakan
tujuannya memanggilku “jadi? kenapa pake surat?” dia melihatku dan
tersenyum lalu berkata “emangnya gak boleh ya?” “bukannya gak boleh sih,
cuman agak repot kalo menurutku.” jawabku. “ohh, jadi aku merepotkan ya?”
ujarnya sedikit cemberut, aku yang melihatnya pun segera merasa bahwa
dirinya yang sekarang lebih imut dari biasanya. Sesaat aku terlelap dalam
pikiranku tiba-tiba dia pun berkata “Aku suka sama kamu dev.” Seketika waktu
terasa terhenti, pikiranku mulai kosong dan aku terdiam beberapa saat sebelum
kemudian aku bertanya kepadanya “kenapa aku?” itulah yang pertama kali
kupikirkan, karena meskipun aku adalah teman sebangkunya sejak SD, aku
hanyalah anak culun pendiam yang tak punya bakat apapun selain bela diri.
Harusnya bukan diriku yang cocok berdampingan dengannya melainkan Adit,
sahabat baikku, terlebih adit merupakan anggota tim basket di sekolah dan
merupakan anggota baru paling berbakat, dibandingkan diriku, aku bukanlah
apa-apa. “kalo ditanya kenapa ya, karena aku udah suka sama kamu sejak lama,
lebih tepatnya sejak SD.” Aku yang terheran pun hanya bisa menatapnya
bingung, dia tak menyebutkan alasan mengapa dia menyukaiku dan bagaimana
bisa dia menyukaiku, sebenarnya kedua hal tersebut memuat konteks yang sama
tetapi tetap tak dapat ku hilangkan dalam pikiranku. Akhirnya dengan berani
pun diriku menanyakan padanya. “kenapa bisa aku?” pertanyaan ku tersebut
berkesan sama seperti pertanyaan pertama akan tetapi memiliki maksud yang
lain, dan saat aku melihat Sahara melebarkan matanya sesaat bisa kuasumsikan
kalau dia paham apa maksud dari pertanyaan ku.
Tanpa basa-basi pun dia segera menjawab “Aku suka sifat pendiam sama
keseriusan kamu, aku suka ngeliatin mata kamu pas kamu lagi serius latihan,
aku suka senyuman kamu saat kamu dengan antusias selesai ngerjain tugas
kamu sampai selesai.” Semua kata-katanya menunjukkan ketertarikannya yang
mendalam terhadapku, semua kata demi kata pun dia ucapkan berkali-kali, akan
tetapi kalimat terakhirnya pun membuatku tercengang. “aku suka sekali sama
kamu saat kamu selalu bicara sama aku walaupun aku nyusahin kamu terus.”
Kalimat yang dia ucapkan diakhir sembari meneteskan air dari mata indah
miliknya, itu adalah kalimat yang benar-benar meyakinkanku bahwa dia
memang menyukaiku sedalam itu dan membuatku sadar betapa bodohnya diriku
telah menolak untuk menyukai gadis cantik yang ternyata balik menyukaiku.
Diriku yang bodoh dan tidak peka, sembari memikirkan hal itu, aku aku pun
melihat matanya lagi dan tersenyum sebelum kemudian mendekapnya erat
dalam pelukanku, dalam pelukanku tangisan miliknya yang tertahan pun
seketika pecah dan dia pun menangis dengan kencang dalam pelukanku.
Beberapa menit berlalu, dan suara tangisannya pun mereda, “udah selesai
nangisnya?” tanyaku kepadanya saat dia masih berada dalam pelukanku, “iya,
udah ga apa-apa kok.” Jawabnya dengan lembut, sekilas aku melihat senyuman
miliknya saat sebelum dia membenamkan wajahnya di dadaku. Beberapa saat
setelah itu pun mulutku terbuka ingin mengatakan sesuatu, “Aku juga suka
sama kamu Ra.” Terkejut dirinya segera menatapku dengan wajah terkejut
dalam kondisi masih dalam pelukan ku, dalam momen itu sisa air mata yang
tersimpan pada Sahara kembali pecah dan tetesan air mata mulai terjatuh
bersamaan dengan senyuman yang terlukiskan di wajahnya.
Aku pun bertanya “Jadi? gimana nih?” dia menatap lurus ke arahku diiringi
dengan senyuman lembutnya dan berkata “Udah pasti dong, jadian lah.” Aku
segera memeluknya dengan erat sembari mengelus kepalanya dan berkata
lembut di dekat telinganya “Yakin mau?” dia pun segera cemberut dan
memukul pelan dadaku, sungguh momen yang indah. Tanpa sadar waktu sudah
menunjukkan pukul 14:35 sore, kami segera mengambil Kembali barang-barang
kami dan segera menuju ke gerbang sekolah sembari bergandengan tangan,
sesaat sebelum kami berdua ingin melewati gerbang depan segera pak satpam
menegur kami, entahlah apa sebenarnya profesi dari pak satpam tersebut,
faktanya adalah orang itu merupakan seorang guru sejarah untuk anak-anak
kelas 9 bernama pak kadir, kembali ke cerita, pak Kadir pun memanggil kami
berdua dan menanyakan sesuatu, “Kalian ngapain aja kok baru mau pulang?”
aku segera menjawab “gak ngapa-ngapain kok pak, cuman nanggung lagi
ngerjain tugas pkn dari bu Lisma.” “emangnya di suruh ngerjain apa?”
sahutnya, aku pun kemudian menjawab “tugasnya susah pak, di suruh bikin
analisis tentang materi bab 1 pak.” Sahara segera menyahut “Iya pak, susah loh
nulis laporan analisisnya.” Dengan alasan itu pun pak Kadir akhirnya menyerah
dan membiarkan kami pulang tanpa adanya kecurigaan.
Melewati gerbang segera Sahara meraih lenganku dan menggandengnya
dengan erat, aku yang tak berpengalaman pun hanya bisa menahan rasa maluku
karena ini merupakan kali pertamanya seorang gadis memegang tanganku.
Sejenak ku terdiam seketika aku melirik Sahara yang mukanya memerah seperti
tomat yang sudah matang, ternyata seperti yang ku duga, ekspresi malunya
sangat imut, dengan wajah yang memerah itu segera berkata “Y- yaudah, kita
pulang yok!” dengan imutnya dia segera menarikku untuk segera berjalan
beriringan dengannya. Singkat cerita kami pun berjalan pulang dengan keadaan
bergandengan tangan, aku merasakan tatapan dari berbagai arah mulai dari
anak-anak hingga orang dewasa, jika kau tanya kenapa? sudah pasti jawabannya
karena ada seorang gadis cantik yang sedang berjalan beriringan dengan lelaki
suram sepertiku, singkat cerita kami sudah sampai di depan rumah Sahara,
kebetulan rumahnya satu arah denganku dan kebetulan dia adalah teman masa
kecilku, jadi tidak aneh jika aku berjalan pulang bersamanya. Sesaat sebelum
Sahara memasuki rumahnya, dia dengan segera berlari ke arahku kemudian
memeluk sembari mencium pipiku lalu kembali masuk ke rumahnya. Aku tak
bisa berkata-kata untuk beberapa waktu setelahnya dan segera aku berlari
pulang, sesampainya diriku di rumah yang tampak sepi itu, aku segera
mengganti pakaianku kemudian segeralah diriku menyapu dan mengepel lantai
seisi rumah itu. Jika kau tanya kenapa aku melakukan itu? Karena itu
merupakan pekerjaan sehari-hariku untuk mengisi waktu luang dan karena ini
merupakan kewajibanku sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tua.
Selesai ku membersihkan seluruh ruangan yang ada di rumah tersebut segera
aku membersihkan tubuhku. Telah berlalu beberapa saat dan waktu
menunjukkan pukul 15:20 sore, setelah melihat jam itu aku kemudian bergegas
menyiapkan keperluan untuk silat, apalagi kalau bukan baju silat, sabuk beserta
tas, tak lupa aku membawa hp untuk berjaga-jaga jika ada panggilan darurat.
Tak berselang lama segeralah aku berangkat ke tempat latihan yang berjarak
lumayan jauh dengan berlari, tak terasa telah berlalu 14 menit aku berlari tanpa
henti, seperti itulah keseharianku.
Keseharian seperti itulah yang kujalani selama tiga tahun masa SMP, ada
beberapa momen seperti kencan, masalah keluarga besar dan sebagainya. Jalur
pahit yang kujalani serta kenangan manis ‘kan ku ceritakan sekarang.
TChapter 2
elah berlalu satu bulan penuh diriku berpacaran dengan Sahara dan melewati
banyak hal, dan akhirnya Anniversary pertama kami setelah satu bulan akan di
rayakan esok hari. Hari ini merupakan hari yang lumayan ku benci dikarenakan
hari kamis adalah hari dimana kami melakukan pembelajaran olahraga dan
anggota ekskul olahraga harus melakukan pertandingan persahabatan tiap akhir
sesi pengenalan materi. Kebetulan materi hari ini adalah basket yang merupakan
bidang keunggulanku akan lebih santai jika lawanku adalah anggota biasa yang
berada di kelas, akan tetapi lawanku kali ini adalah Reno dan Adit, kedua orang
itu adalah teman masa kecil yang sangat dekat denganku terlepas dari sifat dan
tingkah laku mereka. ‘Kali ini akan sulit’ pikirku saat pembagian masing-
masing tim telah di tentukan, ini adalah pertandingan three-on-three dimana tiap
tim berisikan tiga orang pemain, dan ini merupakan situasi yang sangat buruk
bagiku.
Pembagian tim telah selesai dilakukan dan kini waktunya ‘tuk memulai
permainan, kebetulan hanya ada dua tim yang bermain dan itu adalah timku dan
tim Reddit (Reno & Adit). Kami pun segera pergi ke lapangan untuk bermain
dan setelah bersiap-siap, peluit pun dibunyikan segera aku menangkap bola
yang tadinya di lambungkan ke atas
dengan lompatan yang cukup kuat akhirnya aku dapat menyentuh bola tersebut
dan segera melakukan three point shoot setelah kakiku memijak lantai lapangan.
Sungguh keberuntungan timku mendapatkan tiga poin pertama, sembari aku
menghela nafas, aku dapat melihat mata Reno yang menandakan dia akan
segera membalas poinku, yah, mau bagaimana lagi, kami bertiga telah bersaing
untuk menentukan siapa pemain basket terbaik di SMP selama satu bulan penuh
dan kini waktu penantian telah sampai pada akhirnya, waktunya bagiku
memperlihatkan kepada mereka siapa bosnya. Sesi pertama telah dilalui dengan
keunggulan masih dipegang oleh timku dengan perbedaan sembilan poin.
Sungguh tak masuk akal permainan pertama tersebut akan tetapi, semuanya
berubah ketika telah sampai pada sesi kedua, karena diriku kewalahan melawan
mereka berdua sekaligus sehingga sesi kedua terpaksa di akhiri dengan
perbedaan tiga poin dan keunggulan tim Reddit berada di atas kami sekarang,
ketika kami hampir putus asa Sahara pun datang kepadaku dengan membawa
satu botol air mineral yang di siapkannya khusus untukku.
“Semangat ya, jangan sampai kalah lawan mereka berdua.”
Ucapannya seketika membuatku lega, dan setelah aku beristirahat dengan
cukup akhirnya, kini tiba saatnya bagiku untuk mengeluarkan seluruh
kemampuanku. Break time pun berakhir dan segera sesi terakhir dimulai, segera
setelah peluit berbunyi kembali aku merebut bola dan melompat ke arah ring
dan segera melakukan dunk dengan bantuan rekan setimku yang membantu
membuat pijakan untukku melompat.
Selesai diriku mencetak skor dengan teknik tersebut, tiba-tiba aku mendengar
sorakan yang keluar dari teman-teman ku yang sedang menonton di lapangan
beserta siswa-siswi lain yang sedang berada di kelas mereka. Sadar bahwa aku
telah menjadi sorotan akhirnya aku meminta kepada guru kami untuk
mengakhiri permainan. Sungguh memalukan jika dilihat oleh siswa-siswa selain
teman sekelasku, singkat cerita jam pelajaran olahraga pun berakhir dengan
kemenangan di pegang oleh timku dan pertaruhannya pun jatuh kepadaku, aku
memegang kemenangan atas kompetisi kami bertiga. yup, dengan wajah kesal
pun mereka mendatangiku dan bercanda seperti biasanya denganku.
Tak berselang lama akhirnya telah tiba waktu untuk pulang, dan aku masih
memikirkan untuk merayakan Anniversary ku dengan Sahara akan seperti apa,
‘haruskah aku mengajaknya jalan-jalan ke pantai?’ itu yang tersirat dalam
pikiranku sebelum telinga ku yang tajam mendengarkan pembicaraan para gadis
di kelas yang membahas kemana mereka ingin jalan-jalan nantinya saat hari
minggu, kebetulan besok adalah hari minggu bertepatan dengan waktu mereka
akan liburan jadi, aku segera mendengarkan mereka untuk merancang kemana
aku dan Sahara akan pergi.
Beberapa saat setelah aku menguping pembicaraan mereka, segera aku
membuat rencana untuk kencan spesial kami berdua. Entah kenapa hari ini aku
tidak menemukan Sahara, ‘apakah dia pulang duluan?’ pikirku sebelum
kemudian aku segera melangkah pulang melalui gerbang utama, sesaat sebelum
aku melewati gerbang tersebut, pak Kadir segera memanggilku dan
menanyakan kabar hubunganku dengan Sahara. Tidak kaget bila semua orang di
sekolah tau kalau aku memacari Sahara, karena salah satu kebiasaannya yang
sering melakukan sesuatu tidak pada tempatnya. Ya, aku tidak salah sebut
memang itulah kebiasaannya. “Tumben cewekmu gak pulang bareng kamu
nak.” tanya pak Kadir, aku pun menjawab dengan sedikit lesu “gak tau juga pak,
tadi pagi dia masih ada, terus pas udh waktunya pulang, dia nya langsung hilang
pak gak tau kemana.” "kamu mau denger apa yang bapak liat apa enggak?"
Ujar pak Kadir yang seketika itu juga memberitahukan fakta yang lumayan
mengejutkan, bahwasanya Sahara dan Angga ternyata pulang bersama tepat
sebelum aku datang.
Sebenarnya tidak terlalu mengejutkan, aku sudah mengetahui hal itu bahkan
sebelum pak Kadir melihatnya sendiri. Faktanya, semua kata yang gadis itu
ungkapkan pada waktu itu, itu semua hanyalah sandiwara agar bisa
mendapatkan apa yang dia mau. Ya, itu semua demi keserakahannya akan ego
dan ketamakannya, pada masa puber, kebanyakan remaja akan lebih memilih
orang yang menarik bagi dirinya maupun orang lain, dengan kata lain mereka
menginginkan orang populer untuk mereka pacari, dan kebetulan aku salah
satu dari orang-orang yang menjadi targetnya. Segala hal di tentukan oleh
status sosial, itu semua untuk menginjak harga diri orang-orang normal lainnya.
Jika kau berada di atas, akan wajar bagi dirimu untuk menginjak-injak mereka
yang ada di bawahmu, itulah yang ada dalam benak mereka. Aku yang lemah
ini pun tak bisa berbuat apa-apa, hanya mengenakan topeng yang menutup
sosok asliku untuk mempertahankan diri.
"Terima kasih atas infonya pak, kalo gitu saya permisi dulu ya, pak." Ucapku
kepada pak Kadir sembari sedikit membungkuk, "Iya nak, semoga kamu bisa
dapat yang lebih baik lain kali." Tidak akan ada lain kali bagiku, singkat cerita
aku segera sampai di rumah dan melakukan kegiatan rutin ku tiap harinya.
Beres membersihkan badan aku segera menyiapkan pakaianku untuk latihan,
akan tetapi ada sesuatu yang aneh hari ini. Ayahku, telah pulang. Untuk
pertama kalinya aku membuka pintu setelah mendengar suara ketukan dari
pintu depan, dan setelah ku buka pintu tersebut, terlihat seorang pria paruh
baya yang memegang helm setelah bekerja membanting tulang demi mencari
nafkah. Ya, itu adalah ayahku, orang yang telah merawatku dari kecil hingga aku
sudah menjadi remaja pubertas yang entah kenapa masih perjaka.
"Assalamualaikum nak, maafin ayah yah udah pulang telat" ucap pria paruh
baya yang adalah ayahku itu dengan senyuman lembut di wajahnya, segera
setelah aku mendengar kalimat tersebut, aku memeluknya dengan erat dan
menangis dengan keras sehingga orang-orang di sekitar rumahku dapat
mendengar suara tangisan yang keluar dari mulutku.
Tak berselang lama segera aku menanyakan kepada ayahku "kenapa Ayah
pulang lebih cepat?" akan tetapi ayahku segera menjawab "ayah cuma pengen
menghabiskan waktu sama anak laki-laki ayah, emangnya gak boleh?" Sembari
tersenyum. Waktu seperti itu, tak akan pernah terlupakan selama hidupku.
Setelah makan malam bersama aku pun menceritakan banyak hal yang ku
pendam selama ini pada ayahku, mulai dari diriku mendapatkan seorang pacar
akan tetapi berujung selingkuh, keikutsertaan ku dalam mengikuti kejuaraan
nasional silat, serta permainanku dalam pertandingan antar sekolah pada
bidang basket. Segala hal ku ceritakan kepada ayahku itu hingga larut malam.
Keesokan harinya aku terbangun di pagi hari dan mendapatkan pesan dari
Sahara untuk bertemu di salah satu wisata alam yang lumayan terkenal di
wilayah kami, bedengan. Aku pun segera mengerti maksud dia mengajakku
bertemu untuk apa dan mengapa, segera aku meminta ijin kepada ayahku dan
berangkat menuju bedengan pagi hari itu juga. Tak berselang lama tibalah aku
di bedengan, di sana aku melihat Sahara juga baru saja sampai dibonceng
bersamaan dengan seorang lelaki yang seumuran denganku, saat ku teliti
motornya mirip dengan milik seseorang yang aku kenal, dan ketika helm nya di
lepas, ternyata benar saja, Angga adalah biang kerok dari semua ini.
Chapter 3

Sahara yang turun dari motor bersamaan dengan Angga segera menghampiriku
sembari bergandengan tangan. Aku yang sudah mengetahui segalanya tak
merasakan sensasi apapun saat melihat mereka. "Gimana?" Ucap wanita gila
itu, dengan wajah percaya dirinya itu. Aku hanya bersikap acuh tak acuh dan
berkata.....
"Terus? Kalian berharap apa mau nemuin gw di sini?"
Segera mereka terkejut karena tak dapat melihat ekspresi cemburu keluar dari
wajah ku, hanya ada wajah datar dengan mata yang menatap tajam ke arah
mereka, segera Angga memutus keheningan dengan berkata
"Dev, Sahara udah milih aku jadi aku mau kamu mengakhiri hubungan kamu
sama dia."
Itukah kata-kata yang patut di lontarkan kepada teman yang sudah berjuang
bersama sejak kecil? Aku tak menyangka dia telah jatuh sejauh ini untuk bisa
dimanipulasi oleh wanita itu. Aku ingin menyadarkannya akan tetapi aku tak
ingin merusak kebahagiaan nya dengan Sahara, setelah ku pertimbangkan
beberapa saat aku segera memberikan jawabanku "Yaudah, aku percayakan
Sahara ke kamu." Aku kemudian meninggalkan mereka yang masih tertegun
dengan jawabanku, secara acuh tak acuh aku pun kembali ke rumah
mengendarai motor sports kebanggaanku. Dalam perjalanan sudah kupastikan
bahwa aku merekam segalanya untuk menjadikannya sebagai bukti bahwa aku
telah menyerahkan Sahara kepada Angga tanpa adanya konflik. Akan kurelakan
hubunganku demi sahabat baikku itu, sesaat setelah sampai di rumah aku
segera pergi ke dapur untuk memasak, akan tetapi mataku melihat sesuatu
yang mengejutkan terjadi di dapur. Ayahku sedang memasak untuk makan
siang, itu sangat mengejutkan bagiku, sungguh rindunya diriku merasakan
suasana keluarga seperti ini, dengan segera aku menyalami Ayahku dan
membantunya memasak.
Hari berlalu dengan cepat, tak terasa telah berlalu setahun setelah kejadian
itu, hubungan antara aku dan Ayah pun kian membaik, atau lebih tepatnya
hubungan kami sebagai Ayah dan Anak pun semakin erat, mengenai kejadian
perselingkuhan Sahara dengan Angga sudah menjadi topik yang panas sejak
tahun lalu, karena aku memiliki bukti rekaman dari percakapan kami waktu itu
sehingga mereka berdua sangat waspada terhadapku. Yah, itu semua adalah
resiko yang harus mereka tanggung sendiri, sedangkan diriku...
"Sungguh hari yang cerah, kayaknya bakalan seru kalo aku ajak mereka
berenang, tapi kemana ya?"
Suasana hening pun seketika pecah setelah aku mendengar keributan yang
terjadi di kelas 8B, entah apa yang terjadi aku segera mengecek kelas tersebut,
setibanya aku di sana, diriku dikejutkan oleh Reno yang sedang berusaha
menghajar Angga, entah apa yang dia pikirkan aku segera melerai mereka
dengan cara yang sedikit kasar,

You might also like