You are on page 1of 1

HAK RETENSI

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu makna retensi adalah penyimpanan atau
penahanan.

Dalam hukum, hak retensi kerap dikaitkan dengan pemberian kuasa. Mengenai pemberian kuasa
diatur dalam Pasal 1792-1819 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Lebih jauh
bisa Anda simak dalam artikel Aturan Pemberian dan Penerimaan Kuasa dan Ciri dan Isi Surat
Kuasa Khusus.

Maksud dari hak retensi adalah hak dari penerima kuasa untuk menahan sesuatu yang menjadi
milik pemberi kuasa karena pemberi kuasa belum membayar kepada penerima kuasa hak
penerima kuasa yang timbul dari pemberian kuasa. Ketentuan mengenai hal ini dapat kita temui
dalam Pasal 1812 KUHPer:

“Penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya
hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat pemberian kuasa.”

Hak retensi ini dimiliki antara lain oleh advokat. Advokat yang menerima kuasa dari kliennya
memiliki hak retensi akibat dari pemberian kuasa tersebut. Apabila terdapat kewajiban, misalnya
pembayaran biaya jasa hukum, yang belum dipenuhi oleh kliennya, maka advokat dapat
menggunakan hak retensinya untuk menahan kepunyaan kliennya. Misal, advokat dapat
menahan berkas atau dokumen-dokumen perkara kliennya ketika honorariumnya belum
dibayarkan oleh klien.

Namun, perlu diperhatikan bahwa dalam Kode Etik Advokat disebutkan bahwa hak retensi
Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.

Jadi, hak retensi adalah hak dari penerima kuasa untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang
ada padanya sampai pemberi kuasa memenuhi kewajiban yang timbul dari pemberian kuasa.

Dasar hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(Burgerlijk Wetboek Staatsblad Nomor 23 Tahun


1847)

You might also like