You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Peradaban islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah.


Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan penerjemahan naskah
asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan
ilmu dan perpustakaan dan terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai
buah dari kebebasan berfikir. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil
dalam mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para
pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam.
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah
keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan
diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala
pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan Ibn
Muhammad (Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas.
Dengan jatuhnya negeri Syiria,berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama
dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Pada masa inilah masa kejayaan Islam yang
mengalami puncak keemasan pada masa itu berbagai kemajuan dalam segala bidang
mengalami peningkatan seperti bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sistem
pemerintahannya.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah?
2. Bagaimana perkembangan peradapan islam pada masa Daulah Abbasiyah?
3. Bagaimana perkembangan Ilmu Pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah?

C. Tujuan pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah
2. Untuk mengetahui perkembangan peradapan islam pada masa Daulah Abbasiyah
3. Untuk mengetahui perkembangan Ilmu Pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah

Tonggak berdirinya dinasti Bani Abbas, berawal sejak merapuhnya sistem internal dan
performance penguasa Bani Umayyah yang berujung pada keruntuhan dinasti Umayah di
Damaskus, maka upaya untuk menggantikannya dalam memimpin umat Islam adalah dari
kalangan bani Abbasiyah. Propaganda revolusi Abbasiyah ini banyak mendapat simpati
masyarakat terutama dari kalangan Syi’ah, karena bernuansa keagamaan, dan berjanji akan
menegakkan kembali keadilan seperti yang dipraktikkan oleh khulafaurrasyidin.
Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama salah seorang paman Nabi yang bernama
al-Abbas ibn Abd al-Muthalib ibn Hisyam. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibnu
Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al- Abbas. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari
pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang bani Hasyim
yang secara
nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayyah secara paksa
menguasai khilafah melalui tragedi perang Siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti
Abbasiyah, mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap
dinasti Umayyah. Di antara yang mempengaruhi berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah
adanya beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan
imperium bani Umayah yang notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian kelompok
diantaranya adalah kelompok Syiah dan Khawarij serta kaum Mawali (orang-orang yang baru
masuk islam yang mayoritas dari Persi). Di saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah
ke Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir,
Sudan, Syam,
Jazirah Arab, Iraq, Parsi sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya
interaksi intensif antara daerah satu dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan
proses asimilasi budaya dan peradaban setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi tren dan
style kehidupan bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-anak khalifah diberikan
les khusus supaya pintar dan cakap dalam mendendangkan suara mereka. Seniman-seniman
terkenal bermunculan, diantaranya Ibrahim bin Mahdi, Ibrahim al Mosuly dan anaknya Ishaq.
Lingkungan istana berubah dan dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari pakaian, makanan, dan
hadirnya pelayan-pelayan wanita.
Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan.
Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim
Administrasi dari tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari
bangsa Persia dan meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh
bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan agama Islam, Kristen,
dan Majusi.
Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi berdasarkan ras atau
kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan, menurut jarzid Zaidan, masyarakat Abbasiyah
terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari
khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan
panglima), Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya. petugas khusus,
tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama,
pujangga fukoha, saudagar dan penguasa buruh dan petani. Sebelum daulah Bani Abbasiyah
berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu
dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk
menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari
namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.
2
Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari
kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak berdekatan
dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran Syi‘ah
pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani
Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya mendukung Bani
Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi,
teguh pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan
yang menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan dukungan.
Selama kekuasaan mereka tersebut, peradaban Islam sangat berkembang. Jika pada masa Bani
Umayyah lebih dikenal dengan upaya ekspansinya, maka pada masa Bani Abbasiyah yang
lebih dikenal adalah berkembangnya peradaban Islam. Kalau dinasti Umayyah terdiri atas
orang-orang ‘Arab Oriented’, dinasti Abbasiyah lebih bersifat internasional, assimilasi corak
pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan sebagainya.
Dinasti Abbasiyah memiliki kesan baik dalam ingatan publik, dan menjadi dinasti
paling terkenal dalam sejarah Islam. Diktum dari Tsalabi: ‘ al-Mansur sang pembuka, al-
Ma’mun sang penengah, dan al-Mu’tadhid sang Penutup’ mendekati kebenaran, Setelah al-
Watsiq pemerintahan mulai menurun hingga al-Mu’tashim khalifah ke 37, jatuh dan
mengalami kehancuran di tangan orang Mongol 1258.

2. Perkembangan Peradapan Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah

Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah khususnya pada masa kekhalifahan Harun ar-
rasyid dan putranya Al Makmun adalah masa keemasan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
dalam dunia islam Pada masa ini pula umat Islam telah memberikan kebebasan bagi
berperangnya akal dan pikiran untuk kemajuan manusia saat itu.
Pada masa kekhalifahan ini pula hasil pemikiran manusia dan para ahli ilmu dari berbagai
bangsa di dunia yang saat itu berkembang saling melengkapi dan menambah kemajuan ilmu
pengetahuan dalam dunia islam.
Di samping banyak bermunculan karya-karya ilmuwan muslim bermunculan pula
karya-karya berbahasa asing terutama bahasa Yunani yang diterjemahkan kedalam bahasa
Arab buku-buku dari berbagai bahasa dan berbagai judul itu dipilih dan diserahkan kepada
para ilmuwan muslim untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Khalifah menyediakan
dana yang sangat besar untuk kegiatan penerjemahan ini.
Yang menarik dari perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah
adalah bahwa sebagian besar orang-orang yang berkecimpung dalam bidang ini tidak hanya
berasal dari bangsa Arab muslim atau dikenal dengan kaum mawali. Kaum mawali adalah
muslim yang berasal dari bangsa non-arab terutama orang-orang yang berasal dari Persia.
Para ilmuwan muslim pada masa Bani Abbasiyah menjelajahi tiga benua untuk menuntut
ilmu pengetahuan. Ketiga benua yang dipilih adalah benua Asia Eropa dan Afrika. Dari 3
benua ini dianggap mengalami kemajuan yang sangat pesat dari semua ilmu pengetahuan.
Setelah kembali dari tempat pengembaraan para ilmuwan muslim membaca dan
menerjemahkan buku-buku tersebut. Dalam waktu yang lama mereka berusaha menggali
berbagai pengetahuan dan kemudian menulis berbagai buku terutama buku-buku dalam
bentuk Dairatul Ma'arif atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan ensiklopedia.
Dari buku-buku itulah masyarakat muslim saat itu belajar dan terus mengembangkan
pengetahuannya di berbagai masjid yang saat itu dijadikan sebagai pusat kegiatan pendidikan.
Dengan semakin giat nya kaum muslimin mempelajari berbagai ilmu dari berbagai buku yang
ditulis oleh para ilmuwan muslim dan buku-buku berbahasa asing yang diterjemahkan oleh
mereka Maka masyarakat Islam pada masa itu menunjuk perkembangan ilmu pengetahuan
yang sangat luar biasa.
Ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam berkembang pula di negara-negara
barat(EROPA). Disana perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban umat Islam
3
berkembang tidak kalah pesatnya. Berbagai hasil penemuan dan penelitian ilmiah dibukukan
oleh para ilmuwan muslim.
Kegiatan penerjemahan dari berbagai buku karya ilmuwan besar Eropa terus menerus
berlangsung. Pembangunan tempat kegiatan kegiatan belajar sangat pesat dan sangat
diperhatikan oleh para penguasa muslim yang ada di sana. Kegiatan-kegiatan belajar diikuti
oleh umat Islam dari berbagai kalangan. Kota-kota besar dan berbagai peninggalan yang saat
ini masih dapat disaksikan merupakan bukti sejarah kemajuan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan umat Islam di masa Bani Abbasiyah.
 Tempat-tempat belajar
Ada yang menarik bahwa perpustakaan yang dibangun oleh umat Islam juga
dikunjungi oleh masyarakat Eropa dari berbagai agama mereka membaca buku-buku tentang
Islam dalam bahasa Arab masyarakat Eropa pada waktu itu belajar banyak dari umat Islam itu
pula yang menjadi sebab tertariknya masyarakat Eropa untuk lebih jauh mempelajari Islam
dan akhirnya tak sedikit yang memeluk agama Islam.
Dari kegiatan kegiatan belajar dan perkembangan ilmu pengetahuan inilah kemudian
muncul ilmuan-ilmuan Islam yang terkenal dalam berbagai bidang. Ilmu-ilmu yang
berkembang sangat pesat di saat itu antara lain adalah agama sastra filsafat fiqih Tafsir dan
Hadits.
Masjid-masjid Di samping sebagai tempat beribadah juga merupakan sekolah utama
bagi umat Islam pada masa Bani Abbasiyah pertama Selain itu masjid juga dijadikan sebagai
pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian. Misalnya masjid Basrah yang ada di
Irak. Di masjid ini kaum muslimin mempelajari ilmu pengetahuan tentang Al Quran Hadits
fiqih tafsir akhlak dan lain-lain.
Hal itulah yang menjadikan ilmu pengetahuan di kota Basrah ini mengalami kemajuan
yang luar biasa. Adapun orang-orang yang berasal dari bukan Arab, mereka harus terlebih
dahulu mempelajari bahasa Arab. Mereka mempelajari bahasa Arab dengan kaidah-kaidahnya
dan juga harus mengikuti etika Islam agar dapat mempelajari ilmu ilmu pengetahuan Islam
khususnya Alquran dan hadis..
Dari waktu ke waktu tempat tempat belajar pada masa Daulah Abbasiyah berkembang
sangat pesat. Hal ini disebabkan dengan semakin pesatnya gerakan penerjemahan berbagai
macam kitab atau buku dari berbagai bahasa dan bangsa ke dalam bahasa Arab. Hal ini juga
didukung dengan berkembangnya industri kertas yang terus dikembangkan oleh para khalifah
untuk menunjang majunya penerbitan buku buku.5
Pada mulanya tempat-tempat belajar pada masa itu tidak berbentuk madrasah atau
sekolah atau Pesantren sebagaimana yang ada pada masa kini. Tempat belajar ketika itu hanya
merupakan tempat orang-orang yang berkumpul untuk belajar ilmu pengetahuan tempat-
tempat tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Kuttab, yaitu tempat belajar untuk tingkat pendidikan rendah dan menengah.
2. Masjid, ya itu yang biasa dipakai belajar untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi
3. Majlis Muhadharah, yaitu majelis Tempat bertemunya para ulama, sarjana, ahli
fikir untuk membahas masalah masalah ilmiah
4. Darul Hikmah, didirikan oleh Khalifah Al Makmun. Darul Hikmah adalah
perpustakaan terbesar pada masa Bani Abbasiyah. Di tempat ini juga disediakan
tempat tempat belajar bagi pengunjung perpustakaan. Disamping itu dibangun pula
sebuah perguruan tinggi yang diberi nama Darul Hikmah.
Madrasah, pertama kali didirikan oleh Perdana Menteri Nidhamul Muluk yang memerintah
pada tahun 456-485 H. Madrasah tersebut didirikan di kota Baghdad, Basrah, Muro,
Thabaristan, naisabur, Hara, Isfahan, dan kota kota lainnya. Madrasah madrasah yang
didirikan mulai dari tingkat dasar menengah dan perguruan tinggi seperti yang ada pada saat
ini.
 Kegiatan Menerjemah

4
Kemajuan yang dicapai oleh umat Islam pada masa Daulah Abbasiyah khususnya pada masa
Khalifah Al Mansur, salah satunya disebabkan oleh adanya gerakan penerjemahan buku-buku
asing ke dalam bahasa Arab. Buku-buku Terjemahan ini sangat membantu umat Islam dalam
mempelajari dan memahami berbagai cabang ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa dan
bangsa. Di antaranya kitab atau buku bidang sejarah ilmu kalam filsafat, ilmu kalam, ilmu
pasti, musik, dan lain-lain.
Proses penerjemahan buku-buku asing tersebut tidak langsung diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab tetapi terlebih dahulu diterjemahkan ke dalam bahasa Syria bahasa sirih adalah bahasa
ilmu pengetahuan di Mesopotamia pada waktu itu bahasa syriac kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab pada masa-masa berikutnya penerjemahan dilakukan langsung ke dalam
bahasa Arab.

3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Bani Abbasiyah

Pada masa Dinasti Abbasiyah kehidupan peradaban Islam sangat maju, sehingga pada
masa itu dikatakan sebagai jaman keemasan Islam. Kaum muslimin telah menggapai puncak
kemuliaan dan kekayaan, baik itu di bidang kekuasaan, politik, ekonomi, dan terlebih lagi
dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan tentang ilmu agama dan
ilmu pengetahuan umum mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai ilmu telah lahir
pada zaman tersebut. Hal ini dikarenakan antara lain:

Berbagai macam penelitian dan kajian tentang ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh
para kaum muslimin itu sendiri, kegiatan penerjemahan buku berbahasa asing seperti Yunani,
Mesir, Persia, India, dan lain-lain ke dalam bahasa Arab dengan sangat gencar. Buku-buku
yang diterjemahkan antara lain: ilmu kedokteran, kimia, ilmu alam, mantiq (logika), filasat al
jabar, ilmu falak, matematika, seni, dan lain-lain. Penerjemahan dan penelitian tersebut pada
umumnya dilaksanakan pada masa kekhalifahan Abu Ja’far, Harun ar-Rasyid, al-Makmum,
dan Mahdi.

Khalifah Harun ar-Rasyid sangat concern dalam memajukan pengetahuan tersebut.


Beliau mendirikan lembaga ilmu pengetahun yang diberi nama “BAITUL HIKMAH”
sebagai pusat penerjemahan, penelitian, dan pengkajian ilmu perpustakaan serta lembaga
pendidikan (Perguruan Tinggi).

Buah dari perhatian tersebut kaum muslimin dapat mempelajari berbagai ilmu dalam
bahasa Arab. Dan hasilnya bermunculan sarjana-sarjana besar muslim dari berbagai disiplin
ilmu yang sangat terkenal juga ulama-ulama besar yang sangat tersohor seperti halnya Imam
Abu Hanafi-Imam Malik-Imam Syafei-Imam Hambali, Imam Bukhari, dan Imam Muslim.

Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para
khalifah dan pembesar lainnya membuka peluang sebesar-besarnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah sendiri pada umumnya adalah ulama-ulama
yang mencintai ilmu, menghormati para sarjana dan memuliakan para pujangga.

Mereka sungguh menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, mereka menerapkan subtansi


dari mempraktikkan syariat Islam: bahwa tinggi rendahnya derajat dan martabat seseorang
tergantung pada banyak sedikitnya pengetahuan yang ia miliki di samping ketakwaannya pada
Allah swt. Allah swt. berfiman dalam Q.S al-Mujaddalah/58: 11: Artinya: “Niscaya Allah
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu beberapa derajat. (Q.S al-Mujadalah/58: 11)

5
Para khalifah dalam memandang ilmu pengetahuan sangat menghargai dan
memuliakannya. Oleh karena itu, mereka membuka peluang seluas-luasnya terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan kepada seluruh mahasiswa baik dari kalangan Islam
maupun kalangan lainnya. Para khalifah sendiri pada umumnya seorang ulama yang
mencintai ilmu, menghormati sarjana dan para pujangga. Kebebasan berfikir sangat dijunjung
tinggi. Para sarjana (ulama) dibebaskan untuk berijtihad mengembangkan daya intelektualnya
dan bebas dari belenggu taqlid. Hal ini menjadikan ilmu pengetahuan umum atau agama
berkembang sangat tinggi. Sebagai bukti antara lain:

Dibentuk Korps Ulama yang anggotanya terdiri dari berbagai negara dan berbagai
agama yang bertugas menerjemahkan, membahas, dan menyusun sisa-sisa kebudayaan kuno,
sehingga pada masa itu muncullah tokoh-tokoh muslim yang menyebarluaskan agama Islam
dan menghasilkan karya-karya yang besar.

Didirikanlah Baitul Hikmah sebagai pusat penterjemahan, penelitian dan pengkajian


ilmu pengetahuan baik agama maupun umum.

Didirikan ‘Majelis Munazarat’ yaitu suatu tempat berkumpulnya para sarjana muslim,
untuk membahas ilmu pengetahuan, para sarjana muslim diberi kebabasan berfikir atas ilmu
pengetahuan tersebut.

Hasil Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah

Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah sangat
pesat, sehingga lahir beberapa ilmu dalam agama Islam, antara lain sebagai berikut.

a. Ilmu Hadis

Ilmu hadis adalah ilmu yang mempelajari tentang hadis dari sunat, perawinya, isi, dll. Pada
masa itu bermunculan ahli-ahli hadis yang besar dan terkenal beserta hasil karyanya, antara
lain:

1. Imam Bukhari, lahir di Bukharo 194 H di Bagdad, kitabnya yang termasyur adalah al-
Jami’us sahih dan terkenal dengan sahih Bukhari.
2. Imam Muslim wafat tahun 216 H di Naisabur. Kitabnya Jami’us dan terkenal dengan
‘Sahih Muslim”.
3. Abu Dawud dengan kitab hadisnya berjudul “Sunan Abu Dawud”.
4. Ibnu Majah dengan kitab hadisnya Sunan Ibnu Majah.
5. At-Tirmidzi sebagai kitabnya ‘Sunan Tirmidzi’.

b. Ilmu Tafsir

Ilmu tafsir adalah ilmu yang menjelaskan tentang makna/kandungan ayat Al-Qur’an. Sebab-
sebab turunnya ayat/Asbabun nuzulnya, hukumnya, dan lain-lain. Adapun ahli tafsir yang
termasyur ketika itu antara lain:

1. Abu Jarir at-Tabari dengan tafsirnya Al-Qur’anul Azim sebanyak 30 juz.


2. Abu Muslim Muhammad bin Bahr Isfahany (mu’tazilah), tafsirnya berjumlah 14 jilid.

6
c. Ilmu Fikih

Ilmu fikih yaitu ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum Islam (segala sesuatu yang
diwajibkan, dimakruhkan, dibolehkan, dan yang diharamkan oleh agama Islam).

d. Filsafat Islam

Filsafat Islam adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat
segala sesuatu yang ada, sebab asal hukumnya atau ketentuan-ketentuannya berdasarkan Al-
Qur’an dan hadis. Manfaat filsafat Islam adalah untuk menemukan hakikat segala sesuatu
sebagai ciptaan Allah dan merupakan bukti kebesaran-Nya. Allah swt. berfirman: Artinya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (Q.S. Ali-‘Imran/3: 190)

e. Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf yaitu ilmu yang mengajarkan cara-cara membersihkan hati, pikiran, dan ucapan
dari sifat yang tercela sehingga tumbuh rasa taqwa dan dekat kepada Allah swt. Untuk dapat
mencapai kebahagiaan abadi (bersih lahir dan batin). Orang muslim yang menjalani
kehidupan tasawuf disebut sufi.

f. Sejarah

Sejarah ialah ilmu yang mempelajari tentang berbagai peristiwa masa lampau yang meliputi
waktu dan tempat peristiwa itu terjadi, pelakunya, peristiwanya dan disusun secara sistematis.
Dengan mempelajari sejarah seseorang dapat mengambil pelajaran, manfaat, dan hikmahnya
dari peristiwa tersebut. Allah swt. berfirman dalam Surah Yusuf ayat 111 : Artinya:
“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai
akal.” (Q.S. Yusuf/12: 111)

g. Kedokteran

Pada masa Dinasti Abbasiyah kedokteran mengalami perkembangan dan kemajuan,


khususnya tatkala pemerintahan Harun ar-Rasyid dan khalifah-khalifah besar sesudahnya.
Pada waktu itu sekolah-sekolah tinggi kedokteran didirikan sehingga banyak mencetak
sarjana kedokteran.

h. Matematika

Para tokohnya antara lain:

1. Al-Khawarizmi (194-266 H). Beliau telah menyusun buku Aljabar dan menemukan
angka nol (0). Angka 1-9 berasal dari Hindu, yang telah dikembangkan oleh umat
Islam (Arab).
2. Umar Khayam. Buku karyanya adalah Treatise On Algebra dan buku ini telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis.

i. Astronomi

Astronomi ilmu yang mempelajari perjalanan matahari, bumi, bulan, dan bintang-bintang
serta planet-planet yang lain. Tokoh-tokohnya antara lain:

7
1. Abu Mansur al-Falaqi
2. Jabir al-Batani, beliau pencipta alat teropong bintang yang pertama.

Ilmuwan/Tokoh-Tokoh Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah

a. Ahli Filsafat Islam antara lain:

Al-Kindi (185-252 H/805-873 M), terkenal dengan sebutan ‘Filosof Arab’, beliau
menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Bermacam-macam ilmu telah
dikajinya, terutama filsafat. Al-Kindi bukan hanya filosof, tetapi juga ahli ilmu matematika,
astronomi, farmakologi, dan sebagainya.

Al Farabi (180-260 H/780 – 863 M), beliau menerjemahkan buku-buku asing ke dalam
bahasa Arab. Al Farabi banyak menulis buku mengenai logika, matematika, fisika, metafisika,
kimia, etika, dan sebagainya. Filsafatnya mengenai logika antara lain dalam bukunya “Syakh
Kitab al Ibarah Li Aristo”, menjelaskan logika adalah ilmu tentang pedoman yang dapat
menegakkan pikiran dan dapat menunjukkannya kepada kebenaran. Dia diberi gelar guru
besar kedua, setelah Aristoteles yang menjadi guru besar pertama. Buah karyanya banyak
diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa.

Ibnu Sina (Abdullah bin Sina) (370 - 480H/980 - 1060 M). Di Eropa dikenal dengan nama
Avicena. Sejak kecil ia telah belajar bahasa Arab, geometri, fisika, logika, teolog Islam, ilmu-
ilmu kedokteran dan Islam. Beliau seorang dokter di kota Hamazan, Persia, yang aktif
mengadakan penelitian tentang berbagai macam jenis penyakit. Beliau juga terkenal dengan
idenya mengenai faham serba wujud atau wahdatul wujud, juga ahli fisika dan ahli jiwa. Pada
usia 17 tahun ia sangat terkenal. Karangan Ibnu Sina berjumlah lebih dari dua ratus buku,
yang terkenal antara lain: 1. Asy Syifa, buku ini adalah buku filsafat, terdiri atas empat bagian
yaitu logika, fisika, matematika, dan metafisika. 2. Al-Qanun atau Canon of Medicine.
Menurut penyebutan orang-orang barat, buku ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa latin
dan pernah menjadi buku standar untuk Universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ke-
17.

Ibnu Rusyd. Dilahirkan di Cardova pada tahun 250 H/1126 M dan meninggal dunia tahun
675 H/1198 M. Dia dikenal di Eropa dengan nama Averoes. Dia adalah ahli filsafat yang
dikenal dengan sebutan bapak Rasionalisme. Dia juga ahli ilmu hayat, ilmu fisika, ilmu falak,
ilmu akhlak dan juga ilmu kedokteran, ilmu fikih. Karyanya antara lain: a. Fasul Maqal fima
Baina al Hikmati Wasyari’at Minal Ittisal. b. Bidayatul Mujtahid c. Tahafutut Tahafud d.
Fikih. Karangan beliau hingga kini masih banyak dijumpai di perpustakaan Eropa dan
Amerika.

b. Ahli Kedokteran Muslim

Hunain Ibnu Iskak, lahir pada tahun 809 M dan meninggal pada tahun 874 M. Beliau adalah
dokter spesialis mata, karyanya adalah buku-buku tentang berbagai penyakit, dan banyak
menerjemahkan buku-buku kedokteran yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.

Ibnu Sina, di samping filosof juga sebagai tokoh kedokteran, bukunya yang sangat terkenal
di bidang kedokteran adalah Al-Qanun Fi Al-tib dijadikan buku pedoman kedokteran di
Universitas-universitas Eropa maupun negara-negara Islam.

c. Ahli Sejarah

8
Ibnu Qutaibah (828 M – 889 M) dengan hasil karyanya Uyun Al Akhbar yang berisi sejarah
politik negeri-negeri Islam. At-Thabari (839 M – 923 M) menulis tentang sejarah para rasul
dan raja-raja. Ibnu Khaldun (1332 M – 1406 M) hasil karyanya Al Ihbar banyaknya 7 jilid
dan setiap jilidnya berisi 500 halaman.

d. Ahli Fikih

1. Imam Abu Hanifah (80 – 150 H/700 – 767 M) beliau menyusun madzhabnya yaitu
madzhab Hanafi.
2. Imam Malik Bin Anas, lahir di Madinah tahun 93 H/788 M dan meninggal di Hijaz
pada tahun 170 H/788 M, beliau menyusun madzhab Maliki.
3. Imam Syafii nama lengkapnya Muhammad bin Idris bin Syafi’i (150 – 204 H/767 –
802 M), sewaktu berumur 7 tahun sudah hafal Al Quran dan menyusun madzhabnya
yaitu madzhab Syafi’i.
4. Imam Hambali (164 – 241 H/780 – 855 M), beliau menyusun madzhabnya, yaitu
madzhab Hambali.

Para mujtahidin mencurahkan segala kemampuannya untuk mendapatkan ilmu-ilmu praktis


dalam syariat Islam sehingga umat Islam dengan mudah melaksanakannya.

e. Ahli Tasawuf

1. Rabi’ah Adawiyah (lahir di Baghdad tahun 714 M ajaran tasawufnya dinamakan


‘Mahabbah’.
2. Abu Hamid bin Muhammad bin ahmad Ghozali (1059– 111 M) - hasil karyanya
yang terkenal adalah ‘Ihya Ulumuddin’.
3. Abdul Farid Zunnun Al Misri, lahir tahun 156 H/773 M – 245 H/860 M), beliau
dapat membaca Hieroglif yang ditinggalkan di zaman Firaun (Mesir).

9
BAB III
KESIMPULAN

Pada masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah, banyak bangsa non-Arab yang


masuk Islam dan memberi warna baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Contohnya
bangsa Persia berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra serta pengaruh budaya
India yang terlihat pada bidang kedokteran, matematika, dan astronomi. Faktor yang paling
utama penyebab tumbuhnya peradaban ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah
adalah didirikannya tempat-tempat pendidikan, seperti akademi dan perpustakaan.

Pada masa itu, perpustakaan berperan layaknya universitas pada zaman sekarang.
Buku-buku yang diterjemahkan antara lain: ilmu kedokteran, kimia, ilmu alam, mantiq
(logika), filasat al jabar, ilmu falak, matematika, seni, dan lain-lain. Penerjemahan dan
penelitian tersebut pada umumnya dilaksanakan pada masa kekhalifahan Abu Ja'far, Harun ar-
Rasyid, al-Makmum, dan Mahdi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suasana
tumbuhnya peradaban ilmu pengetahuan masa Abbasiyah berkembang pesat. Serta keilmuan
yang diciptakan oleh khalifah Abu ja’far dengan menyediakan segala fasilitas penunjang,
lembaga pendidikan dan perustakaan dibangun, tempat-tempat istirahat dan mukim
disediakan oleh siapa saja yang mau belajar ilmu pengetahuan.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://etheses.uinsgd.ac.id/17761/4/4_bab1.pdf

http://makalahkampus15.blogspot.com/2017/11/makalah-proses-perkembangan-ilmu.html

11
12
13

You might also like