(sal Muasal Gendang Tiong ~~
aniah a
Suasana pagi itu sangat sepi. Udara dingin masih
terasa. Tidak ada sepoi angin walau mentari mulaj
mengintip di balik rimbunnya dedaunan. Embun mulai
jatuh setetes demi setetes ke atas tanah. Lama-kelamaan
embun pun sirna. Tetap saja sepi senyap di kubok Kik
Resan. Tak ada yang menancapkan cangkulnya di ume,
juga tidak ada yang membuat kepulan asap di sudut
ume. Sepi. Mungkin semua warga kubok Kik Resan masih
tertidur pulas karena hampir pagi mereka semua baru
pulang ke guboknya masing-masing. Semalam ada hajatan
orang kampung mengawinkan anaknya, jadi warga kubok
tumpah-ruah ke kampung semua.
“Bangun Kik... Lah siang... Rezeki lah dipatuk
ayam...” terdengar teriakan Nek Resan membangunkan
suaminya.
Begitulah perempuan, walaupun penat dan letih
badan begadang semalaman tetaplah pagi-pagi harus
bangun untuk menyiapkan sarapan. Habis itu ke aik arongan
untuk mencuci pakaian. Balik ke rumah masak lagi untuk
makan siang. Tidak lupa ke ume membantu suaminya.
Pulang ke rumah lagi-lagi harus masak untuk makan
malam. Semua ini dilakukan perempuan-perempuan di
kubok Kik Resan seperti juga di kubok-kubok lainnya.
“Bangun Kik... lah demun kopi ini...” kembali Nek
Resan berteriak membangunkan suaminya _ tercinta-
Mungkin teriakan Nek Resan ini pun telah membangunkan
orang sekubok saking kerasnya,
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur
4
@ Dipindai dengan CamScanner“Beeeeaaaaaahhhhh...” Kik Resan ngulet di atas
pangkul beralaskan tikar mengkwang buatan istrinya.
Kupingnya mulai mendengar celotehan-celotehan istrinya
di dapur.
“Usah berteriak-teriak seperti itu, Nek... Aku lum
tuli...” kali ini Nek Resan yang dibuat kaget oleh suaminya.
Hampir saja sugi di ujung bibirnya meloncat.
“Kalau mau membunuh istri itu tidak usah pakai
dikagetin, Kik... ambil saja parang sembelihlah,” rupanya
Nek Resan mulai gusar dibuat kaget oleh suaminya.
Mulailah ramai suasana di gubok Kik Resan oleh
kelakar suami istri itu. Mereka tinggal berdua. Sebenarnya
mereka memiliki empat orang anak. Mat Yasin yang tertua,
Kulup Pengat nomor dua, ada Patimah satu-satunya
perempuan, dan adiknya Yumasip nomor empat. Tetapi
keempat anaknya ini telah berkeluarga dan tinggal di
kampung dan kubok yang berbeda-beda.
Semalam waktu di tempat hajatan kawinan, sempat
pula Kik Resan bertemu dengan keempat anaknya itu.
Kadang tempat hajatan memang bisa dikatakan sebagai
tempat reuni untuk keluarga-keluarga atau teman-teman
yang lama tidak bertemu. Di tempat ini seluruh keluarga,
teman, dan saudara berkumpul, bahkan yang dari
kampungatau: kubok-kubok yang jauh-jauh. Mereka biasanya
menginap di tempat yang punya hajatan atau pun di tempat
tetangganya jika di tempat yang punya hajat sudah penuh
orang menginap. Semalaman mereka berkelakar. Bercerita
ini dan itu. Bahkan ada yang menjodohkan anak-anaknya.
Kik Resan dan warga kuboknya sampai hampir pagi baru
pulang karena saking asyiknya berkelakar.
Pagi itu sebenarnya rencana Kik Resan mau ke rimba
untuk mencari kayu mang yang akan diambil kulitnya
untuk dijadikan pangkul. Pangkul yang ada di rumahnya
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur
@ Dipindai dengan CamScannersudah mulai rusak karena saking lamanya. Sebenary 2 |
memang sudah lama harus diganti, karena sejak Patina |
lahir belum pernah diganti dengan yang baru. Sekaran,
Patima sudah punya 5 anak. Masih juga memakai angky
yang itu-itu juga. Gelegarnya sih masih kuat, karena duly
Kik Resan memakai kayu pelawan. |
Biar yang ke ume nanti ninek sajalah, begitu pikir Ki
Resan, jadi beliau dapat leluasa memilih batang mang yang
besar dan bagus di rimba nanti tanpa harus memikirkan
ume. Sekarang padi sedang ngurai sudah harus dijaga
dari serangan hama burung pipit yang biasanya banyak,
berkawan-kawan. Nek Resan sebenarnya sudah tahu
hajat suaminya. Makanya ia bangun pagi-pagi sekalian
membuatkan suaminya bekal untuk ke rimba nanti. Karung
upe telah penuh diisi Nek Resan dengan nasi merah dan
salai ikan mengkawak. Tak lupa tutokan cabe dan garamnya.
Air minum pun telah disiapkannya di dalam gerebok kelapa.
“Kapan mau berangkat ke rimba, Kik? Hari lah
semakin siang. Badan Iah tua, berjalan Jah lamban, kapan
sampainya ke rimba?” Mulai lagi Nek Resan ngomel.
“Iya... ini sudah mau berangkat. Mana sanguku,”
jawab Kik Resan sambil memasukkan gilingan tembakau _
daun arennya ke gulungan kain sarung di pinggangnya.
Parang sudah ditakin di sebelah kiri pinggang. Kemarin
parang itu sudah diasahnya sehingga pagi ini tak perlu
lagi mengasah parang. Bungkusan sangu dipanggulnya
sedangkan gerebok air disandang.
“Siapa teman Ikam ke rimba, Kik?” tanya Nek Resan.
“Tidak ada, biar aku sendiri saja. Aku tidak lama-
Karena aku tidak akan masuk rimba terlalu dalam, takut
pulang kemalaman. Malas aku membuat suluh.” Ujar kik
Resan sambil turun ke tanah dan berlalu. _ |
“Jangan lupa kembili yang di sebelah kaki ji?™!
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur
a
@ Dipindai dengan CamScanner48
kaugali nanti, Nek. Malam ini kawan-kawan mau datang
ke gubok kita,” sambil berlalu Kik Resan masih sempat
meneriakkan pesan pada istrinya.
“lyaaaa!” jawab istrinya dengan berteriak pula.
Sepeninggal Kik Resan ke rimba, Nek Resan pun
mulai bersiap-siap berangkat ke ume. Sekalian menunggu
tanaman padi tak lupa dia menggali tanaman kembili yang
akan dijadikan hidangan menjamu teman-teman suaminya
nanti malam. Dapat kembili seambong mungkin cukuplah
untuk dihidangkan nanti malam, dalam hati Nek Resan
berkata.
@ Dipindai dengan CamScanner49 i
Kembili itu sebenarnya mungkin sekitar sepeka,
lagi baru siap benar dipanen. Sekarang ini memang sudah
boleh hanya saja umbinya belum terlalu besar. Bary kira.
kira sejempol tangan. Kalau benar-benar siap panen bisa
jadi umbinya sebesar jempol kaki. Warna umbi kembili
yang ditanam Kik Resan berwarna ungu. Ada juga yang
berwarna putih. Tapi yang berwarna unggu rasanya lebih
manis dan gurih. Nanti sore Nek Resan akan merebusnya
karena merebus umbi kembili itu lumayan lama perlu
waktu kira-kira sampai satu jam. Entah mengapa seperti
itu. Kalau merebus singkong atau ubi jalar selama itu
pastilah sudah jadi bubur.
Sementara itu di dalam rimba Kik Resan mula
mencari-cari pohon mang yang besar untuk ditebang.
Sudah dapat lima batang cukuplah ini, katanya dalam
hati. Lima pohon itu baru ditandai oleh Kik Resan. Jadi
walaupun tidak selesai ditebang, beliau tidak lagi mencari-
cari. Baru satu batang menebang pohon, Kik Resan sudah
duduk istirahat sambil membuka bekalnya. Selesai makan —
lanjut lagi mengisap rokok daun aren. Lengkap sudah
dengan angin sepoi-sepoi di siang hari itu tidak terasa
panas karena Kik Resan berada di antara pohon-pohon
yang besar dan tindang. Mata Kik Resan sudah lima watt
Apalagi semalam begadang. Rokok ditangan belumlah
habis sudah dimatikannya. Kik Resan memilih untuk tidut
sejenak,
Dalam Keadaan masih terlelap melintas seek0t
burung dan... Cepluk... burung itu membuang kotoranny*
tepat diatas muka Kik Resan, Spontan Kik Resan terbangu"™
Kurang ajar, makinya dalam hati, Tapi ada untungny@ jus*
burung itu membuang kotoran di muka Kik Resan, beliau
indi teria dari tidurnya, Coba kalau tidak, mungk"
matahari tenggelam Kik Resan baru bangun.
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur a
@ Dipindai dengan CamScannerMh BAD iil HN
Kik Resan bangkit sambil mengucak mata.
Diambilnya lagi parang dan kembali ia menebang pohon.
Tumbang satu pohon Kik Resan berkemas-kemas untuk
pulang. Matahari sudah berjalan sepertiga hari Kik Resan
tidak mau kemalaman pulang. Yang pasti karena ia teringat
janji teman-temannya mau berkunjung ke rumahnya.
Karenanya Kik Resan tidak mau pulang kemalaman.
Sambil berjalan pulang mata Kik Resan masih juga
memperhatikan batang-batang pohon yang bermacam dan
beragam jenis itu. Sampai ia pada sebatang pohon meranti
yang lurus kira-kira berdiameter 25 cm. Diperhatikannya
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur
@ Dipindai dengan CamScannersecara seksama pohon itu, namp aknya batang inj 25
untuk dibuat gendang, guman Kik Resan dalam hai
Dipukul-pukulnya dengan parang. Dua tiga kali py,
sembari memasang telinga seperti mendengarkan Sesuaty
Diulanginya lagi sampai beberapa kali barulah Kik Resin
mengayunkan parangnya ke pohon meranti itu. Bera
kali ia mengayunkan parangnya hingga batang Pohon
meranti tumbang ke tanah. Nah, benar Perkiraannky
batang ini berlubang, guman Kik Resan. Karena Matahay|
semakin condong ke barat, pohon yang tumbang ity
ditinggalkannya.
Belum malam Kik Resan sudah kembali ke uboknyn
Nek Resan sudah siap menyambut suaminya dengan
secangkir kopi panas. Rebus kembili pun sudah maszk,
Kik Resan mandi dulu di aik arongan belakang guboknya,
Selesai mandi beliau naik ke gubok masuk ke dalam dan
menutup pintu.
Malam tiba. Terdengar suara beberapa orang laki-
laki di luar. Kik Resan membuka pintu.
“Ha, naik-naik...” Kik Resan mempersilakan tamu-
tamunya naik ke guboknnya.
“Nek... Iah siap kopi dan rebus kembili? Bawalah ke
sini,” perintah Kik Resan pada istrinya.
Tamu-tamu Kik Resan sudah duduk di atas tikar
lais. Nek Resan datang membawakan kopi dan rebus
kembili. Mulai mereka berkelakar ke darat ke laut berkisah
ini itu. Dari cerita ume sampai cerita ke hutan. Hari pun
semakin malam.
; “Wan, sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan
juga pada kawan-kawan semua,” Kik Resan mulai
berbicara serius,
“Ada apa Kik, tampaknya Ikam serius benar?” tary?
Mat Ra’i ingin tahu.
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur
@ Dipindai dengan CamScannerwv.
“Begini, Kawan... kita ini sering kumpul-kumpul
tetapi hanya berkelakar saja. Aku bermaksud untuk
membuat suatu hiburan untuk kita. Apalagi bila ada yang
hajatan, biar tambah ramai, kita buat hiburan,” usul Kik
Resan.
“Aku tadi lah menebang batang Meranti. Benar
dugaanku batang itu berlubang, pas benar jika kita buat
gendang. Nanti kita tinggal mencarikan kulit untuk
gendang itu. Dari kulit lutung pun tak apalah,” Kik Resan
melanjutkan pembicaraannya.
Teman-teman Kik Resan manggut-manggut, entah
karena setuju atau mengerti atau bagaimana, yang pasti
mereka cukup lama terdiam.
“Bagaimana? Setuju kira-kira dengan usulku ini?”
tanya Kik Resan lagi.
“Kalau aku setuju saja, Kik. Benar kata Ikam, kita
ini memang butuh hiburan biar tidak terlalu sepi,” ujar
Jemi’un menimpali.
Rupanya seperti Jemi’un, yang lain pun setuju.
“Nah, kalau begitu aku minta bantuan kalian untuk
membawa pulang batang pohon Meranti yang telah aku
tebang di rimba tadi siang. Bagaimana kalau besok kita ke
rimba, setuju?” pinta Kik Resan pada teman-temannya.
Ucapan Kik Resan disetujui teman-temannya dan
mereka berjanji besok pagi akan ke rimba untuk membawa
pulang pohon Meranti yang telah ditebang Kik Resan.
Malam semakin larut lolongan anjing bersahut-sahutan
terdengar di kejauhan. Udara dingin meresap sampai ke
tulang sum-sum. Kawan-kawan Kik Resan berpamitan
pulang ke guboknya masing-masing. Kik Resan menutup
pintu. Suluh di depan rumahnya pun sudah hampir
padam.
Pagi itu seperti biasanya suara Nek Resan sudah
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur
@ Dipindai dengan CamScannerterdengar ke mana-mana. Kali ini dia berteriak Karena si
Burik ayam kesayangannya sudah tak berkepala, Berar
semalam ada Klaras binatang hutan pemangsa Unggas
yang hanya makan bagian perut dan kepala unggas,
“Ada apa, Nek? Pagi-pagi kau sudah berteriak.
teriak macam ayam tercabut bulu ekornya,” Kik Resan
datang menghampiri istrinya yang berada di depan reban
ayamnya.
“Lihat, Kik! Si Burik Jah mati. Ayam-ayam lainnya
Iah pergi entah ke mana, belum sempat aku member
mereka makan. Rugilah aku, Kik! Kik! Ayam-ayam itu Ia
siap dipotong semua,” Nek Resan menyesal dan sedih.
“Sudahlah, Nek. Masih ada ayam yang sedang
mengerami telurnya di belandongan. Tunggu saja. Paling
dua tiga hari ini akan menetas,” ujar Kik Resan menghibur
istrinya tercinta.
Nek Resan masih bersungut-sungut. Sugi di ujung
bibirnya tambah maju saja.
“Cepatlah naik ke dapur, Nek. Aku mau sarapan.
Nanti aku mau ke rimba lagi bersama teman-temanku,’
Kik Resan menggandeng tangan istrinya walaupun wajah
istrinya dingin tidak berekpresi.
“Kik Resan! Kik Resan! Lah siap?” terdengar suara
Marja’i dari bawah gubok.
“Sebentar aku turun.” Tak lama Kik Resan turun
dengan peralatan dan bekal yang lengkap. Berangkatlah
mereka berenam menuju rimba.
Setelah matahari sudah condong ke barat, barvlah
rombongan Kik Resan sampai lagi ke gubok.
Letakkan kayu-kayu itu di belandongan. Biar ak
yang menyusunnya nanti.” Perintah Kik Resan pada tema”
temannya. Mereka berenam masing-masing membaw?
satu batang kayu yang sudah siap untuk dibuat gendans:
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur
@ Dipindai dengan CamScanner54
Tinggal menunggu kulit sebagai membran gendang.
Hari-hari telah berlalu. Minggu berganti minggu.
Bulan pun demikian juga. Padi di wme sudah dipanen.
Selamat tahun pun sudah selesai. Tapi gendang Kik Resan
belum jadi-jadi juga karena kulit yang ditunggu belum
juga ada.
“Kik! Kayu untuk gendang Ikam sudah disarangi
burung tiong,” kata Nek Resan pada suaminya di suatu
sore.
“Yang benar, Nek?” Kik Resan tak percaya lalu
pergi ke belandongan belakang guboknya. Benar, ternyata
burung tiong sudah bersarang di dalam lubang gendang
itu. Apa boleh buat, bukan salah burung itu bersarang
di bakalan gendang, tapi memang dasar Kik Resan yang
lambat menjadikannya gendang.
Beberapa waktu kemudiantelurburung tiong menetas.
Anaknya sudah mulai belajar terbang. Beberapa hari
setelah itu burung tiong dan anaknya pergi meninggalkan
bakalan gendang Kik Resan.
“Kik! Kik! Ada Marja‘i mencarimu!” tergopoh-
gopoh Nek Resan menghampiri suaminya yang sedang
berjongkok di tepi air arongan sedang mencuci tangan.
“Kau ini, Nek. Hampir saja aku tercebur ke dalam
air. Kaget aku kaubuat seperti itu.” Ada sedikit rasa kesal
Kik Resan pada istrinya.
“Maaf, Kik. Itu Marja‘i mencarimu,” Nek Resan
menunjuk ke arah damparan. Tampak Marja‘i sudah menuju
ke arah mereka.
“Kau, Marja’i. Ada apa?” tanya Kik Resan ringan.
“Ikam sudah dapat kulit untuk gendang kemarin
belum, Ki?” Marja’i langsung bertanya.
“Belum. Memangnya kau sudah dapat?” balik
bertanya Kik Resan kepada Marja’i.
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur
@ Dipindai dengan CamScanner“Ada. Itu sudah aku bawakan. Tadi aku Mampiy
ke gubok ikam, tapi rupanya ikam belum pulang. Jadi aky
ke sini saja. Tapi kulit bakalan gendang sudah kutaruh di
belandongan dekat bakalan gendang.” Begitu Penjelasan,
Marja’i panjang lebar.
“Baguslah kalau begitu. Ayo kita ke gubokku,” ajak
Kik Resan.
Sesampainya di gubok mereka berdua langsung
menuju ke belandongan. Ada segulung kulit kambing yang
dibawa oleh Marja’i. Cukuplah untuk beberapa buah
gendang.
“Mungkin besok saja kita mulai mengerjakan
gendang ini, Mar. Aku maunya pagi-pagi besok kau ke
mari lagi.” |
“Baik, Kik. Mungkin aku akan mengajak Jemi’un
dan Marsadi. Biar gendang kita cepat selesai,” sahut
Marja’. |
“Oh, ya, tolong bawakan juga aku rotan dan pasak
kayu, ya,” pinta Kik Resan pada Marja’i. |
Pagi-pagi Marja’i dan dua orang temannya sudah —
berada di gubok Kik Resan. Bersiap-siap mereka membuat
gendang di belandongan. Mereka duduk di atas tikat
mengkuang yang sudah banyak rendanya. Sengaja Nek
Resan meminjamkan tikar itu pada Kik Resan dan temar
temannya, karena Nek Resan tahu tikarnya akan kotor.
Nek Resan malas mencucinya, Jadi kalau diberi tikar
yang sudah mulai usang, rusak pun tidak masalah. Paling
tinggal dibuang, begitu pemikiran Nek Resan.
Setengah hari berlalu, Kik Resan dan temat |
temannya belum beranjak dari belandongan. Kopi sudah
habis 2 balang. Rebus singkong habis 2 pinggan. Untunglah
Nek Resan orang yang baik, hari itu beliau rela tidak Ke
ume. Hanya melayani Kik Resan dan teman-temanty?
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur
@ Dipindai dengan CamScanner=e :
abet Ra
baci {4
G Bane erties
ives casts: Serratia
& Dipindai dengan CamScanner“Kok Gendang Tiong, Kik,” Marsadi bingung.
“Tentu saja Gendang Tiong, sebelum kita jadikay
gendang, bakalannya kemarin sudah disarangi Tiong
Jadi ini Gendang Tiong,” begitu Kik Resan memberikan
penjelasan.
Gendang sudah jadi empat buah, empat orang mulaj
menabuh, riuh rendah berirama bunyinya. Kik Resan
menabuh gendang sambil bernyayi pantun. Pantun Kik
Resan dibalas oleh Marsadi. Lengkap sudah permainan
Gendang Tiong Kik Resan.
Riuh rendah suara gendang terdengar sampai ke
ume-ume sekubok Kik Resan. Berbondong-bondong warga
kubok mendatangi rumah Kik Resan. Mereka semua seperti
tersihir mendengar tabuhan gendang yang berirama. Tak
terasa sampai matahari terbenam warga masih ramai di
rumah Kik Resan. Mereka lupa mandi, lupa makan, dan
mungkin lupa dengan guboknya masing-masing. Begitu
dahsyatnya sihir Gendang Tiong ini.
Sejak saat itu hampir setiap malam kubok Kik Resan
tidak sepi lagi. Mereka sudah punya hiburan. Mereka
memainkan Gendang Tiong sampai larut malam bahkan
sampai fajar menyingsing. Permainan gendang ini lama
kelamaan terkenal sampai ke kubok-kubok lainnya jug@
ke kampung-kampung. Semua orang bermain Gendang —
Tiong. Jika gendang ini ditabuh sihirnya tersebar ke man
mana terbawa angin sehingga yang sedang melaut pu"
akan kembali pulang. Luar biasa. [*]
8 Cerita Rakyat Dari Belitung Timur
> |
@ Dipindai dengan CamScanner