You are on page 1of 17

Susunan Kepengurusan

Jurnal Nasional Terakreditasi Sinta 5 (2018), Sinta 3 (2019-sekarang)

Proses Submit dan Revisi oleh Korespondensi Sri Wahyu Widyaningsih


Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 6 No 3 2018
ISSN 2337-604X (print) https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/bipf
ISSN : 2549-2764 (online) 371-382

Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Higher Order Thinking


Skills Peserta Didik

Febry Royantoro, Mujasam, Irfan Yusuf, Sri Wahyu Widyaningsih


Program Studi Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Papua
s.widyaningsih@unipa.ac.id

DOI: 10.20527/bipf.v6i3.5436

Received : 7 Oktober Accepted : 30 Oktober 2018 Published : 31 Oktober 2018

Abstrak: Higher Order Thinking Skills (HOTS) sangat diperlukan oleh peserta didik
guna meningkatkan kemampuannya dalam mengatasi masalah pembelajaran. Hasil
observasi menunjukkan bahwa masih banyak peserta didik di SMA Negeri 1 Manokwari
yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep fisika yang menurut mereka rumit.
Salah satu model pembelajaran yang dapat melatih kemampuan berpikir peserta didik
atau HOTS melalui penyelesaian masalah yaitu Problem Based Learning (PBL). Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis apakah terdapat pengaruh yang signifikan HOTS
peserta didik yang diajar menggunakan model PBL dengan yang diajar menggunakan
model konvensional. Metode yang digunakan yaitu Quasi Eksperimental dengan Non
Equivalent Control Group Design. Teknik purposive sampling digunakan dalam
pemilihan sampel yaitu Kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 24
orang dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas kontrol yang berjumlah 32 orang. Hasil analisis
uji prasyarat diperoleh bahwa data nilai HOTS peserta didik tidak terdistribusi normal
dan tidak homogen sehingga dilakukan uji non parametrik wilcoxon. Nilai rata-rata
HOTS peserta didik pada kelas eksperimen dan kontrol ditinjau dari aspek kognitif
menganalisis 35,6 dan 32,6, mengevaluasi 60,8 dan 63,3, serta mengkreasi 32,3 dan 16,9.
Nilai signifikansi uji wilcoxon sebesar 0,000 (sig 2-tailed < 0,05) yang menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan HOTS peserta didik yang diajar menggunakan
model PBL dengan yang diajar menggunakan model konvensional. Dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran PBL berpengaruh terhadap HOTS peserta didik.
Kata Kunci: PBL, HOTS

Abstract: Higher Order Thinking Skills (HOTS) is needed by students to improve their
ability to overcome learning problems. The results of the observation show that there
were still many students in SMA Negeri 1 Manokwari who have difficulties in
understanding the concept of physics which they think is complicated. One learning
model that can train students' thinking skills or HOTS through problem solving is
Problem Based Learning (PBL). The purpose of this study was to analyze whether there
was a significant influence of HOTS students that were taught using PBL models with
those taught using conventional models. The method used was Quasi-Experimental with
Non-Equivalent Control Group Design. The purposive sampling technique was used in
the selection of samples, namely Class XI Science 2 as an experimental class totalling 24
people and class XI IPA 5 as a control class totalling 32 people. The results of the
prerequisite test analysis showed that the HOTS values of students were not normally
distributed and were not homogeneous so that the non parametric test of Wilcoxon was
carried out. The average score of HOTS of students in the experimental and control
classes viewed from the cognitive aspect analyzed 35.6 and 32.6, evaluated 60.8 and
63.3, and created 32.3 and 16.9. Wilcoxon tested significance value was 0,000 (sig 2-

371
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

tailed <0,05) which shows that there was a significant influence of HOTS students that
were taught using PBL models with those taught using conventional models. It can be
concluded that PBL learning models affect HOTS students.
Keywords: PBL, HOTS
© 2018 Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika

PENDAHULUAN 1 Manokwari masih banyak yang


Salah satu muatan dalam mengalami masalah terutama dalam
Kurikulum 2013 yaitu menuntut peserta proses pembelajaran.
didik untuk mampu berpikir tingkat Hasil observasi di SMA Negeri 1
tinggi. Kemapuan berpikir tingkat Manokwari kelas XI IPA 2
tinggi/ Higher Order Thinking Skills menunjukkan bahwa pada mata
(HOTS) termasuk elemen kunci pelajaran fisika, peserta didik masih
Kurikulum 2013. HOTS dapat mengalami kesulitan dalam memahami
dikembangkan dengan memaksimalkan konsep fisika yang menurut mereka
kesiapan penerapan Kurikulum 2013. masih abstrak dan rumit, sehingga
Kesiapan tersebut terlihat pada fokus proses pembelajaran kurang maksimal.
Kurikulum 2013 yang tercermin pada Permasalahan ini terlihat dari rendahnya
setiap tahapan kegiatan 5 M yaitu kemampuan mereka dalam
menanya, mengamati, mengasosiasi, menyelesaikan permasalahan berupa
mencari informasi, dan menganalisis, mengkreasi dan mencipta
mengomunikasikan pengetahuan yang merupakan komponen HOTS.
(Kristiantari, 2014). Rendahnya kemampuan HOTS juga
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 terlihat dari hasil ulangan harian peserta
Manokwari merupakan sekolah yang didik kelas XI IPA 2, dimana 63,3%
telah menerapkan Kurikulum 2013. peserta didik masih belum tuntas
Penerapan Kurikulum 2013 diharapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
dapat meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu penyebab rendahnya
Mutu pendidikan yang baik merupakan kemampuan fisika peserta didik karena
salah satu faktor yang mendukung dalam proses pembelajaran masih
terciptanya sumber daya manusia yang banyak didominasi oleh guru. Selain itu,
berkualitas. Kenyataannya, kondisi ini rata-rata kemampuan kognitif peserta
masih belum terlihat dengan jelas di didik juga masih berada pada taraf
sekolah tersebut. Berdasarkan hasil mengingat, memahami dan menerapkan
observasi, peserta didik di SMA Negeri berdasarkan soal yang diberikan.

372
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

Kondisi ini dapat dilihat dari soal-soal menyelesaikan permasalahan nyata yang
latihan pada buku pegangan yang dihadapi (Barber, King, & dan
digunakan di kelas. Menurut taksonomi Buchanan, 2015). Kemampuan berpikir
Bloom bahwa level kemampuan berpikir peserta didik dalam menyelesaikan
tersebut masih tergolong kemampuan permasalahan sains sangat diperlukan
berpikir tingkat rendah atau Lower untuk melatih HOTS mereka (Saido,
Order Thinking (Anderson & David, Siraj, Nordin, & Al-Amedy, 2015).
2001). Oleh karena itu, diharapkan Model PBL melibatkan peserta didik
terdapat peningkatan HOTS. dalam menyelesaikan masalah yang
HOTS sangat dibutuhkan dalam nyata sesuai dengan langkah-langkah
menyelesaikan permasalahan khususnya metode ilmiah sehingga HOTS peserta
dalam fisika (Winarti, 2015). HOTS didik dapat dikembangkan (Kamdi,
adalah proses yang mengharuskan 2017). Peserta didik perlu dilatih
peserta didik untuk mengolah informasi kemampuan HOTS mereka agar dapat
dan ide-ide yang ada sehingga dapat kreatif dan inovatif dalam
memberikan mereka pemahaman baru. menyelesaikan berbagai permasalahan
HOTS pada ranah kognitif meliputi yang dihadapi (Ramos, Dolipas, &
kemampuan menganalisis, Villamor, 2013).
mengevaluasi, dan menciptakan Model PBL menekankan pada
(Gunawan, 2003). HOTS merupakan proses pemecahan masalah. Melalui
kemampuan peserta didik untuk berpikir pemecahan masalah dalam PBL, peserta
dan menghubungkan konsep yang didik diarahkan untuk membangun
dipelajari dengan konsep yang belum pengetahuan baru, memecahkan masalah
mereka pelajari sebelumnya (Preus, dalam berbagai konteks (Simamora,
2012). Oleh karena itu, untuk Sidabutar, & Surya, 2017). Penggunaan
melaksanakan proses pembelajaran model PBL dipilih karena terdapat
diperlukan suatu model pembelajaran beberapa penelitian yang memperoleh
yang tepat. hasil baik. PBL mampu meningkatkan
Salah satu model pembelajaran kemampuan berpikir peserta didik dalam
yang dapat mengembangkan mencari dan menemukan sendiri solusi
kemampuan berpikir atau HOTS peserta dari permasalahan (Zabit, 2010). Hasil
didik yaitu Problem Based Learning penelitian yang telah dilakukan oleh
(PBL). Model PBL dapat melatih (Mayasari & Adawiyah, 2015)
kemampuan berpikir peserta didik dalam menunjukkan bahwa model PBL

373
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

berpengaruh pada HOTS peserta didik. memerlukan kebebasan dalam


Tujuan penelitian ini adalah mengukur menyelesaikan soal HOTS yang
apakah terdapat pengaruh yang diberikan (Yusuf & Widyaningsih,
signifikan HOTS peserta didik yang 2018a).
diajar menggunakan model PBL dengan Salah satu cara untuk meningkatkan
yang diajar menggunakan model kemampuan berpikir tingkat tinggi
konvensional. adalah ketika peserta didik dihadapkan
dengan suatu masalah yang belum
KAJIAN PUSTAKA pernah ditemui sebelumnya, disinilah
Keterampilan berpikir pada ranah proses berpikir tingkat tinggi peserta
kognitif menurut Taksonomi Bloom didik akan terlatih (Rofiah, Aminah, &
yang sudah direvisi terbagi menjadi Ekawati, 2013). HOTS sangat cocok
enam tingkatan: mengingat (C1), diajarkan dengan model PBL (Suriazdin,
memahami (C2), mengaplikasikan (C3), Zainuddin, & Mahardika, 2015). Model
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), PBL adalah cara membangun dan
dan mengkreasikan (C6) (Retno, 2011). mengajar kursus menggunakan masalah
Tiga level pertama terdiri dari C1, C2, sebagai stimulus dan fokus untuk
dan C3 yang merupakan tingkatan Lower kegiatan peserta didik (Boud & Feletti,
Order Thinking Skills (LOTS), 2013). Tahap model PBL terdiri atas 5
sedangkan tiga level berikutnya terdiri tahap, yaitu 1) mengorientasikan peserta
dari C4, C5, dan C6 yang merupakan didik kepada masalah, 2)
tingkatan HOTS. Soal HOTS pada ranah mengorganisasikan peserta didik untuk
kognitif meliputi tingkatan menganalisis belajar, 3) membantu penyelidikan
(C4), mengevaluasi (C5), dan mandiri dan kelompok, 4)
mengkreasi (C6). Jenis soal pre- mengembangkan dan menyajikan hasil
test/post-test yang digunakan untuk karya, dan 5) menganalisis dan
mengukur keterampilan HOTS peserta mengevaluasi proses pemecahan
didik adalah soal essay yang berjumlah 6 masalah (Nur, 2011). Tahapan pada
butir. Soal HOTS perlu disusun dengan model PBL ini sesuai dengan teori
memperhatikan aspek kognitif yang akan konstruktivisme, karena peserta didik
dicapai selama kegiatan pembelajaran dapat membangun ide, pemahaman dan
(Mutrofin, Nur, dan Yuanita, 2016). Soal memberikan makna pada informasi dan
essay digunakan untuk mengukur peristiwa yang dialami (Wasonowati,
keterampilan HOTS karena peserta didik Redjeki, & Ariani, 2014).

374
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

Model PBL memiliki kelebihan, kelas kontrol. Peserta didik di kelas XI


yaitu 1) kegiatan pemecahan masalah IPA 2 berjumlah 24 orang dan kelas XI
peserta didik dapat membangkitkan IPA 5 berjumlah 32 orang. Kedua kelas
kemampuan berpikir kritis, 2) tersebut dipilih karena memiliki tingkat
meningkatkan aktivitas peserta didik pemahaman terhadap materi pelajaran
dalam proses pembelajaran dan 3) yang relatif sama dibandingkan dengan
peserta didik memiliki peluang untuk kelas yang lainnya. Pre-test diberikan
mengaplikasikan pengetahuan yang untuk mengetahui kemampuan awal
dimilikinya ke dunia nyata (Wasonowati peserta didik antara kelas eksperimen
dkk., 2014). dan kelas kontrol (Sugiyono, 2016).
Pembelajaran dengan model PBL Hasil pre-test dikatakan baik apabila
diawali dengan sebuah masalah yang nilai yang diperoleh kelas eksperimen
menggunakan instruktur sebagai tidak berbeda secara signifikan dengan
pelatihan metakognitif dan diakhiri nilai yang diperoleh kelas kontrol.
dengan penyajian serta analisis kerja Desain ini dapat digambarkan pada
peserta didik (Suliyati, Mujasam, Yusuf, Tabel 1.
& Widyaningsih, 2018). Peserta didik Tabel 1 Desain Penelitian
dibiasakan menyelesaikan masalah, Pre-test Treatment Post-test
maka akan melatih kemampuan X

berpikirnya. (Sugiyono, 2016)


Keterangan:
dan : nilai pre-tets (sebelum
METODE PENELITIAN diberi perlakuan)
Metode yang digunakan dalam X : Perlakuan
dan : nilai post-test (setelah
penelitian ini, yaitu Quasi diberi perlakuan)
Eksperimental dengan menggunakan
Teknik pengumpulan data yang
Non Equivalent Control Group. Teknik
digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu
Non Equivalent Control Group terdiri
teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes
dari dua kelompok yang tidak dipilih
meliputi tes HOTS pre-test dan post-test,
secara acak karena tingkat kemampuan
sedangkan teknik non tes dilakukan
peserta didik dalam suatu kelas berbeda.
melalui pemberian lembar validasi.
Teknik pemilihan sampel yang
Teknik tes dilakukan untuk memperoleh
digunakan adalah teknik purposive
data melalui hasil pre-test dan post-test
sampling. Kelas XI IPA 2 sebagai kelas
sedangkan teknik non tes dilakukan untuk
eksperimen dan kelas XI IPA 5 sebagai

375
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

memperoleh hasil validasi intrumen yang HASIL DAN PEMBAHASAN


akan digunakan. Tes HOTS yang Hasil analisis data terdiri dari uji
digunakan adalah soal essay berjumlah 6 normalitas, uji homogenitas, dan uji
butir soal. Sebelum digunakan dalam hipotesis disajikan pada Tabel 2, Tabel
penelitian, soal tes telah divalidasi oleh 3, dan Tabel 4.
validator ahli. Hasil validasi instrumen Tabel 2 Uji Normalitas Post-test
kemudian dianalisis melalui pemodelan Post-test Sig. kolmogorov-
Smirnova
Rasch dengan bantuan aplikasi facets,
Eksp 0,200*
dan soal telah valid. Kontrol 0,017
Teknik analisis data menggunakan
Tabel 2 merupakan analisis uji
prasyarat dan uji hipotesis. Uji normalitas
normalitas yang diperoleh dari hasil
dikatakan terdistribusi normal jika nilai
post-test peserta didik pada kelas
signifikan lebih besar dari α = 0,05. Uji
eksperimen dan kontrol. Data hasil post-
normalitas dikatakan homogen jika nilai
test dari kelas eksperimen memiliki
signifikan lebih besar dari α = 0,05. Uji
siginifikan kolmogorov-smirnova lebih
hipotesis dilakukan dengan melihat hasil
besar dari α = 0,05 sedangkan kelas
uji normalitas dan homogenitas, apabila
kontrol memiliki siginifikan
data terdistribusi normal dan homogen,
kolmogorov-smirnova lebih kecil dari α
maka akan dilakukan uji hipotesis
= 0,05. Hasil uji normalitas
parametrik, namun apabila terdapat salah
menunjukkan bahwa terdapat satu nilai
satu atau kedua data tidak normal dan
signifikan yang lebih kecil dari α = 0,05,
homogen akan dilakukan uji hipotesis
berarti data tidak terdistribusi normal.
non parametrik. Hipotesis Ha dalam
Tabel 3 Uji Homogenitas Post-test.
penelitian ini yaitu terdapat pengaruh
Levene df1 df2 Sig.
yang signifikan HOTS peserta didik yang Statistic
diajar menggunakan model PBL dengan 0,027 1 54 0,871

yang diajar menggunakan model Tabel 3 merupakan analisis uji


konvensional. Hasil uji hipotesis, apabila homogenitas hasil post-test peserta didik
diperoleh nilai sig. (2-tailed) < α = 0,05 kelas eksperimen dan kelas kontrol.
maka ditolak dan diterima. Data hasil post-test dari kelas ekperimen
Sebaliknya, apabila diperoleh nilai sig. dan kelas kontrol memiliki nilai
(2-tailed) > α = 0,05 maka diterima signifikan 0,0871. Nilai signifikan
dan ditolak. tersebut lebih besar dari nilai α = 0,05

376
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

yang berarti data dari kedua kelas HOTS peserta didik pada kelas
homogen. eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji
Uji hipotesis dilakukan setelah N-gain kelas eksperimen lebih besar
melakukan uji normalitas dan uji dari pada kelas kontrol, dimana nilai N-
homogenitas. Hasil uji normalitas tidak gain kelas eksperimen 0,62 (sedang) dan
terdistribusi normal sedangkan uji nilai N-gain kelas kontrol 0,43 (sedang).
homogenitas data yang dihasilkan Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
homogen sehingga uji hipotesis yang pernah dilakukan oleh (Kustyorini,
digunakan adalah uji hipotesis non Hasibuan, Fitriani, & Tarigan, 2016)
parametrik. Uji non parametrik yang yang menunjukkan bahwa penerapan
digunakan adalah uji wilcoxon. model PBL pada kelas ekperimen
Tabel 4 Uji Hipotesis Post-test memperoleh hasil belajar lebih tinggi
Post-test - Hasil dari pada model pembelajaran
Z -6,511b konvensional.
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000
Tabel 5 Hasil Analisis Uji N-gain
Tabel 4 merupakan uji hipotesis Kelas Nilai Kriteria
N-Gain
hasil post-test peserta didik kelas
Eksperimen 0,62 Sedang
eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji Kontrol 0,43 Sedang
wilcoxon menunjukkan nilai Z negatif (- Tabel 6 Hasil Analisis Effect Size
6,511) yang menunjukkan bahwa nilai Kelas Effect Size Kriteria
Eksperimen 3,02 Tinggi
post-test lebih besar dibandingkan
Kontrol 1,87 Tinggi
dengan pre-test. Hasil uji wilcoxon
Effect Size dilakukan untuk melihat
menunjukkan pula bahwa memiliki nilai
efektifitas model pembelajaran terhadap
sig. (2-tailed) 0,000 yang berarti nilai
HOTS peserta didik. Nilai rata-rata hasil
tersebut lebih kecil dari α = 0,05. Karena
pre-test dan post-test peserta didik
nilai sig. (2-tailed) < α = 0,05 maka
mengalami peningkatan, dimana pada
ditolak dan diterima. Sehingga dapat
kelas eksperimen meningkat dari 21,33
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
menjadi 58,5 sedangkan pada kelas
yang signifikan HOTS peserta didik
kontrol meningkat dari 26,66 menjadi
yang diajar menggunakan model PBL
51,21. Peningkatan rata-rata hasil pre-
dengan yang diajar menggunakan model
test dan post-test peserta didik
konvensional.
berpengaruh pada nilai effect size,
Uji N-gain dilakukan untuk
dimana nilai effect size pada kelas
mengukur peningkatan keterampilan

377
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

eksperimen 3,02 dan kelas kontrol 1,87 eksperimen dan kelas kontrol pada
yang berarti perolehan keduanya tingkatan menganalisis (C4), memiliki
tergolong tinggi. Semakin tinggi nilai nilai 35,6 dan 32,6, mengevalusi 60,8
effect size maka semakin besar pengaruh dan 63,3, dan mengkreasi 32,3 dan 16,9.
model PBL terhadap keterampilan Hasil post-test dari ketiga aspek kognitif
HOTS peserta didik. tersebut memperlihatkan bahwa urutan
Peningkatan HOTS peserta didik nilai dari tertinggi hingga terendah yang
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh peserta didik pada kedua kelas
dapat dilihat dari peningkatan nilai rata- adalah pada aspek kognitif
rata pre-test dan post-test sedangkan mengevaluasi, menganalisis, dan
hasil analisis keterampilan HOTS mengkreasi. Peningkatan tersebut
peserta didik dapat dilihat dari nilai rata- menunjukkan bahwa peserta didik mulai
rata post-test pada tingkatan dapat mengembangkan HOTS mereka
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), meskipun secara keseluruhan nilai
mengkreasi (C6). mereka belum mencapai KKM. Peserta
didik perlu dilatih dengan menerapkan
pembelajaran yang sesuai agar HOTS
mereka dapat terus meningkat
(Narayanan & Adithan, 2015). HOTS
adalah salah satu kemampuan berpikir
yang sangat penting dilatihkan kepada
peserta didik agar mampu menghadapi
berbagai tantangan yang ada (Widana,
2017). HOTS pada ranah kognitif lebih
Gambar 1 Hasil Analisis HOTS
dari sekedar mengingat dan memahami.
Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil Selain itu, peserta didik dengan HOTS
belajar kognitif peserta didik dari pre- yang tinggi cenderung lebih berhasil
test dan post-test selalu mengalami dalam pembelajaran dibandingkan
peningkatan, dimana pada kelas dengan peserta didik dengan
eksperimen meningkat dari 21,33 kemampaun HOTS yang rendah
menjadi 58,5 sedangkan pada kelas (Tanujaya, Mumu, & Margono, 2017).
kontrol meningkat dari 26,66 menjadi HOTS peserta didik pada masing-
51,21. Selanjutnya jika ditinjau dari masing tingkatan kognitif dapat dilihat
hasil post-test peserta didik kelas dengan melakukan analisis terhadap

378
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

hasil belajar kognitif peserta didik. penting dikembangkan oleh pengajar


Tingkatan kognitif peserta didik terdiri melalui perannya sebagai fasilitator dan
dari tingkatan menganalisis, mediator (Yusuf & Widyaningsih,
mengevaluasi, dan mengkreasi. 2018).
Peserta didik dilatih untuk Peserta didik mampu menyelesaikan
mengembangkan proses berpikir analisis permasalahan pada aspek mengevaluasi
yaitu dengan menyelesaikan masalah apabila mereka mampu menggambarkan
yang diberikan di awal pembelajaran. maksud soal yang dikerjakan. Peserta
Berdasarkan lembar hasil penyelesaian didik dalam menyelesaikan soal pada
soal terlihat bahwa peserta didik mampu aspek mengkreasi paling rendah
mengurai informasi dengan menuliskan dibandingkan dengan aspek
apa yang diketahui dan ditanya sesuai menganalisis dan mengevaluasi. Pada
dengan yang dimaksud dalam soal serta aspek ini peserta didik masih kesulitan
mampu menggunakan konsep untuk dalam menyelesaikan soal. Salah satu
menentukan langkah penyelesaian yang soal yang sulit dikerjakan peserta didik
baik. Hal ini seperti yang diungkapkan adalah ketika ditanyakan tentang
(Prasetyani, Hartono, & Susanti, 2016) pembuktian perbandingan, mereka
bahwa indikator menganalisis masalah belum dapat memadukan antara tiga
dapat dilihat dari cara penyelesaian soal pembuktian yang harus diselesaikan
peserta didik, yaitu mampu menguraikan terlebih dahulu sebelum mencari
informasi, memahami konsep, serta perbandingannnya. Peserta didik perlu
menggunakan langkah penyelesaian soal dilatih untuk mengambangkan
yang tepat. Peserta didik mampu kemampuan mereka dalam
menyelesaikan permasalahan apabila mengkreasikan konsep melalui
mereka mampu menyusun dan penerapan pembelajaran yang menuntut
menyelesaikan langkah penyelesaian mereka berkreasi berupa pemberian
masalah dengan benar (Nurhayati & L, tugas proyek (Widyaningsih & Yusuf,
2017). Perubahan sikap, pengetahuan, 2018).
dan keterampilan peserta didik Model PBL yang digunakan belum
menunjukkan kemampuan mereka sepenuhnya dapat memberikan pengaruh
dalam menyelesaikan permasalahan terhadap HOTS peserta didik terutama
(Sasanti, Hartini, & Mahardika, 2017). untuk kategori mengevaluasi dan
Kemampuan peserta didik dalam mengkreasi. Rendahnya hasil pre-test
menemukan sendiri suatu pengetahuan, /post-test menunjukkan bahwa selama

379
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

ini HOTS peserta didik masih kurang dijadikan sebagai alternatif model
diperhatikan dan belum dilatih terutama pembelajaran di SMA Negeri 1
pada tingkat sekolah menengah (Yusuf Manokwari.
& Widyaningsih, 2018a). Selain itu,
kemampuan peserta didik dalam DAFTAR PUSTAKA

menyelesaikan soal HOTS (C4, C5, dan Anderson, W. L., & David, R. K.
(2001). Kerangka Landasan untuk
C6) masih rendah, salah satu Pembelajaran, Pengajaran dan
penyebabnya adalah pertanyaan pada Asesmen. Terjemahan Agung
Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka
buku pelajaran yang digunakan Pelajar.
kebanyakan (96.35%) didasarkan pada
Barber, W., King, S., & dan Buchanan,
tingkatan taksonomi Bloom C1, C2 dan S. (2015). Problem based learning
C3 (Mumu, Prahmana, & Tanujaya, and authentic assessment in digital
pedagogy: Embracing the role of
2017). collaborative communities.
Electronic Journal of E-Learning,
13(2), 59–67.
SIMPULAN
Boud, D., & Feletti, G. (2013). The
Model pembelajaran PBL
challenge of problem-based
berpengaruh terhadap HOTS peserta learning. Routledge.
didik. Berdasarkan hasil uji N-gain,
Gunawan, A. W. (2003). Genius
terlihat perbedaan HOTS pada kelas Learning Strategy: Petunjuk
Praktis untuk Menerapkan
eksperimen 0,62 sedangkan kelas
Accelerated Learning. Jakarta: PT
kontrol 0,43. Selain itu, perbedaan Gramedia Pustaka Utama.
efektifitas model dapat terlihat dari hasil
Kamdi, W. (2017). Model-model
effect size pada kelas eksperimen yaitu Pembelajaran Inovatif. Malang:
Universitas Negeri Malang.
3,02 dan kelas kontrol 1,87. Hasil uji
hipotesis post-test menunjukkan bahwa Kristiantari, R. (2014). Analisis
Kesiapan Guru Sekolah Dasar
nilai sig. (2-tailed) adalah 0,000, dimana dalam Mengimplementasikan
nilai signifikan lebih kecil dari nilai α = Pembelajaran Tematik Integratif
Menyongsong Kurikulum. Jurnal
0,05. Karena nilai sig (2-tailed) < 0,05, Pendidikan Indonesia, 3(2), 460–
maka Ho ditolak atau dapat disimpulkan 470.
bahwa terdapat pengaruh yang Kustyorini, Y., Hasibuan, S., Fitriani, F.,
signifikan HOTS peserta didik yang & Tarigan, R. (2016). Pengaruh
Model Pembelajaran Berdasarkan
diajar menggunakan model PBL dengan Masalah terhadap Hasil Belajar
yang diajar menggunakan model Siswa pada Materi Pokok Suhu
dan Kalor Kelas X Semester.
konvensional. Model PBL dapat Jurnal Inpafi, 4(1), 154–162.

380
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

Mayasari, R. da. R., & Adawiyah. Ramos, J. L. S., Dolipas, b. B., &
(2015). Pengaruh Model Villamor, B. (2013). Higher Order
Pembelajaran Berdasarkan Thinking Skills and Academic
Masalah pada Pembelajaran Performance in Physics of College
Biologi terhadap Hasil Belajar dan Students : A Regression Analysis.
Keterampilan Berpikir Tingkat International Journal of Innovative
Tinggi di SMA. Jurnal Penelitian Interdisciplinary Research, 4, 48–
Pendidikan Biologi Indonesia, 60.
1(3), 255–262.
Rofiah, E., Aminah, N. S., & Ekawati,
Mumu, J., Prahmana, R. C. ., & E. Y. (2013). Penyusunan
Tanujaya, B. (2017). Construction Instrumen Tes Kemampuan
and reconstruction concept in Berpikir Tingkat Tinggi Fisika
Mathematics Instruction. In Pada Siswa SMP. Jurnal
Journal of Physics: Conference Pendidikan Fisika, 5(2), 83–95.
Series, 943(2017) 012011, 1-7.
Saido, G. M., Siraj, S., Nordin, A. B., &
Narayanan, S., & Adithan, M. (2015). Al-Amedy, O. S. (2015). Higher
Analysis of Question Papers in Order Thinking Skills Among
Engineering Courses with Respect Secondary School Students in
to HOTs (Higher Order Thinking Science Learning. The Malaysian
Skills). American Journal of Online Journal of Educational
Engineering Education, 6(1), 1–10. Science, 3(3), 13–20.

Nur, M. (2011). Model Pembelajaran Sasanti, M., Hartini, S., & Mahardika,
Berdasarkan Masalah. Surabaya: A. I. (2017). Pengembangan LKS
UNESA. dengan Model Inquiry Discovery
Learning (IDL) untuk Melatihkan
Nurhayati, N., & L, A. (2017). Analisis Keterampilan Proses Sains pada
Kemampuan Berpikir Tingkat Pokok Bahasan Listrik Dinamis.
Tinggi Mahasiswa (Higher Order Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika,
Thinking) dalam Menyelesaikan 5(1), 46–59.
Soal Konsep Optika melalui Model
Problem Based Learning. Jurnal Simamora, R. E., Sidabutar, D. R., &
Penelitian Dan Pengembangan Surya, E. (2017). Improving
Pendidikan Fisika, 3(2), 119–125. Learning Activity and Students’
Problem Solving Skill through
Prasetyani, E. Y., Hartono, H., & Problem Based Learning (PBL) in
Susanti, E. (2016). Kemampuan Junior High School. International
Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Journal of Sciences: Basic and
Kelas XI dalam Pembelajaran Applied Research (IJSBAR), 33(2),
Trigonometri Berbasis Masalah di 321–331.
SMA Negeri 18 Palembang. Jurnal
Gantang Pendidikan Matematika Sugiyono, S. (2016). Metode Peneltitan
FKIP-UMRAH, 1(1), 31–40. Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Preus, B. (2012). Authentic Instruction
for 21st Century Learning: Higher Suliyati, S., Mujasam, M., Yusuf, I., &
Order Thinking in an Inclusive Widyaningsih, S. W. (2018).
School. American Secondary Penerapan Model PBL
Education, 40(3), 59–79. Menggunakan Alat Peraga

381
Royantoro et al /Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika 6 (3) 2018, 371-382

Sederhana Terhadap Hasil Belajar Widyaningsih, S., & Yusuf, I. (2018).


Peserta Didik. Curricula: Journal Project Based Learning Model
of Teaching and Learning, 3(1). Based on Simple Teaching Tools
and Critical Thinking Skills.
Suriazdin, S. A., Zainuddin, Z., & Kasuari: Physics Education
Mahardika, A. I. (2015). Journal (KPEJ), 1(1), 12–21.
Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Fisika Berorientasi Winarti. (2015). Profil Kemampuan
pada Model Problem Based Berpikir Analisis dan Evaluasi
Learning di SMPN 24 Mahasiswa dalam Mengerjakan
Banjarmasin. Berkala Ilmiah Soal Konsep Kalor. Jurnal Inovasi
Pendidikan Fisika, 3(1), 60–65. Dan Pembelajaran Fisika, 2(1),
19–24.
Tanujaya, B., Mumu, J., & Margono, G.
(2017). The Relationship between Yusuf, I., & Widyaningsih, S. . (2018a).
Higher Order Thinking Skills and Profil Kemampuan Mahasiswa
Academic Performance of Student dalam Menyelesaikan Soal HOTS
in Mathematics Instruction. di Jurusan Pendidikan Fisika
International Education Studies, Universitas Papua. Jurnal
10(11), 78–85. Komunikasi Pendidikan, 2(1), 42–
49.
Wasonowati, R. R. T., Redjeki, T., &
Ariani, S. R. D. (2014). Penerapan Yusuf, I., & Widyaningsih, S. W.
Model Problem Based Learning (2018b). Implementasi
(PBL) pada Pembelajaran Hukum- Pembelajaran Fisika Berbasis
Hukum Dasar Kimia Ditinjau dari Laboratorium Virtual terhadap
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Keterampilan Proses Sains dan
Kelas X IPA SMA. Negeri, 2, 66– Persepsi Mahasiswa. Berkala
75. Ilmiah Pendidikan Fisika, 6(1),
18–28.
Widana, W. (2017). Modul Penyusunan
Soal Higher Order Thinking Skills. Zabit, M. N. M. (2010). Problem-Based
Direktorat Pembinaan Sekolah Learning On Students Critical
Menengah Atas. Jakarta: Thinking. A Literature Review.
Direktorat Pembinaan Sekolah American Journal of Business
Menengah Atas. Education (AJBE), 3(6), 19–32.

382

You might also like