You are on page 1of 12

Nama : Nindya Prasanti

NPM : 2306260920
Fakultas : FMIPA
Prodi : Kimia
Kelas : MPKAI 3 Pagi
Dosen : Muhammad Yusuf, M.Si.

EKONOMI DAN ISLAM

Muamalah dan Mudharabah Dalam Perbankan Syariah

Dalam kegiatan berdagang maupun usaha, Islam selalu mengutamakan


kebersamaan dan kekeluargaan. Hal ini bertujuan agar penerapan ekonomi dalam
kehidupan umat muslim tetap berdasar pada nilai-nilai Al-Qur’an. Dari segi konstitusi
Indonesia sendiri, asas kekeluargaan yang diterapkan dalam perekonomian Indonesia
tertuang dalam Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa perekonomian
nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Dari pasal tersebut,
sesuai dengan prinsip Al-Qur’an, Indonesia telah mengedepankan Islam dalam
penerapan sistem perekonomiannya. Prinsip ekonomi syariah Islam bersifat
komprehensif dan konvensional, yang artinya dapat mengatur/menjadi pedoman bagi
seluruh umat dan bersifat fleksibel (universal) sehingga bisa diikuti oleh siapapun,
kapanpun, dan dimanapun, bahkan untuk umat non muslim sekalipun.

Dalam makalah ini, akan dibahas dua poin dalam ekonomi Islam, yakni
Muamalah dan Mudharabah. Secara umum, Muamalah merupakan kegiatan usaha
ekonomi sesuai dengan prinsip Islam. Sedangkan, Mudharabah merupakan salah satu
jenis akad dalam usaha ekonomi Islam. Kita akan membahas lebih lanjut tentang
bagaimana hubungan antara Muamalah dan Mudharabah dalam sistem Perbankan
Syariah.
A. Muamalah Dalam Perbankan Syariah
Muamalah secara umum berarti sebuah hubungan masyarakat dalam interaksi
sosial sesuai dengan ketentuan syariat. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam
kaidah fiqh dinyatakan bahwa, “Al-ashlu fil mu’amalatil ibahah illa an-yadulla
dalilun ‘ala tahrimiha,” yang artinya adalah seluruh kegiatan Muamalah dalam
kehidupan sosial manusia pada dasarnya boleh, terkecuali memang ada dalil yang
mengharamkannya. Sehingga, umat muslim memiliki kebebasan dalam
bermuamalah dengan orang lain, dengan syarat tetap mempertahankan nilai-nilai
keislaman seperti menghindari riba, amanah, jujur, dan bertanggung jawab yang
dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut.

Qur’an Surah Ar-Rum ayat 39

“Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)". (QS Al-Rum: 39).

Qur’an Surah An-Nisa ayat 160-161

"Maka disebabkan kedhaliman orang Yahudi, maka kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka.
Dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Dan
Kami telah menjadikan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih." (QS an-Nisa: 160-161)

Qur’an Surah Al-Imron ayat 130

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-
orang yang kafir." (Qs. Ali Imron [3]: 130).

Qur’an Surah An-Nisa ayat 58

“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya
kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi
pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS an-
Nisa: 58)

Untuk mempertahankan nilai-nilai keislaman ini, dalam penerapannya tentu


dibutuhkan prinsip-prinsip yang dapat menjadi fondasi dijalankannya Muamalah
sesuai ketentuan Islam. Secara etimologis, prinsip bertujuan untuk menjadi pokok
dasar dalam berpikir dan bertindak. Sehingga, prinsip syariah dapat dipahami
sebagai pokok dasar dalam menjalankan hal sesuai syariat Islam.
Prinsip-prinsip yang dimaksud antara lain :
1) Prinsip perbankan non riba
2) Prinsip perniagaan halal dan tidak haram
3) Prinsip keridaan dalam pihak yang berkontrak
4) Prinsip pengurusan dana yang amanah, jujur, dan bertanggung jawab

Sehingga, jika kita membandingkan pembiayaan dalam perbankan syariah dengan


perbankan konvensional (bunga), dapat dilihat dalam tabel berikut.

Perbankan Syariah Perbankan Konvensional


Pedoman Berdasarkan Al-Qur’an dan Asli buatan manusia, sehingga
Hukum Sunnah yang kemudian umumnya sangat jauh dan
dikembangkan oleh ijtihad para terpisah dari norma agama dan
ulama. mengutamakan keadaan pasar.
Jenis Hubungan yang dijalankan Hubungan yang dijalankan
Kontrak tidak boleh didasari oleh berupa kreditur-peminjam
keuntungan bunga dan harus sehingga kreditur
berbagi segala aspek baik menjamin/menetapkan besaran
keuntungan maupun bunga yang memang harus
kerugiannya. Dalam sistem dibayar peminjam.
peminjaman, tidak boleh ada
persentase bunga yang
ditetapkan.
Zakat Dalam perekonomian Islam, Tidak diwajibkan membayar
seluruh intitusinya wajib zakat.
membayar zakat.
Tujuan Memaksimalkan keuntungan Memaksimalkan keuntungan.
sesuai dengan prinsip-prinsip
Islam.
Kesalahan Perbankan Islam tidak boleh Biasanya langsung ditetapkan
dan penalty menerima penalti uang dalam nominal penalti apabila telah
bentuk apapun karena lewat dari tenggat waktu
termasuk riba, sehingga aturan peminjaman. Penalti ini bisa
penalti biasanya lebih merujuk menjadi keuntungan besar
pada pembayaran amal untuk pemasukan dan kredit
daripada kewajiban perusahaan, serta bunga
pembayaran penalti. peminjaman yang bisa diambil
oleh kreditur.
Hubungan Pertumbuhan dan produktivitas Pertumbuhan dan prodiktivitas
produktivitas menjadi sangat vital dalam yang diutamakan adalah
perbankan syariah, sebab pengembalian peminjaman
kedua hal inilah yang menjadi uang dengan bunga yang telah
keuntungan utama dalam jual ditetapkan.
beli pasar.
Jenis Produk Hanya produk syariah yang Seluruh produk ekonomi yang
dapat ditawarkan. legal menurut hukum dapat
ditawarkan.
Pemilihan Keuntungan dari kredit yang Hal utama yang dilihat adalah
klien diberikan kepada peminjam itu kemampuan peminjam untuk
memang diperhitungkan, tetapi mengembalikan kredit.
yang lebih diutamakan adalah
kelayakan dan probabilitas
keuntungan yang bisa
didapatkan dari projek yang
sedang dibangun peminjam.
Alokasi Konsep yang diambil adalah Konsep yang diambil adalah
Resiko sharing, yakni berbagi melempar resiko ke satu pihak.
investasi, berbagi pekerjaan,
berbagi kerugian, dan sistem
kebersamaan lainnya sesuai
kontrak yang diizinkan.
Pengumpula Dilarang untuk menjamin Menjamin bunga yang dapat
n keuntungan apapun kepada diperoleh klien adalah
Keuntungan klien di masa depan. Jaminan karakteristik umum dari
deposit dapat digunakan institusi perbankan
dengan kontrak tertentu seperti konvensional.
waadiah, tetapi keuntungan
tersebut hanya dapat dibagikan
jika memang ada dan jelas
kontraknya di awal.
Fluktuasi Perbankan Islam pada dasarnya Perbankan Konvensional
memiliki fluktuasi profit yang memiliki fluktuasi yang sangat
rendah (cenderung stabil) tinggi karena mudah sekali
karena hukum dan larangan untuk mendapatkan
dalam aktivitasnya jelas. Akan keuntungan, tetapi juga mudah
tetapi, terkadang keadaan untuk jatuh dalam kerugian
institusi perbankan syariah sehingga memiliki spekulasi
dapat terganggu karena sistem perekonomian yang naik-turun
moneter dalam suatu negara dengan cepat.
dari perbankan konvensional
lain yang ada di dalam negara
tersebut.

Muamalah yang dilakukan perbankan syariah mengacu pada beberapa prinsip


yakni,

1) Prinsip bagi hasil dengan mitra lain (profit and loss sharing)
2) Prinsip kesetaraan (equality)
3) Prinsip keadilan (fairness)
4) Prinsip kejujuran (transparency)

Tujuan utama dalam perbankan syariah adalah kesejahteraan bersama dengan


kompetisi dan hubungan yang sehat sehingga dapat tercapai ukhuwah (networking)
dengan institusi maupun mitra kerja sama lainnya. Selain itu, sistem yang dianut
dalam kegiatan usaha bank syariah adalah sistem terbuka (open system), sama
seperti yang dianut lingkungan hukum perdata barat. Hukum tersebut menyatakan
bahwa pada dasarnya semua produk jasa bank konvensional dapat dijadikan sebagai
produk jasa bank syariah untuk dapat dijual kepada masyarakat, dengan batasan-
batasan syariah atau tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Berdasarkan Pasal 1 butir (12), UU No. 21 Tahun 2008, yang dimaksud dengan
prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah. Dengan prinsip tersebut, perbankan syariah dapat
menjalankan kegiatan usaha dnegan berpedoman pada fatwa yang telah ditetapkan
oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip ekonomi
Islam secara umum yang terdapat dalam fiqh maupun prinsip syariah yang tlah
digali berdasarkan ijtihad melalui fatwa dari DSN-MUI, bahkan asas-asas dalam
hukum perdata secara umum yang tidak bertentangan dengan hukum Islam,
sehingga dapat diterapkan dalam perbankan syariah. Walaupun pada dasarnya
hukum bersifat dinamis karena dipengaruhi waktu dan tempat (historisch
bestimmt), tetapi dengan adanya prinsip syariah yang bersifat universal, perbankan
syariah dapat diterapkan kapanpun dan dimanapun dengan mengikuti
perkembangan zaman dan tetap berpedoman pada Al-Qur’an serta Sunnatullah.

B. Mudharabah Dalam Perbankan Syariah

Mudharabah berasal dari kata al- darbu fi ardhi yaitu berpergian untuk urusan
perdagangan. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata al-qardhu yang berarti al
qath’u (potongan), karena pemilik pemotong sebagian hartanya untuk
diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan (Hendi Suhendi, 2007: 135).
Dapat dipahami mudharabah adalah akad antara kedua belah pihak yang mana
salah satu pihak menyerahkan uang kepada pihak lain untuk diperdagangkan,
sedangkan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan oleh pihak yang melakukan
akad.

Sedangkan menurut para ulama fiqh, mudharabah adalah pemilik modal yang
menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan,
sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut
kesepakatan bersama (Nasrun Haroen, 2000:176). Hal ini menunjukan bahwa
mudharabah itu suatu bentuk kerjasama dalam bidang perniagaan yang mana salah
satu pihak menyerahkan modal/ shahib mal/ investor dan pihak lain untuk dikelola
dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan dan bila rugi ditanggung oleh pemilik
modal.

Akad mudharabah dibolehkan dalam Islam, karena ada kebaikannya yaitu


saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan
uang. Atas dasar saling menolong dalam pengelolaan modal itu, Islam memberi
kesempatan untuk saling bekerja sama antara pemilik modal dengan seorang yang
trampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal. Landasan syariah dalam
mudharabah ini dapat dilihat dari ayat Al-Qur’an, hadist, serta ijma para ulama
berikut.

Qur’an Surah Al-Muzammil ayat 20

“... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah SWT.” (Al-Muzzammil: 20)

Al-Hadits, diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul
Muthal, “Jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah maka
mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah
yang berbahaya, atau membeli temak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang
bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-
syarat tersebut kepada Rasulullah Saw. dan Rasulullah pun membolehkannya.”
(HR. Thabrani)

Ijma para ulama, Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah
berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah.
Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid.

Agar akad mudharabah berjalan sesuai fiqh dan syariah yang ada, maka
terdapat beberapa rukun dan syarat dalam menjalankan akad mudharabah.
Rukun yang dimaksud antara lain :

1) Pemilik barang menyerahkan barang-barangnya.


2) Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang
3) Akad mudharah dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang
4) Mal yaitu harga pokok atau modal amal yaitu pekerjaan mengelola harta
sehingga menghasilkan laba keuntungan

Sedangkan, syarat-syarat akad mudharabah antara lain :

1) Modal berupa uang tunai, jika berbentuk emas atau perak batangan ,atau
barang dagangan, maka tidak sah.
2) Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasarruf,
maka batal akad orang yang tidak cakap hukum/ orang yang dibawah
pengampuan.
3) Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang
diperdagangakan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang
akan dibagi kepada pihak-pihak yang berakad sesuia dengan perjanjian.
4) Keuntungan akan menjadi pihak pengelolan dan pemilik modal harus jelas
persentasenya, contoh setengah, sepertiga atau seperempat.
5) Melafazkan ijab dari pemilik modal dan kabul dari pengelola.
6) Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta
untuk berdagang. Bila mudharabah ada persyaratan-persyaratan, maka kadnya
rusak (fasid) menurut Syafi’i dan Malik. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan
Ahmad Ibn Hambal Mudharabah tersebut sah.

Dari penjabaran sebelumnya, dapat dipahami bahwa dalam operasional bank


Syariah, mudharabah merupakan salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan
diberikan kepada nasabahnya. Sistem dari mudharabah ini merupakan akad kerja
sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dalam penentuan kontraknya, harus
dilakukan diawal ketika akan memulai akad mudharabah tersebut.

Mudharabah yang terjadi di perbankan syariah cendrung pada si penabung/


investor ke bank, bukan pada peminjam/ pengusaha ke bank. Karena uang yang ada
diperbankkan merupakan wadi’ah (titipan). Jadi berat menerapkan sistem
mudharabah, karena dikawatirkan dengan resiko yang terjadi. Sebab, Mudharabah
itu ketentuannya keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan dan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola.

Mudharabah ini dapat diklasifikasi dalam tiga jenis, yakni :

1) Mudharabah Muthlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan


kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat.
2) Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana
memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara,
dan objek investasi atau sektor usaha.
3) Mudharabah Musytarakah adalah mudharabah di mana pemilik dana
menyerahkan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.

Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan


pendanaan pada perbankan syariah. Pada sisi penghimpunan dana dan pendanaan
tersebut, mudharabah diterapkan untuk :

1) Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,


seperti tabugan haji, tabungan kurban, deposito biasa dan sebagainya.
2) Deposito spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis
tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.
3) Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa. Investasi
khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, di mana sumber dana khusus
dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan
oleh shahibul maal.
Mudharabah merupakan salah satu tonggak ekonomi syariah yang mewakili
prinsip Islam untuk mewujudkan keadilan masyarakat melalui sistem bagi hasil.
Kontrak mudharabah digunakan dalam perbankan syari‟ah untuk tujuan dagang
jangka pendek dan untuk suatu kongsi khusus. Apabila terjadi keuntungan akan
dibagi sesuai nisbah yang disepakati atas dasar realisasi keuntungan, sementara jika
terjadi kerugian yang tidak diakibatkan oleh kelalaian pengelola dana akan
ditanggung sepenuhnya oleh pemilik dana, sementara pengelola dana akan
menanggung risiko nonfinansial.

Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan pengakuan


penghasilan usaha mudharabah, dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan
bagi hasil atas realisasi penghasilan hasil usaha dari pengelola dana. Nilai keadilan
dalam akad mudharabah terletak pada keuntungan dan pembagian resiko dari
masing-masing pihak yang sedang melakukan kerjasama sesuai dengan porsi
keterlibatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Nurfaizal (2013). Prinsip-prinsip Muamalah dan Implementasinya dalam Hukum


Perbankan Indonesia. Riau: Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau.

Faisal (2015). Prinsip-prinsip Perjanjian Muamalat dalam Hukum Perbankan Syariah


di Indonesia. Lhokseumawe: Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh.

Abdul Ghofur Anshori (2007). Payung Hukum Perbankan Syariah. Yogyakarta: UII
Press.

Heri Sudarsono (2003). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.

Hendi Suhendi (2007). Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Iin Marleni, Sri Kasnell (2019). Penerapan Akad Mudharabah Pada Perbankan
Syariah. Kuala Tungkal: Al-Mizan.

Sularto (2021). Ajaran Ekonomi Islam: Menjaga Amanah. Tangerang: KlikBMI.


Diakses pada 4 November 2023 lewat https://klikbmi.com/ajaran-ekonomi-islam-
menjaga-amanah/

Niken Widya Yunita (2019). Ayat Tentang Riba dalam Al-Qur’an, Ini Penjelasannya.
detikNews. Diakses pada 4 November 2023 lewat https://news.detik.com/berita/d-
4793327/ayat-tentang-riba-dalam-alquran-ini-penjelasannya

You might also like