Professional Documents
Culture Documents
LTM Agama
LTM Agama
NPM : 2306260920
Fakultas : FMIPA
Prodi : Kimia
Kelas : MPKAI 3 Pagi
Dosen : Muhammad Yusuf, M.Si.
Dalam makalah ini, akan dibahas dua poin dalam ekonomi Islam, yakni
Muamalah dan Mudharabah. Secara umum, Muamalah merupakan kegiatan usaha
ekonomi sesuai dengan prinsip Islam. Sedangkan, Mudharabah merupakan salah satu
jenis akad dalam usaha ekonomi Islam. Kita akan membahas lebih lanjut tentang
bagaimana hubungan antara Muamalah dan Mudharabah dalam sistem Perbankan
Syariah.
A. Muamalah Dalam Perbankan Syariah
Muamalah secara umum berarti sebuah hubungan masyarakat dalam interaksi
sosial sesuai dengan ketentuan syariat. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam
kaidah fiqh dinyatakan bahwa, “Al-ashlu fil mu’amalatil ibahah illa an-yadulla
dalilun ‘ala tahrimiha,” yang artinya adalah seluruh kegiatan Muamalah dalam
kehidupan sosial manusia pada dasarnya boleh, terkecuali memang ada dalil yang
mengharamkannya. Sehingga, umat muslim memiliki kebebasan dalam
bermuamalah dengan orang lain, dengan syarat tetap mempertahankan nilai-nilai
keislaman seperti menghindari riba, amanah, jujur, dan bertanggung jawab yang
dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut.
“Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)". (QS Al-Rum: 39).
"Maka disebabkan kedhaliman orang Yahudi, maka kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka.
Dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Dan
Kami telah menjadikan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih." (QS an-Nisa: 160-161)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-
orang yang kafir." (Qs. Ali Imron [3]: 130).
1) Prinsip bagi hasil dengan mitra lain (profit and loss sharing)
2) Prinsip kesetaraan (equality)
3) Prinsip keadilan (fairness)
4) Prinsip kejujuran (transparency)
Mudharabah berasal dari kata al- darbu fi ardhi yaitu berpergian untuk urusan
perdagangan. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata al-qardhu yang berarti al
qath’u (potongan), karena pemilik pemotong sebagian hartanya untuk
diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan (Hendi Suhendi, 2007: 135).
Dapat dipahami mudharabah adalah akad antara kedua belah pihak yang mana
salah satu pihak menyerahkan uang kepada pihak lain untuk diperdagangkan,
sedangkan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan oleh pihak yang melakukan
akad.
Sedangkan menurut para ulama fiqh, mudharabah adalah pemilik modal yang
menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan,
sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut
kesepakatan bersama (Nasrun Haroen, 2000:176). Hal ini menunjukan bahwa
mudharabah itu suatu bentuk kerjasama dalam bidang perniagaan yang mana salah
satu pihak menyerahkan modal/ shahib mal/ investor dan pihak lain untuk dikelola
dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan dan bila rugi ditanggung oleh pemilik
modal.
“... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah SWT.” (Al-Muzzammil: 20)
Al-Hadits, diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul
Muthal, “Jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah maka
mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah
yang berbahaya, atau membeli temak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang
bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-
syarat tersebut kepada Rasulullah Saw. dan Rasulullah pun membolehkannya.”
(HR. Thabrani)
Ijma para ulama, Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah
berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah.
Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid.
Agar akad mudharabah berjalan sesuai fiqh dan syariah yang ada, maka
terdapat beberapa rukun dan syarat dalam menjalankan akad mudharabah.
Rukun yang dimaksud antara lain :
1) Modal berupa uang tunai, jika berbentuk emas atau perak batangan ,atau
barang dagangan, maka tidak sah.
2) Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasarruf,
maka batal akad orang yang tidak cakap hukum/ orang yang dibawah
pengampuan.
3) Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang
diperdagangakan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang
akan dibagi kepada pihak-pihak yang berakad sesuia dengan perjanjian.
4) Keuntungan akan menjadi pihak pengelolan dan pemilik modal harus jelas
persentasenya, contoh setengah, sepertiga atau seperempat.
5) Melafazkan ijab dari pemilik modal dan kabul dari pengelola.
6) Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta
untuk berdagang. Bila mudharabah ada persyaratan-persyaratan, maka kadnya
rusak (fasid) menurut Syafi’i dan Malik. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan
Ahmad Ibn Hambal Mudharabah tersebut sah.
Abdul Ghofur Anshori (2007). Payung Hukum Perbankan Syariah. Yogyakarta: UII
Press.
Heri Sudarsono (2003). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.
Iin Marleni, Sri Kasnell (2019). Penerapan Akad Mudharabah Pada Perbankan
Syariah. Kuala Tungkal: Al-Mizan.
Niken Widya Yunita (2019). Ayat Tentang Riba dalam Al-Qur’an, Ini Penjelasannya.
detikNews. Diakses pada 4 November 2023 lewat https://news.detik.com/berita/d-
4793327/ayat-tentang-riba-dalam-alquran-ini-penjelasannya