You are on page 1of 11

Teologi Salib Kristus

1
DAFTAR ISI

Pengantar 3

Paradoks salib Kristus 4

Salib Kristus dalam Hubungannya dengan Wafat dan Kebangkitan-Nya1 5

1. Hubungan wafat dan kebangkitan Kristus adalah hubungan pribadi antara Kristus dengan Allah Bapa 5

2. Wafat Kristus berarti keterbukaan Kristus bagi tindakan keselamatan Allah Bapa 6

3. Kebangkitan: tindakan penyelamatan Allah di dalam Kristus. 6

“Salam Salib, Satu-satunya Harapan Kami!”: Relevansi Teologi Salib Kristus 7

Kepustakaan 11

1
Lih. Nico Syukur Dister, Op. Cit., hlm. 587-591

2
Pengantar

Salib Kristus adalah jalan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Salib Kristus adalah
tanda penyelamatan-Nya. Dalam PB, penderitaan dan kematian Kristus telah dinubuatkan
oleh Yohanes Pembaptis (Yoh. 1:29). Kristus sendiri juga telah menyebutnya dalam
pengajaran-Nya (Mat 16:21; Mrk. 8:31; 9:31; 10:45; Yoh. 10:11-18; 15:13). Kemudian, para
murid Kristus juga dengan berani mewartakan kematian Kristus sebagai jantung dari
pewartaan mereka (Kis. 5:30; 10:39; 13:28-29; 26:23). Setelah bertemu secara pribadi Tuhan
yang telah bangkit, Paulus menguraikan implikasi teologis salib dalam surat-suratnya (Rm.
4:25; 5: 8, 10; 1Kor. 15:3; Gal. 3:13; Ef. 5:2; Kol. 1:20, 22; 2:14; 1Tes. 4:14). Surat Petrus
yang pertama dari lima bab berisi banyak referensi salib (1Ptr. 1:2, 11, 18-19; 2:21-24; 3:18;
4:1, 13; 5:1). Kematian Kristus juga menjadi tema penting dalam surat kepada orang Ibrani
(Ibr. 2:9, 14; 7:27; 9:14, 26, 28; 10:10, 12; 12:24; 13:12) dan dalam Surat Yohanes yang
pertama (1Yoh. 1:7; 3:16; 4:10; 5:6-7). Selain itu, Kitab Wahyu berisi sekitar 22 referensi
akan Yesus sebagai Anak Domba yang disembelih (Why. 5:6, 8, 12; 6:16; 7:10, 14, 17; dst.).
Dari data ini tampak bahwa kekristenan adalah Kristus dan fakta penting tentang Kristus
adalah pengurbanan-Nya di atas kayu salib (His passion on the cross).2

Inti sari iman Kristiani adalah salib Kristus, yaitu wafat dan kebangkitan-Nya. Wafat
Kristus adalah solidaritas Allah dengan manusia sampai ke dalam kematian dan dalam
kebangkitan-Nya kesatuan Allah dengan manusia itu dibawa pada kepenuhannya. 3 Oleh wafat
dan kebangkitan Kristus, kita diselamatkan dan dianugerahi hidup kekal. Semua itu terwujud
berkat jalan salib yang ditempuh Kristus. Gereja merayakan keagungan Salib Kristus pada
Pesta Salib Suci setiap tahun, pada tanggal 14 September. Teologi salib Kristus adalah sebuah
panggilan Gereja supaya orang-orang datang dan mendekat pada salib tempat dimana Tuhan
Yesus menderita. Orang diajak untuk melihat dan merenungkan arti penderitaan Yesus yang
sangat pedih itu. Mengapa? Karena dalam kepedihan salib itu tersembunyi sukacita besar bagi
keselamatan manusia. Sukacita Paskah yang dirayakan bertahun-tahun dan berabad-abad oleh
manusia itu bersumber pada kayu salib. Salib Kristus tanda nyata pengharapan umat beriman
sesudah kematian. Itulah sebabnya, tema ini ditempatkan setelah pembahasan tentang teologi
kematian.

2
Bruce Demarest, The Cross and Salvation (Wheaton, Illnois: Crossway Books, 1997) hlm. 167.
3
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2: Ekonomi Keselamatan (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 586.

3
Paradoks salib Kristus4

“Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang
dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia
tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;
ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-
bilurnya kita menjadi sembuh.” Yes. 53:4-5

Kitab Nabi Yesaya telah menubuatkan bahwa jalan salib Kristus adalah sebuah
realitas yang penuh dengan paradoks. Pertama, paradoks Allah. Identitas Yesus sebagai Anak
Allah yang Mahatinggi, Maha Kuasa, dan maha segalanya seolah-olah ‘terdiam’ di hadapan
realitas salib. Seluruh atribut Allah hancur di hadapan kekejian dan kehinaan salib. Salib
benar-benar menjatuhkan Kristus. Ia lebih tampak sebagai yang ditindas Allah daripada
sebagai Anak Kekasih Allah. Inilah pengetahuan manusia, bukan pengetahuan salib. Kedua,
paradoks keselamatan. Sejak semula, Allah menciptakan manusia segambar dan serupa
dengan Allah untuk menjadikan manusia sebagai rekan kerja Allah di dunia (Kej. 1:26).
Tugas utama manusia adalah mengabdi Allah dengan sepenuh hati (Ul. 6:5, bdk. Mat. 22:37).
Namun, manusia sering jatuh ke dalam dosa dan berpaling kepada berhala-berhala. Akibat
dosa, manusia tidak mampu lagi menggapai atau bersatu dengan Bapa. Atas inisiatif-Nya
sendiri, Allah mengutus Putra-Nya ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Putra Allah
menjadi manusia yang hina hingga batas yang paling rendah, yaitu wafat di salib. Pertanyaan
kita, apakah Allah wajib menyelamatkan manusia? Apa pengaruhnya karya penyelamatan itu
bagi Allah? Apakah tidak ada cara lain selain salib karena Allah Mahakuasa?

Masih banyak lagi paradoks salib yang menunjukkan bahwa realitas salib benar-benar
tidak mudah untuk dipahami sebagai jalan Kristus; jalan Allah. Ungkapan terkenal dari
Paulus tentang paradoks salib terdapat pada salah satu suratnya kepada jemaat Korintus,
“Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi
kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan
dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil,
baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat
Allah” (1Kor. 1:22-24). Itulah salib Kristus. Dengan cara itulah Tuhan mampu

4
Lih. Lukas Yuan Utomo, Theology of The Cross dalam http://www.buletinpillar.org/artikel/theology-of-the-
cross. Diakses pada 18 Maret 2015, pk. 17.35 WIB.

4
menyelamatkan manusia dari kuasa si jahat. Leon Morris menggambarkan salib Yesus adalah
strategi penyelamatan Allah.

Karena kita berdosa kita menjadi milik Setan. Tetapi Allah, demikianlah
dikatakan, membuat suatu perundingan dengan Setan. Dia setuju untuk
memberikan Anak-Nya sebagai tebusan bagi orang-orang berdosa yang menjadi
milik Setan. Tentu saja Setan dengan serta merta menerima tawaran itu, sebab
dalam Kristus dia mendapat nilai yang lebih besar dibandingkan dengan semua
orang berdosa yang ditawannya. Maka apa yang terjadi di Kalvari adalah Kristus
diserahkan kepada Setan. Tetapi kemudian si jahat itu melihat bahwa dia tidak
dapat memegang atau menahan tawanan barunya itu. Pada Hari Paskah yang
pertama Kristus melepaskan rantai-rantai neraka dan bangkit dengan jaya. Setan
tinggal menyesal, kehilangan baik tawanan-tawanan pertamanya maupun Dia yang
telah diterimanya sebagai tebusan.5

Salib Kristus dalam Hubungannya dengan Wafat dan Kebangkitan-Nya6

Salib adalah lambang yang menggambarkan seluruh tindakan penyelamatan Kristus.


Masa hidup Yesus sejak kelahiran hingga pelayanan-Nya di dunia memang menjadi saat yang
penting. Akan tetapi, seluruh pengginjil seolah-olah menunjukkan kepada dunia bahwa kisah
jalan salib, yaitu sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus adalah masa paling penting di antara
masa-masa yang lain dari hidup Yesus.7

1. Hubungan wafat dan kebangkitan Kristus adalah hubungan pribadi antara Kristus dengan
Allah Bapa

Pada umumnya, kematian dan kebangkitan tidak memiliki hubungan sama sekali.
Artinya, kematian dan kebangkitan bukanlah satu kepastian realitas kehidupan. Kebangkitan
bukan kesimpulan logis kematian. Kebangkitan bukanlah keharusan. Hanya kematian
Kristuslah yang ada hubungannya dengan kebangkitan-Nya. Hubungan wafat dan
kebangkitan Kristus mengungkapkan hubungan pribadi antara Kristus dengan Allah Bapa.
Dalam kebangkitan Kristus, Allah mewahyukan diri sebagai Allah keselamatan. Dalam
kebangkitan Kristus, Allah memiliki relasi yang begitu mendalam dengan Putra-Nya. Salib
yang merenggut nyawa Kristus tidak menjadi akhir dari kehidupan-Nya. Demikianlah pula

5
Leon Morris, Salib Yesus (terj. Suryana Himtoro) (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1994), hlm. 27.
6
Lih. Nico Syukur Dister, Op. Cit., hlm. 587-591
7
Bdk. Dr. Henricus Pidyarto, O.Carm., Kisah Sengsara Yesus Kristus Menurut Injil Matius (Malang:
Karmelindo, 2014), hlm. 9.

5
bagi orang-orang yang bersatu dengan wafat dan kebangkitan Kristus, kematian bukanlah
akhir dari kehidupan. Mereka juga akan mengalami kebangkitan.

2. Wafat Kristus berarti keterbukaan Kristus bagi tindakan keselamatan Allah Bapa

Di taman Getsemani, pada malam sebelum sengsara dan wafat-Nya, Yesus berdoa
kepada Bapa “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku,
tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat.
26:39). Doa ini mengungkapkan ketakutan Yesus untuk menghadapi penderitaan-Nya. Meski
ketakutan, Ia tetap taat menjalankan kehendak Bapa. Inilah bentuk keterbukaan Kristus bagi
tindakan keselamatan Allah Bapa. Meski Ia adalah Anak Allah rela mengalami kematian
seperti mahluk ciptaan lainnya, bahkan dengan cara yang paling rendah.

Dalam kematian-Nya, Kristus menunjukkan diri-Nya sebagai Putra. Artinya, meskipun


Ia adalah Allah yang tidak tunduk kepada kematian, Kristus menyerahkan diri-Nya secara
total kepada Bapa. Sebab, hanya dengan cara demikian Ia yang datang dari Bapa akan
kembali kepada Bapa (bdk. Yoh. 16:28). Kristus datang ke dunia atas kehendak Bapa, Ia
mengerjakan apa yang dikerjakan Bapa, Ia juga wafat atas kehendak Bapa. Kematian Kristus
adalah bentuk penyerahan total Sang Putra pada Bapa-Nya. Sedangkan, kebangkitan Kristus
adalah bentuk penerimaan Bapa pada Putra. Kematian sebagai tanda maut dan dosa diubah
menjadi tanda kehidupan. Penyerahan Kristus dimahkotai kemuliaan kebangkitan oleh Bapa.
Berkat salib Kristus, setiap kematian manusia dalam persatuan dengan-Nya akan diubah
menjadi kehidupan. Kristus menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang taat
kepada-Nya (bdk. Ibr. 5:8-9). Dengan demikian, dunia mengetahui bahwa melalui salib
Kristus, Allah sedang berusaha untuk menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.

3. Kebangkitan: tindakan penyelamatan Allah di dalam Kristus.

PB selalu melihat kebangkitan Kristus sebagai tindakan Allah. Kebangkitan adalah


rahmat dan anugerah Bapa kepada Putra-Nya yang taat total kepada kehendak Bapa.
Kebangkitan Kristus merupakan titik awal “ciptaan baru” (bdk. 2Kor. 5:17). Artinya,
kebangkitan bukanlah kelanjutan dari kematian sebab kematian adalah peristiwa insani
sedangkan kebangkitan adalah rahmat ilahi. Setiap orang yang bersatu dengan Kristus juga
akan memperoleh anugerah dan rahmat yang sama dari Bapa, yaitu kebangkitan.

6
Rahmat kebangkitan merupakan tindakan Allah dan bukan tindakan manusia sehingga,
sejatinya, manusia tidak sanggup memahami dengan baik karya ini. 8 Manusia hanya mampu
melihat karya ini sebagai melulu rahmat istimewa dari Allah, yang secara sempurna nyata
dalam diri Kristus. Rahmat kebangkitan ini hanya dapat Kristus nyatakan lewat kematian-
Nya. Kristus rela mengalami kematian supaya Ia dapat bersatu dengan manusia dan Bapa-
Nya.

Pertama, kematian Kristus sebagai jalan untuk bersatu dengan manusia. Kematian
Kristus merupakan tanda solidaritas Kristus terhadap manusia. Ia rela mengalami kegelapan
kematian seperti yang harus dialami manusia. PB sering mengatakan bahwa Kristus akan
dibangkitan dari antara orang mati (lih. Mat. 17:9, 27:64, 28:7; Luk. 24:46; Yoh. 2:22, 20:9,
21:14; Kis. 3:15, 13:30, 26:23; Rm. 1:4, dst). Kristus dibangkitan dari antara orang mati
supaya orang-orang yang telah mengalami kematian ini juga dibangkitkan bersama Kristus.
Sebagaimana Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia, buah kebangkitan
Kristus dari Bapa juga dianugerahkan kepada manusia. Kedua, kematian Kristus sebagai jalan
untuk bersatu dengan Bapa. Inilah pemikiran umat Kristen purba. Sesudah kematian-Nya,
Kristus dibangkitkan untuk bersatu dengan Bapa.

“Salam Salib, Satu-satunya Harapan Kami!”: Relevansi Teologi Salib Kristus

"Salam, ya Salib, Satu-satunya Harapan Kami !" adalah isi iman Edith Stein sekaligus
isi pemikirannya tentang salib Kristus. Salib Kristus menjadi tumpuan iman Edith ketika ia
dihadapkan pada sebuah jalan hidup yang menantang iman dan nyawanya. Oleh karena salib
menjadi satu-satunya harapan, Edith rela menerima semua itu lewat kemartirannya. Salib
Kristus adalah satu-satunya harapan bagi Edith dan inilah yang hendak ia ajarkan kepada para
pengikut Kristus lewat gagasannya tentang pengetahuan salib. Edith menjadi seorang santa
yang besar karena ia menaruh pengharapannya hanya pada salib Kristus.

Menurut Edith, salib adalah sebuah panggilan Gereja supaya orang-orang datang dan
mendekat pada salib tempa di mana Tuhan Yesus menderita. Orang diajak untuk melihat dan
merenungkan arti penderitaan Yesus yang sangat pedih itu. Mengapa? Karena dalam
kepedihan salib itu tersembunyi sukacita besar bagi keselamatan manusia. Sukacita paskah

8
Bdk. Jurgen Moltmann, The Crucified God: The Cross of Christ as the Foundation and Criticism of Christian
Theology (Minneapolis: Fortress Press, 1993), hlm. 71.

7
yang dirayakan bertahun-tahun dan berabad-abad oleh manusia itu bersumber pada kayu
salib.

Sebagaimana Kristus sendiri menjadi dasar eskatologi Gereja, salib-Nya menjadi


intinya. Salib Kristus menjadi alasan pengharapan Gereja. Kematian atau akhir kehidupan
duniawi memperoleh masa depannya berkat salib Kristus. Sehingga kematian bukan menjadi
akhir dari sebuah kehidupan. Berkat salib Kristus, kematian justru menjadi peristiwa yang
sangat bermakna bagi Gereja karena buah salib Kristus akan menjadi lebih nyata. Pada saat
kematian, salib Kristus membuktikan dirinya sebagai satu-satunya sumber pengharapan yang
terpercaya. Dengan demikian, kematian atau akhir kehidupan duniawi bukan lagi menjadi saat
yang menakutkan dan dihindari tetapi saat yang layak disambut dengan penuh sukacita.

Teologi Salib Kristus adalah teologi kita. Teologi kemakmuran hanya menawarkan
kelimpahan dan kebahagiaan duniawi tetapi teologi salib memberi harapan akan hidup abadi
sesudah kematian. Teologi salib memberi kita kekuatan untuk menerima dan memikul salib
kita di dunia karena tidak sedikit orang Katolik yang merasa takut terhadap salib, dan
menanyakan, atau bahkan mempertanyakan peran salib dalam pewartaan injil yang adalah
kabar gembira.9 Hidup orang Kristiani harus lebih mewartakan salib daripada ajakan untuk
memperoleh harta dan sukacita duniawi.

Tema kisah sengsara dan kematian Kristus membuat dunia terdiam membisu. Refleksi
dan pendalaman akan makna salib Kristus oleh banyak teolog melahirkan pengajaran yang
tinggi tentang keutamaan hidup daripada kengerian penderitaan di atas salib itu sendiri.10
Kristus wafat bagi manusia untuk menunjukkan cinta-Nya yang besar kepada manusia dan
untuk membuktikan bahwa kasih adalah esensi Kristianitas. Petrus Abelardus meyakini
bahwa salib mengajarkan moralitas yang paling besar pada sejarah manusia.11 John Miley
(1895), bersama teolog Arminia lainnya, menyimpulkan bahwa “Salib adalah penyingkapan
tertinggi atas seluruh kebenaran yang terwujud dalam moral.”12 Jadi, teologi salib bukan
sekedar pengetahuan tentang salib tetapi sebagai jalan yang harus ditempuh oleh setiap orang
Kristiani.13

9
Bdk. Petrus Go Twan An, Op. Cit., hlm. 425.
10
Bruce Demarest, Op. Cit., hlm.34.
11
Ibid.,hlm. 153.
12
Ibid.,hlm. 155.
13
Bdk. Jurgen Moltmann, Op. Cit., hlm.70.

8
Mengapa salib?14 Mengapa Kristus menyelamatkan manusia dengan jalan salib? Inilah
pertanyaan Richard Viladesau yang juga harus menjadi pertanyaan refleksi setiap pengikut
Kristus yang tersalib. Mengapa Kristus tidak memilih jalan kematian dengan pedang seperti
yang terjadi atas kanak-kanak laki-laki Yahudi yang mati dibunuh oleh Herodes sesudah
Kristus lahir? Vincent Ferer (1350–1419), seorang pengkhotbah dan misionaris Dominikan
yang terkenal, mengatakan bahwa pedang bukan melambangkan kehinaan moral tetapi lebih
pada pemutusan. Kelak, pedang menjadi simbol pedang Petrus dalam kaitannya dengan
ekskomunikasi. Kristus menghindari jalan ini kerena hendak mengajar para pengikutnya agar
bersatu dalam persatuan Gereja. Mengapa Kristus tidak memilih jalan kematian dengan
dilemparkan dari tebing? Karena Ia hendak mengajar supaya kita tidak mati dengan jatuh dari
gunung harga diri. Mengapa Kristus tidak memilih wafat dengan dilempari batu? Karena batu
adalah lambang keras dan dingin. Keras karena tidak ada kelembutan pada orang yang
berhutang dan dingin karena kurangnya api cinta kasih. Mengapa tidak wafat dengan minum
racun? Karena Kristus mengingatkan kita supaya tidak jatuh pada racun penyembahan berhala
dan racun seksual.

Kristus memilih jalan salib karena Ia hendak mengajar kita tentang iman, keutamaan
dan moral seorang Kristiani.15 Kematian Kristus pada salib yang keji harus kita sembah dan
harus kita ikuti. Kesakitan yang dialami Kristus harus kita rasakan demi dosa-dosa kita. Luka
pada tangan kanan-Nya tanda memberi sedekah. Luka pada tangan kiri-Nya simbol
pengampunan bagi pemungut cukai dan pencuri. PB selalu menyandingkan salib Kristus
dengan Hari Raya Pendamaian.16 Luka pada kedua kaki-Nya menopang dan menguatkan kita
dalam perziarahan kita sebagai pengikut Kristus. Luka pada lambung-Nya mengajarkan kita
untuk memiliki hati yang terbuka untuk mengampuni. Salib adalah buah keutamaan Kristus
sendiri dan teladan utama bagi keutamaan dan kasih kita, para pengikut-Nya.

Teologi salib adalah kesadaran akan pengetahuan penderitaan Kristus yang direndahkan
hingga batas ketidak-manusiawian untuk mengangkat manusia hingga memiliki keilahian
seperti Dia.17 Teologi salib Kristus menjadi sumber penyelamatan yang menghancurkan
manusia yang mencari penghargaan dan kuasa. Di hadapan salib Kristus, manusia
‘dikosongkan’ supaya Kristus sendiri yang memenuhi diri manusia. Teologi Salib Kristus

14
Richard Viladesau, The Triumph of the Cross (Oxford, NY: Oxford University Press, Inc., 2008), hlm. 20-21
15
Ibid., hlm. 21.
16
Bruce Demarest, Op. Cit., hlm.167.
17
Bdk. Jurgen Moltmann, Op. Cit., hlm. 71.

9
menghancurkan dan sekaligus memurnikan teologi kemakmuran. Menurut Todd Wilken,
seluruh agama, kecuali Kristiani, menganut teologi kemakmuran.18

Apa itu teologi kemakmuran atau teologi sukses? Dalam bukunya mengenai teologi
sukses, Ir. Herlianto, M.Th. mendefinisikan apa itu teologi sukses: “teologi yang menekankan
bahwa Allah kita adalah Allah yang maha besar, kaya dan penuh berkat dan manusia yang
beriman pasti akan mengalami hidup yang penuh berkat pula, kaya, sukses dan berkelimpahan
materi”.19 Selain itu, para teolog Kemakmuran mempercayai bahwa jalan Allah secara umum
dapat dimengerti oleh akal budi manusia.20 Allah disukakan dengan usaha manusia.21

Orang Kristiani mendasarkan hidupnya pada teologi Salib Kristus bukan teologi
kemakmuran. Sebab, orang Kristiani yang mendasarkan hidup imannya pada teologi
kemakmuran saja memiliki mentalitas yang kurang siap dalam menghadapi salib dalam
hidupnya.22 Seperti disinggung di atas, para teolog Salib Kristus meyakini bahwa jalan Allah
adalah paradoks dan tersembunyi bagi akal budi manusia.23 Kasih Allah nyata dalam Kristus,
yaitu dalam penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya dan bukan materi duniawi.24 Allah
disukakan hanya oleh Kristus.25

Teologi salib bukan hanya sekedar pengetahuan tentang salib, tetapi ajakan bagi banyak
orang untuk memuliakan dan menghormati salib bukan sebaliknya, yaitu menjadi musuh
salib. Salib memang tanda ironis dan berlawanan. Mati di salib adalah sebuah lambang
kehinaan. Namun, para pengikut Kristus telah berjanji untuk menjadi pengikut setia salib.
Orang-orang Kristen berjanji untuk memanggul salib dan mengikuti Yesus hingga mereka
juga dibangkitkan bersama-Nya.

18
Todd Wilken, The Theology of the Cross: Cross-Shaped Theology (The New Issues, Etc. Journal - Vol. 2, No.
1) dalam http://www.issuesetcarchive.org/issues_site/resource/journals/v2n1wlkn.htm. Diakses pada 18 Maret
2015, pk. 18.00 WIB.
19
http://buletin-narhasem.blogspot.com/2009/08/artikel-teologi-sukses.html. Diakses pada 09 April 2015, pk.
09.15 WIB.
20
Todd Wilken, Op. Cit.
21
Ibid.
22
Bdk. Petrus Go Twan An, Teologi Salib Kristus dalam Edison R. L. Tinambunan dan Kristoforus Bala (eds.),
Dimana Letak Kebahagiaan? (Malang: STFT Widya Sasana, 2014), hlm. 415.
23
Todd Wilken, Op. Cit.
24
Ibid.
25
Ibid.

10
Kepustakaan

Buku:

Demarest, Bruce. The Cross and Salvation.Wheaton, Illnois: Crossway Books, 1997.

Dister, Nico Syukur. Teologi Sistematika 2: Ekonomi Keselamatan. Yogyakarta: Kanisius,


2004.

Moltmann, Jurgen. The Crucified God: The Cross of Christ as the Foundation and Criticism
of Christian Theology. Minneapolis: Fortress Press, 1993.

Morris, Leon. Salib Yesus. (terj.) Suryana Himtoro. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,
1994.

Pidyarto, Dr. Henricus, O.Carm. Kisah Sengsara Yesus Kristus Menurut Injil Matius. Malang:
Karmelindo, 2014.

Twan An, Petrus Go. Teologi Salib Kristus dalam Edison R. L. Tinambunan dan Kristoforus
Bala (eds.), Dimana Letak Kebahagiaan? Malang: STFT Widya Sasana, 2014.

Viladesau, Richard. The Triumph of the Cross. Oxford, NY: Oxford University Press, Inc.,
2008.

Internet:

http://buletin-narhasem.blogspot.com/2009/08/artikel-teologi-sukses.html. Diakses pada 09


April 2015, pk. 09.15 WIB.

Wilken, Todd The Theology of the Cross: Cross-Shaped Theology (The New Issues, Etc.
Journal - Vol. 2, No. 1) dalam
http://www.issuesetcarchive.org/issues_site/resource/journals/v2n1wlkn.htm. Diakses
pada 18 Maret 2015, pk. 18.00 WIB.

Utomo, Lukas Yuan. Theology of The Cross dalam


http://www.buletinpillar.org/artikel/theology-of-the-cross. Diakses pada 18 Maret 2015,
pk. 17.35 WIB.

11

You might also like