Professional Documents
Culture Documents
Askep HPP
Askep HPP
Disusun Oleh :
FITRI SOLICHAH
P27820820019
Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Ibu Nifas Dengan Diagnosa Medis
Hemorrhage Post Partum (HPP) Dan Masalah Keperawatan Pola Napas Tidak Efektif Di Ruang
VK Merpati RSUD Dr. Soetomo Surabaya dilakukan pada periode 15 Februari 2021 sampai
dengan 06 Maret 2021 telah dilaksanakan sebagai Laporan Praktik Profesi Ners Semester I Stase
Keperawatan Maternitas oleh :
Nama Mahasiswa : Fitri Solichah
NIM : P27820820019
Pembimbing Praktik
Disusun Oleh :
FITRI SOLICHAH
P27820820019
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
a. Identitas Klien
Hal yang harus dikaji dalam identitas klien yaitu :
1) Nama, ditulis dengan inisial karena bersifat rahasia
2) Umur, sering terjadi pada ibu dengan riwayat multiparitas, pada ibu usia
dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun (Rustam Mukthar, 1995)
3) Jenis kelamin, semua wanita dapat mengalaminya.
4) Status perkawinan, sudah menikah
5) Suku / bangsa, suku yang masih berpendidikan rendah, tingkat kesehatannya
biasanya rendah.
6) Agama, semua agama dapat mengalaminya.
7) Pekerjaan, semua pekerjaan dapat mengalaminya.
8) Pendidikan, semakin tinggi jenjang pendidikan berarti semakin tinggi tingkat
pengetahuannya tentang kesehatan.
9) Alamat, ditulis kota atau kabupaten saja karena bersifat rahasia.
10) Waktu masuk rumah sakit, ditulis sesuai waktu masuk rumah sakit berupa
hari, tanggal, bulan, tahun dan jam.
11) Diagnosa medis, ditulis sesuai dengan diagnosa yang terakhir saat pengkajian.
12) Nomor rekam medis, terdiri dari 8 digit, ditulis 4 digit angka terdepan dan 4
digit inisial misalnya X karena bersifat rahasia.
b. Identitas Penanggungjawab (Suami)
Hal yang harus dikaji dalam identitas penanggungjawab (suami) yaitu :
1) Nama, ditulis dengan inisial karena bersifat rahasia
2) Umur, ditulis berdasarkan waktu kelahiran
3) Jenis kelamin, suami klien berjenis kelamin laki-laki
4) Status perkawinan, sudah menikah
5) Suku / bangsa, suku yang masih berpendidikan rendah, tingkat kesehatannya
biasanya rendah.
6) Agama, semua agama dapat mengalaminya.
7) Pekerjaan, semua pekerjaan dapat mengalaminya.
8) Pendidikan, semakin tinggi jenjang pendidikan berarti semakin tinggi tingkat
pengetahuannya tentang kesehatan.
9) Alamat, ditulis kota atau kabupaten saja karena bersifat rahasia.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang (Rustam Mukthar, 1995)
a. Keluhan utama, ketika MRS klien mengeluhkan perdarahan dari jalan lahir, badan
lemah, keluar keringat dingin, kesulitan bernafas, pusing, pandangan berkunang-
kunang, dan penurunan kesadaran
b. Riwayat penyakit sekarang, mengkaji perjalanan penyakit semenjak timbul gejala
dan terdiagnosa penyakit yang merupakan faktor resiko dari hemoragik post
partum hingga pasien dirawat.
c. Upaya yang telah dilakukan, penanganan yang dilakukan ketika terjadi cidera,
trauma atau sakit seperti dibawa ke puskesmas, klinik kesehatan atau rumah sakit.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu (Rustam Mukthar, 1995)
a. Riwayat penyakit sebelumnya, mengkaji riwayat penyakit terdahulu yang pernah
diderita ibu yang memungkinkan untuk memperburuk keadaan atau mempersulit
penyembuhan. Seperti : penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi
pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
b. Riwayat kesehatan keluarga, adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang
menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan
hemopilia dan penyakit menular.
c. Alergi, kemungkinan klien tidak memiliki alergi terhadap makanan, minuman
maupun obat.
d. Terapi / operasi yang pernah dilakukan, untuk mengetahui adanya riwayat operasi
yang telah dilakukan sebelum sakit saat ini.
e. Riwayat kesehatan lingkungan, kondisi lingkungan tidak berpengaruh, terjadi
karena perdarahan setelah persalinan.
4. Riwayat Obstetri (Rustam Mukthar, 1995)
a. Riwayat menstruasi meliputi : menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya,
keluhan waktu haid, HPHT.
b. Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai
hamil.
5. Riwayat Ginekologi (Rustam Mukthar, 1995)
a. Masalah ginekologi meliputi : Penyakit Menular Seksual (PMS) dan infeksi
reproduksi
b. Riwayat KB meliputi : KB suntik, pil KB, atau IUD.
6. Riwayat Hamil, Persalinan dan Nifas Yang Lalu (Rustam Mukthar, 1995)
a. Riwayat hamil meliputi : waktu hamil muda, hamil tua apakah ada abortus, retensi
plasenta.
b. Riwayat persalinan meliputi : tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat
bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan, anak lahir atau mati, berat badan
anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
c. Riwayat nifas meliputi : keadaan lochea (lokia rubra berwarna merah muda atau
coklat setelah 3-4 hari. Lokia serosa terjadi setelah 10 hari setelah bayi lahir,
warna cairan ini menjadi warna kuning sampai putih. Lokia alba bias beratahan
selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir), apakah ada perdarahan, ASI
cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.
7. Riwayat Hamil, Persalinan dan Nifas Saat Ini (Rustam Mukthar, 1995)
a. Riwayat hamil meliputi :
1) Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2) Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan,
suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual,
dan keluhan lain
3) Antenatal care, berapa kali dilakukan, dimana tempat pelayanan, perawatan
serta pengobatannya yang didapat
b. Riwayat persalinan meliputi : jenis persalinan (jika sc atas indikasi apa),
presentasi kepala, tindakan forceps, ekstrasi vakum, tanggal dan jam persalinan
dan lahirnya plasenta, kondisi bayi (APGAR,BB,PB), jumlah perdarahan
umumnya >500cc, masalah dalam persalinan seperti uterus lembek kala III lama
atau partus cepat, lamanya ketuban pecah, dan kondisi ketuban.
c. Riwayat nifas meliputi : keadaan lochea, apakah ada perdarahan, ASI cukup atau
tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.
8. Pola Fungsi Kesehatan (Rustam Mukthar, 1995)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai kemampuan merawat diri dalam pemeliharaan kesehatan. Kaji apakah
klien sudah mengetahui tentang perdarahan postpartum dan sudah pernah
mendengar tentang hal itu. Biasanya klien bedrest dan semua kebutuhan diri
seperti : mandi, ganti pakaian, BAK, BAB, makan, minum dibantu oleh keluarga
dan perawat.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (kalori,
protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu
makan, pola minum, jumlah. Makan dan minum pada masa nifas harus bermutu
dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan,
sayur-sayuran dan buah – buahan. Biasanya asupan nutrisi pada klien kurang
karena nafsu makan klien menurun.
c. Pola Aktivitas dan Latihan
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai kemampuan dalam beraktivitas seperti kemampuan mobilisasi beberapa
saat setelah melahirkan, kemampuan merawat diri dan melakukan eliminasi,
kemampuan bekerja dan menyusui.. Biasanya klien tidak mampu beraktivitas
seperti biasa kerena kelemahan, malaise umum, kehilangan produktivitas, dan
kebutuhan istirahat dan tidur lebih banyak.
d. Pola Eliminasi
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai kebiasaan BAB dan BAK. Perhatikan apakah terjadi diuresis, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas,
terjadi over distensi blass atau tidak, atau retensi urine karena rasa talut luka
episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, frekuensi, konsistensi,
rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet. BAB harus
ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan
sendiri. Biasanya klien sering mengalami konstipasi, dan adanya penurunan
haluaran urin (< 500 cc).
e. Pola Istirahat dan Tidur
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai lamanya tidur, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang
mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang atau
gelap, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan
pada perineum). Biasanya klien mengalami kurang tidur karena nyeri pada luka
bekas jahitan pada persalinan.
f. Pola Hubungan dan Peran
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai hubungan klien dengan orang lain. Biasanya peran klien sebagai ibu
akan terganggu, karen penyakit yang dideritanya. Begitu juga hubungannya
dengan orang lain disekitarnya.
g. Pola Penanggulangan Stress
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai tingkat stress yang dirasakan, pengetahuan, dan penggunaan
manajemen stress. Adanyaa perubahan peran dan respon keluarga yang bervariasi
dapat menjadi pendukung berkurangnya rasa sakit atau nyeri yang dialami klien.
h. Pola Sensori dan Kognitif
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai panca indera. Biasanya klien tidak mengalami gangguan, karena klien
masih dapat berkomunikasi.
i. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai keadaan sakit dan ancaman terhadap konsep diri meliputi sikap
penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi ibu tentang
tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan klien bila
mengalami opresi SC karena cephalopelvic disproportion (CPD) atau karena
bentuk tubuh yang pendek. Biasanya klien merasa rendah diri karena tidak bisa
melahirkan secara normal dan juga belum dapat menyusui bayinya.
j. Pola Reproduksi Seksual
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi : frekuensi
koitus atau hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan,
kesulitan melakukan seks, kontinuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan
kapan dimulai hubungan intercourse pasca partum (dapat dilakukan setelah luka
episiotomi membaik dan lochia terhenti, biasanya pada akhir minggu ke 3).
Biasanya klien mengalami masalah seksual karena kondisi klien nifas.
k. Pola Nilai dan Keyakinan
Kaji tentang adanya perubahan sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit
mengenai agama atau spiritual, pola ibadah dan dampak masalah terhadap
spiritual. Terkadang klien merasa Tuhan tidak adil dengannya akibat kondisi yang
diderita (hubungan spiritualnya kurang baik).
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan yang berasal dari lingkungan. Tingkat kesadaran ini
dibedakan menjadi beberapa tingkat yaitu :
a. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat menjawab
pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik.
b. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya.
c. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan,
siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau,
disorientasi serta meronta-ronta.
d. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat
sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali.
e. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih
dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri,
tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan
dengan baik.
f. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons
terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons
terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil
masih baik.
g. Coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons
terhadap rangsang nyeri.
Sumber: Asmadi (2009)
2) Pemeriksaan GCS
Pada pemeriksaan GCS, respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3
hal yaitu reaksi membuka mata (Eye), pembicaraan (Verbal) dan gerakan
(Motorik). Hasil pemeriksaan tersebut dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1 sampai 6 tergantung respon yang diberikan. Terdapat
perbedaan antara hasil pemeriksaan GCS pada orang dewasa dan pemeriksaan
GCS pada bayi karena terdapat perbedaan respon antara orang dewasa dan
bayi pada saat mereka menerima rangsangan.
Berikut nilai acuan dalam penilaian GCS pada orang dewasa:
1. Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa dirangsang.
(3) : dengan rangsang suara (dilakukan dengan menyuruh pasien untuk
membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (memberikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari).
(1) : tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.
2. Verbal (respon verbal atau ucapan) :
(5) : orientasi baik, bicaranya jelas.
(4) : bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang), disorientasi tempat
dan waktu.
(3) : mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah pemeriksa
(5) : melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri.
(4) : withdraws, menghindar atau menarik tubuh untuk menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri.
(3) : flexi abnormal, salah satu tangan atau keduanya menekuk saat diberi
rangsang nyeri.
(2) : extensi abnormal, salah satu tangan atau keduanya bergerak lurus
(ekstensi) di sisi tubuh saat diberi rangsang nyeri.
(1) : tidak ada respon
Berikut nilai acuan dalam penilaian GCS pada bayi/anak:
1. Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : membuka mata saat diperintah atau mendengar suara
(2) : membuka mata saat ada rangsangan nyeri
(1) : tidak ada respon
2. Verbal (respon verbal) :
(5) : berbicara mengoceh seperti biasa
(4) : menangis lemah
(3) : menangis karena diberi rangsangan nyeri
(2) : merintih karena diberi rangsangan nyeri
(1) : tidak ada respon
3. Motorik (Gerakan) :
(6) : bergerak spontan
(5) : menarik anggota gerak karena sentuhan
(4) : menarik anggota gerak karena rangsangan nyeri
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E-V-M dan selanjutnya nilai GCS tersebut dijumlahkan. Nilai GCS yang
tertinggi atau GCS normal adalah 15 yaitu E4V5M6 , sedangkan yang
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Berikut beberapa penilaian GCS dan
interpretasinya terhadap tingkat kesadaran :
1. Nilai GCS (15-14) : Composmentis
2. Nilai GCS (13-12) : Apatis
3. Nilai GCS (11-10) : Delirium
4. Nilai GCS (9-7) : Somnolen
5. Nilai GCS (6-5) : Sopor
6. Nilai GCS (4) : semi-coma
7. Nilai GCS (3) : Coma
Sumber: Asmadi (2009)
3) Vital Sign
a) Tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah merupakan suatu tindakan melakukan
pengukuran tekanan darah, yaitu hasil dari curah jantung dan tahanan
perifer, menggunakan Sphygmomanometer. Tekanan darah adalah tekanan
yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tujuannya untuk menilai system
kardiovaskular/keadaan hemodinamik klien (curah jantung, tahanan
vaskuler perifer, volume darah dan viskositas, dan elastisitas arteri).
7 85-120 50-80
8 90-120 55-85
9 90-120 55-85
10 95-130 60-85
11 95-135 60-85
12 95-135 60-85
13 100-140 60-90
14 105-140 65-90
Tabel 3. Rentang Nilai Tekanan Darah Dewasa
Normal 90 – 119 60 – 79
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan sebagai keputusan dari efektivitas asuhan keperawatan, yang
diberikan perawat kepada klien sesuai respon yang diberikan klien. Evaluasi ada 2
macam, yaitu :
1. Evaluasi Formatif
Dilakukan segera pada saat atau setelah dilakukan tindakan keperawatan berpatokan
pada respon klien.
2. Evaluasi Sumatif
Adalah rekapitulasi dari kesimpulan melalui observasi dan analisa status kesehatan
berdasarkan jumlah waktu yang ditentukan pada tujuan intervensi.
Tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang, sehingga
perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan, jika klien telah mencapai tujuan yang di
tetapkan.
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan, jika klien mengalami kesulitan dalam
mencapai tujuan.
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan, jika klien memerlukan waktu yang lebih
lama untuk mencapai tujuan.
Evaluasi keperawatan disusun menggunakan format SOAP yaitu :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang obyektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisa.
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari Saifuddin. 2010. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Abdul Bari Saifuddin. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBP-SP.
Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Medt Action Publishing.
Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihama.
Ari Sulistyawati. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta : ANDI.
Asmadi. 2009. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika.
Astikawati, R., & Dewi, E. K. 2017. Kasus Penyakit Kritis, Komplikasi & Kedaruratan. Jakarta :
Erlangga.
Depkes RI. 2002. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Dinas Kesehatan.
Doenges, Marilyn, E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Hacker, Neville F dan George Moore. 2001. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta :
Salemba Medika.
Hamilton, P. M. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Kurniawati, Desi, dkk. 2009. Obynacea: Obstetri dan Ginekologi. Yogykarta : Tosca Enterprise.
Mansjoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius.
Mansyur, N. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Malang : Selaksa Medika.
Maritalia, Dewi. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Masriroh, Siti. 2013. Keperawatan Obstetri. Jakarta : EGC.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Oxorn, H. 2003. Ilmu Kebidanan : Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Medica.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1 Cetakan I. Jakarta : DPP PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.
Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Prawirohardjo Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Cetakan Keempat. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Ramadhani, N.P. & Sukarya, W.S. 2011. Hubungan Antara Karakteristik Pasien Dengan
Kejadian Retensio Plasenta Pada Pasien Yang Dirawat Di Rumah Sakit Al-Ihsan
Bandung Periode 1 Januari 2010-31 Desember 2010. Prosiding SnaPP Sains,
Teknologi, dan Kesehatan, 2 (1).
Reeder, S.J., Martin, L.L. & Koniak-Griffin, D. 2014. Keperawatan Maternitas : Kesehatan
Wanita, Bayi, & Keluarga Volume 2 Edisi 18. Jakarta : EGC.
Rohani. Saswita. dan Marisah. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta :
Salemba Medika.
Rueda RT, Beltran M MC, Marti D OA, Rodriguez GM, Molina P MP. 2013. Short
Communication: Goat Colostrum Qualit: Litter Size And Lactation Number Effects.
Journal of Dairy Science. 96(12):7526-7531.
Rukiyah, Y.A., dan Yulianti, L. 2010. Asuhan Keperawatan IV (Patologi). Jakarta : Trans Info
Medika.
Rustam Mochtar. 1995. Sinopsis Obstetri I. Jakarta : EGC.
Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Trisnawati F. 2012. Asuhan Kebidanan. Jilid I. Jakarta : PT. Prestasi Pustakarya.
Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro, H. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
PADA IBU NIFAS DENGAN HEMORRHAGE POST PARTUM (HPP)
DI RUANG MERPATI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
Disusun Oleh :
FITRI SOLICHAH
P27820820019
I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Ny. R
Umur : 24 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tamat SMA
Alamat : Lamongan, Jawa Timur
Waktu MRS : 08 Desember 2019 (Pukul 14.05 WIB)
Diagnosa Medis : P1102 + Post SC Sumpuc H+2 + Jahitan Kompresi Uterus
Metode SBY H-2 Atas Indikasi Plasenta Akreta + DM Gestasional
+ Ileus Obstruktif + HPP + Anemia
Nomor Register : 12.79.XX.XX
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. M
Umur : 28 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : Tamat SMA
Alamat : Lamongan, Jawa Timur
Hubungan dengan klien : Suami
Keterangan:
= Laki-laki X = Laki-laki meninggal
(Fitri Solichah)
NIM. P27820820019
ANALISA DATA
Nama Klien : Ny. R
No. RM : 12.79.XX.XX
Diagnosa Medis : P1102 + HPP + Anemia
Masalah TT
Hari/
No. Pengelompokkan Data Penyebab Keperawatan Nama
Tanggal/Jam
Jelas
1. Jum’at, Data Subyektif : Plasenta akreta Hipovolemia
13 Desember 1. Klien mengatakan (D.0023)
2019 lemah Lahir spontan
14.30 WIB (pemotongan episiotomy)
Data Obyektif :
1. Membran mukosa bibir Perdarahan setelah melahirkan
kering
2. Turgor kulit tidak Kehilangan cairan vaskular
elastis yang berlebih
3. CRT 2 detik
4. Konjungtiva anemis Gangguan sirkulasi
5. Klien terjadi
perdarahan ± 1000 ml. Hipovolemia
6. Hasil Laboratorium
Albumin menurun (2,8
g/dL)
Hemoglobin menurun
(6,5 g/dL)
Hematokrit menurun
(15,6 %)
2. Jum’at, Data Subyektif : Plasenta akreta Nyeri akut
13 Desember Klien mengeluh nyeri (D.0077)
2019 pada daerah perineum
14.35 WIB Terputusnya inkontinuitas
Data Obyektif : jaringan
1. Adanya bekas luka
episiotomy sepanjang Luka episiotomi
-/+ 5 cm
2. Observasi tanda vital Merangsang area sensorik dan
Tekanan darah : motorik
100/70 mmHg
Suhu : 37 C0 Persepsi nyeri
Nadi : 89 x/menit
Pernapasan : 20 Nyeri akut
x/menit
3. Jum’at, Data Subyektif : Plasenta akreta Gangguan pola
13 Desember 1. Klien mengatakan sulit tidur
2019 tidur dikarenakan Luka episiotomi (D.0055)
14.45 WIB banyak nyamuk
diruangan dan merasa Terputusnya inkontinuitas
gerah akibat AC yang jaringan
tidak begitu dingin
2. Klien mengatakan Merangsang area sensorik dan
tidak bisa tidur nyaman motorik
dikarenakan merasakan
nyeri hilang timbul Persepsi nyeri
akibat luka bekas
operasi dan rasa Nyeri akut
kembung pada daerah
abdomen Gangguan pola tidur
Data Obyektif :
1. Klien gelisah
2. Klien kurang tidur
3. Terdapat sedikit
lingkar hitam di sekitar
mata klien
4. Terdapat cowong mata
5. Observasi tanda vital
Tekanan darah :
100/70 mmHg
Suhu : 37 0C
Nadi : 89 x/menit
Pernapasan : 20
x/menit
4. Jum’at, Data Subyektif : Plasenta akreta Risiko infeksi
13 Desember 1. Klien mengatakan (D.0142)
2019 nyeri bagian perineum Pemotongan episiotomi
15.05 WIB
Data Obyektif : Terputusnya inkontinuitas
1. Terdapat bekas luka l jaringan
jahitan episiotomy
pada perineum
2. Terpasang infus Invasi bakteri patogen
ditangan kanan dengan
cairan RL Penurunan hemoglobin
3. Tanda REEDA :
R : kemerahan : tidak Risiko infeksi
ada
E : Bengkak : tidak ada
E : echimosis : tidak
ada
D : discharge : darah
A : approximate :
tertutup
4. Hasil Laboratorium
Tanggal 13 Desember
2019 :
Albumin menurun (2,8
g/dL)
Hemoglobin menurun
(6,5 g/dL)
WBC meningkat
(12,10 10^3/ul)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny. R
No. RM : 12.79.XX.XX
Diagnosa Medis : P1102 + Post SC Sumpuc H+2 + Jahitan Kompresi Uterus Metode SBY
H-2 Atas Indikasi Plasenta Akreta + DM Gestasional + Ileus Obstruktif
+ HPP + Anemia
Ditemukan Masalah Ditemukan Masalah
Diagnosa Hari/ TT Hari/ TT
No.
Keperawatan Tanggal/Jam Nama Tanggal/Jam Nama
Jelas Jelas
1. (D.0023) Jum’at,
Hipovolemia berhubungan dengan 13 Desember
perdarahan yang aktif dibuktikan 2019
Fitri
dengan : 14.30 WIB
a. Membran mukosa bibir kering
b. Turgor kulit tidak elastis
c. CRT 2 detik
d. Konjungtiva anemis
e. Klien hari ke-2 post op sectio
caesarea indikasi plasenta akreta
terjadi perdarahan ± 800 ml.
f. Hasil Laboratorium Tanggal 13
Desember 2019 :
Albumin menurun (2,8 g/dL)
Hemoglobin menurun (6,5 g/dL
Hematokrit menurun (15,6 %)
Klien mengatakan lemah
Klien mengatakan sering merasa
haus namun harus puasa
2. (D.0077) Jum’at,
Nyeri akut berhubungan dengan 13 Desember
terputusnya inkontuinitas jaringan 2019
Fitri
dibuktikan dengan : 14.35 WIB
a. Klien hari ke-2 post op sectio
caesarea indikasi plasenta akreta
b. Adanya bekas luka vertikal jahitan
sectio caesarea pada abdomen
c. Klien mengeluh nyeri pada daerah
perut setelah operasi dengan skala
5
4. (D.0055) Jum’at,
Gangguan pola tidur berhubungan 13 Desember
dengan nyeri akut dibuktikan dengan : 2019
Fitri
a. Klien gelisah 14.45 WIB
b. Klien kurang tidur
c. Terdapat sedikit lingkar hitam di
sekitar mata klien
d. Terdapat cowong mata
e. Klien mengatakan sulit tidur
dikarenakan banyak nyamuk
diruangan dan merasa gerah akibat
AC yang tidak begitu dingin
f. Klien mengatakan tidak bisa tidur
nyaman dikarenakan merasakan
nyeri hilang timbul akibat luka
bekas operasi dan rasa kembung
pada daerah abdomen
8. (D.0142) Jum’at,
Risiko infeksi berhubungan dengan 13 Desember
tindakan post SC dibuktikan dengan : 2019
Fitri
a. Terdapat bekas luka vertikal jahitan 15.05 WIB
sectio caesarea pada abdomen
b. Terpasang kateter
c. Terpasang infus ditangan kanan
dengan cairan RL
d. Tanda REEDA :
R : kemerahan : tidak ada
E : Bengkak : tidak ada
E : echimosis : tidak ada
D : discharge : darah
A : approximate : tertutup
e. Hasil Laboratorium Tanggal 13
Desember 2019 :
Albumin menurun (2,8 g/dL)
Hemoglobin menurun (6,5 g/dL)
WBC meningkat (12,10 10^3/ul)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny. R
No. RM : 12.79.XX.XX
Diagnosa Medis : P1102 + Post SC Sumpuc H+2 + Jahitan Kompresi Uterus Metode SBY H-2 Atas Indikasi Plasenta Akreta + DM Gestasional + Ileus
Obstruktif + HPP + Anemia
Standar Luaran TT
Hari/ Standar Diagnosa Standar Intervensi Keperawatan
No. Keperawatan Rasionalisasi Nama
Tanggal/Jam Keperawatan Indonesia Indonesia
Indonesia Jelas
1. Jum’at, (D.0023) Status Cairan Manajemen Hipovolemia (1.03116)
13 Desember Hipovolemia (L.03028) Observasi Observasi
2019 berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia 1. Mengidentifikasi defisit volume
Fitri
14.30 WIB perdarahan yang aktif tindakan keperawatan cairan.
dibuktikan dengan : 1 x 30 menit, 2. Monitoring input dan output cairan. 2. Untuk mengetahui output dan input
a. Membran mukosa diharapkan status cairan klien agar seimbang
bibir kering cairan membaik Terapeutik Terapeutik
b. Turgor kulit tidak dengan kriteria hasil : 3. Hitung kebutuhan cairan. 3. Membantu memenuhi kebutuhan
elastis 1. Tekanan nadi nutrisi tubuh.
c. CRT 2 detik meningkat 4. Berikan asupan cairan oral 4. Cairan oral membantu memenuhi
d. Konjungtiva anemis 2. Frekuensi nadi kebutuhan nuitrisi tubuh.
e. Klien hari ke-2 post membaik Edukasi Edukasi
op sectio caesarea 3. Tekanan darah 5. Anjurkan memperbanyak asupan cairan 5. Cairan oral membantu memenuhi
indikasi plasenta membaik oral kebutuhan nutrisi tubuh
akreta terjadi 4. Perasaan lemah Kolaborasi Kolaborasi
perdarahan ± 800 ml. menurun 6. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis 6. Cairan parenteral membantu
f. Hasil Laboratorium 5. Keluhan haus (NaCl, RL) memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.
Tanggal 13 Desember menurun 7. Kolaborasi pemberian cairan IV 7. Cairan parenteral membantu
2019 : 6. Turgor kulit hipotonis (NaCl 0,4%, Dextrose 2,5%) memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
Albumin menurun meningkat 8. Kolaborasi pemberian cairan koloid 8. Cairan koloid membantu memenuhi
(2,8 g/dL) 7. Membran mukosa (albumin, plasmanate) kebutuhan nuitrisi tubuh.
Hemoglobin menurun membaik 9. Kolaborasi emberian tranfusi darah. 9. Menggantikan darah yang keluar.
(6,5 g/dL 8. Intake cairan
Hematokrit menurun membaik
(15,6 %) 9. Kadar hemoglobin
g. Klien mengatakan membaik
lemah 10. Kadar hematokrit
h. Klien mengatakan membaik
sering merasa haus
namun harus puasa
2. Jum’at, (D.0077) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (1.08238)
13 Desember Nyeri akut berhubungan (L.08066) Observasi Observasi
2019 dengan terputusnya Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Memantau tingkat nyeri klien.
Fitri
14.35 WIB inkontuinitas jaringan tindakan frekuensi dan intensitas nyeri.
dibuktikan dengan : keperawatan 1 x 30 2. Identifikasi skala nyeri 2. Memantau tingkat nyeri klien.
a. Klien hari ke-2 post menit, diharapkan 3. Observasi TTV 3. Untuk mengetahui keadaan umum klien
op sectio caesarea tingkat nyeri Terapeutik Terapeutik
indikasi plasenta menurun dengan 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk 4. Untuk mengurangi rasa nyeri
akreta kriteria hasil : mengurangi rasa nyeri (misalnya terapi
b. Adanya bekas luka 1. Skala nyeri 1 – 0 musik)
vertikal jahitan sectio 2. Keluhan nyeri 5. Berikan klien posisi nyaman 5. Posisi nyaman mempengaruhi kondisi
caesarea pada menurun nyeri klien
abdomen 3. Ekspresi gelisah Edukasi Edukasi
c. Klien mengeluh nyeri menurun 6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk 6. Untuk mengurangi rasa nyeri
pada daerah perut 4. Kesulitan tidur mengurangi rasa nyeri (misalnya teknik
setelah operasi menurun distraksi dan relaksasi).
dengan skala 5 5. Pola tidur 7. Anjurkan memonitor nyeri secara 7. Dapat mengurangi nyeri klien
membaik mandiri
6. Pola napas Kolaborasi Kolaborasi
membaik 8. Kolaborasi pemberian analgetik. 8. Untuk mengurangi nyeri secara
7. Tekanan darah farmakologis.
membaik
8. Frekuensi nadi
membaik
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pada pembahasan ini, penulis melaporkan pembahasan asuhan keperawatan pada Ny. N
dengan GBS Post Trakeostomi + G1P0000 31 - 32 Minggu + Obesitas Grade I (BMI 32,9 kg/m 2)
yang dilaksanakan selama 3 hari, mulai tanggal 14 Februari 2020 sampai dengan 16 Februari
2020 di Ruang ICU GBPT Lantai 2 RSUD Dr.Soetomo Surabaya sesuai tiap fase dalam proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, serta dilengkapi pembahasan dokuentasi keperawatan.
A. Pembahasan Pengkajian
Pada tahap pembahasan pengkajian ini penulis membandingkan antara teori
pengkajian menurut Doengoes (2002) dengan data hasil pengkajian pada Ny. N dengan GBS
Post Trakeostomi + G1P0000 31 - 32 Minggu + Obesitas Grade I (BMI 32,9 kg/m 2). Untuk
memperoleh data tersebut, penulis melakukan pengkajian kepada klien, keluarga, melakukan
pemeriksaan fisik observasi serta dari mempelajari status klien.
Didapatkan klien dengan diagnosa GBS Post Trakeostomi + G1P0000 31 - 32
Minggu + Obesitas Grade I (BMI 32,9 kg/m 2) dengan identitas Ny. N, 27 tahun MRS pada
tanggal 13 Januari 2020 pukul 16.36 WIB dengan keluhan keempat anggota geraknya
mengalami kelemahan sejak 2 hari sebelum MRS. Klien rujukan dari RS PHC Surabaya
dengan keluhan kelemahan keempat anggota gerak sejak 2 hari sebelum MRS, masuk IGD
RSUD Dr. Soetomo dengan label kuning. Karena klien semakin sesak, akhirnya di pindahkan
ke Ruang Resusitasi untuk dilakukan pemasangan ventilator. Setelah di Ruang Resusitasi
rawat inap selama semalam, akhirnya klien di pindahkan di Ruang ICU GBPT Lantai 2 untuk
mendapatkan perawatan intensif. Karena kondisi klien semakin sesak, akhirnya klien di
lakukan pemasangan trakeostomi pada 12 Januari 2020 di Ruang OK GBPT Lantai 6. Setelah
pemasangan trakestomi klien dirawat kembali di Ruang ICU GBPT Lantai 2. Klien memberi
isyarat keluhan sesak napas dan nyeri pada leher dengan skala 3. Klien terpasang trakeostomi
ukuran 7 dengan volume balon 20 ml dan ventilator dengan mode CPAP ASB 12, MV/EMV
10,3, TV/ETV 389, Total Rate 27 x/menit, PEEP 6, FiO2 40 %, SpO2 98 %. Klien terpasang
dower kateter ukuran 16 volume balon 20 ml, terpasang infus ukuran 20 dengan sisa cairan
aminofluid 300 ml di eskstremitas atas dextra, terpasang CVC ukuran 7 di subklavicula
dextra. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, GCS 4X6, tekanan darah
135/57 mmHg, MAP 90, suhu 38,7ºC, nadi 128x/menit, pernapasan 27 x/menit, SpO2 98%,
CRT <2 detik, akral hangat kering merah.
B. Diagnosa Keperawatan
Dalam penyusunan diagnosa keperawatan penulis mengacu pada rumusan diagnosa
SDKI 2016. Penulis menemukan 12 diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Ny. N
yaitu :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi kanula dalam dibuktikan
dengan : a. Tedapat suara tambahan ronkhi kasar di lapang paru atas dextra dan sinistra
(sputum kuning kental), b. Tidak dapat batuk efektif, c. Terpasang trakeostomi dengan
bantuan alat ventilator, d. Parese : ektremitas atas dan bawah (paralisis), dan e. Klien
memberi isyarat keluhan sesak napas.
Menurut SDKI 2016, bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap
paten. Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian Ny. N memberi isyarat keluhan
sesak napas. Disisi lain klien tidak dapat batuk efektif.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan paralisis otot pernapasan dibuktikan dengan :
a. Terpasang trakeostomi dengan bantuan alat ventilator, b. Parese : ektremitas atas dan
bawah (paralisis), dan c. Klien memberi isyarat keluhan sesak napas.
Menurut SDKI 2016, pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang
tidak memberikan ventilasi adekuat. Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian Ny.
N memberi isyarat keluhan sesak napas. Disisi lain klien terpasang trakeostomi dengan
bantuan alat ventilator.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan paralisis otot pernapasan dibuktikan dengan
: a. Terpasang trakeostomi dengan bantuan alat ventilator, b. Parese : ektremitas atas dan
bawah (paralisis, c. Hasil BGA Tanggal 11 Februari 2020 : PH : 7,46, PCO2 : 46 mmHg,
PO2 : 74 mmHg, dan d. Klien memberi isyarat keluhan sesak napas
Menurut SDKI 2016, gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan
oksigenasi dan/atau eleminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler. Diagnosa
ini muncul karena pada saat pengkajian Ny. N memberi isyarat keluhan sesak napas. Disisi
lain didapatkan data hasil BGA klien tanggal 11 Februari 2020 : PH : 7,46, PCO2 : 46
mmHg, PO2 : 74 mmHg.
4. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi pada kulit leher dibuktikan dengan : a.
Terdapat luka pada kulit leher klien, b. Skala nyeri 3, dan c. Klien memberi isyarat nyeri
pada leher.
Menurut SDKI 2016, nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Diagnosa ini muncul
karena pada saat pengkajian Ny. N memberi isyarat nyeri pada leher. Disisi lain terdapat luka
post trakeostomi pada kulit leher klien.
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menghasilkan
bicara sekunder terhadap trakeostomi dibuktikan dengan : a. Klien komunikasi dengan
gerakan bibir dan isyarat, dan b. Klien terpasang trakeostomi.
Menurut SDKI 2016, gangguan komunikasi verbal adalah penurunan, perlambatan, atau
ketiadaan kemamampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem
simbol. Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian di dapatkan data klien komunikasi
dengan gerakan bibir dan isyarat, dan klien terpasang trakeostomi.
6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus dibuktikan dengan : a. Parese :
ektremitas atas dan bawah (paralisis), b. Bising usus menurun (4x/menit), c. IMT normal
18,5-25,0. IMT klien = BB (kg)/TB (m)2 = 79 kg/(1,58 m) 2 = 79 kg/2,2464 m = 35,16,
berarti status nutrisi klien lebih, d. Status gizi obesitas grade I, dan e. Suami klien
mengatakan klien mengalami kesulitan untuk BAB.
Menurut SDKI 2016, konstipasi adalah penurunan defekasi normal yang disertai
pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak. Diagnosa ini muncul karena
pada saat pengkajian suami klien mengatakan klien mengalami kesulitan untuk BAB. Disisi lain
didapatkan data frekuensi bising usus menurun (4x/menit).
7. Obesitas berhubungan dengan status nutrisi lebih dibuktikan dengan : a. Terpasang NGT
nasal dextra, b. IMT normal 18,5-25,0. IMT klien = BB (kg)/TB (m) 2 = 79 kg/(1,58 m) 2 =
79 kg/2,2464 m = 35,16, berarti status nutrisi klien lebih, c. Status gizi obesitas grade I, d.
Hasil Laboratorium Tanggal 11 Februari 2020 : Albumin menurun : 2,8 g/dL dan
Hemoglobin menurun : 11,1 g/dL.
Menurut SDKI 2016, obesitas adalah akumulasi lemak berlebih atau abnormal yang tidak
sesuai dengan usia dan jenis kelamin, serta melampaui kondisi berat badan lebih. Diagnosa ini
muncul karena pada saat pengkajian di dapatkan data IMT klien 35,15, yang berarti status nutrisi
klien lebih, dan status gizi obesitas grade I.
8. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan parase ekstremitas atas dan bawah
dibuktikan dengan : a. Keadaan klien lemah, b. Klien bedrest total, c. Terpasang
trakeostomi dengan bantuan alat ventilator, d. Total care, e. Parese : ektremitas atas dan
bawah (paralisis), dan f. Tidak dapat mobilisasi sendiri.
Menurut SDKI 2016, gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisi dari
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian
didapatkan data keadaan klien lemah, klien bedrest total, dan parase : ekstremitas atas dan bawah
(paralisis).
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dibuktikan dengan : a.
Keadaan klien lemah, b. Klien bedrest total, c. Terpasang trakeostomi dengan bantuan alat
ventilator, d. Total care, e. Parese : ektremitas atas dan bawah (paralisis), dan f. Tidak
dapat mobilisasi sendiri.
Menurut SDKI 2016, defisit perawatan diri adalah tidak mampu melakukan atau
menyelesaikan aktivitas perawatan diri. Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian
didapatkan data keadaan klien lemah, klien bedrest total, total care, dan parase : ekstremitas atas
dan bawah (paralisis).
10. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya insisi pada kulit leher dibuktikan
dengan : a. Terdapat luka pada kulit leher klien, b. Terpasang trakeostomi dengan bantuan
alat ventilator, dan c. Parese : ektremitas atas dan bawah (paralisis).
Menurut SDKI 2016, gangguan integritas kulit adalah kerusakan kulit (dermis dan/atau
epidermis) atay jaringan (membran mukosa, korena, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul
sendi dan/atau ligamen). Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian di dapatkan data
terdapat luka pada kulit leher klien, dan terpasang trakeostomi dengan bantuan alat
ventilator.
11. Risiko infeski berhubungan dengan adanya insisi pada kulit leher dibuktikan dengan : a.
Terdapat luka pada kulit leher klien, b. Kerusakan integritas kulit leher, c. Terpasang
trakeostomi dengan bantuan alat ventilator, d. Parese : ektremitas atas dan bawah
(paralisis), e. Konjungtiva anemis, dan f. Hasil Laboratorium Tanggal 11 Februari 2020 :
Hemoglobin menurun : 11,1 g/dL.
Menurut SDKI 2016, risiko infeksi yaitu resiko mengalami peningkatan terserang
organisme patogenik. Pada pengkajian dibuktikan dengan adanya luka pada kulit leher
klien post trakeostomi, adanya kerusakan integritas kulit leher, konjungtiva anemis, dan
hasil laboratorium tanggal 11 Februari 2020 : hemoglobin menurun (11,1 g/dL).
12. Risiko luka tekan berhubungan dengan adanya bedrest total dibuktikan dengan : a.
Keadaan klien lemah, b. Klien bedrest total, c. Terpasang trakeostomi dengan bantuan alat
ventilator, d. Total care, e. Parese : ektremitas atas dan bawah (paralisis), dan f. Tidak dapat
mobilisasi sendiri
Menurut SDKI 2016, risiko luka tekan adalah berisiko mengalami cedera lokal pada kulit
dan/atau jaringan, biasanya pada tonjolan tulang akibat tekanan dan/atau gesekan. Diagnosa ini
muncul karena pada saat pengkajian di dapatkan data keadaan klien lemah, klien bedrest total,
total care, dan tidak dapat mobilisasi sendiri.
C. Intervensi Keperawatan
Dalam kegiatan tahap perencanaan ini adalah penentuan prioritas masalah. Penetuan
prioritas dilakukan karenan tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang bersamaan.
Perencanaan pada masing-masing diagnosa untuk tujuan disesuaikan dengan teori yang ada,
dan lebih banyak melihat dari kondisi klien, keadaan tempat/ruangan dan sumberdaya dari tim
kesehatan. Pada penetuan kriterian waktu, penulis juga menetapkan berdasarkan kondisi klien,
ruangan sehingga penulis berharap tujuan yang sudah disusun dan telah ditetapkan dapat
tercapai. Adapaun pembahasan perencanaan kepada klien Ny. N dengan GBS Post
Trakeostomi + G1P0000 31 - 32 Minggu + Obesitas Grade I (BMI 32,9 kg/m 2), sesuai
prioritas diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi kanula dalam dibuktikan
dengan : a. Tedapat suara tambahan ronkhi kasar di lapang paru atas dextra dan sinistra
(sputum kuning kental), b. Tidak dapat batuk efektif, c. Terpasang trakeostomi dengan
bantuan alat ventilator, d. Parese : ektremitas atas dan bawah (paralisis), dan e. Klien
memberi isyarat keluhan sesak napas.
Tujuan utama setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas
klien meningkat, dengan kriteria hasil : batuk efektif meningkat, produksi sputum menurun,
dispnea menurun, sianosis menurun, frekuensi napas membaik, dan pola napas membaik
(SLKI, 2019).
2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi pada kulit leher dibuktikan dengan : a.
Terdapat luka pada kulit leher klien, b. Skala nyeri 3, dan c. Klien memberi isyarat nyeri
pada leher.
Tujuan utama setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun,
dengan kriteria hasil : skala nyeri 1-0, keluhan nyeri menurun, ketegangan otot menurun, ekspresi
meringis menurun, ekspresi gelisah menurun, pola napas membaik, dan tekanan darah membaik
(SLKI, 2019).
D. Implementasi Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan ini, pada dasarnya disesuaikan dengan susunan perencanaan,
dengan maksud agar semua kebutuhan klien dapat terpenuhi secara optimal. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan ini, penulis melibatkan klien, keluarga dan tim kesehatan
lain sehingga dapat bekerja sama dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Dalam
pelaksanaan penulis juga melakukan tindakan secara mandiri, melakukan kolaborasi dengan
dokter dan tim kesehatan lainya. Dalam hal hubungan baik antara klien, keluarga dan tim
kesehatan lain mempermudah untuk penyembuhan klien. Adapun pembahasan pelaksanaan
dari masing-masing diagnosa yang telah tersusun adalah sebagi berikut :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi kanula dalam dibuktikan
dengan : a. Tedapat suara tambahan ronkhi kasar di lapang paru atas dextra dan sinistra
(sputum kuning kental), b. Tidak dapat batuk efektif, c. Terpasang trakeostomi dengan
bantuan alat ventilator, d. Parese : ektremitas atas dan bawah (paralisis), dan e. Klien
memberi isyarat keluhan sesak napas.
Implementasi yang diberikan pada klien sesuai dengan SIKI 2018 pada intervensi
keperawatan observasi yaitu : 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas),
2. Monitor bunyi napas tambahan (misal : gurgling, mengi, wheezing, ronkhi), dan 3.
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma). Intervensi keperawatan terapeutik yaitu : 1.
Posisikan posisi semi fowler (30 – 450), 2. Lakukan fisioterapi dada, 3. Lakukan
penghisapan sekret kurang dari 15 detik, dan 4. Berikan oksigen. Intervensi keperawatan
edukasi yaitu : 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, dan 2. Ajarkan teknik batuk
efektif. Intervensi keperawatan kolaborasi yaitu : Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, dan mukolitik.
Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik merupakan hal yang tepat
dilakukan pada klien yang mengalami bersihan jalan napas tidak efektif. Implementasi ini
sesuai dengan penelitian yang berjudul “The Effect Of Endotracheal Tube (ETT) Suction
Measures On Our Saturation Levels In Failed Patients In ICU Grandmed Hospital” yang di
teliti oleh : Tati Murni Karokaro dan Lia Hasrawi pada tahun 2019. Dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah dengan hasil
nilai sebelum dilakukan tindakan suction meliputi nilai mean adalah 86,90%, nilai standar
deviation adalah 4.553%. Maka dapat disimpulkan ada pengaruh sebelum dan sesudah
tindakan suction terhadap nilai saturasi oksigen (p < 0.005), sehingga Ha diterima.
Didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh : Widia Astuti AW dan Fajar Adhie
Sulistyo pada tahun 2019 dengan judul “Hubungan Intensitas Tindakan Suction Dengan
Perubahan Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien Yang Terpasang Ventilator Di Ruang ICU
RSUD Kota Bogor”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan intensitas
tindakan suction dengan perubahan kadar saturasi oksigen pada pasien yang terpasang
ventilator di ruang ICU RSUD Kota Bogor tahun 2018, dengan nilai P Value =
0,01(Pvalue <α). Diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh : Zahrah Maulidia
Septimar dan Arki Rosina Novita pada tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Tindakan
Penghisapan Lendir (Suction) Terhadap Perubahan Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien
Kritis di ICU”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisa perubahan kadar saturasi
oksigen sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction terdapat pengaruh antara tindakan
suction dengan kadar saturasi oksigen pada pasien kritis yang dirawat di ruang ICU Rumah
Sakit An-Nisa Tangerang. Hal ini terlihat dari adanya perubahan yang signifikan antara
sebelum dan sesudah pasien mendapatkan perlakuan suction. Dari ketiga penelitian diatas
dapat disimpulkan bahwa tindakan suction terbukti mampu mengatasi bersihan jalan napas,
sehingga tindakan ini dapat dijadikan referensi sebagai metode pengobatan farmakologis di
rumah sakit.
2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi pada kulit leher dibuktikan dengan : a.
Terdapat luka pada kulit leher klien, b. Skala nyeri 3, dan c. Klien memberi isyarat nyeri
pada leher.
Implementasi yang diberikan pada klien sesuai dengan SIKI 2018 pada intervensi
keperawatan observasi yaitu : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan
intensitas nyeri, 2. Identifikasi skala nyeri, dan 3. Observasi TTV. Intervensi keperawatan
terapeutik yaitu : 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(misalnya terapi musik), dan 2. Berikan klien posisi nyaman. Intervensi keperawatan
edukasi yaitu : 1. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misalnya
teknik distraksi dan relaksasi nafas dalam), dan 2. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri. Intervensi keperawatan kolaborasi yaitu : Pemberian analgetik sesuai hasil
kolaborasi dengan dokter.
Teknik distraksi dan relaksasi benson merupakan hal yang tepat dilakukan pada klien
yang mengalami gangguan nyeri akut. Implementasi ini sesuai dengan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala Nyeri Post
Appendixtomy Di RSUD Porsea” yang di teliti oleh : Melva Manurung, Tumpal
Manurung, dan Perawaty Siagian pada tahun 2019. Dengan hasil penelitian menunjukan
bahwa hasil Analisa uji t pre eksperimen dan post eksperimen kelompok kontrol diperoleh
nilai p=0.000, yang berarti nilai p< 0.05 maka dapat disimpulkan ada perbedaan skala nyeri
post Appendixtomy di RSUD Porsea setelah dilakukan Teknik Relaksasi Benson. Hasil
analisa uji t pre eksperimen dan post eksperimen kelompok intervensi diperoleh nilai
p=0.000, yang berarti nilai p< 0.05 maka dapat disimpulkan ada perbedaan perbedaan skala
nyeri post Appendixtomy di RSUD Porsea setelah dilakukan Teknik Relaksasi Benson.
Didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh : Grece Frida Rasubala, Lucky Tommy
Kumaat, dan Mulyadi pada tahun 2017 dengan judul “Pengaruh Teknik Relaksasi Benson
Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Di RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Dan RS
Tk.III R.W. Mongisidi Teling Manado”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum
diberikan terapi relaksasi benson, sebagian besar pasien apendiksitis mempunyai skala
nyeri sedang dan berat. Setelah diberikan terapi relaksasi benson, sebagian besar skala
nyeri mengalami perubahan yang signifikan dengan menurunnya skala nyeri menjadi skala
nyeri ringan. Sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap skala
nilai sesudah diberikan teknik relaksasi benson sebanyak 3 kali selama 15-30 menit.
Diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh : Rini Fahriani Zees pada tahun 2012
dengan judul “Pengaruh Tehnik Relaksasi Terhadap Respon Adaptasi Nyeri Pada Pasien
Apendektomi Di Ruang G2 Lantai II Kelas III BLUD RSU Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh tehnik relaksasi terhadap
respon adaptasi nyeri. Dari ketiga penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa teknik
relaksasi benson terbukti mampu menurunkan nyeri, sehingga tindakan ini dapat dijadikan
referensi sebagai metode pengobatan non-farmakologis di rumah sakit.
E. Evaluasi Keperawatan
Pada evaluasi penulis mengukur tindakan yang telah dilaksanakan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Evaluasi disesuaikan dengan kriteria penilaian yang telah ditetapkan dan
waktu yang telah ditentukan pada tujuan keperawatan. Evaluasi adalah tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya. Adapun evaluasi hasil dari masing-
masing diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi kanula dalam dibuktikan
dengan : a. Tedapat suara tambahan ronkhi kasar di lapang paru atas dextra dan sinistra
(sputum kuning kental), b. Tidak dapat batuk efektif, c. Terpasang trakeostomi dengan
bantuan alat ventilator, d. Parese : ektremitas atas dan bawah (paralisis), dan e. Klien
memberi isyarat keluhan sesak napas.
Evaluasi terakhir di lakukan pada Minggu, 16 Februari 2020 pukul 15.00 WIB dengan
data subjektif : klien memberi isyarat keluhan sesak napas. Data objektif : tedapat suara
tambahan ronkhi kasar di lapang paru atas dextra dan sinistra, sputum berwarna kuning
kental, tidak dapat batuk efektif , terpasang trakeostomi dengan bantuan alat ventilator
Mode : CPAP ASB 12, MV/EMV : 8,9, ETV/TV : 355, Total rate : 26, Inspirasi Press : 8,
PEEP/ Exp Press : 6, FiO2/O2 : 40%, SPO2 : 98%, vital sign = tekanan darah : 149/82
mmHg, suhu : 36,6 0C, nadi : 120 x/menit, dan parase : ektremitas atas dan bawah
(paralisis). Masalah bersihan jalan napas tidak efektif belum teratasi, intervensi
1,2,3,4,5,6,7,8,9, 10 dilanjutkan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi pada kulit leher dibuktikan dengan : a.
Terdapat luka pada kulit leher klien, b. Skala nyeri 3, dan c. Klien memberi isyarat nyeri
pada leher.
Evaluasi terakhir di lakukan pada Minggu, 16 Februari 2020 pukul 15.15 WIB dengan
data subjektif : klien memberi isyarat nyeri pada leher. Data objektif : pengkajian nyeri =
P : nyeri karena adanya luka bekas pemasangan trakeostomi, Q : nyeri terasa cenut-cenut,
R : leher, S : skala nyeri 2, T : nyeri terasa terus menerus selama 2 menit, dan vital sign =
tekanan darah : 149/82 mmHg, suhu : 36,6 0C, nadi : 120 x/menit, pernapasan : 26 x/menit.
Masalah nyeri akut belum teratasi, intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8 dilanjutkan.
F. Dokumentasi
Penulis melaksanakan asuhan keperawatan dengan meggunakan pendekatan proses
keperawatan pada klien Ny. N dalam studi kasus ini penulis telah mendokumentasikan secara
lengkap mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Grece Frida Rasubala dkk. 2017. Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Skala Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Di RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Dan RS Tk.III R.W. Mongisidi
Teling Manado. (online) (https://doi.org/10.31539/jks.v2i1.303). Diakses pada Rabu,
27 Januari 2021 Pukul 19.15 WIB.
Melva Manurung dkk. 2019. Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala
Nyeri Post Appendixtomy Di RSUD Porsea. (online)
(https://doi.org/10.34012/jukep.v2i2.541). Diakses pada Rabu, 27 Januari 2021 Pukul
19.00 WIB.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1 Cetakan I. Jakarta : DPP PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.
Rini Fahriani Zees. 2012. Pengaruh Tehnik Relaksasi Terhadap Respon Adaptasi Nyeri Pada
Pasien Apendektomi Di Ruang G2 Lantai II Kelas III BLUD RSU Prof. Dr. H. Aloei
Saboe Kota Gorontalo. (online) (http://dx.doi.org/10.7454/jki.v12i3.218). Diakses
pada Rabu, 27 Januari 2021 Pukul 19.30 WIB.
Tati Murni Karokaro & Lia Hasrawi. 2019. The Effect Of Endotracheal Tube (ETT) Suction
Measures On Our Saturation Levels In Failed Patients In ICU Grandmed Hospital.
(online) (https://doi.org/10.35451/jkf.v2i1.301). Diakses pada Rabu, 27 Januari 2021
Pukul 18.15 WIB.
Widia Astuti AW & Fajar Adhie Sulistyo. 2019. Hubungan Intensitas Tindakan Suction Dengan
Perubahan Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien Yang Terpasang Ventilator Di
Ruang ICU RSUD Kota Bogor. (online) (https://doi.org/10.46508/jiw.v11i2.64).
Diakses pada Rabu, 27 Januari 2021 Pukul 18.30 WIB.
Zahrah Maulidia Septimar & Arki Rosina Novita. 2018. Pengaruh Tindakan Penghisapan
Lendir (Suction) Terhadap Perubahan Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien Kritis
Di ICU. (online) (https://doi.org/10.33221/jikm.v7i01.47). Diakses pada Rabu, 27
Januari 2021 Pukul 18.45 WIB.
Lampiran 1
Penilaian Skala Nyeri
Penilaian skala nyeri adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesakitan /
nyeri yang sedang diderita oleh seseorang yang mana hasilnya dapat membantu dalam
membedakan tingkat beratnya suatu penyakit sehingga dapat membantu menegakkan diagnosis
yang akurat, mengintervensikan pengobatan yang tepat dan menilai efektivitas terapi yang telah
diberikan.
1. Penilaian Skala Nyeri Pada Pasien Sadar
1) Wong Baker Faces Pain Rating Scale
Skala nyeri yang satu ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya dengan melihat
ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa kita menanyakan keluhannya.
Berikut skala nyeri yang kita nilai berdasarkan ekspresi wajah:
Ketidakstabilan hemodinamik
Sumber :
Rekam Medis RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2018
Lampiran 3
Pengkajian Resiko Jatuh
Kategori
Risiko Tinggi = ≥45
Risiko Rendah = 25-44
Tidak ada Risiko = 0-24
Kategori :
Risiko Rendah (RR) = 7 – 11
Risiko Tinggi (RT) = ≥ 12
Sumber :
Rekam Medis RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2018
Lampiran 4
Pengkajian Early Warning System (EWS)
A. National Early Warning System
1. NEWS digunakan pada pasien dewasa (berusia 16 tahun atau lebih)
2. NEWS dapat digunakan untuk untuk mengasesmen pengakit akut, mendeteksi penurunan
klinis, dan menginisiasi respon klinis yang tepat waktu dan sesuai.
3. NEWS tidak digunakan pada:
a. Pasien berusia kurang dari 16 tahun
b. Pasien hamil
c. Pasien dengan PPOK
4. NEWS juga dapat diimplementasikan untuk asesmen prehospital pada kondisi akut oleh
first responder seperti pelayanan ambulans, pelayanan kesehatan primer, Puskesmas
untuk mengoptimalkan komunikasi kondisi pasien sebelum diterima rumah sakit tujuan.
5. National Early Warning Score (NEWS)
Parameter 3 2 1 0 1 2 3
Pernafasan ≤8 9-11 12-20 21-24 ≥25
Saturasi ≤91 92-93 94-95 96
Oksigen
Penggunaan Ya Tidak
Alat Bantu
O2
Suhu ≤35 35.1-36.0 36.1-38.0 38.1- ≥39.1
39.0
Tekanan ≤90 91-100 101.110 111-219 ≥220
Darah
Sistolik
Denyut ≤40 41-50 51-90 91-110 111-130 ≥131
Jantung
Tingkat A V,P,
Kesadaran atau U
TOTAL :
Sumber :
Rekam Medis RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2018