You are on page 1of 12

Relasi Sains, Agama dan Filsafat

A. Pengertian Sains

Dalam bahasa Arab kata “Al-Ilm” berarti pengetahuan (knowledge).


Sedangkan kata ilmu dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari kata
science. Ilmu pada dasarnya merupakan pengetahuan mengenai sesuatu hal atau
fenomena, baik itu terkait alam atau kehidupan yang ada di masyarakat yang
didapat manusia melalui berpikir. Hal itu berarti bahwa setiap ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu tersebut.

Sains dalam bahasa Inggris yakni science. Kata science berasal dari bahasa
Latin yaitu scire yang berarti mengetahui atau scientia (pengetahuan). Sedangkan
dalam bahasa Yunani adalah episteme (pengetahuan). Secara bahasa kata science
bermakna keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti
knowledge atau mengetahui, yang sering dibedakan dengan intuisi dan
kepercayaan. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan dan perkembangan
makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari pengkajian,
observasi, dan percobaan yang dilakukan guna menentukan sifat dasar atau prinsip
terkait hal yang dikaji. Dengan perubahan makna tersebut, maka dunia sains
mempunyai batasan hanya terkait pengetahuan yang sistematis tentang alam dan
dunia fisik.1

Definisi ilmu pengetahuan (sains) secara umum ialah suatu pengetahuan


terkait objek tertentu yang dirangkai secara sistematis, rasional, objektif, dan
empiris sebagai hasil.

Ada beberapa karakteristik khusus sains atau ilmu pengetahuan, yaitu


sebagai berikut.2

1
Indira Syam, Komunikasi Lintas Perspektif (Hubungan Sains dan Agama), Jurnal Dakwah Tabligh,
16 (1), 2015, hal 32.
2
Abu Tamrin, Relasi Ilmu, Filsafat, dan Agama Dalam Dimensi Filsafat Ilmu, Jurnal Sosial dan
Budaya Syar-i, 6 (1), 2019, hal 73.
a. Disusun secara sistematis, metodis, dan bertalian (kohern) terkait suatu
bidang tertentu dan kenyataan (realitas).

b. Dapat dipergunakan untuk menerangkan gejala tertentu pada bidang


pengetahuan atau ilmu tersebut. Unsur penting sains ialah penataan
dengan rinci dan mampu memperjelas sebuah bidang pengetahuan.
Semakin dalam sains menggali dan menekuni hal yang bersifat khusus
dari realita, semakin nyata tuntutan untuk mencari tahu mengenai semua
kenyataan. Semakin dalam pencarian kebenaran suatu fenomena maka
semakin cermat juga ilmu tersebut.

Ada beberapa fungsi ilmu pengetahuan (sains) yaitu sebagai berikut.

a. Dapat berfungsi secara fungsional pada suatu sistem, berarti sesuatu


yang terdiri dari bagian-bagian dan antar bagian saling berhubungan satu
sama lain.

b. Dapat mengetahui berbagai pengetahuan yang telah dirangkai dan


disusun dengan sistematis berdasarkan syarat dan metode untuk dapat
menjadi ilmu pengetahuan atau sains.

c. Dapat mengendalikan berbagai hal berdasarkan teori-teori yang ada


dalam ilmu pengetahuan atau sains.

d. Dapat membuat hipotesa yang nantinya akan diuji kebenarannya


(Tamrin, 2019).

Menurut R.B.S Fudyartanto, Dosen Psikologi Universitas Gajah Mada


Yogyakarta, dalam Relasi Ilmu, Filsafat, dan Agama Dalam Dimensi Filsafat
Ilmu, ada empat macam fungsi sains, yaitu sebagai berikut.

a. Fungsi deskriptif, yang menggambarkan, melukiskan dan memaparkan


suatu objek atau masalah sehingga mudah dipelajari.
b. Fungsi pengembangan, yang mana melanjutkan hasil penemuan yang
lalu dan menemukan hasil ilmu pengetahuan yang baru.
c. Fungsi prediksi, yang meramalkan kejadian yang kemungkinan besar
akan terjadi sehingga manusia pun dapat berupaya mengambil tindakan
yang perlu dalam menghadapinya.
d. Fungsi kontrol, yang mana berusaha mengendalikan peristiwa yang tak
ingin dikehendaki.

B. Pengertian Agama

Kata agama diidentikkan dengan kepercayaan, keyakinan, dan sesuatu yang


menjadi anutan. Dalam Islam, ada beberapa istilah yang merupakan kata lain dari
agama yaitu al-Din, al-Millah, dan al-Syari’at. Ahmad Daudy menggabungkan
dan menghubungkan makna antara al-Din dan al-Huda, yang berarti petunjuk.
Hal tersebut berarti menunjukkan bahwa agama adalah seperangkat petunjuk dan
pedoman bagi setiap yang menganutnya. Ada pula Muhammad Abdullah Darraz
yang mengartikan al-Din atau agama sebagai keyakinan terhadap eksistensi
(wujud) suatu dzat, atau bahkan beberapa dzat ghaib yang maha tinggi, memiliki
perasaan berkehendak, memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan
yang terkait dengan nasib para manusia. Ia mengatakan juga bahwa agama
merupakan keyakinan atau keimanan suatu dzat (Ilahiyah) yang pantas untuk
menerima ketaatan dan ibadah (persembahan). Daniel Djuned mengartikan agama
adalah sebagai tuntutan dan tatanan Ilahiyah yang diturunkan oleh Allah melalui
Rasul-Nya untuk umat manusia yang berakal guna kemaslahatannya di dunia dan
akhirat.3

Ada pula agama berasal dari kata Religion (bahasa Inggris), Din (bahasa
Arab), dan Religic (bahasa Belanda). Agama merupakan kepercayaan seseorang
atau individu terhadap sesuatu yang sifatnya spiritual dan hal-hal yang ghaib
(tidak dapat dilihat oleh mata), yang mana di dalam Islam disebut dengan
keimanan.4
3
Abd. Wahid, Korelasi Agama, Filsafat dan Ilmu, Jurnal Substantia: Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 14 (2),
2012, hal 226-227.

4
Abu Tamrin, Relasi Ilmu, Filsafat, dan Agama Dalam Dimensi Filsafat Ilmu, Jurnal Sosial dan
Budaya Syar-i, 6 (1), 2019, hal 87.
Kata agama dalam Kitab Suci Al-Qur’an dan hadist Nabi bermakna yaitu
pahala atau balasan, ketaatan dan penghambaan, kekuasaan dan hukum, umat,
kepasrahan dan penyerahan mutlak, aqidah, cinta, akhlak yang baik, kemuliaan,
cahaya, kehidupan yang hakiki, amar ma’ruf nahi munkar, amanat dan menepati
janji, menuntut ilmu dan beramal dengannya, dan puncak kesempurnaan akal
(Syam, 2015).

Agama merupakan ajaran yang menjadi pedoman perilaku bagi


pemeluknya. Agama mengatur sebagaimana serharusnya manusia itu berperilaku,
mulai dari perilaku terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia, terhadap alam,
dan juga perilaku terhadap Sang Pencipta.

Agama menunjukkan kepada jalan yang ditempuh guna mencari ridho dari
Tuhan. Dalam agama ada suatu yang dianggap berkuasa, yaitu Allah, zat yang
memiliki segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, yang berkuasa, dan yang
mengatur seluruh alam semesta beserta isinya.

Esensi agama ialah untuk pembebasan diri manusia dari sebuah penderitaan,
penindasan kekuasaan tiran guna kedamaian dalam hidup. Islam, keberadaannya
bagi manusia sebagai pemeluknya agar berdiri bebas di hadapan Tuhannya secara
benar diaktualisasikan dengan formulasi taat pada Hukum-Nya, saling
menghormati, saling menyayangi sesama, bertindak adil dan menjaga diri dari
perbuatan yang tak baik, serta merealisasikan ketaqwaan.

Agama memiliki keterkaitan erat dengan kehidupan. Hidup beragama


dasarnya ialah kepercayaan terhadap keyakinan dari adanya kekuatan ghaib, luar
biasa atau supranatural yang mempengaruhi kehidupan seseorang dan lingkungan
masyarakat, bahkan terhadap gejala alam. Kepercayaan tersebut menumbuhkan
perilaku tertentu, seperti berdoa, memuja, dan lain sebagainya serta menghadirkan
sikap terhadap mental seseorang, seperti perasaan takut, pasrah, optimis, dan lain
sebagainya dari individu serta masyarakat yang mempercayainya.
Sebagai umat yang memiliki agama, kita sebagai manusia wajib berdoa dan
beribadah kepada Allah SWT, karena umat manusia pada dasarnya adalah
makhluk yang lemah.

Kata agama dalam Kitab Suci Al-Qur’an dan hadist Nabi bermakna yaitu
pahala atau balasan, ketaatan dan penghambaan, kekuasaan dan hukum, umat,
kepasrahan dan penyerahan mutlak, aqidah, cinta, akhlak yang baik, kemuliaan,
cahaya, kehidupan yang hakiki, amar ma’ruf nahi munkar, amanat dan menepati
janji, menuntut ilmu dan beramal dengannya, dan puncak kesempurnaan akal.

Menurut sumbernya, agama dibagi menjadi dua, yaitu agama samawi


(agama wahyu atau agama langit), dan agama budaya (agama bumi atau agama
non wahyu).5

Salah satu contoh dari agama samawi (agama langit atau agama wahyu) ini
adalah agama Islam. Agama Islam adalah agama yang diwahyukan oleh Allah
SWT kepada Rasul-Nya. Sumber hukum dari agama Islam ini diatur dalam Al-
qur’an yang mana merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW membuktikan
tentang kerasulan dan kenabian. Agama Islam sebagai suatu sistem keyakinan dan
tata aturan yang mengatur segala kehidupan manusia dalam hubungannya dengan
Allah SWT. Sedangkan agama budaya (agama bumi atau agama non wahyu)
merupakan agama ciptaana manusia yang berupa kebudayaan.6

Agama sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Ada beberapa


fungsi agama dalam kehidupan individu maupun kehidupan masyarakat, yaitu
sebagai berikut.

a. Fungsi penyelamat, yang mana dimanapun manusia berada selalu


menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan agama
kepada para penganutnya merupakan keselamatan yang meliputi dua
alam, yaitu dunia dan akhirat.
5
Indira Syam, Komunikasi Lintas Perspektif (Hubungan Sains dan Agama), Jurnal Dakwah Tabligh,
16 (1), 2015, hal 33.
6
Abu Tamrin, Relasi Ilmu, Filsafat, dan Agama Dalam Dimensi Filsafat Ilmu, Jurnal Sosial dan
Budaya Syar-i, 6 (1), 2019, hal 88.
b. Fungsi edukatif, agama yang dianut memberikan ajaran-ajaran yang
harus ditaati dan dipatuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi
menyuruh dan juga melarang, yang mana kedua unsur tersebut memiliki
latar belakang dalam mengarahkan dan membimbing agar individu
(penganut) menjadi lebih baik menurut agama dan kepercayaan masing-
masing.

c. Fungsi perdamaian, individu atau seseorang yang merasa bersalah dapat


mencapai kedamaian batin melalui adanya tuntutan agama. Rasa berdosa
dan bersalah akan menjadi hilang dari batinnya jika individu telah
menebus dosa dengan cara bertaubat.

d. Fungsi sosial kontrol, ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai


norma, sehingga dalam hal tersebut agama berfungsi pengawas sosial
baik itu dari individu atau kelompok.

e. Fungsi pemupuk rasa solidaritas, para penganut agama yang sama secara
psikologis akan merasa mempunyai kesamaan dalam satu kesatuan,
yaitu iman dan kepercayaan. Hal tersebut akan memberi rasa solidaritas
dalam kelompok maupun individu, serta akan dapat membina
persaudaraan yang kokoh.

f. Fungsi transformatif, ajaran agama dapat mengubah kehidupan dan


kepribadian individu atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya, kehidupan baru yang diterima
berdasarkan ajaran agama yang dipeluknya mampu mengubah
kesetiannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianut (Tamrin,
2019).

C. Hubungan Antara Sains dan Agama

Kemajuan sains dan teknologi sudah memberikan dampak yang besar bagi
masyarakat muslim.7 Sains dan agama memiliki perbedaan, sains atau ilmu
7
Ali Muchasan, Relasi Agama dan Sains, Inovatif: Jurnal Penelitian Pendidikan, Agama dan
Kebudayaan, 6 (1), 2020, hal 72.
pengetahuan dari alam, sumber agama dari Tuhan. Agama berfungsi sebagai
pembimbing umat manusia agar hidup tenang dan bahagia di dunia maupun di
akhirat. Sains berfungsi sebagai sarana guna memudahkan aktivitas manusia yang
ada di dunia. Kebahagiaan di dunia menurut agama merupakan prasyarat guna
mencapai kebahagiaan di akhirat. Sains ialah sarana untuk membahagiakan dan
mempermudah aktivitas yang dilakukan manusia di dunia. Dalam pandangan
agama, penting dan perlu karena ketenangan dan kebahagiaan itu membuat umat
manusia menjadi leluasa dalam menjalankan kewajiban dan ajaran-ajaran agama
yang akan mengantarkan mereka menuju kebahagiaan di akhirat.

Agama dan sains sebenarnya saling membutuhkan. Agama membutuhkan


penjelasan dari sains atau ilmu pengetahuan mengenai fakta-fakta yang ada di
alam, yang mana ada dalam kitab suci al-qur’an, yang menjelaskan untuk selalu
meneliti peredaran planet-planet dan meneliti kejadian yang ada di langit dan
bumi. Sains atau ilmu membutuhkan agama untuk memberikan dasar moral guna
penerapan dan kegunaan ilmu tersebut bagi kehidupan umat manusia dan juga
lingkungan sekitar. Hal tersebut lah yang merupakan kunci dari kesuksesan dan
kebahagiaan di dunia.

Ada tipologi yang berbicara mengenai hubungan antara sains dan agama,
sebagaimana dikemukakan oleh Ian G. Barbour, diantaranya, konflik,
independensi, dialog, dan integrasi. Pertama, konflik, yang mengemuka di abad
19, yang mana pandangan ini memposisikan sains dan agama ke dalam dua
ekstrim yang saling bertentangan dan bersebrangan. Kedua, independensi, yang
mana pemisahan antara sains dan agama ke dalam dua wilayah yang berbeda,
sains dan agama dianggap memiliki kebenaran sendiri-sendiri yang terpisah antara
satu sama lain, sehingga dapat hidup berdampingan dengan damai, sains
berhubungan dengan fakta, dan agama mencakup nilai-nilai. Ketiga, dialog, yang
menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang lebih
konstruktif dibandingkan pandangan konflik dan independensi, sains dan agama
memiliki kesamaan yang dapat didialogkan dan dapat saling mendukung satu
sama lain. Keempat, integrasi, yang mana pandangan tersebut menghadirkan
hubungan yang lebih baik dan bersahabat dibandingkan ketiga pandangan
sebelumnya, sains dan agama dianggap valid dan menjadi sumber yang koheren
dalam pandangan dunia, pemahaman mengenai dunia yang didapat melalui sains
diharapkan memperkaya pemahaman tentang keagamaan bagi manusia yang
beriman.

Sains atau ilmu pengetahuan mencari hal baru, tak terikat dengan etika,
progresif, inklusif dan objektif. Sedangkan agama mengedepankan moralitas dan
menjaga tradisi yang sudah mapan, eksklusif dan subjektif. Walaupun sains dan
agama mempunyai perbedaan, tetapi keduanya mempunyai kesamaan, yakni
sama-sama bertujuan memberikan ketenangan. Agama memberikan ketenangan
dari segi batin sebab ada janji kehidupan setelah mati, dan sains memberikan
ketenangan sekaligus kemudahan bagi kehidupan yang ada di dunia ini.

Sains tidak dapat dipisahkan dari agama. Al-quran merupakan sumber


intelektualitas dan spiritualitas, yang menjadi sumber rujukan bagi agama dan
segala pengembangan sains atau ilmu pengetahuan yang ada, al-quran merupakan
sumber utama umat Islam tentang keterkaitan sains dan agama. Umat manusia
mendapatkan pengetahuan dan ilmu dari berbagai macam sumber, namun semua
pengetahuan tersebut pada akhirnya berasal dari Allah SWT. Al-quran bukan
kitab ilmu pengetahuan atau sains tersebut, namun al-quran memberikan
pengetahuan mengenai prinsip sains yang selalu dihubungkan dengan
pengetahuan metafisik dan spiritual, al-quran “membaca dengan Nama Tuhanmu”
dapat dipahami dengan pengertian bahwa pencarian pengetahuan, termasuk
pengetahuan ilmiah didasarkan pada pengetahuan terkait realitas Tuhan. Ibnu Sina
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan (sains) disebut ilmu pengetahuan yang sejati
jika menghubungkan pengetahuan mengenai dunia dan pengetahuan Prinsip
tuhan.8

D. Hubungan Antara Sains dan Filsafat


8
Indira Syam, Komunikasi Lintas Perspektif (Hubungan Sains dan Agama), Jurnal Dakwah Tabligh,
16 (1), 2015, hal 34.
Secara historis sains dan filsafat merupakan suatu kesatuan, tetapi dalam
perkembangannya mengalami divergensi (kondisi berlawanan) yang mana ilmu
lebih mendominasi dalam mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi tersebut
mendorong upaya untuk memposisikan keduanya secara tepat sesuai dengan batas
wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya, melainkan agar lebih
jernih dalam melihat hubungan antara sains dan filsafat dalam konteks lebih
memahami khazanah manusia.

Ada persamaan dan juga perbedaan antara sains dan filsafat. Persamaan atau
persesuaian antara sains dan filsafat ialah keduanya menggunakan berpikir
reflektif guna berupaya dalam menghadapi dan memahami fakta dunia dan
kehidupan, filsafat maupun sains bersikap kritis, berpikir secara terbuka dan
konsen terhadap kebenaran, pengetahuan yang sistematis dan terorganisir.

Sedangkan perbedaan antara sains dan filsafat berkaitan dengan titik tekan,
yang mana sains mengkaji bidang yang terbatas, bersifat analitis dan deskriptif,
menggunakan observasi, bereksperimen dan klasifikasi guna berupaya
menemukan hukum atas gejala-gejala tersebut, sementara filsafat melakukan
pengkajian pengalaman secara menyeluruh, sehingga bersifat inklusif dan
mencakup hal umum di berbagai bidang pengalaman umat manusia, filsafat
mengkaji hubungan antara temuan-temuan sains dengan klaim pada agama, seni
dan moral. Filsafat memiliki batasan yang luas dibandingkan sains, hal ini
bermakna bahwa apa yang tidak bisa dijawab oleh sains maka filsafat berupaya
mencari jawaban dan kebenarannya, sains tersebut juga dapat dipertanyakan dan
juga bisa dijadikan bahan (objek) kajian filsafat itu sendiri.

Sains (ilmu pengetahuan) mengkaji hal-hal yang sifatnya empiris dan bisa
dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah yang tidak dapat
dijawab dan ditemukan oleh sains, sementara agama ialah jawaban terhadap
masalah yang tidak dapat dijawab oleh filsafat dan jawabannya sifatnya mutlak.
Menurut Oemar Amin Hoesin, ilmu (sains) memberikan kepada kita pengetahuan,
dan filsafat memberikan hikmat, sains dan filsafat memiliki wilayah kajiannya
masing-masing.9

E. Hubungan Antara Agama dan Filsafat

Agama dan filsafat merupakan dua bentuk menuju jalan kebenaran. Agama
diartikan sebagai kepercayaan kepada Sang Pencipta, filsafat diartikan sebagai
proses berpikir. Orang yang meyakini agama tertentu ingin juga agar orang lain
ikut bersamanya. Filsafat sebagai jalan kebenaran, dan diikuti pula oleh orang
lain. Agama dan filsafat merupakan dua entitas yang sama-sama memiliki
kekuatan yang berpengaruh di dunia, bahkan menguasai paradigma dunia.

Agama dan filsafat pada dasarnya memiliki persamaan, yang mana


keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni mencapai kebenaran yang hakiki.
Agama dalam hal ini adalah agama samawi (agama wahyu) yang diwahyukan
oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya. Dalam agama ada beberapa poin penting,
yakni Tuhan, kebajikan, baik dan buruk, surga dan neraka, dan lainnya yang
berkaitan dengan agama, yang akan diselidiki oleh filsafat. Agama sering disebut
sebagai kepercayaan, karena agama tersebut telah diwahyukan oleh Allah dan
harsu dipercayai. Kebenaran yang dicapai oleh agama dan filsafat hampir sama,
tetapi agama tidak bisa disamakan dengan filsafat.

Filsafat sebuah metode berpikir yang sistematis, ialah salah satu pendekatan
tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam filsafat dibicarakan pula mengenai
keberadaan Tuhan, persoalan kenabian, wahyu, penciptaan manusia dan ibadah
yang dilakukan oleh manusia. Pertanyaan tentang bagaimana Tuhan, manusia, dan
lainnya pun dalam Islam merupakan sesuatu yang dapat menjadikan para pemikir
menjadi yakin akan keberadaan Tuhan. Para Ulama Islam memikirkan sesuatu
dengan jalan filsafat, yang biasa dikenal dengan filosuf. Hal ini pula semakin
menjadikan hidup menjadi lebih bermakna dengan mencari kebenaran.

9
Abd. Wahid, Korelasi Agama, Filsafat dan Ilmu, Jurnal Substantia: Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 14 (2),
2012, hal 229.
Dengan adanya kekuatan antara agama dan filsafat, individu menjadikan
agama dan filsafat sebagai sumber kekuatan dan kebenaran. Bagi para penganut
agama yang taat dan patuh, maka sumber kebenaran dan kekuatannya adalah
agama, yang menjadi perintah Allah melalui wahyu-Nya. Sementara bagi orang
yang menjadikan filsafat sebagai pedoman dan pegangan hidupnya dalam mencari
kebenaran, maka kebenaran tersebut berdasarkan filsafat yang dianut dan
dipegangnya.10

REFERENSI

Mahfud. (2019). Dialetika Agama dan Filsafat Sepanjang Sejarah. Jurnal Lentera:
Kajian Keagamaan, Keilmuan, dan Teknologi , 18 (1), 1-22.

10
Mahfud, Dialetika Agama dan Filsafat Sepanjang Sejarah, Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan,
Keilmuan, dan Teknologi, 18 (1), 2019, hal 12.
Muchasan, A. (2020). Relasi Agama dan Sains. Inovatif: Jurnal Penelitian
Pendidikan, Agama dan Kebudayaan , 6 (1), 69-87.

Syam, I. (2015). Komunikasi Lintas Perspektif (Hubungan Sains dan Agama).


Jurnal Dakwah Tabligh , 16 (1), 31-41.

Tamrin, A. (2019). Relasi Ilmu, Filsafat, dan Agama Dalam Dimensi Filsafat
Ilmu. Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i , 6 (1), 71-96.

Wahid, A. (2012). Korelasi Agama, Filsafat dan Ilmu. Jurnal Substantia , 14 (2),
224-231.

You might also like