You are on page 1of 9

THE NEW RULES OF THE

WORLD

Film ini merupakan usaha john dan kawan-kawan dalam mengungkap sisi
sebenarnya dari globalisasi. Beliau menggambarkan bagaimana sesungguhnya globalisasi
dijadikan kedok oleh para kapitalis untuk menguasai ekonomi berbagai negara terutama
negara berkembang. John mengambil latar negara Indonesia sebagai obyek penelitiannya. Dia
mengaitkan kehidupan rakyat yang penuh derita, lalu kapitalisme yang dilakukan oleh MNC
(multi nasional corporate) dan juga kekejaman rejim soeharto.

Film diawali dengan tampilan mengenai gaya hidup glamour yang dilakukan oleh
orang-orang di kota-kota besar, kemudian mengarah pada berbagai produk yang dihasilkan
oleh berbagai merek terkenal. Babak selanjutnya memperlihatkan bagaimana proses produksi
produk-produk bermerek tersebut (dalam kasus ini produk bermerek GAP) yang ternyata
sangat memprihatinkan, sangat menyiksa buruh-buruh. Buruh-buruh digaji dengan standar

yang sangat minim. Sebagai contohnya, jumlah gaji untuk seluruh buruh pabrik sepatu Nike
di Indonesia sangat jauh di bawah fee yang diterima oleh Tiger Wood untuk mempromosikan
produk tersebut.

Globalisasi

Globalisasi adalah proses pengintegrasian ekonomi nasional kepada sistem ekonomi


dunia berdasarkan keyakinan pada perdagangan bebas yang telah dicanangkan pada masa
kolonialisme. Globalisasi ini ditandai dengan liberalisasi segala bidang yang dipaksakan
melalui structural adjustment program oleh lembaga finansial global.

Globalisasi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan adanya krisis pembangunan.


Krisis pembangunan mempunyai ancaman terhadap pengurangan ketidakstabilan sturktural
dari transisi pembangunan pada pyoyek globalisasi. Hal tersebut termasuk dalam masalah
buruh, krisis legitimasi kebijakan pemerintah, perubahan finansial pasar, dan berkembangnya
sektor informal.

Di dalam film ini menjelaskan mengenai dampak kebijakan globalisasi yang


dirasakan oleh negara-negara dunia ketiga, khususnya Indonesia. Film berdurasi 53 menit
tersebut sangat lugas dalam mengkritisi kelemahan-kelemahan kebijakan globalisasi. Jhon
Pilger sangat apik dalam memaparkan dampak kebijakan globalisasi yang menimpa
mayoritas rakyat di Indonesia. Film tersebut juga mendokumentasikan gerakan-gerakan yang
ber sifat global dalam menentang kebijakan globalisasi, salah satunya dari Dita Sari
pimpinan organisasi buruh di Indonesia, Taylor dari Globalization Resistance, Barry
Coates dari gerakan pembangunan dunia, George dan Dr. Vandana Shiva dari

Environmenatalis. Mereka sepakat bahwa kebijakan globalisasi dan pasar bebas telah
menimbulkan tatanan ekonomi dunia yang tidak adil sehingga eksploitasi manusia atas
manusia lain telah menjadikan jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar.

Dari film ini, bukan hanya dampak negatif globalisasi terhadap suatu negara, tetapi
kita juga bisa menyaksikan bagaimana globalisasi dapat membentuk suatu jejaring sosial dan
solidaritas internasional. Film ini di tutup oleh liputan aksi dari gerakan anti globalisasi di
seattle untuk menghambat pertemuan World Trade Organization (WTO), dan aksi mayday di
London yang bagi Perdana Menteri Inggris Tony Blair yang sekaligus pimpinan partai buruh,

disebut sebagai aksi turun ke jalan untuk “tujuan Palsu”. Gelombang menentang globalisasi
yang tidak pernah diberitakan oleh media massa telah terjadi di banyak negara. Di Seattle
banyak aktivis menyaksikan untuk pertama kalinya, kaum buruh tampil sebagai sebuah
kekuatan dalam perjuangan sosial. ahkan para aktivis dari Eropa, yang memang pernah
menyaksikan kaum buruh ikut aksi protes politik, masih cenderung melihat mereka sebagai
sebuah lapisan “aristokratik” (labour aristocracy) yang ikut beruntung dari eksploitasi dunia
ketiga. Namun di Seattle para serikat buruh Amerika ikut berdemonstrasi. Tiba-tiba para
aktivis mulai sadar bahwa perjuangan melawan PHK dan melawan “efisiensi” kapitalis di
barat bisa digabungkan dengan perjuangan melawan kemiskinan di dunia ketiga dan

pengrusakan lingkungan alam

Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi telah membawa kita pada
globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens
menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian
dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan
rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang
mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman
transformasi sosial. Hal inilah yang membuat perubahan perilaku komunitas-komunitas yang

telah ada. Mereka tidak lagi menjadi sesuatu yang bersifat ekslusif, tetapi mereka berusaha
menunjukan bahwa komunitas mereka membawa sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.
Indonesia pada era reformasi, hadir dengan eforia demokrasi yang hanya bersifat
instrumental. Negara ini memiliki berbagai instrumen demokrasi seperti pemilihan umum,
pembagian kekuasaan, berbagai organisasi dan lembaga swadaya masyarakat sipil, dan lain
sebagainya. Akan tetapi, dinamika politik yang terjadi menunjukan bahwa substansi

demokrasi belum tercipta dengan sempurna. Partai politik yang seharusnya membawa
artikulasi masyarakat Indonesia banyak yang hanya sampai pada membawa kepentingan
partainya. Berbagai ormas dan LSM yang diharapkan menjadi sarana membangun civil
society ternyata banyak digunakan untuk kepentingan politik praktis. Fenomena-fenomena
tersebut kemudian membuat masyarakat sipil memilih untuk empowering diri mereka sendiri
untuk memperjuangkan hidup mereka.

Kesempatan Ekonomi

Bisa kita lihat di dalam film ini bahwa akibat dari penjajahan ekonomi, kesempatan
ekonomi bagi bangsa dan Negara Indonesia sangatlah kecil. Rendahnya lapangan pekerjaan
yang ada di Indonesia tentu menjadi salah satu faktor penyebab masalah ini. Hasilnya banyak
dari penduduk rela bekerja apa saja hanya untuk mendapatkan uang agar bisa mencukupi
kehidupannya sehari-hari. Hal ini pun dimanfaatkan oleh negara-negara kapitalis untuk
membuka pabrik-pabrik besar. Negara kapitalis tersebut mendapatkan keuntungan karena
mereka mendapatkan tenaga kerja dengan jumlah besar tanpa harus mengeluarkan uang
banyak untuk mengurusi kesejahteraan mereka.

Film ini mendekati dengan apa yang dijelaskan Andre Gunder Frank. Frank
mengatakan bahwa kapitalisme, baik yang global maupun yang nasional, adalah faktor yang
telah menghasilkan keterbelakangan di masa lalu dan yang terus mengembangkan
keterbelakangan dimasa sekarang. Keterbelakangan merupakan sebuah proses ekonomi,
politik dan social yang terjadi sebagai akibat globalisasi dari sistem kapitalisme.
Keterbelakangan di negara-negara pinggiran adalah akibat langsung sari terjadinya
pembangunan di negara-negara pusat.

Menurut Frank, dalam rangka mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, kaum

borjuasi di negara-negara metropolis berkerjasama dengan pejabat pemerintah di negara-


negara satelit (negara pinggiran), dan kaum borjuasi yang berdominan. Sebagai akibat
kerjasama dengan pejabat pemerintah antara modal asing dan pemerintah setempat,
muncullah kebijakan-kebijakan pemerintah yang menguntungkan modal asing dan borjuasi
lokal, dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak negara tersebut.

Apa yang dijelaskan oleh Frank ini, berkaitan sekali dengan yang ditampilkan dalam
film The New Rules of The World. Dimana yang menjadi negara pinggirannya adalah negara
Indonesia dan yang menjadi kaum borjuis adalah lembaga “bantuan” seperti IMF, World
Bank, dan WTO. Di sini bantuan yang diberikan oleh lembaga yang katanya untuk membantu
memperbaiki perekonomian Indonesia, akan tetapi di balik itu mereka punya tujuan untuk
mencari keuntungan.

Ciri-ciri dari teori yang disampaikan Frank ini, cocok dengan apa yang terjadi dalam
perekonomian di Indonesia yang ditunjukan dalam film ini, seperti kehidupan ekonomi yang

tergantung, terjadinya kerjasama antata modal asing dengan klas-klas yang berkuasa, seperti
pemerintah, terjadi ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin.

Sebagian dari teori yang dikembangkan Dos Santos juga berkaitan dengan apa yang
disaksikan dalam film ini. Di sini negara Indonesia termasuk dalam bentuk ketergantungan
financial-industrial, yang mengatakan negara pinggiran masih dikuasai oleh kekuatan-
kekuatan financial dan industrial negara pusat, sehingga praktis ekonomi negara pinggiran
merupakan satelit negara pusat. Negara pinggiran masih mengekspor bahan mentah bagi
kebutuhan industri negara pusat. Negara pusat menanamkan modalnya, baik langsung atau

melalui kerjasama dengan pengusaha lokal, untuk menghasilkan bahan baku ini.

Apa yang ditampilkan dalam film documenter ini, merupakan hambatan dalam
melakukan industrialisasi yang merupakan usaha mengatasi keterbelakangan negara
pinggiran yang dibahas Dos Santos. Seperti yang dikatakan Dos Santos, neraca perdagangan
internasional negara-negara pinggiran terus mengalami deficit karena: nilai tukar yang terus
menurun dari komoditi primer terhadap barang industri, sektor ekonomi yang paling dinamis
biasanya dikuasai oleh modal asing. Karena itu, keuntungan dari sektor ini diserap kembali
ke negara-negara maju. Oleh karena itu, pinjaman luar negeri menjadi penting untuk

menutupi deficit yang terjadi, dan untuk membiayai proses industrialisasi. Menurut Dos
Santos, hambatan yang paling besar bagi pembanggunan di negara-negara pinggiran adalah
karena mereka menyatukan diri dengan sistem internasional dan dan mengikuti hukum
perkembangannya.

Dalam hal ini, Indonesia berusaha menyatukan diri dengan sistem internasional yang

ditawarkan IMF, World Bank dan WTO, karena terlalu percaya dengan apa yang diiming-
imingi oleh IMF terhadap kemakmuran negara Indonesia. Akan tetapi Indonesia belum
mampu untu masuk kedalam sistem tersebut.

Harkat Martabat Bangsa

Harkat dan martabat bangsa itu akan dijunjung dan dipertahankan oleh bangsa yang
bersangkutan. Untuk mempertahankan martabatnya, suatu bangsa akan berjuang dengan
sekuat tenaga karena hal itu demi kehormatan dan kejayaan bangsanya.

Karena harkat dan martabat bangsa adalah kehormatan yang tidak ternilai harganya.
Oleh sebab itu semua bangsa di dunia sudah pasti menginginkan agar martabat dan harga
dirinya dihormati dan dihargai oleh orang lain.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bermartabat, bangsa Indonesia juga punya
harga diri di antara bangsa-bangsa lain didunia. Karena itu, kita yang menjadi bagian dari
seluruh bangsa Indonesia, harus peduli untuk ikut mengangkat harkat, derajat, dan kedudukan
yang terhormat bagi kemajuan bangsa.
Sebagai bangsa yang hidup dalam sebuah negara berdasarkan Pancasila,

mengembangkan sikap saling menghargai adalah suatu kewajiban. Kita tidak boleh bersikap
sewenang-wenang terhadap bangsa lain. Hal ini mengandung arti bahwa kita juga harus
menghormati bangsa lain, karena semua bangsa mempunyai harkat dan martabat yang sama,
yaitu sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu semua manusia dan semua bangsa tidak boleh dibeda-bedakan.
Namun, akhir-akhir ini telah terjadi banyak pelanggaran ham yang merendahkan harkat dan
martabat manusia. Misalnya saja seperti contoh di dalam film ini dijelaskan bahwa terjadinya
ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin. Selain itu contoh yang lainnya adalah bahwa
buruh di Indonesia rata-rata digaji sekitar Rp 9000 perhari, yang merupakan upah minimal

resmi yang ditetapkan oleh pemerintah, bahkan pemerintah mengatakan bahwa upah tersebut
sudah merupakan upah tertinggi di Indonesia. Selain upah yang minim, para pekerja atau
buruh dipaksa untuk kerja lembur seharian penuh, bahkan hampir 36 jam non-stop. Bukan itu
saja setiap mereka memproduksi barang dengan harga Rp 112 ribu, mereka hanya
mendapatkan kurang lebih Rp 500 dari harga produksi, sedangkan untuk sebuah sepatu yang
dijual seharga Rp1,4 juta, mereka hanya mendapatkan Rp 5000. Bahkan jika ada permintaan

lebih untuk di ekspor, para pekerja dipaksa lembur selama 16 jam berdiri tanpa diperbolehkan
duduk. Mereka tidak hanya menderita secara fisik namun juga menderta secara batin. Mereka
beranggapan bahwa harga diri mereka diinjak-injak dengan semena-mena dan diperlakukan
seperti binatang.
Di dalam film ini dapat dilihat bahwa harkat martabat bagsa kita sangat diinjak-injak
da diperlakukan seperti binantang oleh bangsa lain. Sedangkan ternyata pemerintah Indonesia
tidak maksimal membantu mereka. Hal ini memang miris namun, pemerintah seharusnya
berusaha sekuat mungkin agar harkat dan martabat mereka tidak diinjak-injak karena setiap
manusia berhak bebas dari hal-hal yang merendahkan harkat martabat manusia.

Sehingga manusia dapat hidup aman, nyaman dan tenteram lahir dan batin. Kita
sebagai kaum muda sejak dini harus belajar menghargai dan menghormati harkat dan
martabat manusia agar negara kita terbebas dari pelanggaran-pelanggaran yang dapat
merusak harga diri bangsa. Semoga bangsa Indonesia yang akan datang akan lebih baik dan
bebas dari merendahkan harkat dan martabat manusia sehingga tercipta negara yang aman,
nyaman, dan tenteram.

Pemeliharaan Lingkungan

Pengertian dari pemeliharaan lingkungan adalah upaya yang dilakukan


agar lingkungan hidup mendapatkan perlindungan dan dipertahankan dari pengaruh-pengaruh
luar dan kerusakan akibat ulah manusia, misalnya pencemaran, bising, pemanasan global, dan
perusakan sumber daya alam.

Di dalam film ini dijelaskan bahwa di dalam pembangunan suatu negara, terdapat tiga
aktor penting yaitu civil society, state, dan market. Di dalam film tersebut digambarkan
sebuah keadaan dimana market lah yang memberikan arahan pembangunan kepada
pemerintah, sedangkan peran civil society adalah sangat minimalis karena dibatasi oleh

market dengan tangan state. Ini terlihat sekali perekonomian yang terjadi di Indonesia yang
digambarkan dalam film ini adalah bentuk ekonomi jenis makro, pembangunan terjadi bagi
rakyat golongan atas, dimana terjadi pengeksplotasian Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Manusia. Sehingga menyebabkan persoalan baru, yaitu kerusakan lingkungan akibat
eksploitasi sumber daya alam.

Bisa kita simpulkan bahwa, akibat penjajahan ekonomi di Negara Indonesia yang
dilakukan oleh Negara lain yang sangat mementingkan profit di masa jabatan presiden
Soeharto juga sangat merugikan di dalam segi pemeliharaan lingkungan hidup, mereka
mengeksploitasi alam di Negara kita dengan semena-mena.

Seharusnya dulu pemerintah kita harus tegas dalam membantu bangsa kita yang
sedang dijajah dalam segi ekonomi maupun pemeliharaan lingkungan ini. Dalam usaha
mengembangkan perlindungan terhadap lingkungan di bidang produksi industrial,
pengembangan yang stabil pada kebijakan pemeliharaan lingkungan perusahaan harus

dilakukan. Secara konsekuen, karena perlindungan terhadap lingkungan adalah suatu hal
yang sangat penting untuk dilakukan.
bagian 1
Salah satu gerakan protes yang signifikan sejak tahun 1960-an dipicu oleh fenomena yang disebut
Globalisasi.. Globalisasi adalah ketika sekelompok kecil individu yang memiliki kekuasaan secara tak
terduga menjadi lebih kaya daripada seluruh penduduk di benua Afrika. Ini terjadi melalui keterlibatan
hanya 200 perusahaan, yang berhasil mengendalikan seperempat ekonomi dunia, sementara konsumen di
jalan-jalan besar tidak menyadari hal ini. Produk-produk dari merek terkenal sebagian besar diproduksi
di negara-negara yang sangat miskin, dengan upah buruh yang sangat rendah, hampir seperti kondisi
buruh. Di seluruh dunia, hampir semua barang tersebut dapat dibeli, asalkan kita memiliki uang,
sementara mereka yang kurang beruntung akan menderita seperti buruh, terutama penduduk di daerah
terpencil atau desa yang bekerja keras demi keuntungan para investor di kota besar.

Bagian 2
Film dokumenter ini membahas sistem ekonomi globalisasi, terutama dampaknya pada Indonesia, di
mana barang-barang terkenal diproduksi di negara-negara miskin dengan upah buruh rendah, seringkali
dalam kondisi yang menyerupai perbudakan. John Pilger, dalam film ini, mengajukan pertanyaan apakah
“Desa Global” seperti ini adalah masa depan umat manusia. Pertanyaan ini menjadi tema utama dalam
dokumenter tersebut. John Pilger menjelaskan bahwa film ini diilhami oleh aksi protes para anak muda
yang menentang globalisasi, yang menurutnya merupakan salah satu gerakan protes terbesar sejak tahun
1960-an, dengan tujuan meningkatkan kemakmuran dan mengatasi kemiskinan.

Bagian 3
Teks tersebut mengulas sejarah tragis globalisasi di Asia, khususnya di Indonesia, di mana pabrik-pabrik
besar, bank, dan hotel-hotel mewah dibangun di atas pembunuhan massal sekitar satu juta orang pada
masa Soeharto. Meskipun banyak orang Barat mencoba melupakan peristiwa ini, sebagian orang
Indonesia masih mencari kebenaran. Sejarah ini mencakup konspirasi yang mendukung Soeharto oleh
Amerika Serikat, Inggris, dan pemimpin bisnis Barat. Pembunuhan massal ini menjadi landasan bagi
Soeharto untuk berkuasa, dan ekonomi Indonesia diarahkan oleh Amerika untuk memberikan akses ke
sumber daya alam dan tenaga kerja murah. Ini mengakibatkan perubahan ekonomi yang mendalam di
Indonesia. Meskipun pembantaian tersebut adalah salah satu yang terburuk di abad ke-20, perannya
dalam globalisasi seringkali diabaikan. Perusahaan-perusahaan Barat dan Indonesia kemudian bertemu
untuk merencanakan pengambilalihan perusahaan di Indonesia, yang menandai awal globalisasi. Yang
mencengangkan adalah bahwa pembunuhan massal tersebut jarang disebutkan dalam konteks konferensi
ini, menciptakan dampak kontroversial. Teks ini menggambarkan sejarah yang tragis dan misterius
terkait dengan globalisasi di Indonesia.

Bagian 4
Globalisasi dimulai di Inggris pada tahun 1980-an saat Margaret Thatcher melakukan liberalisasi
ekonomi dengan menghancurkan sebagian besar manufaktur dan mengalokasikan dana besar untuk
industri senjata. Indonesia menjadi pasar senjata yang signifikan bagi Inggris, dengan Jenderal Suharto
menjual berbagai peralatan militer. Inggris memberikan jutaan poundsterling dalam kredit ekspor kepada
Suharto, yang pada akhirnya dibayar oleh pembayar pajak Inggris. Kepentingan Suharto dalam bisnis ini
terlihat ketika ia diterima oleh Ratu Inggris. Pusat Kerajaan Baru, yang lebih besar dari Kerajaan Inggris,
berlokasi di Washington, dekat Gedung Putih dan Departemen Keuangan AS. Bank Dunia dan Dana
Moneter Internasional (IMF) berperan sebagai agen negara-negara kaya, terutama Amerika Serikat.

IMF dan Bank Dunia, meskipun awalnya dibentuk untuk membantu pemulihan ekonomi Eropa pasca-
Perang Dunia II, sekarang menawarkan pinjaman kepada negara-negara miskin dengan syarat privatisasi
ekonomi dan akses perusahaan-perusahaan Barat ke sumber daya dan pasar mereka. Pembayaran utang
telah menjadi instrumen yang memungkinkan IMF dan Bank Dunia mengatur kebijakan mereka di
negara berkembang. Situasi saat ini adalah bahwa negara-negara miskin terjebak dalam kemiskinan yang
tidak dapat mereka atasi, dan penghapusan utang belum cukup untuk memungkinkan mereka keluar dari
perangkap kemiskinan ini.
Teks ini menggambarkan perbedaan ekstrem antara kekayaan dan kemiskinan, dengan orang kaya
semakin kaya dan orang miskin semakin miskin. Pendekatan globalisasi ini menguntungkan orang kaya,
sementara masyarakat miskin harus menghadapi pengurangan layanan publik dan pekerjaan mereka.
Upaya pembatalan hutang yang telah dilakukan masih belum mencukupi untuk membebaskan negara-
negara miskin dari beban utang yang sebagian besar timbul karena tekanan lembaga-lembaga
internasional atau kolusi dengan pemerintah yang tidak melayani kepentingan rakyat. Ini adalah sebuah
sistem yang menguntungkan orang kaya dan perusahaan-perusahaan, sementara masyarakat miskin
semakin menderita.

Bagian 5
Penulis melakukan wawancara dengan Nicholas Stern, kepala ekonom Bank Dunia, mengenai
kehilangan atau penggelapan hampir 30 persen pinjaman Bank Dunia ke Indonesia. Mereka juga
meragukan angka dalam laporan yang menyebut bahwa 20 hingga 30 persen dana anggaran
pembangunan pemerintah Indonesia dialihkan melalui pembayaran informal. Penulis berpendapat bahwa
perhitungan kemiskinan berdasarkan pendapatan sulit ditentukan, dan menganggap angka kematian bayi
lebih dapat diandalkan. Globalisasi menciptakan utang, yang pada akhirnya memengaruhi masyarakat
miskin. Penulis mempertanyakan apakah penghapusan utang adalah satu-satunya cara untuk
mengentaskan kemiskinan, menggarisbawahi pentingnya kebijakan negara dalam hal pendidikan,
kesehatan, dan integritas ekonomi. Lembaga globalisasi disorot karena belum mengatasi masalah hak
asasi manusia dan menciptakan ketidaksetaraan global.

Bagian 6
perbedaan pandangan tentang globalisasi. Pembicara menyoroti bahwa tidak ada bukti yang
menghubungkan globalisasi dengan diskriminasi dan bahwa globalisasi sebenarnya dapat meningkatkan
pendapatan di Indonesia. Namun, ada juga penekanan pada penurunan hak-hak pekerja dan dampak
negatifnya terhadap sebagian masyarakat. Terdapat diskusi tentang protes global melawan globalisasi
dan dampaknya, serta peran media dalam melaporkan berita tersebut. Pembicara menekankan perlunya
keterlibatan massa dalam mengatasi isu-isu ini dan menentang perusahaan global yang belum diatur
sepenuhnya dalam sistem internasional. Selain itu, ada penekanan pada keberhasilan gerakan melawan
perjanjian investasi multilateral dan upaya untuk mengatasi propaganda yang digunakan oleh korporasi
dan negara-negara adidaya.

Bagian 7
Dampak globalisasi di negara-negara kaya seperti Inggris. Meskipun terdapat pertumbuhan ekonomi yang
dirayakan dalam sektor keuangan, terdapat juga masalah yang meningkat, termasuk kemiskinan anak-anak
dan kesenjangan sosial yang semakin lebar. Banyak orang bertanya mengapa mereka tidak memiliki suara
dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka, terutama ketika hanya sebagian kecil
penduduk yang memilih pemerintahan. Terdapat perdebatan tentang apakah ada alternatif untuk sistem
yang ada, dan keinginan untuk menghapus lembaga-lembaga seperti Bank Dunia, IMF, dan Organisasi
Perdagangan Dunia demi lembaga yang lebih demokratis dan akuntabel. Dokumen dari Komando Luar
Angkasa AS menunjukkan ambisi negara adidaya dalam mempertahankan dominasi ekonomi dunia
dengan melibatkan militer. Teks ini mengeksplorasi pertanyaan mengapa masyarakat harus menerima
kondisi ini dan menghadapi bahaya yang ada.

You might also like