You are on page 1of 4

Nama : Nurhalisa Oktaviani

NIM : G061221045
Kelas :A
Matakuliah : Ilmu Hama Tanaman

HAMA PENGGEREK TONGKOL JAGUNG Helicoverpa armigera hubner


DAN CARA PENGENDALIANNYA

Pendahuluan
Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) banyak dimanfaatkan karena
memiliki kandungan gizi dan kadar gula yang relatif tinggi sehingga rasanya lebih
manis dari pada jagung biasa. Badan Pusat Statistik Provinsi Riau (2017)
melaporkan bahwa pada tahun 2013 luas panen 11. 748 ha dengan produksi 28.052
ton, pada tahun 2014 luas panen 12.057 ha dengan produksi 28.651 ton dan pada
tahun 2015 luas panen menurun menjadi 12.425 ha dengan produksi 30.873 ton.
Kenaikan produksi jagung terjadi karena adanya peningkatan luas panen. Hama
yang selalu dijumpai pada pertanaman jagung manis adalah penggerek tongkol
jagung Helicoverpa armigera Hubner.
Helicoverpa armigera (Hubner) merupakan salah satu hama pertanian yang
paling penting di dunia. Kerugian akibat serangan H. armigera mencapai lebih dari
US$ 2 miliar per tahun di Asia, Eropa, Afrika, dan Australia. H. armigera bersifat
polifagus, dapat menyerang jagung, kapas, buncis, sorgum, bunga matahari, kedelai,
dan kacang tanah (Tay et al., 2013). Di Indonesia H. armigera merupakan hama
penting pada jagung, hama tersebut menyerang tongkol, pucuk dan malai sehingga
bunga jantan tidak terbentuk yang mengakibatkan hasil tanaman berkurang.
Infestasi hama ini juga menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung.
Sifat polifagus dan ketersediaan inang secara terus menerus menyebabkan
populasi H. armigera selalu tinggi sepanjang tahun, disamping itu sifat reproduktif
juga tinggi dengan potensi perkembangan yang cepat sehingga dapat menimbulkan
tumpang tindih generasi sepanjang siklus tanaman (Pomari-Fernandes et al., 2015).
Tingginya prevalensi H. armigera menyebabkan kerusakan serius pada tanaman
sehingga hama ini perlu dikendalikan.

Tinjauan Pustaka
Larva penggerek tongkol (Helicoverpa armigera Hubner) merupakan salah satu
hama yang merusak tanaman jagung. Hama ini menyerang tanaman jagung dengan
cara masuk kedalam tongkol jagung dan memakan biji-biji dalam tongkol.
➢ Cara Merusak Tanaman
Hama ini menyerang tanaman jagung dengan cara masuk ke dalam tongkol jagung
dan memakan biji-biji dalam tongkol. Imago betina akan meletakkan telur pada
rambut jagung dan sesaat setelah menetas larva akan masuk kedalam tongkol dan
akan memakan biji jagung yang sedang berkembang sehingga akan menurunkan
kualitas jagung (Adnan, 2009). Seekor serangga betina mampu bertelur 600 - 1000
butir. Telur umumnya diletakkan pada bagian yang banyak rambut-rambutnya.
(Herlinda, 2005). Larva Helicoverpa armigera ini mulai muncul di pertanaman
jagung pada umur 43-70 hari setelah tanam (Kalshoven, 1981).

➢ Gejala Serangan
Gejala serangan larva penggerek tongkol Helicoverpa armigera dimulai pada saat
pembentukan kuncup bunga, bunga dan buah muda.Kuncup buah jagung yang
masih muda jika terserang akan rusak dan apabila seludangnya dibuka di dalamnya
ditemukan larva. Bagian dari biji jagung yang sudah terserang akan menjadi hampa.
Biji hampa dalam keadaan seludang terbuka memudahkan terkontaminasi jamur
sehingga menjadi busuk dan berwarna hitam (Pracaya, 2005). Selain itu pada daun
ditemukan lubang melintang dan tangkai yang terserang akan rusak dan terdapat
bekas gigitan.

Gambar. Gejala Helicoverpa armigera


➢ Pengendalian
Untuk mengendalikan hama penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera
dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengendalian hayati dengan menggunakan entomopatogen seperti virus,
cendawan, bakteri, dan nematoda telah banyak dilakukan dalam
pengendalian hama (Rosell et al., 2008).
2. Pengolahan tanah (membajak tanah) sehingga merusak pupa yang
berada di dalam tanah, dan dapat mengurangi populasi H.
armigera berikutnya.
3. Musuh alami yang dominan pada pertanaman jagung adalah laba-laba.
Predator Staphylinidae mampu mengonsumsi sekitar 15 telur H.
armigera per hari.
4. Penggunaan Beauveria bassiana strain cukup mengendalikan penggerek
tongkol jagung (Helicoverpa armigera).
Daftar Pustaka
Adnan, A.M 2009. Teknologi Penanganan Hama Utama Tanaman Jagung. Balai
Ichtiar Baru-Van Hoeve: Jakarta.
Kolshoven, L.G.E, 1981. The Pest of Crop In Indonesia. P.A Van Der Laan.
Penelitian Tanaman Serealia.
Pomari-Fernandes, Freitas, B. and Sosa-Gomez., 2015.
Helicoverpa armigera: current status and future
perspectives in Brazil. Current Agicultural Science
and Technology, 21(1), pp. 1–7.
Pracaya. 2005. Hama dan Penyakit Tanamam. Penebar Swadaya: Jakarta.
Rosell, G., Quer, C., Coll, J. and Guerrero, A., 2008. Biorational
insecticides in pest management. Journal of Pesticide
Science, 33, pp.103–121.
Tay, W.T., Soria, M.F., Walsh, T., Thomazoni, D., Silvie, P.,
Behere, G.T., Anderson, C. and Downes, S., 2013. A
brave new world for an old world pest: Helicoverpa
armigera (Lepidoptera: Noctuidae) in Brazil. Plos
One, 8 (11), pp.1–7.
Nama : Nurhalisa Oktaviani
NIM : G061221045
Kelas :A
Matakuliah : Ilmu Hama Tumbuhan

Judul Kasus : Patogenisitas Cendawan Lecanicillium sp. PTN01. Terhadap


Penggerek Tongkol Jagung Helicoverpa armigera (Hubner)
Produksi jagung di indonesia pada tahun 2020 adalah 25,19 juta ton dengan luas
panen 5,19 juta ha. Menurut Dirjen Tanaman Pangan, Kementan Produksi jagung
di indonesia mengalami peningkatan sejak tahun 2018 dan jawa timur, jawa tengah
serta lampung yang paling banyak menghasilkan jagung. Namun di pulau sulawesi
mengalami penurunan hasil panen akibat serangan penggerek tongkol jagung (H.
armigera). Hal ini terjadi bisa disebabkan oleh sifat polifagus dan ketersediaan
inang secara terus menerus sehingga populasi hama H. armirega selalu tinggi
sepanjang tahun, diisamping itu sifat repproduktif juga tinggi dengan potensi
perkembangan yang cepat sehingga dapat menimbulkan tumpang tindih generasi
sepanjang siklus tanaman.
Menanggapi permasalahan diatas, tanggapan saya adalah Pengendalian
secara kimiawi yang umum digunakan oleh petani dari dulu hingga kini menjadi
salah satu penyebab tingginya kerusakan tongkol jagung akibat H. armirega. Akibat
dari pengendalian secara kimiawi menimbulkan hama menjadi resisten dan
resugensi. Selain itu pengendalian secara kimiawi dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan karena mencemari air, udara dan produk pertanian
sehingga membahayakan kesehatan manusia dan organisme yang menguntungkan.
Pengendalian hayati merupakan solusi yang terbaik selain ramah lingkungan juga
tidak membahayakan manusia.

You might also like