Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pembimbing
OLEH
DESSI AFRIANTI
PO71242230487
Mahasiswa
Dessi Afrianti
PO.71242230487
Mengetahui :
1. Pengertian Obesitas
2. Epidemiologi
3. Etiologi Obesitas
4. Patofisiologi
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran
kalori dari tubuh serta penurunan aktivitas fisik (sedentary life style) yang
menyebabkan penumpukan lemak yang melebihi batas normal. Penelitian
yang dilakukan bahwa mengontrol nafsu makan dan tingkat kekenyangan
sesorang diatur oleh mekanisme saraf dan humoral yang dipengaruhi oleh
pola makan, genetik, lingkungan dan aktivitas. Pengaturan keseimbangan
energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis yaitu
mengendalikan rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan
energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di
hipotalamus) setelah
mendapatkan sinyal aferen (sinyal sensorik) dan perifer (jaringan adiposa,
usus dan jaringan otot) (Lynch et al, 2012).
1. Fisik
7. Kimia
1. Fisik
Turner Sindrom
Idiopatik
Pubertas terhambat
Hipofisis Hiperprolaktinemia
Hypopituitarism
(Hipogonadism)
5. Manifestasi klinis
a. Perempuan
1) Tejadi kelainan sistem endokrin.
2) Hipominorea dan amenorea.
3) Perkembangan seks sekunder tidak adekuat menunjukkan masalah
pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik.
4) Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara
yang tidak berkembang dan gonatnya abnormal.
5) Perempuan infertil dapat memiliki uterus
Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dan menurun atau hilang akibat
infeksi, adhesi atau tumor.
6) Traktus reproduksi internal yang abnormal.
b. Laki-laki
1) Riwayat terpajan benda-benda mutan yang membahayakan reproduksi
(panas, radiasi, alkohol, infeksi, rokok, narkotik).
2) Disfungsi ereksi berat
3) Tumor hipofisis atau prolactinoma
4) Status gizi dan nutrisi tterutama kekurangan protein dan vitamin
tertentu
5) Riwayat infeksi genitaurinaria
6) Mikropenis
7) Ejakulasi retrograt
8) Hypo/epispadia
9) Abnormalitas cairan semen
10) Verikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
11) Gangguan spermatogenesis (kelainan jumlah, bentuk dan motilitas
sperma)
12) Hermia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis).
6. Patofisiologi
a. Perempuan
Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari perempuan
diantaranya gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan
pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam
pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain seperti toksik dan radiasi
yang mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi
sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera
tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi
fertilisasi dari ovum dan sperma. Selain itu kelainan bentuk uterus
menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walaupun
sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium, mempengaruhi
pembentukan folikel. Abnormalitas serviks mempengaruhi proses
pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah
aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga
organ genitalia tidak berkembang dengan baik.
Infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun
sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa
bertahan, infeksi juga menyebabkan inflamasi berlanjut perlekatan yang
pada akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung
pada abortus.
b. Laki-laki
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi
hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional
testis. Gaya hidup memberikan peran besar dalam mempengaruhi
infertilitas diantaranya penggunaan oabt-obatan, merokok, dan zat adiktif
yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido.
Mengkonsumsi alkohol akan mempengaruhi masalah ereksi yang
mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis
juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ajakulasi
retrogent misalnya akibat pembedahan sehingga menyebabkan sperma
masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma
terganggu.
7. Pemeriksaan Infertilitas
a. Pemeriksaan pada perempuan
Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15% pasangan infertilitas dan
menyumbang sekitar 40% infertilitas pada perempuan.
Pemeriksaan infertilitas yang dapat dilakukan diantaranya:
1) Pemeriksaan Ovulasi
- Frekuensi dan keteraturan menstruasi harus ditanyakan kepada
seorang perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan
frekuensi haid yang teratur setiap bulannya, kemungkinan
mengalami ovulasi.
- Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami
infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan mengkonfirmasi terjadinya
ovulasi dengan cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal
madya (hari ke 21-28).
- Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada
perempuan yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea).
Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 28-35) dan dapat
diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi.
- Pengukuran temperatur basal tubuh tidak drekomendasikan untuk
mengkonfirmasi terjadinya ovulasi.
- Perempuan dengan siklus haid tidak teratur disarankan untuk
melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon
gonadotropin (FSH dan LH).
- Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk
melihat apakah ada gangguan ovulasi, galatorea, atau tumor
hipofisis.
- Penilaian cadangan ovarium menggunakan inhibin B tidak
direkomendasikan.
- Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai bagian
dari pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan karena tidak
terdapat bukti bahwa pemeriksaan ini akan meningkatkan
kehamilan.
Tabel pemeriksaan untuk melihat ovulasi dan cadangan ovarium
Ovulasi Cadangan Ovarium
- Temperatur basal
- LH urin
- Biopsi Endometrium
Kurang dapat
menggambarkan
adhesi pelvis
Memungkinkan
dilakukan terapi
sekaligus
Riwayat Medis
Kelainan fisik
Riwayat pembedahan
Undescended testis
Hernia
Riwayat fertilitas
Lama infertilitas
Pengobatan
Riwayat sosial
Pestisida
2) Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk menidentifikasi adanya
penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan
umum harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut
pada tubuh atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi
androgen. Tinggi badan, berat badan, IMT dan tekanan darh harus
diketahui.
- Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk menentukan
ukuran dan konsistensi testis. Apabila skrotum tidak terpalpasi pada
salah satu sisi, pemeriksaan inguinal harus dilakukan. Orkidometer
dapat digunakan untuk mengukur volume testis. Ukuran rata-rata
testis orang dewasa yang dianggap normal adalah 20 ml.
- Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak dan keras.
Konsistensi yang normal adalah kenyal. Testis yang lunak dan kecil
dapat mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu.
- Palpasi epididimis diperlukan utnuk melihat adanya distensi atau
indurasi. Varikokel sering ditemukan pada sisi sebelah kiri dan
berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran testis
dan sensasi seperti meraba “sekantung ulat” pada tes valsava
merupakan tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel.
- Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga harus
dilakukan. Kelainan pada penis mislany mikropenis atau hipospadia
dapat menganggu proses transportasi sperma mencapai bagian
proksimal vagina. Pemeriksaan colok dubur dapat mengindikasikan
pembesaran prostat dan vasikula seminalis.
3) Analisis sperma
- Penapisan antibodi antisperma tidak dianjurkan karena tidak ada bukti
pengobatan yang dapat meningkatkan fertilitas.
- Jika pemeriksaan analisis sperma dikatakan abnormal, pemeriksaan
ulang untuk konfirmasi sebaiknya dilakukan.
- Analisis sperma ulang untuk mengkonfirmasi pemeriksaan sperma
yang abnormal, dapat dilakukan 3 bulan pasca pemeriksaan
sebelumnya sehingga proses siklus pembentukan spermatozoa dapat
terjadi secara sempurna. Namun jika ditemukan azoospermia atau
oligospermia berat pemeriksaan untuk konfirmasi harus dilakukan
secepatnya.
- Pemeriksaan Compute-Aided Sperm Analysis (CASA)
Untuk melihat jumlah, motilitas dan morfologi sperma, pemeriksaan
ini tidak dianjurkan untuk dilakukan karena tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan secara manual.
- Pemeriksaan fungsi andokrinologi
Dilakukan pada pasien dengan konsentrasi sperma < 10 juta/ml
Bila secara klinik ditemukan bahwa pasien menderita kelainan
endokrinologi. Pada kelainan ini sebaiknya dilakukan
pemeriksaan hormon testosteron dan FSH serum.
- Pemeriksaan antibodi antisperma merupakan bagian standar analisis
semen. Menurut kriteria WHO, pemeriksaan ini dilakukan dengan
pemeriksaan imonologi atau dengan cara melihat reaksi antiglobulin.
Namun saat ini pemeriksaan antibodi antisperma tidak
direkomendasikan untuk dilakukan sebagai penapisan awal karena
tidak ada terapi khusus yang efektif untuk mengatasi masalah ini.
Tabel referensi hasil analisis sperma menurut WHO
(2010) dalam HIFERI (2019)
Referensi analisa sperma dan 95% confidence intervals WHO
Vitality 58 55-63
1) Jantung berdebar
2) Berkeringat
3) Mual-mual dan pusing
4) Peningkatan frekuensi diare atau BAB
5) Sesak napas, tremor dan kejang
6) Sakit kepala
7) Ketegangan otot
8) Insomnia dan kelelahan
b. Menurut Hawari (2011) gejala klinis kecemasan sebagi berikut:
1) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut
2) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6) Keluhan-keluhan somatik, mislnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
14. Tipe Kepribadian Pencemas
Menurut Hawari (2011) seseorang akan menderita gangguan cemas apabila
seseorang tersebut tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapi.
Tipe kepribadian pencemas, antara lain:
a. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang
b. Memandang masa depan dengan rasa khawatir
c. Kurang percaya diri, gugp apabila tampil di depan umum
d. Sering merasa tidak bersalah, dan menyalahkan orang lain.
e. Tidak mudah mengalah
f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk dan gelisah.
g. Sering mengeluh dan khawatir yang berlebihan terhadap penyakitnya.
h. Mudah tersinggung, suka membesarkan masalah yang kecil
i. Selalu ragu dan bimbang saat mengambil keputusan
j. Bila mengemukakan seringkali berulang-ulang
k. Apabila sedang emosi seringkali bertindak histeris
15. Pengukuran skala tingkat kecemasan
a. HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety)
Menurut Hawari (2011) untuk mengetahui derajat kecemasan seseorang
menggunakan alat ukur yang dikenal HRS-A. alat ukur ini terdiri dari 14
kelompok gejala yang dirinci menjadi gejala yang lebih spesifik, 14
kelompok gejala kecemasan yaitu:
1) Perasaan cemas
2) Ketegangan
3) Ketakutan
4) Gangguan tidur
5) Gangguan kecerdasan
6) Perasaan depresi
7) Gejala somatik/fisik (otot)
8) Gejala somatic/fisik (sensorik)
9) Gejala kardiovaskuler
10) Gejala respiratori
11) Gejala gastrointestinal
12) Gejala urogenital
13) Gejala autonom
14) Tingkah laku (sikap) pada saat wawancara
HIFERI. 2013.
Konsensus Penanganan Infertilitas. Jakarta.
Kemenkes. 2018.
Profil Kesehatan Indonesia. Diakses pada
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilkesehatan-
indonesia/PROFIL_KESEHATAN_2018_1.pdf.
.
Suherni, & Widyastuti, Y. (2015).
Pengaruh Kelas Pranikah Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang
Perencanaan Kehamilan Pada Calon Pengantin Perempuan Di Ic{Bupaten
Sleman, Tahun 2014. Semlnar Kesehatan IllowuJudkan Yogyakarta Sebagal
Kota Lnduetrl Rlset, 231–239.