You are on page 1of 48

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF MASA PRAKONSEPSI


DAN PERENCANAAN KEHAMILAN SEHAT

Dosen Pembimbing

Pauline Kusmaryati, SST.M.Bmd

OLEH
DESSI AFRIANTI
PO71242230487

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
JAMBI TAHUN AKADEMIK 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan “Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Komprehensif Masa


Prakonsepsi dan Perencanaan Kehamilan Sehat” guna memenuhi tugas Stase
prakonsepsi dan perencanaan kehamilan sehat program studi profesi Bidan Poltekkes
Kemenkes Jambi tahun 2023.

Bungo, September 2023

Mahasiswa

Dessi Afrianti

PO.71242230487

Mengetahui :

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

(PaulineKusmaryati,SST,M.Bmd) (Hj. Khoiriah, SST)


TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Obesitas

1. Pengertian Obesitas

Obesitas adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara energi yang


masuk dengan energi yang keluar dalam jangka waktu yang lama. Kelebihan
energi ini akan disimpan dalam bentuk lemak dan jaringan sehingga dapat
berakibat pertambahan berat badan (Badriah, Dewi lailatul, 2019).
Obesitas merupakan suatu keadaan yang menunjukan
ketidakseimbangan antara tinggi badan dan berat badan akibat jaringan lemak
yang berlebihan dari dalam tubuh sehingga terjadi berat badan yang berlebih
atau obesitas (Pellonperä et al., 2018).

Ada hubungan antara faktor pengetahuan, sikap dan olahraga dengan


obesitas pada WUS. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pencegahan dan
penanganan dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
mengenai pola makan, membatasi asupan energi sesuai dengan kebutuhan
energi harian (Hutasoit, Eva Santi, 2020).

2. Epidemiologi

Prevalensi obesitas di seluruh dunia makin meningkat, sejak tahun


1975 sampai 2016 diperkirakan terjadi kenaikan hampir tiga kali lipat. Pada
2016, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa berusia di atas 18 tahun mengalami
overweight dan lebih dari 650 juta di antaranya mengalami obesitas. Obesitas
pada anak dan remaja dapat menjadi prediktor terjadinya obesitas saat
dewasa. Sekitar 80% dari remaja umur 10-15 tahun yang mengalami obesitas
akan didapati obesitas pada usia 25 tahun.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi
obesitas di Indonesia pada usia di atas 18 tahun adalah sekitar 21,8%.
Prevalensi tertinggi terdapat pada Provinsi Sulawesi Utara (30,2%), DKI
Jakarta (29,8%), Kalimantan Timur (28,7%), Papua Barat (26,4%),
Kepulauan Riau (26,2%), Jambi 8,6% dan diikuti provinsi-provinsi lainnya.
Data ini cenderung meningkat dari tahun 2007 yaitu sebanyak 10,5% menjadi
11,5% pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 21,8% pada tahun 2018.
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan signifikan pada mortalitas
dengan penurunan harapan hidup 5-10 tahun. Mortalitas pada obesitas
dikaitkan dengan penyakit kardiovaskular, seperti sindrom koroner akut, dan
kanker, terutama pada mereka yang berada pada stadium 2 atau 3.Sebuah
penelitian meta analisis skala besar telah menunjukkan hazard ratio (HR)
relatif meningkat untuk semua penyebab mortalitas seiring dengan
peningkatan indeks massa tubuh (IMT). Studi lain menyebutkan bahwa
overweight dan obesitas berkontribusi terhadap 5,5% kasus kematian,
sedangkan underweight hanya berkontribusi sebesar 0,7%(Alomedika, 2021).
Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan resiko terserang
penyakit tidak menular diantaranya (Guyton, 2014) :

1) Penyakit kardiovaskular (terutama penyakit jantung dan stroke),


yang merupakan penyebab utama kematian di dunia pada tahun
2012.
2) Diabetes millitus.
3) Kelainan muskuloskeleteal (sendi, otot, saraf dan tulang belakang).
4) Kanker (payudara dan kolon).

3. Etiologi Obesitas

Masalah obesitas semakin meningkat di dunia. Hal ini menjadi


tantangan yang besar dalam mencegah pertumbuhan penyakit kronis di dunia.
Obesitas juga dipicu pertumbuhan industri dan ekonomi, serta perubahan
gaya hidup, asupan nutrisi yang semakin banyak dari makanan olahan, atau
diet dengan tinggi kalori (Adriani M, Wirjatmadi B, 2020).

Obesitas perlu menjadi perhatian karena memiliki dampak yang tidak


baik terhadap kesehatan. Obesitas sendiri memiliki dampak terhadap
kesehatan diantaranya dapat menimbulkan penyakit kronis serta menggangu
kesehatan reproduksi. Sebanyak 15-26 % wanita usia subur yang obesitas
mengalami infertilitas. Infertilitas merupakan kegagalan kehamilan atau tidak
dapat hamil setelah 12 bulan atau lebih menikah tanpa menggunakan alat
kontrasepsi. Obesitas selalu selalu dikaitkan dengan kenaikan Indeks Massa
Tubuh (IMT) atau Body Massa Indeks (BMI). BMI/ IMT ini diukur
berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Adapun cara menghitung IMT
adalah dengan membagi besaran Berat Badan (BB) dalam kilogram (kg)
dengan Tinggi Badan (TB) dalam meter (m) kuadrat sesuai formula berikut
(Kemenkes RI, 2020):

4. Patofisiologi
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran
kalori dari tubuh serta penurunan aktivitas fisik (sedentary life style) yang
menyebabkan penumpukan lemak yang melebihi batas normal. Penelitian
yang dilakukan bahwa mengontrol nafsu makan dan tingkat kekenyangan
sesorang diatur oleh mekanisme saraf dan humoral yang dipengaruhi oleh
pola makan, genetik, lingkungan dan aktivitas. Pengaturan keseimbangan
energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis yaitu
mengendalikan rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan
energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di
hipotalamus) setelah
mendapatkan sinyal aferen (sinyal sensorik) dan perifer (jaringan adiposa,
usus dan jaringan otot) (Lynch et al, 2012).

Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta


menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatnya pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 katagori yaitu sinyal
pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan
waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida
gastrointestinal yang diperankan oleh kolesistokinin (hormon menyebabkan
kontraksi kadung empedu) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar.
Sinyal panjang diperankan oleh hormon leptin (hormon untuk metabolisme)
dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi (Jeffrey,
2013).

Asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa


meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah.
Leptin merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan
produksi Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu makan.
Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan
energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada
anorexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu
makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin
sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan
(Jeffrey, 2013).

5. Faktor-Faktor penyebab obesitas


Obesitas terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan dan minuman
tinggi kalori tanpa melakukan aktivitas fisik untuk membakar kalori berlebih
tersebut. Kalori yang tidak digunakan itu selanjutnya diubah menjadi lemak
di dalam tubuh, sehingga membuat seseorang mengalami pertambahan berat
badan hingga akhirnya obesitas. Faktor-faktor lain penyebab obesitas adalah:
a. Faktor keturunan atau genetik
b. Efek samping obat-obatan
c. Kehamilan
d. Kurang tidur
e. Pertambahan usia
f. Penyakit atau masalah medis tertentu
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi obesitas
Wanita Usia Subur (WUS) dengan Obesitas akan berdampak pada
siklus reproduksi wanita yaitu menimbulkan infertilitas pada wanita akibat
anovulasi, siklus menstruasi yang tidak teratur, meningkatknya risiko
keguguran, bahkan kematian janin. WUS berada dalam masa prakonsepsi
yaitu periode kritis yang berpengaruh pada anak atau keturunan saat
dilahirkan dan dikehidupan setelahnya (Shanti dkk, 2017).
Faktor lain yang mempengaruhi obesitas selain pengetahuan gizi dan
sikap yaitu aktivitas fisik. Aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan
zat gizi yang keluar masuk dari dan kedalam tubuh, ketika berolahraga kalori
terbakar, semakin sering olahraga maka banyak kalori yang hilang. Kalori
secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap metabolism basal. Aktivitas
fisik yang memiliki hubungan signifikan dengan obesitas adalah gerakan
tubuh oleh otot rangka yang menghasilkan energi (Wilda, 2016).
Aktivitas fisik yang optimal dapat mengurangi massa lemak dan
massa tubuh, seseorang yang melakukan aktivitas fisik maka dalam proses
metabolismenya akan menggunakan energi yang tersimpan dalam tubuh.
Pentingnya meningkatkan aktivitas fisik berkaitan juga dengan penurunan
berat badan. Pencegahan kenaikan berat badan dan program penurunan berat
badan merupakan salah satu cara mengatasi dan menanggulangi obesitas
dengan meningkatkan aktivitas fisik (X. Zhang et al, 2017).
7. Faktor Resiko Obesitas Pada Ibu Prakonsepsi
Prevalensi global obesitas pada wanita terus meningkat. Periode
prakonsepsi adalah dapat menjadi jendela peluang untuk memperbaiki gaya
hidup, mengurangi obesitas, dan meningkatkan kesehatan kardiometabolik
dari wanita yang kelebihan berat badan dan obesitas yang merencanakan
kehamilan. Wanita yang berhasil mencapai target berat badan mereka selama
periode intervensi, menunjukkan peningkatan kesehatan kardiometabolik 6
tahun kemudian (Wekker,Vincent et al, 2018 ).
Resiko obesitas salah satunya dipengaruhi oleh gaya hidup. Gaya
hidup ini diantaranya adalah diet sehari-hari yang dikonsumsi. Jutaan orang di
dunia memiliki resiko mengkonsumsi makanan yang tidak aman sehingga
menyebabkan angka kesakitan dan kematian. Tingkat keamanan diet pada
saat ini dipengaruhi diantaranya bahan kimia, hormone tambahan, dan proses
pengemasan(Gaskins AJ & Chavarro JE, 2017).
Usia 15-49 tahun, bagi wanita dianggap berada pada kurun masa
reproduksi, maka wanita yang berstatus kawin pada usia tersebut dianjurkan
untuk mengatur dan merencanakan kehamilannya guna mencegah masalah-
masalah yang dapat timbul karena pengaturan kehamilan dan kelahiran yang
buruk. Obesitas adalah keadaan abnormal atau akumulasi lemak yang
berlebihan yang menyebabkan timbulnya risiko terhadap kesehatan. Obesitas
merupakan salah satu penyakit yang memiliki banyak faktor gen dan faktor
lingkungan sama-sama memiliki peran yang penting dalam perkembangan
obesitas. Asupan energi yang tinggi merupakan faktor risiko independen dari
obesitas (Muthmainna, 2015).
Kegemukan atau obesitas adalah salah satu faktor yang menyebabkan
mengapa beberapa wanita sulit hamil. Sebuah penelitian pernah dilakukan di
Universitas Michigan yang mengamati tingkat kehamilan pada 50.000 wanita
yang sedang menjalani prosedur peningkatan kesuburan menggunakan
teknologi reproduksi (Mary E Beck, 2019).
Dampak buruk obesitas terhadap kesehatan, sangat berhubungan erat
dengan penyakit-penyakit serius, seperti tekanan darah tinggi, jantung,
diabetes militus, dan penyakit pernafasan (Utomo 2020). Obesitas juga dapat
menyebabkan masalah dengn sistem jantung dan pembuluh darah
(kardivaskuler) yaitu hipertensi dyslipidemia (kelianan pada kolestrol) serta
gangguan fungsi hati dimana terjadi peningkatakan SGOT dan SGPT serta
hati yang membesar. Bisa juka bentuk batu empedu dan penyakit kencing
manis (diabetes militus). Pada sistem pernapasan dapat terjadi gangguan
fungsi paru, mengorok saat tidur, dan sering mengalami tersumbatnya dalam
nafas (obstrustive sleep apnea). Telah banyak diketahui bahwa obesitas tinggi
terhadap berbagai penyakit, namun penelitian juga menyebutkan bahwa
keadaan obesitas juga memiliki dampak pada kesehatan psikologis (Schafer,
M.H, 2020).
Secara umum resiko morbiditas dikaitkan dengan resiko obesitas.
Penentuan obesitas di tentukan dengan peningktan BMI, dimana kategori
BMI diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kegemukan 25-29,9 kg /m2 : peningkatan risiko penyakit.
2. Kelas I obesitas 30-34,9 kg /m2 : risiko penyakit tinggi.
3. Kelas II obesitas 30-34,9 kg /m2 : risiko penyakit sangat tinggi.
4. Kelas III obesitas ≥ 40 kg /m2 : resiko yang sangat tinggi penyakit.
Obesitas ini dapat menimbulkan penyakit diabetes dan penyakit
kardiovaskuler. Kondisi ini banyak terjadi pada wanita obesitas di usia
reproduksi, namun banyak dari wanita tersebut tidak memperhatikannya.
Sehingga banyak tanda-tanda fungsi reproduksi seperti anovulasi, dan
subfertilitas terdapat pada wanita obesitas. Pada wanita usia subur, obesitas
mempengaruhi perkembangan dan progresi masalah menstruasi. Wanita
gemuk dilaporkan tiga kali lebih mungkin menderita kelainan menstruasi
daripada wanita dengan berat badan normal. Obesitas secara independen
meningkatkan hiperandrogenisme, hirsutisme, dan infertilitas (Reavey, Jane J,
2020).
8. Diagnosa Obesitas
Anamnesis akan ditanyakan mengenai riwayat berat badan
sebelumnya, upaya penurunan berat badan, kebiasaan olahraga, pola makan,
kondisi lain apa yang miliki, obat-obatan, tingkat stres, dan masalah lain
tentang kesehatan. Riwayat kesehatan keluarga juga ditinjau untuk melihat
adanya faktor resiko. Pemeriksaan fisik umum termasuk mengukur tinggi
badan, memeriksa tanda-tanda vital, seperti denyut jantung, tekanan darah
dan suhu, mendengarkan hati dan paru-paru, dan memeriksa abdomen.
Hal ini harus dilakukan paling tidak setahun sekali. Setelahnya, untuk
menentukan tingkat obesitas, maka berat badan dan tinggi badan diukur guna
memeriksa indeks massa tubuh (BMI). Pengukuran tersebut harus dilakukan
minimal setahun sekali. BMI juga membantu menentukan risiko kesehatan
keseluruhan dan perawatan apa yang mungkin sesuai. Selanjutnya, mengukur
lingkar pinggang atau lemak visceral. Kemudian, memeriksa masalah
kesehatan lainnya, seperti tekanan darah tinggi dan diabetes. Tes darah
penting dilakukan untuk melihat faktor risiko dan gejala yang dapat dialami.
Tes mungkin termasuk tes kolesterol, tes fungsi hati, glukosa puasa, tes tiroid
dan lain-lain. Mungkin juga direkomendasikan tes jantung tertentu, seperti
elektrokardiogram.
9. Dampak Obesitas
Dampak buruk obesitas terhadap kesehatan, sangat berhubungan erat
dengan penyakit-penyakit serius, seperti tekanan darah tinggi, jantung,
diabetes militus, dan penyakit pernafasan (Utomo 2020). Obesitas juga dapat
menyebabkan masalah dengan sistem jantung dan pembuluh darah
(kardivaskuler) yaitu hipertensi dyslipidemia (kelainan pada kolestrol) serta
gangguan fungsi hati dimana terjadi peningkata SGOT dan SGPT serta hati
yang membesar. Bisa juga bentuk batu empedu dan penyakit kencing manis
(diabetes militus). Pada sistem pernapasan dapat terjadi gangguan fungsi
paru, mengorok saat tidur, dan sering mengalami tersumbatnya dalam nafas
(obstrustive sleep apnea). Telah banyak diketahui bahwa obesitas tinggi
terhadap berbagai penyakit, namun penelitian juga menyebutkan bahwa
keadaan obesitas juga memiliki dampak kesehatan psikologis (Schafer, M.H
& Ferraro. K.F, 2020).
10. Penanganan Obesitas
a. Rutin berolahraga seperti aktivitas fisik secara rutin untuk membakar
kalori dan memangkas jaringan lemak berlebih di dalam tubuh. Namun,
olahraga juga harus diimbangi dengan pola makan sehat sehingga
kesehatan tubuh bisa tetap terjaga.
b. Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang untuk memperoleh berat
badan ideal, ibu disarankan untuk mengkonsumsi makanan bernutrisi,
misalnya dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah. Kedua jenis
makanan tersebut mengandung aneka vitamin dan mineral, serta air dan
serat yang bisa membuat ibu merasa kenyang lebih lama, dengan
demikian ibu menjadi lebih jarang mengkonsumsi camilan atau makan
berlebihan, dan sebisa mungkin hindari makanan yang tinggi lemak dan
kalori. Makanan pada wanita obesitas tentunya harus memperhatikan hal-
hal dibawah ini.
1) Vitamin B
Pada penelitian pemberian folat (atau asam folat) dan vitamin B12
dapat mempengaruhi kesuburan. Pada suatu hasil penelitian yang
mendukung hubungan antara folat dan kesuburan di Hungaria pada
NTDs RCT yang menunjukkan bahwa para wanita secara acak dengan
suplemen multivitamin prakonsepsi (mengandung 800 μg asam folat)
sebesar 71,3% 67,9% menunjukan kesuburan. Demikian pula, dalam
RCT kecil, dari wanita subfertil yang diberikan multivitamin
(mengandung 400 μg asam folat) selama 3 bulan, didapatkan sebesar
26% mendapat kehamilan.
2) Vitamin D
Para peneliti menyatakan wanita dengan obesitas diperbolehkan untuk
diet asalkan tidak mengurangi diet vitamin D, karena vitamin D
berpengaruh pada kesuburan.
3) Asam Lemak
Penelitian in vitro menunjukkan bahwa asam lemak adalah substrat
penting dalam kejadian reproduksi awal termasuk pematangan oosit
dan implantasi embrio. Selain itu, pada manusia menunjukkan bahwa
asam lemak tak jenuh ganda. dapat mempengaruhi kesuburan, melalui
efek pada kualitas oosit dan embrio implantasi sedangkan asam lemak
trans dapat meningkatkan resistensi insulin lebih besar yang dapat
mempengaruhi fungsi ovulasi.
4) Susu
Makanan susu telah disarankan sebagai toksikan reproduksi potensial
karena kandungan galaktosa yang tinggi, terbukti mengurangi ovulasi
dan menyebabkan kegagalan ovarium prematur, dan potensinya
mengandung estrogen lingkungan yang tinggi. Sebuah studi
menemukan bahwa wanita yang mengonsumsi tiga gelas atau lebih
susu per hari memiliki risiko infertilitas 70% lebih rendah daripada
wanita yang tidak mengonsumsi susu.
5) Daging, ikan, kedelai
Daging merah dapat menjadi sumber protein dan nutrisi penting
lainnya. Daging merah juga mengandung kadar lemak jenuh yang
tinggi dan dapat berfungsi sebagai wahana untuk paparan residu
hormon, antibiotik, dan eter diphenyl polibrominasi. Sementara
makanan laut diakui sebagai sumber asam lemak omega 3 rantai
panjang. Hal itu juga bisa menjadi rute utama paparan organoklorin,
dioksin, dan merkuri. Selain itu, produk berbasis kedelai merupakan
alternatif yang baik sebagai protein nabati untuk penderita
kardiovaskular dan metabolik.
c. Menjaga personal hygiene seperti mandi 2×sehari (pagi dan sore),
mengganti pakaian dalam setelah mandi, mengosok gigi sebelum
sebelum tidur dan setelah sarapan pagi, mencuci rambut 3×/minggu.
Usahakan menggunakan celana dalam yang berbahan serap air dan tidak
panas juga tidak ketat.
d. Mencoba mengikuti PROMIL (program hamil) ke dokter spesialis agar
bisa diperiksa (USG jika ada kelaian pada alat reproduksi suami dan istri.
e. Tetap optimis dan jangan berhenti untuk terus berusaha, masalah berhasil
atau tidak, hanya Tuhan Yang Maha Esa yang berhak menentukannya,
yang penting kita sebagai manusia harus tetap berusaha dan berdoa, dan
jangan lupa untuk selalu.
11. Manifestasi Klinik
Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur dan berat badan
meningkat dengan pesat. Berikut bentuk tubuh, penampilan dan raut muka
pada penderita obesitas (Guyton, 2014) :
a. Paha tampak membesar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif
kecil dengan jari-jari berbentuk runcing.
b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak kecil dengan
dagu berbentuk ganda, wajah bulat dengan pipi tembem.
c. Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemuka pada bisep
dan trisep.
d. Leher relatif pendek.
e. Dada membusung dengan payudara membesar.
f. Perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen.
g. Pubertas ginigenu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal
paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat
menyebabkan laserasi kulit.
Pada penderita obesitas sering ditemukan gejala gangguan emosi yang
mungkin merupakan penyebab atau keadaan dari obesitas. Penimbunan lemak
yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan
paru-paru sehingga menimbulkan gangguan pernafasan dan sesak nafas,
meskipun penderita penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan.
Gangguan pernafasan bisa terjadi saat tidur dan menyebabkan terhentinya
pernafasan untuk semetara waktu (apnue), sehingga pada siang hari penderita
merasa ngantuk (Guyton, 2014).
12. Pencegahan Obesitas
a. Langkah-langkah untuk mencegah kenaikan berat badan, yaitu dengan
olahraga harian, diet sehat, dan komitmen jangka panjang untuk
mengawasi apa yang dimakan dan minum.
b. Berolahraga secara teratur berupa aktivitas intensitas sedang selama 150
hingga 300 menit seminggu untuk mencegah penambahan berat badan.
c. Kegiatan fisik yang cukup intens termasuk berjalan cepat dan berenang.
Ikuti rencana makan sehat, dengan fokus pada makanan rendah kalori,
makanan padat nutrisi, seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan biji-bijian.
Hindari lemak jenuh dan batasi permen dan alkohol. Makan tiga kali sehari
dengan camilan terbatas.
d. Awasi dan pelajari makanan sehari-hari dan selalu berat badan secara
teratur dan konsisten. Proses menurunkan berat badan tidak mudah dan
singkat, serta penerapan pola hidup sehat juga tidak boleh dijadikan
sementara. Hal yang terpenting adalah memiliki pola pikir bahwa gaya
hidup sehat harus dilakukan terus-menerus, bila berat badan menurun itu
adalah bonus dari tubuh yang sehat.
Gambar 2.1
Mind Mapping Obesitas
B. Infertilitaas
1. Pengertian Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan suami istri untuk
mempunyai keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah
berhubungan intim 2-3 kali dalam seminggu tanpa menggunakan alat
kontrasepsi selama 1 tahun. Pada perempuan berumur kurang dari 34 tahun
yang tidak hamil setelah 12 bulan setelah melakukan hubungan intim secara
rutin (1-3 kali seminggu) dan tidak menggunakan kontrasepsi. Pada
perempuan berumur lebih dari 35 tahun yang tidak hamil setelah 6 bulan
setelah melakukan hubungan intim secara rutin (1-3 kali seminggu) dan tidak
menggunakan kontrasepsi (Febriyeni, 2020:71).
Infertilitas merupakan kegagalan pasangan suami istri untuk bisa
hamil setelah melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama satu
tahun. Ketidaksuburan (infertil) merupakan suatu kondisi dimana pasangan
suami istri belum mampu mempunyai anak meskipun sudah melakukan
hubungan intim sebanyak 2-3 kali seminggu selama satu tahun tanpa
memakai alat kontrasepsi apapun (Febriyeni, 2020:71).
2. Jenis Infertilitas
a. Infertilitas Primer
Yaitu kondisi dimana pasangan belum pernah sama sekali mengalami
kehamilan, pasangan dengan infertilitas primer tidak bisa hamil.
b. Infertilitas Sekunder
Yaitu kondisi dimana pasangan pernah mengalami kehamilan dan
kelahiran, namun setelah itu pasangan sulit untuk dapat hamil lagi.
(Fatmawati, 2019).
3. Faktor Risiko Infertilitas
Menurut HIFERI (2013:8), faktor risiko infertilitas sebagai berikut:
a. Gaya Hidup
 Konsumsi alkohol
Alkohol dapat berdampak pada fungsi sel Leydig dengan mengurangi
sintesis testosteron dan menyebabkan kerusakan pada membran sel
basalis. Komsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi hipotalamus dan hipifisis.
- Konsumsi satu atau dua gelas alkohol, satu sampai dua kali per
minggu tidak meningkatkan risiko pertumbuhan janin.
- Komsumsi alkohol tiga atau empat gelas sehari pada laki-laki tidak
mempunyai efek terhadap fertilitas.
- Komsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan
kualitas semen.
 Merokok
Rokok mengandung zat berbahaya bagi oosit (dapat menyebabkan
kerusakan oksidatif terhadap mitokondria), pada sperma (dapat
menyebabkan tingginya kerusakan morfologi), pada embrio (bisa
mengalami keguguran).
- Kebiasaan merokok pada perempuan dapat menurunkan tingga
kesuburan/fertilitas.
- Pada laki-laki dapat mempengaruhi kualitas semen. Berhenti merokok
bagi laki-laki dapat meningkatkan kesehatan umumnya.
 Konsumsi kafein
Komsumsi kafein (teh, kopi, minuman bersoda) tidak
mempengaruhi masalah infertilitas.
 Berat Badan
- Perempuan yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari 29,
cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk bisa hamil.
- Pada perempuan untuk meningkatkan peluang untuk hamil dengan
melakukan tindakan menurunkan berat badan pada perempuan yang
memiliki IMT > 29.
- Laki-laki yang memiliki IMT >29 akan mengalami gangguan pada
kesuburan/fertilitas.
- Perempuan yang memiliki IMT > 19 maka upaya untuk mendapatkan
kehamilan dengan meningkatkan berat badan.
 Olahraga
Olahraga ringan-sedang dapat menigkatkan fertilitas karena
akan meningkatkan aliran darah dan status anti oksidan.
Olahraga beratdapat menurunkan fertilitas:
- Olahraga > 5 jam/minggu, contohnya: bersepeda untuk laki-laki.
- Olahraga >3-5 jam/minggu, contonya: aerobik untuk perempuan.
 Stress
- Perasaan cemas, rasa bersalah dan depresi yang berlebihan dapat
berhubungan dengan infertilitas, namun belum didapatkan hasil
penelitian yang adekuat.
- Teknik relaksasi dapat mengurangi stress dan berpeluang menjadi
infertilitas.
- Berdasarkan hasil penelitian, perempuan yang gagal untuk hamil akan
meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi, disebabkan stress dapat
menyebabkan penyempitan aliran darah ke organ-organ panggul.
 Suplementasi vitamin
- Pada laki-laki konsumsi vitamin A berlebihan dapat menyebabkan
kelainan kongenital termasuk kraniofasial, jantung, timus dan sistem
saraf pusat.
- Asam lemak seperti EPA (Eicosapentaenoic acid) dan DHA
(Docosahexaenoic acid/minyak ikan) dianjurkan pada pasien
infertilitas dapat menekan aktifasi Nuclear Faktor Kappa B.
Contohnya: kelompok ikan makarel, salmon, tiram, sarden, ikan teri,
biji rami dan biji chia, kenari, kedelai.
- Beberapa antioksidan yang dapat meningkatkan kualitas sperma,
yaitu:
 Vitamin C dapat meningkatkan kualitas semen.
 Ubiquinone Q10 dapat meningkatkan kualitas sperma.
 Selenium dan glutation dapat meningkatkan motilitas sperma.
- Asam folat, zink dan vitamin B12
 Kombinasi asam folat dan zink dapat meingkatkan konsentrasi
dan morfologi sperma.
 Kobalamin (Vitamin B12) penting dalam spermatogenesis.
 Obat-obatan
- Spironolakton akan merusak produksi testosteron dan sperma.
- Sulpasalazin dapat mempengaruhi perkembangan sperma normal
(dapat diganti dengan mesalamin).
- Kolkisin dan allopurinol dapat mengakibatkan penurunan sperma
untuk membuahi oosit.
- Antibiotik tetrasiklin, gentamisin, neomisin, eritromisin, dan
nitrofurantoin pada dosis yang tinggi dapat berdampak negatif pada
pergerakan dan jumlah sperma.
- Simetidine terkadang menyebabkan impotensi dan sperma yang
abnormal.
- Siklosporin juga dapat menurunkan fertilitas/kesuburan pada pria.
 Obat-obatan herbal
Penelitian yang dilakukan di California menemukan bahwa
konsumsi obat-obatan herbal dalam jumlah sedikit seperti gingo
biloba dapat mempengaruhi fertilisasi, mengubah materi genetik
sperma dan mengurangi viabilitas sperma.
b. Pekerjaan
Ada beberapa pekerjaan yang membuat paparan bahan bahaya bagi
fertilitas/kesuburan laki-laki maupun perempuan. Terdapat 104.000 bahan
fisik dan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan yang telah
teridetifikasi, namum efeknya terhadap kesuburan belum teridentifikasi
95%. Beberapa bahan yang sudah teridenfikasi dapat mempengaruhi
kesuburan, yaitu sinar radiasi, sinar X-ray, panas serta pestisida dan logam.
Berikut ini tabel bahan dan efek terhadap kesuburan pria
No Bahan/agen Kelompok pekerja Efek terhadap
kesuburan

1. Fisik

2. Kerja paruh waktu/waktu Pekerja paruh waktu Tidak memberikan efek


kerja yang lama

3. Panas (menigkatkan suhu Tukang las, Parameter sperma


pada scrotal) pengendara mobil menjadi tidak normal

4. X-ray Radioterapi Azoospermia,


mengurangi jumlah
sperma, namum dapat
kembali normal
5. Elektromagnetik Pekerja tambang Efek tidak konsisten

6. Getaran Penggali, Pekerja Oligozoozpermia,


mesin asthenozoozpermia

7. Kimia

8. Pestisida Petani Oligozoozpermia dan


(Dibromochloropropane) Azoospermia,
mengurangi tingkat
kesuburan

9. Cadmium, Magnesium Pekerja di Mengurangi kesuburan,


pabrik baterai, memberikan efek pada
pelebur, pekerja pasangan seksual
metal
10. Aceton, Glycol ether, Laboran, pekerja di Oligozoozpermia,
carbon Disuphide bidang percetakan, menurukan fekunditas,
pekerja kimia parameter sperma
menjadi tidak normal

11. Toluene,styrene Pabrik percetakan Tidak memberikan efek


dan plastik

12. Gas anastetik Dokter gigi, dokter Tidak memberikan efek


anastesi

Berikut ini bahan dan efek terhadap kesuburan perempuan

No Bahan/agen Kelompok pekerja Efek terhadap


kesuburan

1. Fisik

2. Kerja paruh waktu/waktu Paramedis Menurunkan fekunditas,


kerja yang lama pemanjangan waktu
untuk terjadinya
kehamilan

3. Ion dan radiasi Pekerja pabrik Tidak memberikan efek


nuklir

4. Visual (Komputer) Pekerja kantoran Menigkatkan risiko


infertilitas
5. Kimia

6. Pestisida Petani Waktu kehamilan


(Dibromochloropropane) tidak konsisten

7. Cadmium, Magnesium, Perawat, apoteker Pemanjangan waktu


Obat kemoterapi dan kehamilan, meningkatnya
antibiotik angka infertilitas yang
dilaporkan secara
perorangan

8. Aceton, Glycol ether, Laboran, pekerja di Oligozoozpermia,


carbon Disuphide bidang percetakan, menurukan fekunditas,
pekerja kimia parameter sperma
menjadi tidak normal

9. Gas anastetik Dokter gigi, dokter Menurunkan angka


anastesi, perawat fekunditas

c. Pencegahan dan Penanganan


Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan atau
menghindari faktor risiko terjadinya infertilitas, diantaranya:
a. Mengobati infeksi yang terjadi pada organ reproduksi. Diketahui bahwa
infeksi yang terjadi pada prostat maupun saluran sperma, dapat
menyebabkan infertilitas pada laki-laki.
b. Mengobati penyebab infertilitas pada perempuan
c. Menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan jumlah dan
kualitas sel sperma dan sel telur, seperti alkohol dan rokok.
d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
4. Penyebab Infertilitas
Infertilitas tidak hanya disebabkan oleh faktor pada perempuan saja.
Hasil penelitian suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertilitas,
istri 40-55%, kedua belah pihak 10%, dan idiopatik 10%. Dengan hasil
penelitian dapat digunakan untuk menapis anggapan masyarakat bahwa
infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak istri/perempuan
(Fatmawati, 2019).
Menurut Fatmawati (2019) dan HIFERI (2013), faktor infertilitas
di kelompokkkan menjadi 3 bagian, diantaranya:
a. Faktor Perempuan/Istri
Faktor infertilitas pada perempuan terbagi menjadi 3 bagian:
1) Gangguan ovulasi
Gangguan hormonal terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti
adanya hambatan pada sekresi hormone FSH dan LH yang memiliki
pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan sekresi hormone FSH dan
LH dapat disebabkan oleh adanya tumor kranial, stress dan penggunaan
obat-obatan yang menyababkan terjadinya disfungsi hypothalamus dan
hipofisis. Jika terjadi gangguan sekresi hormone FSH dan LH, maka
folikel mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gangguan
ovulasi.
Contoh gangguan ovulasi seperti SPOK, gangguan pada siklus haid,
insufiensi ovarium primer. Infertilitas yang disebabkan oleh gangguan
ovulasi dikelompokkan berdasarkan siklus haid, yaitu amenore primer
atau sekunder. Namun, tidak semua pasien yang mengalami infertilitas
mengalami amenore, beberapa diantaranya menunjukkan gejala
oligomenorea. Amenorea primer dapat disebabkan oleh beberapa hal di
bawah ini:
Tabel penyebab amenorea primer
Uterus Agenesis mullerian (Rokitansky
sindrom)

Ovarium Sindrom Ovarium Polikistik


(SPOK)

Turner Sindrom

Hipotalamus Kehilangan berat badan

(Hipogonadotropin hypogonadism Latihan yang berat (atlet lari)

Genetik (Kallman sindrom)

Idiopatik

Pubertas terhambat

Hipofisis Hiperprolaktinemia
Hypopituitarism

Penyebab dari kerusakan Tumor (gliomas, kista dermoid

Hipotalamus/hipofisis Trauma kepala

(Hipogonadism)

Penyebab sistemik Kehilangan berat badan

Kelainan endokrin (penyakit tiroid,


cushing sindrom)

WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 3 kelompok, yaitu:


Kelas 1 : Kegagalan pada hipotalamus hipofisis (hipogonadotropin-
hipogonadism). Karakteristik dari kelas ini yaitu
gonadotropin dan estradiol yang rendah, prolaktin normal.
Kejadian ini 10% dari seluruh kelainan ovulasi.
Kelas 2 : Kegagalan gangguan fungsi ovarium (normogonadotropin-
normogonadism). Karakteristik dari kelas ini ditandai
dengan kelainan dengan gonadotropin namun estradiol
normal. Anovulasi kelas ini sekitar 85% dari seluruh kasus
kelainan ovulasi. Manifestasi klinik kelainan kelompok ini
adalah oligomenorea atau amenorea yang banyak terjadi
pada kasus sindrom ovarium polikistik (SOPK). 80-90%
pasien SPOK akan mengalami oligomenorea dan 30% akan
mengalami amenorea.
Kelas 3 : Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-hipogonadism).
Karakteristik kelas ini ditandai dengan gonadotropin yang
tinggi dan estradiol yang rendah. Kejadiannya 4-5% dari
seluruh kasus gangguan ovulasi.
Kelas 4 : Hiperprolaktinemia
2) Gangguan organ reproduksi
a) Infeksi vagina sehingga akan meningkatkan keasaman vagina yang
akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan
mengambat transportasi sperma ke vagina.
b) Kelainan pada serviks akibat defisiensi hormon estrogen yang
mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikti di
serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu,
bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut dapat
menutup serviks sehingga sperma tidak masuk ke rahim.
c) Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus
yang menganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus
yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk
perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang.
d) Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba
falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat
bertemu. Infeksi tuba falopii bisa disebabkan oleh (Chlamidia,
Gonorrhea, TBC) maupun endometriosis).
Endometriosis adalah penyakit kronik yang sering dijumpai. Gejala
dari endometriosis adalah nyeri panggul, infertilitas dan ditemukan
ada pembesaran pada adneksa. Dari studi yang telah dilakukan,
endometriosis terdapat pada 25-50% perempuan, dan 30-50%
mengalami infertilitas. Hipotesis yang menjelaskan endometriosis
dapat menyebabkan infertilitas atau penurunan fekunditas masih
belum jelas, namun ada beberapa mekanisme pada endometriosis
seperti terjadinya perlekatan dan distorsi anatomi panggul yang dapat
mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan. Perlekatan pelvis pada
endometriosis dapat menganggu pelepasan oosit dari ovarium serta
menghambat penangkapan maupun transportasi oosit.
Klasifikasi kerusakan tuba yaitu:
(1) Ringan/Grade 1
- Oklusi tuba proksimal tanpa adanya fibrosis atau oklusi tuba
distal tanpa ada distensi.
- Mukosa tampak baik.
- Perlekatan ringan (perituba-
ovarium) (2)Sedang/Grade 2
- Kerusakan tuba berat
unilateral (3)Berat/Grade 3
- Kerusakan tuba berat bilateral
- Fibrosis tuba luas
- Distensi tuba > 1,5 cm
- Mukosa tampak abnormal
- Oklusi tuba bilateral
- Perlekatan berat dan luas
3) Kegagalan implantasi
Wanita yang memiliki kadar progesteron yang rendah mengalami
kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah
terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung
baik. Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah keguguran.
4) Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu
memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat
menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
5) Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas anastesi, zat kimia,
dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh
termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.
6) Usia
Usia 35 tahun peluang seorang istri akan hamil adalah 95% setelah rutin
melakukan hubungan seks selama 3 tahun, pada usia 38 tahun
peluangnya akan turun menjadi 75%.
b. Faktor laki-laki/suami
Infertilitas pada laki-laki menyumbang sebesar 30-40% dari infertilitas pada
faktor laki-laki, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan sebagai bagian dari
pemeriksaan infertilitas. Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari:
1) Abnormalitas sperma: morfologi, motilitas
2) Abnormalitas ejakulasi: ejakulasi rerograde, hipospadia
3) Abnormalitas ereksi
4) Abnormalitas cairan semen: perubahan pH dan perubahan komposisi
kimiawi
5) Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga
terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital
6) Lingkungan: Radiasi, obat-obatan anti cancer
7) Abrasi genetik
Di Inggris, jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek
merupakan penyebab utama infertilitas pada 20% pasangan. Kualitas semen
yang terganggu, azoospermia dan cara senggama yang salah, merupakan
faktor yang berkontribusi pada 50% pasangan infertilitas. Infertilitas pada
laki-laki idiopatik dapat dijelaskan karena beberapa faktor, termasuk
disrupsi endokrin yang diakibatkan karena polusi lingkungan, radikal bebas,
atau kelainan genetik.

5. Manifestasi klinis
a. Perempuan
1) Tejadi kelainan sistem endokrin.
2) Hipominorea dan amenorea.
3) Perkembangan seks sekunder tidak adekuat menunjukkan masalah
pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik.
4) Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara
yang tidak berkembang dan gonatnya abnormal.
5) Perempuan infertil dapat memiliki uterus
Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dan menurun atau hilang akibat
infeksi, adhesi atau tumor.
6) Traktus reproduksi internal yang abnormal.
b. Laki-laki
1) Riwayat terpajan benda-benda mutan yang membahayakan reproduksi
(panas, radiasi, alkohol, infeksi, rokok, narkotik).
2) Disfungsi ereksi berat
3) Tumor hipofisis atau prolactinoma
4) Status gizi dan nutrisi tterutama kekurangan protein dan vitamin
tertentu
5) Riwayat infeksi genitaurinaria
6) Mikropenis
7) Ejakulasi retrograt
8) Hypo/epispadia
9) Abnormalitas cairan semen
10) Verikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
11) Gangguan spermatogenesis (kelainan jumlah, bentuk dan motilitas
sperma)
12) Hermia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis).
6. Patofisiologi
a. Perempuan
Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari perempuan
diantaranya gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan
pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam
pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain seperti toksik dan radiasi
yang mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi
sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera
tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi
fertilisasi dari ovum dan sperma. Selain itu kelainan bentuk uterus
menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walaupun
sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium, mempengaruhi
pembentukan folikel. Abnormalitas serviks mempengaruhi proses
pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah
aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga
organ genitalia tidak berkembang dengan baik.
Infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun
sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa
bertahan, infeksi juga menyebabkan inflamasi berlanjut perlekatan yang
pada akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung
pada abortus.
b. Laki-laki
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi
hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional
testis. Gaya hidup memberikan peran besar dalam mempengaruhi
infertilitas diantaranya penggunaan oabt-obatan, merokok, dan zat adiktif
yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido.
Mengkonsumsi alkohol akan mempengaruhi masalah ereksi yang
mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis
juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ajakulasi
retrogent misalnya akibat pembedahan sehingga menyebabkan sperma
masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma
terganggu.
7. Pemeriksaan Infertilitas
a. Pemeriksaan pada perempuan
Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15% pasangan infertilitas dan
menyumbang sekitar 40% infertilitas pada perempuan.
Pemeriksaan infertilitas yang dapat dilakukan diantaranya:
1) Pemeriksaan Ovulasi
- Frekuensi dan keteraturan menstruasi harus ditanyakan kepada
seorang perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan
frekuensi haid yang teratur setiap bulannya, kemungkinan
mengalami ovulasi.
- Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami
infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan mengkonfirmasi terjadinya
ovulasi dengan cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal
madya (hari ke 21-28).
- Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada
perempuan yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea).
Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 28-35) dan dapat
diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi.
- Pengukuran temperatur basal tubuh tidak drekomendasikan untuk
mengkonfirmasi terjadinya ovulasi.
- Perempuan dengan siklus haid tidak teratur disarankan untuk
melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon
gonadotropin (FSH dan LH).
- Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk
melihat apakah ada gangguan ovulasi, galatorea, atau tumor
hipofisis.
- Penilaian cadangan ovarium menggunakan inhibin B tidak
direkomendasikan.
- Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai bagian
dari pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan karena tidak
terdapat bukti bahwa pemeriksaan ini akan meningkatkan
kehamilan.
Tabel pemeriksaan untuk melihat ovulasi dan cadangan ovarium
Ovulasi Cadangan Ovarium

- Riwayat menstruasi - Kadar AMH

- Progesteron serum - Hitung folikel antral

- Ultrasonografi transvaginal - FSH dan estradiol hari ke-3

- Temperatur basal

- LH urin

- Biopsi Endometrium

Untuk pemeriksaan cadangan ovarium, parameter yang dapar


digunakan adalah AMH dan folikel antra basal (FAB). Berikut nilai
AMH dan FAB yang dapat digunakan:

- Hiper-responder (FAB > 20 folikel/ AMH > 4,6 ng/ml)


- Normo-reseptor (FAB > 6-8 folikel/AMH 1,2-4,6 ng/ml)
- Poor-reseptor (FAB < 6-8 folikel/AMH < 1,2 ng/ml)
2) Pemeriksaan Chlamydia trachomatis
- Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus, pemeriksaan untuk
Chlamydia trachomatis sebaiknya dilakukan dengan teknik yang
sensitif.
- Jika tes Chlamydia trachomatis positif, perempuan dan pasangan
seksualnya sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan pengobatan.
- Antibiotika profilaksis sebaiknya dipertimbangkan sebelum
melakukan periksa dalam jika pemeriksaan awal Chlamydia
trachomatis belum dilakukan.
3) Penilaian kelainan uterus
- Pemriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat
indikasi, karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan
uterus untuk menigkatkan angka kehamilan belum dapat
ditegakkan.
Tabel metode yang digunakan untuk menilai uterus

HSG USG-TV SIS Histeroskopi

Sensitivitas Dapat mendeteksi PPV dan NPV Metode


dan PPV patologi tinggi, untuk definitif
rendah untuk endometrium dan mendeteksi patologi invasif
mendeteksi myometrium intra kavum uteri
patologi
intrakavum
uteri

4) Penilaian lendir serviks pasca senggama


- Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien denga infertilitas di
bawah 3 tahun
- Penilaian lendir serviks pasca senggama untuk menyelidiki
masalah fertilitas tidak dianjurkan karena tidak dapat meramalkan
terjadinya kehamilan.
5) Penilaian kelainan tuba
- Perempuan yang tidak memiliki riawayat penyakit radang panggul
(PID), kehamilan ektopik atau endometriosis, disarankan untuk
melakukan histerosalpingografi (HSG) untuk melihat adanya oklusi
tuba. Pemeriksaan ini tidak invasif dan lebih efisien dibandingkan
laparoskopi.
- Pemeriksaan oklusi tuba menggunakan sono- histerosalpingografi
dapat dipertimbangkan karena merupakan alternatif yang efektif.
- Tindakan laparoskopi kromotubasi untuk menilai patensi tuba,
dianjurkan untuk dilakukan pada perempuan yang diketahui
mempunyai riwayat radang panggul.
Tabel beberapa teknik pemeriksaan tuba:
Teknik Keuntungan Kelemahan

HSG Visualisasi seluruh Paparan radiasi


panjang tuba dapat
Reaksi terhadap zat
menggambarkan
kontras
patologi seperti
hidrosalping dan SIN Peralatan dan staf
efek teraupetik khusus

Kurang dapat
menggambarkan
adhesi pelvis

Saline infusion Visualisasi ovarium, Pelatihan khusus


sonography uterus dan tuba
Efek teraupetik
belum terbukti

Laparoskopi Visualisasi langsung Invasif


kromotubasi seluruh organ
Biaya tinggi
reproduksi interna

Memungkinkan
dilakukan terapi
sekaligus

b. Pemeriksaan pada laki-laki


Penanganan kasus infertilitas pada laki-laki meliputi:
1) Anamnesis
- Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan
kebiasaan hidup pasien yang dapat secara bermakna mempengaruhi
fertilitas laki-laki. Anamnesis meliputi:
a) Riwayat medis dan riwayat operasi sebelumnya
b) Riwayat penggunaan obat-obatan (dengan atau tanpa resep) dan
alergi
c) Gaya hidup dan riwayat gangguan sistemik
d) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi\
e) Riwayat infeksi sebelumnya, misalnya penyakit menular seksual
dan infeksi saluran nafas.
- Rangkuman komponen riwayat anamnesis dapat dilihat pada tabel
berikut:
Komponen anamnesis pada penanganan infertilitas laki-laki

Riwayat Medis

Kelainan fisik

Penyakit sistemik-diabetes mellitus, kanker, infeksi

Kelainan genetik- fibrosis kistik, sindrom klinefelter

Riwayat pembedahan

Undescended testis

Hernia

Trauma testis, torsio testis

Bedah pelvis, retroperitoneal, kandung kemih

Riwayat fertilitas

Kehamilan sebelumnya-dengan pasangan saat ini atau sebelumnya

Lama infertilitas

Penanganan infertilitas sebelumnya


Riwayat seksual

Ereksi atau masalah ajakulasi

Frekuensi hubungan seksual

Pengobatan

Nitrofurantoin, simetidine, sulfasalazin, spironolakton, alfa blockers,


metotreksat, kolkisin, amiodaron, antidepresan, kemoterapi

Riwayat sosial

Rokok, alkohol, penggunaan steroid

Paparan radiasi dan panas

Pestisida

2) Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk menidentifikasi adanya
penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan
umum harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut
pada tubuh atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi
androgen. Tinggi badan, berat badan, IMT dan tekanan darh harus
diketahui.
- Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk menentukan
ukuran dan konsistensi testis. Apabila skrotum tidak terpalpasi pada
salah satu sisi, pemeriksaan inguinal harus dilakukan. Orkidometer
dapat digunakan untuk mengukur volume testis. Ukuran rata-rata
testis orang dewasa yang dianggap normal adalah 20 ml.
- Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak dan keras.
Konsistensi yang normal adalah kenyal. Testis yang lunak dan kecil
dapat mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu.
- Palpasi epididimis diperlukan utnuk melihat adanya distensi atau
indurasi. Varikokel sering ditemukan pada sisi sebelah kiri dan
berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran testis
dan sensasi seperti meraba “sekantung ulat” pada tes valsava
merupakan tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel.
- Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga harus
dilakukan. Kelainan pada penis mislany mikropenis atau hipospadia
dapat menganggu proses transportasi sperma mencapai bagian
proksimal vagina. Pemeriksaan colok dubur dapat mengindikasikan
pembesaran prostat dan vasikula seminalis.
3) Analisis sperma
- Penapisan antibodi antisperma tidak dianjurkan karena tidak ada bukti
pengobatan yang dapat meningkatkan fertilitas.
- Jika pemeriksaan analisis sperma dikatakan abnormal, pemeriksaan
ulang untuk konfirmasi sebaiknya dilakukan.
- Analisis sperma ulang untuk mengkonfirmasi pemeriksaan sperma
yang abnormal, dapat dilakukan 3 bulan pasca pemeriksaan
sebelumnya sehingga proses siklus pembentukan spermatozoa dapat
terjadi secara sempurna. Namun jika ditemukan azoospermia atau
oligospermia berat pemeriksaan untuk konfirmasi harus dilakukan
secepatnya.
- Pemeriksaan Compute-Aided Sperm Analysis (CASA)
Untuk melihat jumlah, motilitas dan morfologi sperma, pemeriksaan
ini tidak dianjurkan untuk dilakukan karena tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan secara manual.
- Pemeriksaan fungsi andokrinologi
 Dilakukan pada pasien dengan konsentrasi sperma < 10 juta/ml
 Bila secara klinik ditemukan bahwa pasien menderita kelainan
endokrinologi. Pada kelainan ini sebaiknya dilakukan
pemeriksaan hormon testosteron dan FSH serum.
- Pemeriksaan antibodi antisperma merupakan bagian standar analisis
semen. Menurut kriteria WHO, pemeriksaan ini dilakukan dengan
pemeriksaan imonologi atau dengan cara melihat reaksi antiglobulin.
Namun saat ini pemeriksaan antibodi antisperma tidak
direkomendasikan untuk dilakukan sebagai penapisan awal karena
tidak ada terapi khusus yang efektif untuk mengatasi masalah ini.
Tabel referensi hasil analisis sperma menurut WHO
(2010) dalam HIFERI (2019)
Referensi analisa sperma dan 95% confidence intervals WHO

PARAMETER BATAS 95% CONFIDENCE


REFERENSI INTERVAL

Volume sperma (ml) 1.5 1.4-1.7

Konsentrasi sperma 15 12-16


(106/ml)

Jumlah total 39 33-46


(106/ejakulat)

Motilitas (PR, NP, 40 38-42


%)

Motilitas progresif 32 31-34


(PR, %)

Morfologi (%) 4 3.0-4.0

Vitality 58 55-63

NP: non progressive motility, PR: progressive motility

c. Pemeriksaan kasus infertilitas idiopatik


Dalam tatalaksana infertilitas perbandingan biaya yang dikeluarkan
dengan efektifitas pemeriksaan sangat penting dipertimbangkan dalam
keputusan klinik. National Institute for Health and Clinical in the Uk and
the American Society of Reproductive Medicine merekomendasikan
pemeriksaan yang oenting sebagai berikut:
Analisis semen, penilaian ovulasi dan evaluasi patensi tuba dengan
histerosalpingografi atau laparoskopi. Peran HSG dan laparoskopi terus
menjadi perdebatan, laparoskopi perlu dipertimbangkan pada kecurigaan
endometriosis berat, perlekatan organ, pelvis atau kondisi penyakit pada
tuba.
- Histeroskopi
Histeroskopi adalah baku emas dalam pemeriksaan yang
mengevaluasi kavum uteri. Meskipun Fayez melaporkan pemeriksaan
HSG sama akuratnya dengan histeroskopi dalam hal diagnosis. Peran
histeroskopi dalam pemeriksaan infertilitas adalah untk mendeteksi
kelainan kavum uteri yang dapat menganggu proses implantasi dan
kehamilan serta untuk mengevaluasi manfaat modalitas terapi dalam
memperbaiki endometrium.
Hasil penelitian Oliveira melaporkan kelainan kavum uteri yang
ditemukan dengan pemeriksaan histeroskopi pada 25% pasien yang
mengalami kegagalan berulang ferlitisasi in vitro (FIV). Semua pasien
tersebut sebelumnya memiliki hasil pemeriksaan HSG normal.
Penanganan yang tepat dapat meningkatkan kehamilan secara bermakna
pada pasien dengan kelainan uterus yang ditemukan saat histeroskopi.
Histeroksopi mempunyai keunggulan dalam mendiagnosis
kelainan intra uterin yang sangat kecil dibandingkan pemeriksaan HSG
dan USG transvaginal. Banyak hasil penelitian membuktikan bahwa
uterus dan endometrium perlu dinilai sejak awal pada pasien infertilitas
atau pasien yang akan menjalani FIV.
- Laparoskopi
Tindakan laparoskopi diagnostik dapat dilakukan pada pasien
infertilitas idiopatik yang dicurigai mengalami patologi pelvis yang
menghambat kehamilan. Tindakan ini dilakukan untuk mengavaluasi
rongga abdomino-pelvis sekaligus memutuskan langkah penanganan
selanjutnya. Hasil studi jika hasil HSG normal, tindakan laparoskopi
tidak perlu dilakukan. Laparoskopi diagnostik dapat dipertimbangkan
bila hingga beberapa siklus stimulasi ovarium dan inseminasi intra
uterin pasien tidak mendapatkan kehamilan.
Mengacu pada American Society of Reproductive Medicine (ASRM),
laparoskopi diagnostik hanya dilakukan bila dijumpai bukti atau
kecurigaan kuat adanya endometriosis pelvis perlengketan genitalia
interna atau oklusi tuba.
Tindakan laparoskopi diagnostik pada pasien infertilitas idiopatik tidak
dianjurkan bila tidak dijumpai faktor risiko patologi pelvis yang
berhubungan dengan infertilitas. Kebanyakan pasien akan hamil setelah
menjalani beberapa siklus stimulasi ovarium dan atau siklus FIV.
8. Penatalaksanaan
a. Perempuan
1) Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendir serviks puncak
dan waktu yang tepat untuk coitus.
2) Pemberian terapi obat, seperti:
- Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh
supresi hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian TSH.
- Terapi penggantian hormon
- Gkukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal
- Penggunaan antibiotik yang sesuai untuk pencegahan dan
penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat
- GIFT (gemete intrafallopian transfer)
- Laparotomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak
secara luas.
- Bedah plastik misalnya penyatuan uterus bikornuate.
- Pengangkatan tumor atau fibroid
- Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau
kemoterapi.
b. Laki-laki
1) Penekanan produksi sperma untuk mengurangi julah antibodi autoimun,
diharapkan kualitas sperma meningkat.
2) Agen antimikroba
3) Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi
kejantanan
4) HCG secara i.m memperbaiki hipogonadisme
5) FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis
6) Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau
hipotalamus
7) Klomifem dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik
8) Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma
9) Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti,
perbaikan nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas
dan ketat.
10) Perhatikan penggunaan lubrikans saat coitus, jangan yang mengandung
spermatisida.
9. Penatalaksanaan medis
1) Medikasi
a) Obat stimulasi ovarium (induksi
ovarium) Klomifem sitrat
- Meningkatkan pelepasan gonadotropin FSH dan LH.
- Diberikan pada hari ke-5 siklus haid
- 1 x 50 mg selama 5 hari
- Ovulasi 5-10 hari setelah obat terakhir
- Koitus 3 x seminggu atau berdasarkan USG transvaginal
- Dosis bisa ditingkatkan menjadi 150-200 mg/hari.
- 3-4 siklus obat ovulasi dengan tanda Hcg 500-10.000 IU.
b) Epimestrol
Memicu pelepasan FSH dan LH, hari ke 5-14 siklus haid, 5-10
mg/hari.
c) Bromokriptin
Menghambat sintesis dan sekresi prolactin, indikasi: kadar
prolaktin tinggi (>20 mg/ml) dan galaktore. Dosis sesuai kadar
prolaktin: oligomenorea 1,25 mg/hari. Gangguan haid berat: 2 x 2,5
mg/hari. HMG (Human Menopausal Gonadotropine), FSH dan
LH: 75 atau 150 IU untuk memicu pertumbuhan folikel dosis awal
75-150 IU/hari selama 5 hari dinilai hari ke 5 siklus haid.
d) hCG
5000 IU atau 10.000 IU untuk memicu ovulasi diameter folikel
7- 18 mm dengan USG tranvaginal mahal, sangat berisiko: perlu
persyaratan khusus. Hanya diberikan pada rekayasa teknologi
reproduksi. Catatan untuk pria diterapi dengan FSH,
testosteron.
e) Terapi Hormonal pada endometriosis
Supresif ovarium sehingga terjadi atrofi endomertiosis
f) Danazol
Menekan sekresi FSH dan LH, dosis 200-800 mg/hari, dosis dibagi
2x pemberian.
g) Progesteron
Desidualisasi endometrium pada atrofi jaringan endometritik
h) Medroksi Progesteron Asetat 30-50 mg/hari.
i) GnRH agonis menekan sekresi FSH dan LH. Dosis 3,75
mg/im/bulan. Tidak boleh > 6 bulan: penurunan densitas tulang.
2) Tindakan operasi rekonstruksi
Koreksi
a) Kelainan uterus
b) Kelainan tuba: tuba plasti
c) Miomektomi
d) Kistektomi
e) Salpingolisis
f) Laparoskopi operatif dan terapi hormonal untuk kasus endometriosis +
infertilitas
g) Tindakan operatif pada pria: rekanalisasi dan operasi varikokel.
3) Rekayasa teknologi reproduksi
a) Inseminasi Intra Uterin (IIU)
Metode ini merupakan rekayasa teknologi reproduksi yang paling
sederhana. Sperma yang telah dipreparasi diinseminasi kedalam
kavum uteri saat ovulasi. Syarat: tidak hambatan mekanik: kebuntuan
tuba falopii, peritoneum/endometriosis, indikasi infertilitas oleh
karena faktor:
- Serviks
- Gangguan ovulasi
- Endometriosis ringan
- Infertilitas idiopatik
b) Fertilisasi Invitro (FIV)
Fertilisasi di luar tubuh dengan suasana mendekati alamiah. Metode
ini menjadi alternatif atau pilihan terakhir. Syarat: uterus dan
endometrium normal, ovarium mampu menghasilkan sel telur.
Mortilitas sperma minimal 50.000/ml. angka kehamilan: 30-50%
c) Injeksi Sperma Intra Sitoplasmik (ICSI)
Injeksi sperma intra-sitoplasmik (intracytoplasmic sperm injection =
ICSI) adalah Teknik penanganan infertilitas pria yang sudah satu
decade. Segera setelah itu diikuti dengan keberhasilan Teknik ini pada
pria azoospermia dengan menyuntikkan spermatozoa dari testis dan
epididymis. Teknik ini memberikan harapan yang nyata pada pria
infertile dengan oligoastheno-teratozoozpermia berat maupun
azoospermia, dengan penyebab apapun. Dengan berkembangnya
teknologi ICSI dapat dilakukan denga tidak terlalu sulit, maka
ketersediaan sarana yang melaksanakan ICSI berkembang dengan
sangat pesat.
Kurang dari 10% oocytes rusak dengan prosedur ini dan angka
fertilisasi berkisar antara 50-75%. Embryo transfer dapat dilaksanakan
pada lebih dari 90% pasangan dan menghasilkan angka kehamilan
berkisar antara 25-45%. Hasil-hasil ini tidak berbeda antara sperma
ejakulat, epididymis maupun testis.
10. Komplikasi
OHSS (Ovarium hyperstimulation syndrome) muncul karena pengobatan
yang dipergunakan untuk menstimulasi ovarium, gejalanya:
a. Mual
b. Muntah
c. Nyeri abdomen
d. Konstipasi
e. Diare
f. Urine keruh
g. Thrombosis
h. Disfungsi ginjal dan hati
11. Cemas
a. Pengertian
Kecemasan adalah suatu ketegangan yang memuncak sehingga
menimbulkan kegelisahan dan kehilangan kendali akibat adanya penilaian
yang subjektif terhadap proses komumikasi interpersonal (Nasir dan
Muhith, 2011). Menurut Stuart (2007) kecemasan adalah suatu perasaan
kekhawatiran yang menyebar dan tidak jelas yang berhubungan dengan
perasaan yang tidak pasti dan ketidakberdayaan secara subjektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal. Menurut Hawari (2011) kecemasan
adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan
atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami
gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih utuh, perilaku dapat
terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.
b. Tingkat kecemasan
Tingkat kecemasn menurut Maryam et al (2008) ada beberapa diantaranya:
1) Ringan
Meningkatnya kesadaran, terangsang untuk melakukan tindakan,
termotivasi secara positif, sedikit mengalami peningkatan tanda-tanda
vital.
2) Sedang
Lebih tegang, menurunnya konsentrasi dan persepsi, sadar tetapi
fokusnya sempit, gejala-gejala fisik berkembang seperti sakit kepala,
sering kemih, mual, palpitasi dan letih.
3) Berat
Persepsi menjadi lebih terganggu, perasaan terancam atau takut
meningkat, komunikasi menjadi terganggu, mengalami peningkatan
tanda-tanda vital lebih, diare, diaporesis, palpitasi, nyeri dada dan
muntah.
4) Panik
Perasaan terancam, gangguan realitas, tidak mudah untuk
berkomunikasi, dapat membahayakan diri sendiri dana tau orang lain,
kombinasi dari gejala-gejala di atas dapat lebih buruk bila intervensi
yang dilakukan gagal.
Menurut Stuart (2007) tingkat kecemasan terdiri beberapa tingkatan
diantaranya:
a) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari. Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada
dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b) Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lainnya. Persepsi ini akan
mempersempit lapang persepsi individu yang akan menyebabkan
perhatian individu tidak selektif namun dapat berfokus pada banyak
area apabila diarahkan.
c) Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu.
Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik
serta tidak berpikir yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan dan individu tersebut memerlukan banyak
arahan untuk berfokus pada area lain.
d) Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan ketakutan dan
teror. Hal ini yang terpecah dari proporsinya, karena mengalami
kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan arahan mencakup disorganisasi
kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama akan menyebabkan
kelelahan dan kematian.
12. Etiologi kecemasan
Menurut Stuart (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan
diantaranya:
a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi diantaranya:
1) Dalam pandangan psikoanalitis, kecemasan adalah konflik emosional
yang terjadi antara id dan superego. Id mencerminkan dorongan
insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati
nurani dan dikendalikan oleh budaya. Ego untuk menengahi Id dan
superego yang bertantangan tersebut.
2) Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan
ketakutan terhadap penolakan interpersonal. Kecemasan juga
berhubungan dengan perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan
harga diri sehingga rentan mengalami kecemasan yang berat.
3) Menurut pandangan perilaku, kecemasan adalah prosuk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut ahli teori perilaku lain
menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari
berdasarkan keinginan dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli
teori pembelajaran menyakini bahwa individu sejak kecil terbiasa
dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan
kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik mendang
kecemasan sebagi pertentangan antara dua kepentingan yang
berlawanan. Ada hubungan timbal balik antara konflik dan
kecemasan. Konflik akan menyebabkan kecemasan, dan kecemasan
menimbulkan perasaan yang tidak berdaya, sehingga pada akhirnya
akan meningkatkan konflik yang dirasakan
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa kecemasan biasanya terjadi
dalam keluarga.
5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
khusus benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan
neuroregulator inhibisigama-aminobutirat (GABA) yang berperan
penting dalam mekanisme biologis terhadap kecemasan.
b. Faktor Presipitasi
Stresor dapat berasal dari sumber internal dan eksternal. Stresor pencetus
dikelompokkan dalam dua kategori:
1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang
akan terjadi, penurunan kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-
hari.
2) Ancaman terhadap system diri dapat membahayakan identitas, dan
harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.
13. Tanda dan gejala
Ada beberapa tanda dan gejala kecemasan pada seseorang yang
mengalami kecemasan:
a. Menurut Nasir dan Muhith (2011) gejala umum yang sering dialami ketika
cemas sebagai berikut:
1) Perasaan ketakutan
2) Konsentrasi terganggu
3) Tegang dan gelisah
4) Antisipasi yang terburuk
5) Cepat marah dan resah
6) Merasakan adanya tanda-tanda bahaya
7) Merasa seperti hilang dan pikiran kosong.
Sedangkan menurut Nasir dan Muhith (2011) gejala fisik yang sering
dialami ketika cemas sebagai berikut:

1) Jantung berdebar
2) Berkeringat
3) Mual-mual dan pusing
4) Peningkatan frekuensi diare atau BAB
5) Sesak napas, tremor dan kejang
6) Sakit kepala
7) Ketegangan otot
8) Insomnia dan kelelahan
b. Menurut Hawari (2011) gejala klinis kecemasan sebagi berikut:
1) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut
2) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6) Keluhan-keluhan somatik, mislnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
14. Tipe Kepribadian Pencemas
Menurut Hawari (2011) seseorang akan menderita gangguan cemas apabila
seseorang tersebut tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapi.
Tipe kepribadian pencemas, antara lain:
a. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang
b. Memandang masa depan dengan rasa khawatir
c. Kurang percaya diri, gugp apabila tampil di depan umum
d. Sering merasa tidak bersalah, dan menyalahkan orang lain.
e. Tidak mudah mengalah
f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk dan gelisah.
g. Sering mengeluh dan khawatir yang berlebihan terhadap penyakitnya.
h. Mudah tersinggung, suka membesarkan masalah yang kecil
i. Selalu ragu dan bimbang saat mengambil keputusan
j. Bila mengemukakan seringkali berulang-ulang
k. Apabila sedang emosi seringkali bertindak histeris
15. Pengukuran skala tingkat kecemasan
a. HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety)
Menurut Hawari (2011) untuk mengetahui derajat kecemasan seseorang
menggunakan alat ukur yang dikenal HRS-A. alat ukur ini terdiri dari 14
kelompok gejala yang dirinci menjadi gejala yang lebih spesifik, 14
kelompok gejala kecemasan yaitu:
1) Perasaan cemas
2) Ketegangan
3) Ketakutan
4) Gangguan tidur
5) Gangguan kecerdasan
6) Perasaan depresi
7) Gejala somatik/fisik (otot)
8) Gejala somatic/fisik (sensorik)
9) Gejala kardiovaskuler
10) Gejala respiratori
11) Gejala gastrointestinal
12) Gejala urogenital
13) Gejala autonom
14) Tingkah laku (sikap) pada saat wawancara

Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skor) antara 0-4,


yang artinya:

Nilai 0 : tidak ada gejala (tidak ada gejala sama sekali)

1 : gejala ringan (satu dari gejala yang ada)


2 : gejala sedang (separuh dari gejala yang ada)
3 : gejala berat (> separuh gejala yang ada)
4 : gejala sangat berat (semua gejala ada)

Dari masing-masing nilai angka (skor) ke 14 kelompok gejala tersebut


dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang yaitu:

(1) Tidak ada kecemasan (<14)


(2) Kecemasan ringan (14-20)
(3) Kecemasan sedang (21-27)
(4) Kecemasan berat (28-41)
(5) Kecemasan sangat berat (42-56)
DAFTAR PUSTAKA

HIFERI. 2013.
Konsensus Penanganan Infertilitas. Jakarta.

Jannah, Nurul. 2012.


Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Yogyakarta: Andi Offset.

Maryam, Raden Siti et al, 2008.


Mengenal Usia Lanjut dan Perawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nasir, A dan Muhith, A. 2011.


Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Ngurah H.W.S, I Gede. 2017.


Buku Panduan Belajar Koas Obstetrik dan Ginekologi. Denpasar: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar.

Nurkhasanah, Siti. 2015.


Hubungan Infertil Dengan Respon Psikologis Istri Yang Mengalami Infertil
di Kota Padang Tahun 2015. Stikes Prima Nusantara Bukit Tinggi, Volume 7
Nomor 1, Januari 2016, diakses tanggal 14 Junuari 2021.

Rina Yunita, Theresia. 15 Mei 2017.


https://m-klikdokter-com.cdn.ampproject.org/v/s/m-klikdokter.com, diakses
tanggal 14 Januari 2021.

Diress, Gedefaw dan Melese Linger Endalifer, 2020


Epidemiologi, Faktor Predisposisi, Biomarker, dan Mekanisme Pencegahan
Obesitas: Tinjauan Sistematis. Diakses pada
https://downloads.hindawi.com/journals/jobe/2020/6134362.pdf

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, 2017


Gerakan Nusantara Tekan Angka Obesitas. Diakses pada
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2017/11/PedumGentas.pdf.

Glasier, A. Gebbie, A. 2012.


Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Edisi 4.

Pereira, AAR Lay, A, et al, 2020.


Association between obesity with pattern and length of menstrual cycle: The
role of metabolic and hormonal markers. European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology. Volume 260, Mei 2021 , Hal 225-
231. Diakses pada https://sci-hub.yncjkj.com/10.1016/j.ejogrb.2021.02.021.

Buku Kedokteran. Jakarta: EGC


Alomedika, 2021
Alomedika khusus untuk Dokter. dr. Bunga Saridewi. Diakses pada
https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/obesitas/epidemiologi

Novrika, Bri. 2015.


Hubungan Mekanisme Coping dengan Tingkat Kecemasan pada Pasangan
Infertil di RSIA Annisa Jambi Tahun 2015. Jambi: Akper Jambi Yayasan
Telanai Bakti. Riset Informasi Kesehatan, Vol.6, No.2, Desember 2017,
diakses tanggal 9 Januari 2021.

Kemenkes. 2018.
Profil Kesehatan Indonesia. Diakses pada
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilkesehatan-
indonesia/PROFIL_KESEHATAN_2018_1.pdf.
.
Suherni, & Widyastuti, Y. (2015).
Pengaruh Kelas Pranikah Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang
Perencanaan Kehamilan Pada Calon Pengantin Perempuan Di Ic{Bupaten
Sleman, Tahun 2014. Semlnar Kesehatan IllowuJudkan Yogyakarta Sebagal
Kota Lnduetrl Rlset, 231–239.

Relph, Sophie et al, 2020.


Persepsi risiko dan pengaruh pilihan pada ibu hamil dengan obesitas. Sebuah
sintesis bukti penelitian kualitatif. PLoS Satu. 2020; 15(1): e0227325.
Diakses pada https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6941828/

Adriani M, Wirjatmadi B, 2020.


Pengantar gizi masyarakat. Jakarta: Penerbit Kencana;115-19, 114-115,125.

K. Muthia Shanti, S. Andarini, and N. Novita Wirawan, 2017.


Asupan Serat dan IMT Wanita Usia Subur Suku Madura di Kota Malang,”
Indones. J. Hum. Nutr., vol. 4, no.1, pp. 1–11. Diakses pada
https://ijhn.ub.ac.id/index.php/ijhn/article/view/184

You might also like