You are on page 1of 24

ASUHAN KEPERAWATAN MIELOMENINGOKEL PADA ANAK

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN ANAK 1

Yang dibina oleh Ibu Rusana, M.kep., Sp.Kep Anak

KELOMPOK 1

Disusun Oleh :

1. Riniyanti (108116044)
2. Anjas Upi Rachmawati (108116056)
3. Arizal setyawan (108116057)
4. Desy Nur annisa (108116059)
5. Arfi Nur’Afifah (108116061)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2B


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KEPERAWATAN ANAK 1 2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan
keperawatan Mielomeningokel” ini, meskipun masih jauh dari kesempurnaan.

Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk melengkapi salah satu tugas pada mata
kuliah Keperawatan Anak I. Dalam kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Atas bantuan dan dorongannya, semoga mendapat balasan dari Allah SWT, dan kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya serta bagi pembaca pada
umumnya.
Karena sifat keterbatasan yang dimiliki, maka saran dan kritik yang membangun sangat
kami harapkan, dan semoga makalah ini dapat menjadi titik sumbangan bagi pengembangan
ilmu pengetahuan .

Cilacap, 25 Mei 2018

Penyusun

KEPERAWATAN ANAK 1 i
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 3
A. Pengertian ......................................................................................................................................... 3
B. Etiologi.............................................................................................................................................. 5
C. Patofisiologi ...................................................................................................................................... 6
D. Manifestasi Klinis ............................................................................................................................. 8
E. Penatalaksanaa Medis Dan Bedah .................................................................................................... 9
F. Penatalaksanaan Keperawatan ............................................................................................................ 13
BAB III ....................................................................................................................................................... 17
PENUTUP .................................................................................................................................................. 17
A. kesimpulan ...................................................................................................................................... 17
B. Saran ............................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 18

KEPERAWATAN ANAK 1 ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan bayi yang timbul sejak

kehidupan hasiI konsepsi. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus,

lahir mati atau kematian segera setelah lahir.Defek tuba neural menyebabkan kebanyakan

kongenital anomali Sistem Saraf Pusat (SSP) akibat dari kegagalan tuba neuralis menutup secara

spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan di uterus. Meskipun penyebab yang

tepat masih belum diketahui, ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa penyebab defek pada

tuba neural ini antara lain seperti radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan ada kelainan

genetik yang dapat mempengaruhi perkembangan normal SSP. Defek tuba neuralis meliputi spina

bifida okulta, meningokel, mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus dermal,

diastematomiela, dan lipoma yang melibatkan konus medullaris.

Kegagalan penutupan tuba neuralis terjadi sekitar minggu ketiga setelah konsepsi. Pada

kondisi ini memungkinkan eksresi substansi janin (misal; a-fetoprotein, asetilkolinesterase) ke

dalam cairan amnion, yang berperan sebagai penanda biokimia defek tuba neuralis, sehingga

skrining prenatal serum ibu untuk a -fetoprotein, telah terbukti merupakan metode yang efektif

untuk mengetahui kehamilan yang berisiko atau tidak untuk janin yang mengalami defek tuba

neuralis.

Defek tuba neural mengakibatkan ketidakmampuan dalam jangka panjang sekitar 70.000

dan 100.000 orang di Amerika Serikat.Rata-rata insiden defek tuba neural dari 1-7 per kelahiran

1000 penduduk, yang tergantung dari faktor suku, geographis dan nutrisi.Pada tahun 1950-an,

angka rata-rata kehidupan pasien dengan mielomeningokel berkisar 10% .Saat ini, jumlah pasien

KEPERAWATAN ANAK 1 1
mielomeningokel yang bertahan hidup jumlahnya lebih besar dikarenakan perbaikan manajemen

terhadap komplikasi yang berat. Bagaimanapun penatalaksanaan secara khusus dibutuhkan untuk

mencegah, merawat dan memonitor komplikasi yang mungkin dapat mempengaruhi kualitas

kehidupan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Mielomeningokel ?
2. Apa saja etiologi dari Mielomeningokel ?
3. Apa saja patofisiologi dari Mielomeningokel ?
4. Apa saja manisfestasi klinis dari Mielomeningokel ?
5. Apa saja Penatalaksaanaan Mielomeningokel ?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien Mielomeningokel ?
7. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan pada pasien Mielomeningokel ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 1.


b. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Maningokel dan
dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari Mielomeningokel ?
b. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari Mielomeningokel ?
c. Untuk mengetahui apa saja patofisiologi dari Mielomeningokel ?
d. Untuk mengetahui apa saja manisfestasi klinis dari Mielomeningokel ?
e. Untuk mengetahui apa saja Penatalaksaanaan Mielomeningokel ?
f. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien Mielomeningokel ?
g. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan keperawatan pada pasien
Mielomeningokel ?

KEPERAWATAN ANAK 1 2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mielomeningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan

terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat

tipis. Pada kasus tertentu kelainan ini dapat dikoreksi dengan pembedahan. Pembedahan terdiri

dari insisi meningokel dan penutupan dura meter. Kemudian kulit diatas cacat ditutup.

Hidrosefalus kemungkinan merupakan komplikasi yang memerlukan drainase. (Prinsip

Keperawatan Pediatric, Rosa M. sachrin. Hal-283).

Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di

garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas.

Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter

tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal

sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal-1136).

Spina bifida dimanifestasikan pada hampir semua kasus disrafisme spinal yang merupakan

terminologi untuk kelompok kelainan spinal yang umumnya menunjukkan ketidaksempurnaan

menutupnya jaringan mesenkim, tulang dan saraf di garis tengah. . (Buku Ajar Neurologi Anak.

Hal-144)

Pembagian disrafisme spinal antara lain:

1. Spina bifida okulta Defek terdapat pada arkus vertebrata tanpa herniasi jaringan.

2. Meningokel spinalis Defek pada durameter dan arkus spinalis. Herniasi jaringan saraf spinalis

atau sebagian medulla spinalis.

3. Meningomielokel Kantung herniasi terdiri dari leptomeningen, cairan, jaringan saraf berupa

serabut spinalis atau sebagian medulla spinalis.

KEPERAWATAN ANAK 1 3
4. Mielomeningosistokel Kantung terdiri dari leptomeningen, cairan cerebrospinal, serabut saraf

yang membenntuk kista berisi cairan yang berhubungan dengan kanalis sentralis.

5. Rakiskisis spinal lengkap Tulang belakang terbuka seluruhnya

Mielomeningokel banyak terletak di punggung bagian bawah, akan tetapi mielomeningokel dapat

terjadi di sepanjang tulang belakang.Pada bayi dengan mielomeningokel, tulang dari vertebra tidak

membentuk dengan benar. Hal ini memungkinkan sebuah kantung kecil meluas melalui lubang

pada tulang belakang. Kantung ini ditutupi dengan membran. Kantung ini mengandung cairan

cerebrospinal (CSF) dan jaringan yang melindungi tulang belakang (meninges). Kantung ini juga

mungkin berisi bagian-bagian dari medulla spinalis dan saraf.

With myelomeningocele,a sac containing an abnormally formed spinal


cord protrudes from a newborn’s back.

KEPERAWATAN ANAK 1 4
B. Etiologi
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti

keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural

umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan

sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat:

mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan.

Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan

meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan

pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468).

Penyebab mielomeningokel masih belum diketahui, namun diduga ada beberapa hal yang

menyebabkan terjadinya mielomeningokel antara lain :

a. Defek penutupan tuba neural

b. Faktor predisposisi genetik

a) Resiko berulang pada yang pernah menderita sebelumnya (meningkat sampai 3 –

4%)

b) Pada dua kehamilan abnormal sebelumnya (meningkat sampai sekitar 10%)

c. Faktor nutrisi dan lingkungan

a) Pengunaan suplemen asam folat selama hamil pada ibu sangat mengurangi insiden

defek tuba neural pada kehamilan yang beresiko. Agar efektif, penambahan asam

folat harus dimulai sebelum pembuahan dan dilanjutkan sampai paling tidak

minggu ke-12 kehamilan saat neuralis selesai.

d. Penggunaan obat-obatan tertentu juga meningkatkan resiko mielomeningokel.

Asam valproat, antikonvulsan menyebabkan defek tuba neural pada sekitar 1–2%

kehamilan jika obat tersebut diberikan selama kehamilan


KEPERAWATAN ANAK 1 5
C. Patofisiologi
Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna spinalis: spina bifida
okulta dan spina bifida sistika. Spina bifida okulta adalah defek penutupan dengan
meninges tidak terpajan di permukaan kulit. Defek vertebralnya kecil, umumnya pada
daerah lumbosacral . Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan
penonjolan medula spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah penonjolan yang
terdiri dari meningens dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS): penonjolan
ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla spinalis tidak terkena.
Hidrosefalus terdapat pada 20% kasus spina bifida sistika. Meningokel umumnya terdapat
pada lumbosakral atau sacral. Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian
medulla spinalis, selain kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral terdapat pada
42% kasus; torakolumna pada 27 kasus, sacral 21% kasus; dan torakal atau servikal pada
10% kasus. Bayi dengan mielomeningokel mudah terkena cedera selama proses kelahiran.
Hidrosefalus terdapat pada hampir semua anak yang menderita spina bifida (85% sampai
90%);kira-kira 60% sampai 70% tersebut memiliki IQ normal. Anak dengan
mielomeningokel dan hidrosefalus menderita malformasi system saraf pusat lain, dengan
deformitas Arnold-Chiari yang paling umum.
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti
keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural
umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan
sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat:
mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan.
Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan
meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan
pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468).
Banyak ahli percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube defect) merupakan
kegagalan penutupan tuba neural selama perkembangan awal embrio. Akan tetapi, ada
bukti bahwa defek ini merupakan akibat dari pemisahan tuba neural yang sudah menutup
karena peningkatan abnormal tekanan cairan serebrospinal selama trimester pertama.
Derajat disfungsi neurologik secara lansung berhubungan dengan level anatomis defek
tersebut dan saraf-saraf yang terlibat. Kebanyakan mielomeningokel melibatkan area

KEPERAWATAN ANAK 1 6
lumbal atau lumbosakral, dan hidrosefalus merupakan anomali yang sering menyertainya
(90% sampai 95%). (buku ajar keperawatan pediatrik, Donna L. Wong. Hal-1425)
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya
dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel
terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang
berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada
strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi.
Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan
meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik
kranial maupun spinal dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan
spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina
vertebrata. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885).
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini,
bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan
pemberian makanan menjadi masalah. Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau
pemanas sehingga temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang
dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas
defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan.
Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan
steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan
adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus
tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi.
Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi.
Kadangkadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan
resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan
meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi
hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil,
peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat
kecenderungan subluksasi.

KEPERAWATAN ANAK 1 7
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini.
Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan
kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan
tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada
ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.

D. Manifestasi Klinis
Luas dan tingkat defisit neurologis mielomeningokel tergantung pada lokasi

mielomeningokel. Kelainan sistem kongenital yang multiple sering terjadi pada pasien

dengan mielomeningokel. Mielomeningokel dapat menyebabkan gejala yang meliputi:

a. Masalah dengan gerakan fisik

b. Hilangnya sensasi, misalnya, bayi tidak dapat merasakan panas atau dingin

c. Kehilangan kontrol usus dan kandung kemih

d. Lesi pada daerah sakrum bawah menyebabkan inkontinensia usus besar dan kandung

kemih dan disertai dengan anestesi pada daerah perineum namun tanpa gangguan

fungsi motoric

e. Kaki bengkok atau abnormal, misalnya clubfoot

f. Terlalu banyak cairan serebrospinal di kepala (hidrosefalus)

g. Masalah dengan pembentukan otak (malformasi Chiari 2)

h. Umumnya kelainan yang berkaitan adalah palatoscizis

i. Kelainan jantung dan anomali traktus genitourinaria

j. Malformasi struktur kromosom mesodermal yang berhubungan dengan abnormalitas

kromosom termasuk trisomy 13 dan 18, triploidi, dan mutasi gen tunggal.

Pemeriksaan bayi mielomeningokel menampakkan paralisis flaksid tungkai bawah, tidak

adanya refleks tendo dalam, tidak ada respon terhadap sentuhan dan nyeri, dan tingginya
KEPERAWATAN ANAK 1 8
insiden kelainan postur tungkai bawah (termasuk club foot dan subluksasi pinggul). Bayi

dengan mielomeningokel secara khas memiliki peningkatan defisit neurologis yang

semakin meningkat setelah mielomeningokel bergerak naik ke daerah

torakal.Namun,penderita dengan mielomeningokel di daerah torakal atas atau daerah

servikal biasanya memiliki defisit neurologis yang sangat minim dan pada kebanyakan

kasus tidak mengalami hidrosefalus.

E. Penatalaksanaa Medis Dan Bedah


Manajemen dan pengawasan anak serta keluarga dengan mielomeningokel memerlukan

pendekatan tim multidisipliner, yang meliputi ahli bedah, dokter, dan ahli terapi dengan

satu individu (sering dokter anak) yang berperan sebagai penasehat dan koordinator

program terapi.

a. Pembedahan

Seorang anak dengan spina bifida dan yang terkena pada tulang belakang memerlukan

operasi bedah saraf dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah lahir.Walaupun kerusakan pada

sumsum tulang belakang, tidak dapat kembali, orang dengan spina bifida khususnya

mielomeningokel memerlukan perawatan berkelanjutan untuk masalah yang berasal dari

kerusakan pada sumsum tulang belakang. Beberapa senter telah berupaya mengembangkan

kriteria untuk menentukan bayi yang mana yang akan diobati secara agresif dan yang mana

yang hanya akan menerima perawatan pendukung. Kriteria eksklusi yang paling penting,

yang dikembangkan di Inggris, terdiri dari hal berikut: paralisis kaki yang mencolok, lesi

torakolumbal atau torakolumbosakral, kifosis atau skoliosis, defek kongenital jantung,

otak, atau saluran cerna dan hidrosefalus . Informasi yang lebih baru menunjukkan bahwa

kriteria selektif demikian mempunyai nilai prognosis yang kecil, dan sebagai akibatnya,

KEPERAWATAN ANAK 1 9
kebanyakan senter-senter pediatri mengobati sebagian besar bayi mielomeningokel secara

agresif.

Tujuan dari tindakan operasi adalah untuk mencegah infeksi dan kerusakan pada sumsum

tulang belakang bayi . Pertama, ahli bedah saraf menutup sampai penutup di sekitar saraf

tulang belakang (dura mater) sehingga kedap air. Kemudian ahli bedah saraf menutup otot-

otot sekitar tulang belakang. Akhirnya, ahli bedah saraf menutup kulit di atas area yang

terbuka. Beberapa mielomeningokel juga memerlukan bantuan dari ahli bedah plastik.

Pertama, ahli bedah plastik menciptakan flap cangkok kulit. Biasanya, mereka mengambil

kulit dari punggung bayi. Mereka menggunakan cangkok kulit untuk menutup bidang

mielomeningokel tersebut. Banyak bayi dengan mielomeningokel juga memiliki cairan

serebrospinal (hidrosefalus). Setelah perbaikan mielomeningokel, sebagian besar bayi

memerlukan tindakan shunting untuk hidrosefalus.Tidak semua bayi dengan

mielomeningokel perlu sebuah shunt. Kebanyakan bayi yang membutuhkan shunt dalam

waktu 4 sampai 8 minggu setelah kelahiran . Jika bayi mengalami hidrosefalus berat saat

lahir, mereka mungkin perlu operasi untuk sistem drainase sementara beberapa hari

pertama setelah lahir. Dan bila bayi tidak memiliki hidrosefalus saat lahir, dokter

menunggu untuk melihat apakah itu berkembang kemudian. Jika gejala atau tanda

disfungsi otak muncul, dindikasikan untuk dekompresi bedah medulla spinalis dan medulla

servikalis. Club foot mungkin memerlukan pembidaian, dan pinggul yang mengalami

dislokasi mungkin memerlukan tindakan operasi.Evaluasi dan penilaian kembali yang

cermat sistem genitourinaria merupakan beberapa komponen manajemen yang paling

penting.Pengajaran orangtua untuk secara teratur mengkateterisasi kandung kemih akan

mempertahankan volume residu yang rendah dan mencegah infeksi kandung kemih dan

KEPERAWATAN ANAK 1 10
refluks yang menyebabkan pielonefritis dan hidronefrosis. Biakan urin secara periodik dan

penilaian fungsi ginjal, termasuk elektrolit dan kreatinin serum demikian juga scan ginjal,

pielogram intravena, dan ultrasonografi,diperoleh sesuai dengan kemajuan penderita dan

hasil pemeriksaan fisik. Pendekatan terhadap manajemen saluran kemih ini sangat

mengurangi perlunya tindakan bedah dan telah menurunkan morbiditas dan mortalitas yang

terkait dengan penyakit ginjal progresif pada penderita mielomeningokel . Anak dapat

"dilatih melakukan buang air besar" dengan regimen enema atau supositoria yang

memungkinkan pengosongan pada waktu yang ditentukan sebelumnya dengan interval

sekali atau dua kali sehari.

Ambulasi fungsional adalah keinginan setiap anak dan orang tuadan mungkin tergantung

pada tingkat lesi dan fungsi utuh otot-otot iliopsoas. Hampir setiap anak dengan derajat

lesi sakrum atau lumbosacral dapat berjalan; sekitar separuh dari anak dengan defek yang

lebih tinggi akan dapat berjalan dengan menggunakan brace dan tongkat.

Pembedahan sesar sebelum terjadinya rupture dari membrane amnion dan onset persalinan

telah ,menunjukkan berkurangnya derajat paralysis pada mielomeningokel. Akurasi USG

dalam menetukan tingkat akurasi defek mungkin menolong ibu dan janin seperti dalam

menentukan pembedahan sesar elektif. 3

b. Antibiotik

Antibiotik spektrum luas seharusnya diberikan sampai dengan tulang belakang menutup

untuk mengurangi resiko infeksi ke sistem saraf pusat. Pada penelitian retrospektif pada

anak dengan penutupan tulang belakang setelah anak berumur lebih dari 48 jam,

ventirkulitis terjadi lebih sedikit pada anak yang diberikan antibiotik prophilaksis

dibandingakan dengan anak yang tidak diberikan antibiotik dengan perbandingan 1 : 19%.

KEPERAWATAN ANAK 1 11
c. Rehabilitasi

Harapan fungsional rehabilitasi pada tahun pertama, telah dikembangkan untuk pasien

dalam setiap kelompok di tingkat lesi untuk membantu tujuan langsung terapi fisik dalam

konteks perkembangan yang sesuai dari bayi sampai dewasa.Dalam mengelola kasus bayi

baru lahir dengan mielomeningokel, terapis fisik membentuk dasar dari fungsi otot.Selama

anak berkembang,terapis fisik memantau keselarasan bersama, ketidakseimbangan

otot,kontraktur, postur, dan tanda disfungsi neurologi progresif. Ahli terapi fisik juga

menyediakan perawatan dalam penanganan dengan instruksi dan teknik posisi dan

merekomendasikan peralatan posisi orthothik untuk mencegah kontraktur jaringan

lunak.Program terapi harus dirancang untuk paralel pencapaian normal tonggak motorik

kasar.3

Surgically implanted shunts drain excess cerebral fluid from the


ventricles to another area in the body, such as the abdomen.
Illustration courtesy of Medtronic, Inc.

d. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi
otot. Untuk mengobati dn mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan
lainnyadiberikan antibiotic. Untuk membantu memperlancar aliran kemih bias dilakukan
penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan

KEPERAWATAN ANAK 1 12
pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu
memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
e. Untuk mengatasi gejala muskulo skeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan
dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Keleinan saraf lainnya diobati sesuai
dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang-kadang pembedahan
shunting untuk memperbaiki hidrosefalus.
f. Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi kerusakan neurologis
yang terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis.

F. Penatalaksanaan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Anamnesa :
a. Identitas bayi.
b. Identitas ibu
2. Riwayat kehamilan ibu.
Kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat pada usia
16-18 minggu 4. Riwayat kelahiran. Seksio sesarae terencana atau normal.
3. Riwayat Keluarga.
Anak sebelumnya menderita spina bifida.
4. Riwayat atau adanya faktor resiko
Jenis kelamin laki-laki
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif.
2. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
3. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat
peningkatan tekanan intrakranial .
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder akibat
reposisi tidak efektif
6. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat.
D. Intervensi Keperawatan
KEPERAWATAN ANAK 1 13
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif.
Tujuan : Pasien mengalami penurunan risiko terhadap infeksi system saraf pusat.
Kriteria Hasil :Hasil yang di harapkan kantong meningeal tetap bersih, utuh, dan tidak
menunjukkan buktibukti infeksi
Intervensi / rasional
a) Posisikan bayi untuk mencegah kontaminasi urin dan feses.
b) Bersihkan mielomeningokel dengan cermat menggunakan salin normal steril
bilabagian ini menjadi kotor atau terkontaminasi.
c) Berikan balutan steril dan lembab dengan larutan steril sesuai instruksi (salin normal,
antibiotik) untuk mencegah pengeringan kantong.
d) Berikan antibiotik sesuai resep Pantau dengan cermat tanda-tanda infeksi (peningkatan
suhu, peka rangsang, latergi, kaku kuduk) untuk mencegah keterlambatan pengobatan
dalam pengobatan.
e) Berikan perawatan serupa untuk sisi operatif pada paskaoperasi.
2. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Tujuan :Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal.
Kriteria Hasil :Kantong meningeal tetap utuh Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi keperawatan/ Rasional
a) Rawat bayi dengan cermat untuk mencegah kerusakan pada kantong meningeal atau
sisi pembedahan.
b) Gunakan alat pelindung di sekitar kantong missal; selimut plastic bedah, potong sesuai
ukuran dan sesuai ukuran dan tempelkan dibawah kantong di samping sacrum dan
selimuti dengan longgar untuk memberikan lapisan pelindung.
c) Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (misal; member makan, merapikan tempat
tidur, aktifitas kenyamanan) untuk mencegah trauma
3. tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal
Tujuan :Pasien tidak mengalami tekanan intracranial.
Kriteria Hasil :Tekanan intracranial dan hidosefalus terdeteksi dini, dan intervensi yang
tepat diimplementasikan.
Intervensi keperawatan/rasional

KEPERAWATAN ANAK 1 14
a) Ukur lingkaran oksifitoprontal setiap hari untuk mendeteksi peningkatan tekanan
intracranial dan terjadinya hidrosefalus.
b) Observasi adanya tanda-tanda peningkatan intracranial, yang menunjukkan
terjadinya hidrosefalus., Peka rangsang, Latergi Bayi, Menangis bila diangakat atau
digendong: diam bila tetap berbaring, Peningkatan lingkar oksipitofrontal,
Peregangan sutura, Perubahan tingkat kesadaran Anak, Sakit kepala (khusus di pagi
hari), Apatis Konfusi.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat
peningkatan tekanan intracranial
Tujuan :Pasien tidak mengalami deformitas ekstremitas bawah dan panggul atau
resiko pasien terhadap hal tersebut minimal.
Kriteria Hasil :Ekstremitas mempertahankan fleksibelitasnya Panggul dan ekstremitas
bawah dipertahankan pada artikulasi dan kesejajaran yang benar.
Intervensi keperawatan/rasional
a) Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk mencegah kontraktur; jangan
memaksakan suatu titik tahanan untuk mencegah trauma.
b) Lakukan peregangan otot bila diindikasikan untuk mencegah kontraktur.
c) Pertahankan panggul pada abduksi ringan sampai sedang untuk mencegah dislokasi,
jaga agar kaki tetap berada pada posisi netral untuk mencegah kontraktur.
d) Gunakan gulungan popok, bantalan, bantal pasir kecil, atau alat yang dirancang
khusus untuk mempertahankan posisi yang diinginkan
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder akibat reposisi
tidak efektif.
Tujuan : Individu menunjukkan integritas kulit bebas dekubitus
Kriteria Hasil : kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi
Intervensi keperawatan/rasional
a) Ubah posisi individu untuk berbalik atau mengangkat berat badannya setiap 30 menit
sampai 2 jam untuk penurunan takanan pada kulit.
b) Instruksikan keluarga tentang teknik spesifik yang digunakan dirumah untuk
mencegah dekubitus.

KEPERAWATAN ANAK 1 15
6. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat.
Tujuan : Membantu terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
Krtiteria Hasil :Dapat mempertahankan berat badan dalam batas normal normal.
Intervensi keperawatan/rasional.
a) Beri dosis sedikit tetapi sering.
b) Pasang infuse.
c) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah intake makanan bayi.

KEPERAWATAN ANAK 1 16
BAB III

PENUTUP
A. kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan bayi yang timbul sejak

kehidupan hasiI konsepsi. Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital

anomali sistem saraf pusat akibat dari kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan

antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan di uterus. Spina bifida merupakan suatu

anomali perkembangan yang ditandai dengan defek penutupan selubung tulang pada

medulla spinalis sehingga medulla spinalis dan selaput meningen dapat menonjol keluar

(spinabifida cystica), atau tidak menonjol (spina bifida occulta).

Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.

Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut

hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.Manajemen pengawasan anak serta keluarga

dengan spina bifida memerlukan pendekatan multidisiplin (ahli bedah, dokter dan ahli

terapi).

B. Saran
Penulis lebih memperbanyak referensinya untuk lebih meningkatkan wawasan

KEPERAWATAN ANAK 1 17
DAFTAR PUSTAKA
1. Spina Bifida & Hydrocephalus Association of Canada. 2000. Myelomeningocele. av.

Lombard Avenue Winnipeg MB R3B 977-167 0V3 . [online].

http://www.sbhac.ca/pdf/Myelomeningocele.pdf. [ diakses November 2011]

2. Mclone, Dacid G dan Bowman, Robin M. 2011. Overview Of The Management Of

Myelomeningocele. [online]. http://www.uptodate.com/contents/overview-of-the-

management-of-myelomeningocele-spina-bifida?view=print. [diakses: Desember 2011]

3. Kaplan, Robert J. 2005. Myelomeningocele in Physical Medicine and Rehabilitation Review.

McGraw-Hill Medical Pub.

4. Pribadi, Fajar W dkk. 2009. Neurobehaviour and Spesific Sense Systems. Universias Jenderal

Sudirman. Purwokerto

5. The Internal Medicine And Pediatric Clinic. 2003. Myelomeningocele. Mew Albany, PLLC.

[online]. http://www.impcna.com/intranet/ Nelson% 20Pediatric /Newborn

/Myelomeningocele %5B1%5D.pdf. [diakses oktober 2011]

6. Seattle Children’s hospital. 1995-2012. Chromosomal and Genetic Conditions

Myelomeningocele. [Online]. http. http://www.seattlechildrens.org/medical-

conditions/chromosomal-genetic-conditions/myelomeningocele-treatment/ [diakses februari

2012]

7. Shaer,M. danCheseheir, N. 2007. Myelomeningocele: A Review of The Epidemiology,

Genetics, Risk Factors forConception, Prenatal Diagnosis, and Prognosis for Affected

Individuals. CME Review Article. Volume 2 No.7

8. Gillete Children Speciality Healthcare. 2005. Spina Bifida. New Brighton Clinic 550 County

Road . [online] http://www.gillettechildrens.org/FileUpload/Center_Spina.pdf. [diakses Juli

2011]
KEPERAWATAN ANAK 1 18
9. Kumar, R. Meningocele vs Myelomeningocele. [online] http://spinabifidainfo. com/

meningocele-vs-myelomeningocele/. [diakses desember 2011]

10. Center For Disease Control. March 2011. Spina Bifida. National Center On Birth Defect And

Developmental Disabiity. Atlanta. [online] http://www. cdc.gov/ ncbddd/ spinabifida/

facts.html . [diakses : februari 2012]

KEPERAWATAN ANAK 1 19

You might also like