You are on page 1of 3

Dampak Penjajahan Eropa di Bidang Budaya

Dampak penjajahan Eropa di bidang budaya sebagai berikut.

1. Perkembangan Agama Nasrani


Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia membawa pengaruh dalam bidang agama. Bangsa
Portugis, Spanyol, dan Belanda memperkenalkan agama Kristen dan Katolik kepada bangsa Indonesia.
Penyebaran agama Kristen dan Katolik ini sesuai dengan salah satu semboyan penjelajahan samudra,
yaitu gospel (penyebaran agama Nasrani).
Penyebaran agama Katolik di Indonesia dilakukan oleh bangsa Portugis. Bangsa Portugis pertama kali
menyebarkan agama Katolik di Maluku. Misionaris yang menyebarkan agama Katolik di Maluku antara lain
Gonzalves Veloso, Fernao Vinagre, dan Simon Vaz. Antara 1546 hingga 1547 misionaris Spanyol bernama
St. Franciscus Xaverius mengunjungi Ambon, Ternate, dan Halmahera. Saat berkunjung di tiga wilayah
tersebut, ia berhasil menarik banyak pengikut. Pada 1560 St. Franciscus Xaverius telah menarik kira-
kira 10.000 orang memeluk agama Katolik. Pada 1590 jumlah penduduk Maluku yang memeluk Katolik
meningkat menjadi 60.000 orang.
Selain di Maluku, penyebaran agama Katolik dilakukan di daerah Nusa Tenggara Timur. Misionaris yang
menyebarkan agama Katolik di daerah ini adalah para rohaniawan dari Ordo Fransiskan dan Dominikan.
Mereka memperkenalkan agama Katolik melalui khotbah dan teladan hidup. Penyebaran agama Katolik
di Nusa Tenggara Timur dipusatkan di Larantuka. Selain menyebarkan agama Katolik, para misionaris
mengorganisasikan pembangunan gereja, rumah sakit, dan sekolah. Selanjutnya, mereka menyebarkan
agama Katolik ke Minahasa, Bolaang Mongondow, Pulau Siau, Sangihe Talaud, Blambangan, dan Panarukan.
Selain bangsa Portugis dan Spanyol yang menyebarkan agama Katolik, bangsa Belanda menyebarkan
agama Kristen Protestan di Indonesia. Perkembangan penyebaran agama Kristen Protestan di Indonesia
ditandai oleh adanya zending. Selain melaksanakan misi kristenisasi pada masyarakat Indonesia, zending
turut memberikan akses pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah kristen. Melalui sekolah yang
didirikan tersebut misi kristenisasi dapat berkembang.
Seperti halnya penyebaran agama lainnya (Hindu, Buddha, dan Islam), dalam penyebaran agama
Kristen juga terjadi sinkretisme (praktik percampuran antara agama Kristen dan kepercayaan lokal).
Sinkretisme ini terjadi di beberapa tempat di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Sinkretisme agama
Kristen ini dikembangkan oleh para misionaris seperti C. Coolen, Kiai Tunggul Wulung, dan Kiai Sadrach.

2. Perkembangan Seni Arsitektur


Perhatikan gambar di samping! Bangunan pada
gambar adalah gedung de Javasche Bank di Medan, Sumatra
Utara pada masa kolonial Belanda. Saat ini bangunan
tersebut digunakan sebagai gedung Bank Indonesia,
Medan. Arsitektur bangunan pada gambar menunjukkan
gaya neogotik dan rasionalisme Belanda. Penerapan
arsitektur neogotik pada gedung de Javasche Bank tidak
dapat dilepaskan dari perkembangan arsitektur bergaya
Eropa di Indonesia.
Pada awal kedatangannya, bangsa Eropa membangun
kantor dagang (feitoria) yang berfungsi mengatur kegiatan
Gedung de Javasche Bank di Medan
perdagangan serta menjadi benteng pertahanan. Dalam Sumber: https://web.archive.org/web/20210301091751/https://
perkembangannya, muncul permukiman di sekitar id.pinterest.com/pin/835558537088339009/, diunduh
benteng yang disebut intra-muros. Pola permukiman intra- 15 Februari 2021

muros berkembang di daerah pelabuhan yang menjadi


pusat perdagangan. Selanjutnya, pada abad XVIII pemerintah kolonial Belanda mulai membangun kota-kota
penting seperti Batavia, Semarang, Surabaya, dan Makassar. Pemerintah kolonial Belanda membangun
kota-kota ini mengikuti sistem tata kota di Belanda.
Pada abad XIX arsitektur bergaya Eropa mengalami
perkembangan signifikan di Indonesia. Pada periode
tersebut berkembang gaya arsitektur yang disebut Indis.
Gaya Indis merupakan perpaduan antara arsitektur Eropa
dan arsitektur lokal. Bangunan bergaya Indis memiliki
struktur bangunan yang kukuh. Contoh bangunan Indis
pada masa ini adalah gereja Blenduk di Semarang.
Pada akhir abad XIX hingga awal abad XX arsitektur
yang berkembang di Indonesia adalah gaya Napoleon
klasik. Pemerintah kolonial menerapkan gaya Napoleon Gedung Lawang Sewu di Semarang
Sumber: https://web.archive.org/web/20210210182013/https://
klasik untuk membangun kantor pemerintahan. Selain itu, heritage.kai.id/page/lawang-sewu, diunduh 15 Februari
pada masa ini berkembang arsitektur bergaya neogotik 2021

dan rasionalisme Belanda. Gaya arsitektur tersebut dapat dilihat pada bangunan kantor-kantor de Javasche
Bank di beberapa kota besar, seperti Bandung, Medan, Surabaya, dan Jakarta.

3. Perkembangan Seni Sastra


Kedatangan dan dominasi bangsa-bangsa Eropa
telah membawa pengaruh dalam penulisan karya sastra
di Indonesia. Pada masa pemerintahan Raffles, ilmu
pengetahuan, sejarah, dan budaya mendapat perhatian
khusus dari pemerintah. Pada masa itu Raffles menulis
buku berjudul History of Java yang diterbitkan pada 1817.
Selanjutnya, muncul berbagai karya bangsa-bangsa Eropa
lainnya yang mengulas kehidupan masyarakat Indonesia,
seperti buku History of Sumatra karya William Marsden
dan buku History of the East Indian Arcipelago karya
John Crawfurd.
Selain karya sastra berupa buku, pada masa penjajahan
bangsa-bangsa Eropa berkembang karya sastra yang
ditulis dalam bentuk artikel yang diterbitkan melalui
surat kabar dan majalah. Pada 1899 van Deventer menulis
artikel berjudul Een Eereschuld (Utang Kehormatan).
Dalam artikel tersebut van Deventer menganjurkan
adanya politik balas budi (politik etis) berisi edukasi,
irigasi, dan migrasi dari pemerintah kolonial kepada
bangsa Indonesia.
Kedatangan bangsa Portugis dan Belanda juga
berpengaruh terhadap bahasa Indonesia. Kosakata
Portugis yang diserap dalam bahasa Indonesia antara lain
mesa menjadi meja, manteiga menjadi mentega, soldado Kover buku The History of Sumatra karya William Marsden
menjadi serdadu, bandeira menjadi bendera, dan avental Sumber: https://web.archive.org/web/20180618053243/https://
www.cambridge.org/core/books/history-of-sumatra/7
menjadi bantal. Adapun kosakata Belanda yang diserap DB100CAF59260B2138C819C1BB5487F, diunduh
dalam bahasa Indonesia antara lain handdoek menjadi 15 Februari 2021
handuk, waskom menjadi baskom, bioscoop menjadi
bioskop, dienst menjadi dinas, onkosten menjadi ongkos,
dan divan menjadi dipan.

4. Perkembangan Seni Musik


Penjajahan bangsa-bangsa Eropa turut memengaruhi perkembangan seni musik di Indonesia.
Bangsa-bangsa Eropa memperkenalkan berbagai alat musik seperti biola, selo (cello), gitar, seruling (flute),
dan ukulele. Bangsa Eropa juga memperkenalkan sistem solmisasi dalam berbagai karya lagu.
Pada masa penjajahan bangsa-bangsa Eropa, para musisi Indonesia memadukan musik Barat dengan
musik yang telah dikenal masyarakat Indonesia. Contoh hasil perpaduan musik tersebut adalah musik
keroncong. Musik keroncong merupakan jenis musik yang dihasilkan dari alat musik berdawai dengan
alunan romantis. Musik keroncong diperkenalkan oleh bangsa Portugis pada abad XVI. Pada masa kini
musik keroncong menjadi ”musik rakyat” khas Indonesia.
5. Perkembangan Surat Kabar
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia membawa pengaruh positif dalam perkembangan
surat kabar. Pada 1744 pemerintah Belanda melakukan percobaan pertama untuk menerbitkan surat
kabar dengan nama Bataviase Nouvelles. Surat kabar tersebut diinisiasi oleh Gubernur Jenderal VOC
di Batavia, Gustaaf Willem Baron van Imhoff. Ia memberikan mandat pengelolaan surat kabar kepada
J.E. Jordens, seorang pedagang dan pegawai senior di kantor sekretariat jenderal VOC. Hingga 1825 seluruh
surat kabar di Hindia Belanda merupakan milik pemerintah (pers official). Tujuan pers official adalah
memenuhi kebutuhan informasi politik dan ekonomi, terutama berita dari Eropa bagi kelas pedagang.
Selain memuat iklan, surat kabar memuat berbagai pengumuman resmi dari pemerintah kolonial.

Surat kabar Bataviase Nouvelles


Sumber: https://web.archive.org/web/20210301093318/https://www.djkn.kemenkeu.go.id/
artikel/baca/12660/Khazanah-Peringatan-110-Lelang-Indonesia-Berdasarkan-
Kajian-Historis-Lelang-di-Indonesia-Dilaksanakan-Jauh-Sebelum-Tahun-1908.
html, diunduh 15 Februari 2021

Pada 1809 Gubernur Jenderal Daendels membuat


regulasi percetakan dan penerbitan surat kabar milik
pemerintah. Regulasi yang diumumkan pada 1809
tersebut menjelaskan prioritas isi surat kabar yaitu iklan,
pengumuman dokumen publik dari pemerintah, dan
pengumuman tambahan lainnya. Pada masa ini pemerintah
memberlakukan sensor terhadap surat kabar yang akan
terbit. Setiap pengelola surat kabar harus mengirimkan
salinan naskah sehari sebelum waktu penerbitan kepada
sekretariat jenderal untuk diperiksa. Satu tahun setelah
pemerintahan Daendels mengumumkan regulasi ini,
Daendels menerbitkan Bataviasche Koloniale Courant.
Surat kabar ini adalah corong resmi pemerintahan
Daendels dalam memublikasikan berita-berita mengenai
reformasi administrasi kolonial.
Dalam perkembangannya, muncul berbagai surat
kabar di Indonesia, bahkan surat kabar tersebut tidak hanya
menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar,
tetapi juga bahasa Jawa dan Melayu. Perkembangan
berbagai surat kabar pada masa kolonial, terutama
pada awal abad XX mampu membawa pencerahan bagi
kalangan masyarakat bumiputra. Bahkan, oleh golongan
terpelajar surat kabar digunakan sebagai media untuk
mengembangkan kesadaran nasionalisme. Puncak
kesadaran ini terjadi pada 28 Oktober 1928 yang ditandai
dengan putusan Kongres Pemuda II.
Bataviasche Koloniale Courant
Sumber: https://web.archive.org/web/20210301093556/
https://www.europeana.eu/en/item/9200359/
BibliographicResource_3000115632796, diunduh
15 Februari 2021

You might also like