Professional Documents
Culture Documents
Pendekatan Kepemimpinan Situasional Lanjutan
Pendekatan Kepemimpinan Situasional Lanjutan
Dosen Pengampu:
Bapak Dr. Muhammad Faisal Riza, S. Sos., M. Si., dan Ibu Ike Ruhana S. Sos., M. Si.
Disusun oleh:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita dan tak lupa pula kita mengirim salam dan shalawat kepada
baginda Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Kepemimpinan yang berjudul “Pendekatan Kepemimpinan Situasional Lanjutan” ini
dengan lancar.
Makalah Kepemimpinan ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah
Kepemimpinan yang diberikan oleh Bapak Dr. Muhammad Faisal Riza, S.sos., M.Si dan
Ibu Dr. Ika Ruhana, M.Si selaku dosen mata kuliah Kepemimpinan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan Bapak Dr. Muhammad Faisal Riza, S.sos.,
M.Si dan Ibu Dr. Ika Ruhana, M.Si selaku dosen mata kuliah Kepemimpinan yang telah
memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Namun, makalah Kepemimpinan tentang Pendekatan Kepemimpinan
Situasional Lanjutan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
BAB 1.............................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang...................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................. 6
C. Tujuan....................................................................................................................................6
BAB II............................................................................................................................................. 7
2.1 Definisi Pendekatan Kepemimpinan Situasional.................................................................7
2.2 Teori Pendekatan Kepemimpinan Situasional Fiedler......................................................... 8
2.3 Teori Pendekatan Kepemimpinan Evans dan House......................................................... 12
2.4 Study Case Terkait Teori Kontingensi dan Teori Path Goal.............................................. 18
BAB III..........................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 21
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui teori pendekatan situasional lebih lanjut,
diantaranya ialah Teori Pendekatan Situasional Fiedler-House dan Teori Path-Goal milik
House. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang ketiga teori ini, kita dapat
mengidentifikasi bagaimana mereka dapat diterapkan dalam berbagai konteks organisasi
untuk mencapai hasil yang optimal.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
Gaya kepemimpinan situasional ini cukup dibutuhkan di berbagai organisasi, hal ini
dikarenakan seorang pemimpin harus dapat menilai dan mengambil tindakan terkait dengan
situasi yang sedang dihadapi oleh organisasi. Oleh karena itu, dengan berbagai dinamika situasi
dan kondisi dari suatu organisasi, penting bagi seorang pemimpin agar tetap fleksibel dan adaptif
menyesuaikan dengan bawahan juga lingkungan kerjanya.
Kepemimpinan situasional juga dapat didefinisikan sebagai “a leadership contingency
theory that focuses on followers readiness/maturity”. Definisi ini menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan seseorang akan berbeda tergantung dengan kesiapan dari pengikutnya. Selain itu,
hal ini juga menekankan pentingnya fleksibilitas seorang pemimpin karena menurut pernyataan
ini, tidak ada satu gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan di semua kondisi atau one size fits
all.
Pendekatan situasional memberi penekanan pada atribut pribadi pemimpin dan konteks
situasional, mengidentifikasi serta berupaya mengukur atau memperkirakan atribut pribadi
tersebut. Lebih lanjut, pendekatan ini membimbing pemimpin dengan pedoman perilaku yang
bermanfaat berdasarkan kombinasi potensi kepribadian dan situasional yang mungkin terjadi.
Aspek penting dari pendekatan situasional adalah mempertimbangkan faktor-faktor
kontekstual yang mempengaruhi proses kepemimpinan, termasuk karakteristik bawahan, sifat
pekerjaan pemimpin, jenis organisasi, dan lingkungan eksternal. Pendekatan ini didasarkan pada
keyakinan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang sesuai untuk setiap situasi. Pendekatan
situasional atau kontingensi mencoba mencari titik tengah antara perspektif universal tentang
prinsip-prinsip manajemen dan organisasi, dan pandangan bahwa setiap organisasi adalah unik
dengan situasi yang berbeda sehingga memerlukan gaya kepemimpinan yang khusus.
2.2 Teori Pendekatan Kepemimpinan Situasional Fiedler
Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut sebagai teori situasional
karena menegaskan bahwa kepemimpinan tergantung pada situasi. Model atau teori kontingensi
Fiedler menyatakan bahwa efektivitas kelompok bergantung pada kesesuaian gaya
kepemimpinan pemimpin dengan subordinatnya, dengan situasi memainkan peran penting dalam
mempengaruhi pemimpin. Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam kevakuman sosial atau
lingkungan. Para pemimpin berupaya mempengaruhi anggota kelompok mereka sejalan dengan
situasi-situasi tertentu.
Secara lebih rinci, performa kerja kelompok, baik tinggi maupun rendah, dipengaruhi
oleh sistem motivasi pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan
mempengaruhi situasi khusus. Model ini berpendapat bahwa kontribusi pemimpin terhadap
efektivitas kinerja kelompok bergantung pada gaya kepemimpinan dan tingkat kesesuaian situasi
yang dihadapi. Mengingat variasi situasi yang dapat beragam dalam berbagai dimensi, maka
tidak ada satu gaya kepemimpinan yang selalu optimal. Sebaliknya, strategi yang efektif akan
berbeda-beda tergantung pada situasi yang dihadapi. Pengakuan atas kenyataan ini menjadi dasar
bagi teori efektivitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menjelaskannya sebagai
Pendekatan Kontingensi. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin
terhadap keberhasilan kinerja kelompoknya dipengaruhi oleh karakteristik pemimpin dan
berbagai variasi kondisi serta situasi. Untuk memahami secara menyeluruh efektivitas pemimpin,
kedua faktor ini harus dipertimbangkan.
Situational favorability atau keuntungan situasional ialah suatu alat tolak ukur untuk
mengetahui sejauh mana seorang pemimpin dapat mengendalikan situasi tertentu yang
ditentukan oleh tiga variabel. Tiga aspek yang dipertimbangkan diantaranya meliputi:
1. Relasi antara pemimpin dan anggota, yang merupakan batasan dimana para pemimpin
memiliki dukungan dan kesetiaan dari bawahannya. Pada situasi ini, pemimpin dapat
mempengaruhi kelompok juga situasi dimana bisa mendapatkan dukungan dan kesetiaan,
dan pemimpin yang dapat melakukan ini biasanya adalah pemimpin yang dapat
menempatkan keuntungan bagi kelompok.
2. Kekuasaan posisi, hal ini adalah aspek dimana pemimpin memiliki wewenang untuk
mengevaluasi kinerja para anggotanya juga dapat memberikan penghargaan maupun
hukuman atas kinerja yang telah dilakukan oleh para anggota.
3. Struktur tugas, yang mana hal ini merupakan pembatasan yang mencakup prosedur
operasional standar untuk menyelesaikan suatu tugas, penjelasan terperinci mengenai
hasil akhir produk atau jasa, dan penanda objektif yang mengukur tingkat keberhasilan
dalam pelaksanaan tugas tersebut.
Berdasarkan ketiga faktor ini, Fiedler menggambarkan delapan situasi kelompok yang
memiliki tingkat keuntungan yang berbeda bagi pemimpin. Situasi dengan tingkat keuntungan
yang tinggi, misalnya, adalah situasi di mana terdapat hubungan baik antara pemimpin dan
anggota, struktur tugas yang tinggi, serta kekuasaan posisi yang besar. Di sisi lain, situasi yang
paling tidak menguntungkan adalah situasi di mana hubungan pemimpin-anggota buruk, struktur
tugas rendah, dan kekuasaan posisi yang terbatas.
Tingkat keuntungan ini dihitung dengan memberikan nilai bobot dan menggabungkan
ketiga aspek situasi tersebut. Pendekatan pemberian bobot ini mengasumsikan bahwa hubungan
pemimpin-anggota memiliki kepentingan lebih besar dibandingkan struktur tugas, yang pada
akhirnya berdampak lebih signifikan dibandingkan kekuasaan posisi.
Keterangan:
1. Situasi Menguntungkan
Situasi akan menguntungkan bagi pemimpin, jika:
● pemimpinnya secara umum diterima dan dihormati pengikutnya (dimensi tertinggi
pertama),
● tugas sangat terstruktur dan semuanya dijelaskan secara gamblang (dimensi kedua
tertinggi)
● otoritas dan wewenang secara formal dihubungkan dengan posisi pemimpin (dimensi
ketiga tertinggi). Jika yang terjadi sebaliknya (ketiga dimensi dalam keadaan rendah),
situasi akan sangat tidak menguntungkan bagi pemimpin.
Teori ini pertama kali diungkapkan oleh Evans (1970) dan Robert House (1971).
Robert House (1971) memformulasikan teori ini dengan versi yang lebih teliti dengan
menyertakan variabel situasional. Teori tersebut semakin dimurnikan oleh beberapa penulis
seperti Evans (1974); House dan Dessler (1974); House dan Mitchell (1974; dan House
(1996).
Dalam teori ini, dominasi mengacu pada kemampuan pemimpin untuk mengambil
kendali dan mengarahkan tim atau organisasi dengan tegas. Keyakinan diri yang kuat
mencerminkan keyakinan diri pemimpin dalam kemampuannya untuk mengatasi tantangan dan
mencapai tujuan. Kemampuan mempengaruhi orang lain adalah kunci dalam kepemimpinan, dan
pemimpin yang efektif dapat memotivasi dan menginspirasi orang lain untuk bekerja sama
menuju visi bersama. Moralitas tinggi menunjukkan bahwa pemimpin memiliki standar etika
yang tinggi dan bertindak dengan integritas.
Ketika seorang pemimpin memiliki karisma yang kuat, ia memiliki daya tarik yang
membuat orang lain terinspirasi dan termotivasi untuk bekerja lebih baik. Pemimpin
transformasional menggunakan karismanya untuk mengajak bawahannya untuk mencapai
prestasi yang luar biasa dan menghasilkan karya yang istimewa.
Dengan demikian, Robert House berpendapat bahwa kombinasi dominasi, keyakinan diri,
pengaruh, dan moralitas tinggi, dipadu dengan karisma, membentuk karakteristik kepemimpinan
yang efektif, terutama dalam konteks kepemimpinan transformasional.
Path Goal Theory paling tepat dideskripsikan sebagai suatu proses pemimpin memilih
suatu gaya kepemimpinan tertentu berdasarkan kebutuhan pekerja dan lingkungan kerja,
sehingga pemimpin dapat membawa pekerja menuju tujuan yang diharapkan (Northhouse,
2013).
Teori Path-Goal adalah suatu pendekatan dalam kepemimpinan yang bersifat kontingensi,
di mana peran utama pemimpin adalah meningkatkan motivasi bawahannya dengan
mengklarifikasi perilaku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan memberikan
penghargaan. Teori ini fokus pada bagaimana pemimpin memengaruhi cara pengikutnya melihat
tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan langkah yang harus diambil untuk mencapai
tujuan tersebut. Disebut "Path-Goal" karena menitikberatkan pada bagaimana pemimpin
memengaruhi persepsi pengikutnya, dan banyak yang berpendapat bahwa pemimpin yang
menerapkan model ini menjadi lebih efektif karena dampak positifnya, seperti meningkatkan
motivasi dan kepuasan kerja.
Konsep utama dalam teori Path-Goal adalah teori motivasi ekspektansi. Dalam teori ini,
ada empat gaya perilaku utama yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin, yaitu
kepemimpinan yang bersifat mendukung (supportive leadership), kepemimpinan yang bersifat
direktif (directive leadership), kepemimpinan yang bersifat partisipatif (participative leadership),
dan kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian (achievement-oriented leadership).
Pemimpin yang berhasil dalam teori ini adalah mereka yang dapat menyesuaikan perilaku
mereka sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Dasar dari teori Path-Goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal ini menyatakan
bahwa pemimpin yang efektif adalah mereka yang kompeten dalam memberikan penghargaan
kepada bawahannya dan mengaitkannya secara kontingensi dengan pencapaian khusus yang
mereka capai.
Dalam tahap awal perkembangan teori Path-Goal, terdapat empat gaya perilaku khusus
yang dapat diterapkan oleh seorang pemimpin, yaitu pendekatan yang bersifat direktif,
pendekatan yang bersifat suportif, pendekatan yang bersifat partisipatif, dan pendekatan yang
berorientasi pada pencapaian. Sementara itu, terdapat tiga sikap yang dimiliki oleh bawahan,
yaitu kepuasan kerja, penerimaan terhadap kepemimpinan, dan harapan terkait hubungan antara
usaha yang diberikan, kinerja yang dicapai, dan penghargaan yang diterima.
Berikut adalah 4 Aspek Kepemimpinan Menurut Path-Goal Theory oleh Robert House
(1996):
Model Path Goal Theory menekankan bahwa kepemimpinan dapat didefinisikan melalui
dua fungsi pokok:
1. Fungsi pertama adalah memberikan klarifikasi mengenai jalur atau alur yang harus diikuti.
2. Fungsi kedua adalah meningkatkan tingkat penghargaan atau imbalan yang diterima oleh
bawahan.
Model kepemimpinan berdasarkan teori ini bertujuan untuk memprediksi tingkat efektivitas
kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, seorang pemimpin menjadi efektif
karena kemampuannya untuk memberikan pengaruh motivasi yang positif, kemampuannya
dalam mengarahkan, dan kemampuan untuk memenuhi kepuasan dari para pengikutnya.
Kelebihan:
- Berdasarkan model ini, pemimpin menjadi efektif karena mereka mampu memberikan dampak
positif pada motivasi, kinerja, dan kepuasan bawahannya.
- Pemimpin mampu memberikan imbalan yang tepat kepada bawahannya dan mengaitkannya
dengan pencapaian yang mereka lakukan.
Kekurangan:
- Teori ini memberikan gambaran tentang perilaku manusia yang terlalu kompleks dan terlihat
tidak realistis (Behling & Starke, 1973; Mitchell, 1974; Schriesheim & Kerr, 1977).
- Tidak mempertimbangkan reaksi emosional terhadap dilema keputusan, seperti penolakan atau
distorsi informasi yang relevan tentang harapan dan nilai-nilai.
- Model ini mengandalkan kategori perilaku pemimpin yang terlalu umum dan tidak selalu sesuai
dengan proses yang menghubungkan pemimpin dan bawahannya.
- Lebih mudah untuk menghubungkan perilaku pemimpin dengan motivasi bawahannya dengan
menggunakan tindakan konkret seperti menjelaskan harapan peran, mengakui pencapaian,
memberikan penghargaan yang terkait, memperagakan perilaku yang dapat ditiru oleh bawahan,
dan mengungkapkan harapan tinggi terkait kinerja bawahan (sesuai dengan Yukl, 2005:260).
Menurut Path Goal Theory, terdapat dua faktor situasional utama yang signifikan dalam
menentukan efektivitas seorang pemimpin:
2.4 Study Case Terkait Teori Kontingensi dan Teori Path Goal
Terkait teori-teori yang telah dijelaskan, selanjutnya akan dipaparkan studi kasus terkait
dengan perusahaan dan pemimpin yang telah menerapkan model kepemimpinan Kontingensi
dan model kepemimpinan Path Goal.
Jahja Setiaatmadja merupakan pribadi yang mudah cair dan masuk dengan para pekerja
yang di bawah kepemimpinannya. Jahja memiliki pandangan bahwa dalam memimpin salah satu
bank terbesar tidak bisa hanya melihat dan mementingkan pada aspek profitabilitas bisnis,
melainkan juga melihat faktor-faktor yang membuat profit itu dapat terealisasikan. Dengan ini,
Jahja memandang bahwa dalam melakukan peran kepemimpinan, harus melihat faktor timing
yang tepat untuk dapat memberikan perintah atau tanggung jawab kepada para bawahnnya.
Selaku Pesiden Direktur Bank BCA, Jahja melihat bahwa aspek internal para karyawannya
merupakan salah satu hal krusial yang perlu diperhatikan dan dijaga oleh pemimpin, seperti sifat
individu, emosi, nilai, motivasi, serta persepsi merupakan variabel yang harus dijadikan bahan
evaluasi bagi suatu pemimpin, karena dengan hal ini, Jahja percaya bahwa karyawan tersebut
dapat merasa dihargai dan dihormati, sehingga tinggi kemungkinan untuk memunculkan
performa kinerja yang baik. Selama kepemimpinan Jahja, BCA telah meraih salah satu
penghargaan bergengsi seperti Penghargaan International Customer Engagement Gallup, yang
menilai kinerja dan kepercayaan konsumen atas kenyamanan layanan yang diberikan. Selain itu,
Jahja juga menerima penghargaan The Most Inspiring Leader in Banking Transition pada tahun
2021
KESIMPULAN
Selain itu, terdapat teori pendekatan kepemimpinan Evans dan House yang menyoroti
karakteristik kepemimpinan yang efektif, seperti dominasi, keyakinan diri, pengaruh, dan
moralitas tinggi. Teori ini juga memperkenalkan konsep Path-Goal Theory, yang menekankan
pengaruh pemimpin dalam membimbing dan memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan
organisasi.