You are on page 1of 21

MAKALAH KEPEMIMPINAN

“PENDEKATAN KEPEMIMPINAN SITUASIONAL LANJUTAN”

Dosen Pengampu:
Bapak Dr. Muhammad Faisal Riza, S. Sos., M. Si., dan Ibu Ike Ruhana S. Sos., M. Si.

Disusun oleh:

1. Aqshal Arya Bintang (225030200111087)


2. Retno Raras Palupy (225030207111041)
3. Khansa Salsabila As-Syifa (225030207111167)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita dan tak lupa pula kita mengirim salam dan shalawat kepada
baginda Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Kepemimpinan yang berjudul “Pendekatan Kepemimpinan Situasional Lanjutan” ini
dengan lancar.
Makalah Kepemimpinan ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah
Kepemimpinan yang diberikan oleh Bapak Dr. Muhammad Faisal Riza, S.sos., M.Si dan
Ibu Dr. Ika Ruhana, M.Si selaku dosen mata kuliah Kepemimpinan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan Bapak Dr. Muhammad Faisal Riza, S.sos.,
M.Si dan Ibu Dr. Ika Ruhana, M.Si selaku dosen mata kuliah Kepemimpinan yang telah
memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Namun, makalah Kepemimpinan tentang Pendekatan Kepemimpinan
Situasional Lanjutan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.

Malang, 2 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
BAB 1.............................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang...................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................. 6
C. Tujuan....................................................................................................................................6
BAB II............................................................................................................................................. 7
2.1 Definisi Pendekatan Kepemimpinan Situasional.................................................................7
2.2 Teori Pendekatan Kepemimpinan Situasional Fiedler......................................................... 8
2.3 Teori Pendekatan Kepemimpinan Evans dan House......................................................... 12
2.4 Study Case Terkait Teori Kontingensi dan Teori Path Goal.............................................. 18
BAB III..........................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 21
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepemimpinan adalah komponen kunci dalam manajemen organisasi yang


berperan dalam mengarahkan tim, mencapai tujuan, dan mempengaruhi kinerja
keseluruhan. Dalam upaya untuk memahami dan mengembangkan kepemimpinan yang
efektif, berbagai teori kepemimpinan telah dikembangkan selama beberapa dekade.
Dalam konteks ini, tiga teori kepemimpinan yang menonjol adalah Teori Pendekatan
Situasional Fiedler, Teori Path-Goal House, dan Teori Transformasional Evans.

1. Teori Pendekatan Situasional Fiedler :


Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967) menjelaskan
bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan
dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak
disukai (Yukl, 2005).Teori kontingensi Fiedler menunjukkan hubungan
antara orientasi pemimpin atau gaya dan kinerja kelompok yang berbeda
di bawah kondisi situasional. Teori ini didasarkan pada penentuan
orientasi pemimpin (hubungan atau tugas), unsur-unsur situasi (hubungan
pemimpin-anggota, tugas struktur, dan kekuasaan posisi / jabatan), dan
orientasi pemimpin yang ditemukan paling efektif karena situasi berubah
dari rendah sampai sedang untuk kontrol tinggi. Fiedler menemukan
bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol
rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif
dalam situasi kontrol moderat.
2. Teori Path-Goal House :
Path Goal theory (teori jalur tujuan) dari kepemimpinan telah
dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin
mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahannya. Teori ini pertama kali
diungkapkan oleh Evans (1970) danHouse (1971). House (1971)
memformulasikan teori ini dengan versi yang lebih teliti dengan
menyertakan variabel situasional. Teori tersebut semakin dimurnikan oleh
beberapa penulis seperti Evans (1974); House dan Dessler (1974); House
dan Mitchell (1974; dan House (1996).
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang
mereka berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan.
Teori ini dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana
pemimpin mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan
pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).

Keberagaman teori kepemimpinan ini mencerminkan kompleksitas fenomena


kepemimpinan dalam berbagai konteks organisasi. Untuk memahami lebih baik konsep
dan penerapan ketiga teori ini, latar belakang perkembangannya, konsep-konsep kunci
yang terkait, dan relevansinya dalam praktik kepemimpinan modern perlu dianalisis lebih
lanjut.

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui teori pendekatan situasional lebih lanjut,
diantaranya ialah Teori Pendekatan Situasional Fiedler-House dan Teori Path-Goal milik
House. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang ketiga teori ini, kita dapat
mengidentifikasi bagaimana mereka dapat diterapkan dalam berbagai konteks organisasi
untuk mencapai hasil yang optimal.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan kepemimpinan situasional?


2. Apa yang dimaksud dengan teori pendekatan kepemimpinan situasional yang
dicetuskan oleh Fiedler dan House?
3. Apa yang dimaksud dengan teori path-goal yang dicetuskan oleh Evans dan
House?
4. Apa contoh atau study case yang pernah terjadi di dunia nyata yang berkaitan
dengan teori-teori ini?

C. Tujuan

1. Untuk memahami pengertian dari teori pendekatan kepemimpinan situasional


sebagai pembuka dari materi pada bab ini.
2. Untuk memahami teori pendekatan kepemimpinan situasional yang dicetuskan
oleh Fiedler dan House.
3. Untuk memahami teori path-goal yang dicetuskan oleh Evans dan House.
4. Untuk mengetahui bagaimana proses atau implementasi dari pendekatan yang
dicetuskan oleh para ahli di dunia nyata dalam bentuk study case.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pendekatan Kepemimpinan Situasional

Gaya kepemimpinan situasional ini cukup dibutuhkan di berbagai organisasi, hal ini
dikarenakan seorang pemimpin harus dapat menilai dan mengambil tindakan terkait dengan
situasi yang sedang dihadapi oleh organisasi. Oleh karena itu, dengan berbagai dinamika situasi
dan kondisi dari suatu organisasi, penting bagi seorang pemimpin agar tetap fleksibel dan adaptif
menyesuaikan dengan bawahan juga lingkungan kerjanya.
Kepemimpinan situasional juga dapat didefinisikan sebagai “a leadership contingency
theory that focuses on followers readiness/maturity”. Definisi ini menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan seseorang akan berbeda tergantung dengan kesiapan dari pengikutnya. Selain itu,
hal ini juga menekankan pentingnya fleksibilitas seorang pemimpin karena menurut pernyataan
ini, tidak ada satu gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan di semua kondisi atau one size fits
all.
Pendekatan situasional memberi penekanan pada atribut pribadi pemimpin dan konteks
situasional, mengidentifikasi serta berupaya mengukur atau memperkirakan atribut pribadi
tersebut. Lebih lanjut, pendekatan ini membimbing pemimpin dengan pedoman perilaku yang
bermanfaat berdasarkan kombinasi potensi kepribadian dan situasional yang mungkin terjadi.
Aspek penting dari pendekatan situasional adalah mempertimbangkan faktor-faktor
kontekstual yang mempengaruhi proses kepemimpinan, termasuk karakteristik bawahan, sifat
pekerjaan pemimpin, jenis organisasi, dan lingkungan eksternal. Pendekatan ini didasarkan pada
keyakinan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang sesuai untuk setiap situasi. Pendekatan
situasional atau kontingensi mencoba mencari titik tengah antara perspektif universal tentang
prinsip-prinsip manajemen dan organisasi, dan pandangan bahwa setiap organisasi adalah unik
dengan situasi yang berbeda sehingga memerlukan gaya kepemimpinan yang khusus.
2.2 Teori Pendekatan Kepemimpinan Situasional Fiedler

Teori kontingensi meyakini bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana


kemampuan seorang pemimpin untuk mempengaruhi bergantung pada situasi tugas kelompok
dan tingkat kesesuaian gaya kepemimpinan, kepribadian, dan pendekatan mereka dengan
kelompok tersebut. Dalam kata lain, Fiedler menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin
bukan karena karakteristik kepribadian mereka, melainkan karena berbagai faktor situasional dan
interaksi antara pemimpin dan situasi tersebut.

Model Kontingensi mengenai kepemimpinan efektif, yang dikembangkan oleh Fiedler


(1967), menekankan bahwa kinerja kelompok tergantung pada sistem motivasi pemimpin dan
sejauh mana pemimpin memiliki kendali dan pengaruh dalam situasi tertentu, yaitu situational
favorableness (Fiedler, 1974:73).

Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut sebagai teori situasional
karena menegaskan bahwa kepemimpinan tergantung pada situasi. Model atau teori kontingensi
Fiedler menyatakan bahwa efektivitas kelompok bergantung pada kesesuaian gaya
kepemimpinan pemimpin dengan subordinatnya, dengan situasi memainkan peran penting dalam
mempengaruhi pemimpin. Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam kevakuman sosial atau
lingkungan. Para pemimpin berupaya mempengaruhi anggota kelompok mereka sejalan dengan
situasi-situasi tertentu.

Secara lebih rinci, performa kerja kelompok, baik tinggi maupun rendah, dipengaruhi
oleh sistem motivasi pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan
mempengaruhi situasi khusus. Model ini berpendapat bahwa kontribusi pemimpin terhadap
efektivitas kinerja kelompok bergantung pada gaya kepemimpinan dan tingkat kesesuaian situasi
yang dihadapi. Mengingat variasi situasi yang dapat beragam dalam berbagai dimensi, maka
tidak ada satu gaya kepemimpinan yang selalu optimal. Sebaliknya, strategi yang efektif akan
berbeda-beda tergantung pada situasi yang dihadapi. Pengakuan atas kenyataan ini menjadi dasar
bagi teori efektivitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menjelaskannya sebagai
Pendekatan Kontingensi. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin
terhadap keberhasilan kinerja kelompoknya dipengaruhi oleh karakteristik pemimpin dan
berbagai variasi kondisi serta situasi. Untuk memahami secara menyeluruh efektivitas pemimpin,
kedua faktor ini harus dipertimbangkan.

Teori kontingensi memandang aspek situasi dari kepemimpinan (konteks organisasi).


Fiedler menyatakan bahwa ada dua tipe variabel kepemimpinan: Orientasi Pemimpin dan
Situational Favorability.

Orientasi Pemimpin mencerminkan pilihan yang dilakukan pemimpin dalam suatu


organisasi, apakah berorientasi pada hubungan interpersonal atau tugas. Orientasi Pemimpin
dapat diidentifikasi melalui Skala Differential Semantik dari rekan kerja yang paling tidak
disenangi dalam organisasi (Least Preferred Coworker = LPC). Skor LPC tinggi menunjukkan
bahwa pemimpin tidak menyukai rekan kerja, sementara skor LPC rendah menunjukkan bahwa
pemimpin bersedia berkolaborasi dengan rekan kerja. LPC tinggi menunjukkan orientasi pada
hubungan, sedangkan LPC rendah mengindikasikan orientasi pada tugas. Fiedler memprediksi
bahwa pemimpin dengan LPC rendah, yang cenderung memprioritaskan orientasi pada tugas,
akan lebih efektif dibandingkan dengan pemimpin dengan LPC tinggi, yang lebih memfokuskan
orientasinya pada hubungan interpersonal, baik ketika kontrol situasional sangat rendah atau
sangat tinggi. Sebaliknya, pemimpin dengan LPC tinggi akan lebih efektif dibandingkan dengan
pemimpin dengan LPC rendah saat kontrol situasional moderat. Hubungan antara LPC pemimpin
dan efektivitas bergantung pada variabel situasional yang kompleks disebut "keuntungan
situasional" atau "kecenderungan situasional". Fiedler mendefinisikan kecenderungan situasional
sebagai batasan di mana situasi memberikan kontrol kepada seorang pemimpin terhadap
bawahannya.

Situational favorability atau keuntungan situasional ialah suatu alat tolak ukur untuk
mengetahui sejauh mana seorang pemimpin dapat mengendalikan situasi tertentu yang
ditentukan oleh tiga variabel. Tiga aspek yang dipertimbangkan diantaranya meliputi:
1. Relasi antara pemimpin dan anggota, yang merupakan batasan dimana para pemimpin
memiliki dukungan dan kesetiaan dari bawahannya. Pada situasi ini, pemimpin dapat
mempengaruhi kelompok juga situasi dimana bisa mendapatkan dukungan dan kesetiaan,
dan pemimpin yang dapat melakukan ini biasanya adalah pemimpin yang dapat
menempatkan keuntungan bagi kelompok.
2. Kekuasaan posisi, hal ini adalah aspek dimana pemimpin memiliki wewenang untuk
mengevaluasi kinerja para anggotanya juga dapat memberikan penghargaan maupun
hukuman atas kinerja yang telah dilakukan oleh para anggota.
3. Struktur tugas, yang mana hal ini merupakan pembatasan yang mencakup prosedur
operasional standar untuk menyelesaikan suatu tugas, penjelasan terperinci mengenai
hasil akhir produk atau jasa, dan penanda objektif yang mengukur tingkat keberhasilan
dalam pelaksanaan tugas tersebut.

Berdasarkan ketiga faktor ini, Fiedler menggambarkan delapan situasi kelompok yang
memiliki tingkat keuntungan yang berbeda bagi pemimpin. Situasi dengan tingkat keuntungan
yang tinggi, misalnya, adalah situasi di mana terdapat hubungan baik antara pemimpin dan
anggota, struktur tugas yang tinggi, serta kekuasaan posisi yang besar. Di sisi lain, situasi yang
paling tidak menguntungkan adalah situasi di mana hubungan pemimpin-anggota buruk, struktur
tugas rendah, dan kekuasaan posisi yang terbatas.
Tingkat keuntungan ini dihitung dengan memberikan nilai bobot dan menggabungkan
ketiga aspek situasi tersebut. Pendekatan pemberian bobot ini mengasumsikan bahwa hubungan
pemimpin-anggota memiliki kepentingan lebih besar dibandingkan struktur tugas, yang pada
akhirnya berdampak lebih signifikan dibandingkan kekuasaan posisi.
Keterangan:
1. Situasi Menguntungkan
Situasi akan menguntungkan bagi pemimpin, jika:
● pemimpinnya secara umum diterima dan dihormati pengikutnya (dimensi tertinggi
pertama),
● tugas sangat terstruktur dan semuanya dijelaskan secara gamblang (dimensi kedua
tertinggi)
● otoritas dan wewenang secara formal dihubungkan dengan posisi pemimpin (dimensi
ketiga tertinggi). Jika yang terjadi sebaliknya (ketiga dimensi dalam keadaan rendah),
situasi akan sangat tidak menguntungkan bagi pemimpin.

2. Memberi Bobot Situasi


● Keuntungan ditentukan dengan memberikan bobot ketiga aspek situasi
● Prosedur pemberian bobot mengasumsikan bahwa hubungan pemimpin- anggota lebih
penting daripada struktur tugas, yang akhirnya struktur tugas adalah lebih penting
daripada kekuasaan posisi.
● Kemungkinan kombinasi memberikan delapan tingkatan situasi keuntungan, yang disebut
“oktan”

3. Kesesuaian Situasi dan Gaya


● Kepemimpinan Fiedler menyatakan bahwa dalam situasi sangat menguntungkan (oktan
1,2 dan 3) dan sangat tidak menguntungkan (oktan 7 dan 8) gaya kepemimpinan yang
berorientasi tugas adalah sangat efektif.
● Ketika situasi moderat antara menyenangkan dan sangat tidak menyenangkan (oktan 4,5,
dan 6) maka gaya kepemimpinan yang menekankan pada hubungan akan sangat efektif.

2.3 Teori Pendekatan Kepemimpinan Evans dan House

Teori ini pertama kali diungkapkan oleh Evans (1970) dan Robert House (1971).
Robert House (1971) memformulasikan teori ini dengan versi yang lebih teliti dengan
menyertakan variabel situasional. Teori tersebut semakin dimurnikan oleh beberapa penulis
seperti Evans (1974); House dan Dessler (1974); House dan Mitchell (1974; dan House
(1996).

Robert House mengemukakan teorinya bahwa kepemimpinan yang efektif melibatkan


penggunaan dominasi, memiliki keyakinan diri yang kuat, mempengaruhi orang lain, dan
menunjukkan moralitas tinggi untuk meningkatkan karisma kepemimpinan. Dengan
kharismanya yang tinggi, seorang pemimpin transformasional akan mendorong bawahannya
untuk menciptakan hasil yang luar biasa.

Dalam teori ini, dominasi mengacu pada kemampuan pemimpin untuk mengambil
kendali dan mengarahkan tim atau organisasi dengan tegas. Keyakinan diri yang kuat
mencerminkan keyakinan diri pemimpin dalam kemampuannya untuk mengatasi tantangan dan
mencapai tujuan. Kemampuan mempengaruhi orang lain adalah kunci dalam kepemimpinan, dan
pemimpin yang efektif dapat memotivasi dan menginspirasi orang lain untuk bekerja sama
menuju visi bersama. Moralitas tinggi menunjukkan bahwa pemimpin memiliki standar etika
yang tinggi dan bertindak dengan integritas.

Ketika seorang pemimpin memiliki karisma yang kuat, ia memiliki daya tarik yang
membuat orang lain terinspirasi dan termotivasi untuk bekerja lebih baik. Pemimpin
transformasional menggunakan karismanya untuk mengajak bawahannya untuk mencapai
prestasi yang luar biasa dan menghasilkan karya yang istimewa.

Dengan demikian, Robert House berpendapat bahwa kombinasi dominasi, keyakinan diri,
pengaruh, dan moralitas tinggi, dipadu dengan karisma, membentuk karakteristik kepemimpinan
yang efektif, terutama dalam konteks kepemimpinan transformasional.

Path Goal Theory paling tepat dideskripsikan sebagai suatu proses pemimpin memilih
suatu gaya kepemimpinan tertentu berdasarkan kebutuhan pekerja dan lingkungan kerja,
sehingga pemimpin dapat membawa pekerja menuju tujuan yang diharapkan (Northhouse,
2013).

Biasanya, pemimpin ini akan berkomunikasi dengan pengikutnya mengenai signifikansi


dari pencapaian kinerja mereka, membantu mereka merasa bangga dan yakin sebagai bagian dari
tim, serta menekankan keunikan kelompok yang dapat menghasilkan prestasi yang luar biasa.

Konsep Kepemimpinan Teori Path Goal dan House

Teori Path-Goal adalah suatu pendekatan dalam kepemimpinan yang bersifat kontingensi,
di mana peran utama pemimpin adalah meningkatkan motivasi bawahannya dengan
mengklarifikasi perilaku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan memberikan
penghargaan. Teori ini fokus pada bagaimana pemimpin memengaruhi cara pengikutnya melihat
tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan langkah yang harus diambil untuk mencapai
tujuan tersebut. Disebut "Path-Goal" karena menitikberatkan pada bagaimana pemimpin
memengaruhi persepsi pengikutnya, dan banyak yang berpendapat bahwa pemimpin yang
menerapkan model ini menjadi lebih efektif karena dampak positifnya, seperti meningkatkan
motivasi dan kepuasan kerja.

Konsep utama dalam teori Path-Goal adalah teori motivasi ekspektansi. Dalam teori ini,
ada empat gaya perilaku utama yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin, yaitu
kepemimpinan yang bersifat mendukung (supportive leadership), kepemimpinan yang bersifat
direktif (directive leadership), kepemimpinan yang bersifat partisipatif (participative leadership),
dan kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian (achievement-oriented leadership).
Pemimpin yang berhasil dalam teori ini adalah mereka yang dapat menyesuaikan perilaku
mereka sesuai dengan situasi yang dihadapi.

Dasar Dari Teori Kepemimpinan Path Goal

Dasar dari teori Path-Goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal ini menyatakan
bahwa pemimpin yang efektif adalah mereka yang kompeten dalam memberikan penghargaan
kepada bawahannya dan mengaitkannya secara kontingensi dengan pencapaian khusus yang
mereka capai.

Dalam tahap awal perkembangan teori Path-Goal, terdapat empat gaya perilaku khusus
yang dapat diterapkan oleh seorang pemimpin, yaitu pendekatan yang bersifat direktif,
pendekatan yang bersifat suportif, pendekatan yang bersifat partisipatif, dan pendekatan yang
berorientasi pada pencapaian. Sementara itu, terdapat tiga sikap yang dimiliki oleh bawahan,
yaitu kepuasan kerja, penerimaan terhadap kepemimpinan, dan harapan terkait hubungan antara
usaha yang diberikan, kinerja yang dicapai, dan penghargaan yang diterima.

Berikut adalah 4 Aspek Kepemimpinan Menurut Path-Goal Theory oleh Robert House
(1996):

1. Kepemimpinan yang Memberikan Arahan (directive leadership)


Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin memberikan petunjuk kepada bawahannya tentang
apa yang diharapkan dari pekerjaan mereka, seperti memberikan instruksi tentang apa yang harus
dilakukan, bagaimana melaksanakan tugas, dan menetapkan jadwal serta koordinasi kerja.
Pendekatan ini paling efektif ketika orang merasa tidak yakin tentang tugas yang harus
dijalankan atau ketika terdapat banyak ketidakpastian dalam lingkungan kerja.

2. Kepemimpinan yang Memberikan Dukungan (supportive leadership)


Gaya kepemimpinan ini melibatkan pemimpin yang menciptakan lingkungan kerja yang
menyenangkan bagi para bawahannya dengan menunjukkan perhatian pada pekerja mereka dan
berperilaku dengan ramah serta mudah didekati. Pendekatan ini paling efektif dalam situasi di
mana tugas atau hubungan sosial secara fisik atau psikologis menantang.

3. Kepemimpinan yang Bersifat Partisipatif (participative leadership)


Pemimpin yang menerapkan gaya ini melakukan konsultasi dengan bawahannya dan
memanfaatkan masukan serta ide mereka sebelum membuat keputusan. Kepemimpinan
partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.

4. Kepemimpinan yang Berorientasi pada Prestasi (achievement-oriented leadership)


Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin menetapkan tujuan yang menantang bagi bawahannya,
mengharapkan mereka untuk bekerja dalam kondisi yang optimal, dan menunjukkan keyakinan
dalam kemampuan bawahannya untuk mencapai tujuan tersebut. Pendekatan ini paling efektif
dalam lingkungan kerja yang menekankan prestasi tinggi, seperti lingkungan profesional, teknis,
atau yang mengutamakan pencapaian.

Model Path Goal Theory menekankan bahwa kepemimpinan dapat didefinisikan melalui
dua fungsi pokok:

1. Fungsi pertama adalah memberikan klarifikasi mengenai jalur atau alur yang harus diikuti.
2. Fungsi kedua adalah meningkatkan tingkat penghargaan atau imbalan yang diterima oleh
bawahan.

Model kepemimpinan berdasarkan teori ini bertujuan untuk memprediksi tingkat efektivitas
kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, seorang pemimpin menjadi efektif
karena kemampuannya untuk memberikan pengaruh motivasi yang positif, kemampuannya
dalam mengarahkan, dan kemampuan untuk memenuhi kepuasan dari para pengikutnya.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Path Goal :

Kelebihan:
- Berdasarkan model ini, pemimpin menjadi efektif karena mereka mampu memberikan dampak
positif pada motivasi, kinerja, dan kepuasan bawahannya.
- Pemimpin mampu memberikan imbalan yang tepat kepada bawahannya dan mengaitkannya
dengan pencapaian yang mereka lakukan.

Kekurangan:
- Teori ini memberikan gambaran tentang perilaku manusia yang terlalu kompleks dan terlihat
tidak realistis (Behling & Starke, 1973; Mitchell, 1974; Schriesheim & Kerr, 1977).
- Tidak mempertimbangkan reaksi emosional terhadap dilema keputusan, seperti penolakan atau
distorsi informasi yang relevan tentang harapan dan nilai-nilai.
- Model ini mengandalkan kategori perilaku pemimpin yang terlalu umum dan tidak selalu sesuai
dengan proses yang menghubungkan pemimpin dan bawahannya.
- Lebih mudah untuk menghubungkan perilaku pemimpin dengan motivasi bawahannya dengan
menggunakan tindakan konkret seperti menjelaskan harapan peran, mengakui pencapaian,
memberikan penghargaan yang terkait, memperagakan perilaku yang dapat ditiru oleh bawahan,
dan mengungkapkan harapan tinggi terkait kinerja bawahan (sesuai dengan Yukl, 2005:260).

Faktor-Faktor yang Mendukung Teori Path Goal

Menurut Path Goal Theory, terdapat dua faktor situasional utama yang signifikan dalam
menentukan efektivitas seorang pemimpin:

1. Karakteristik pribadi dari para bawahan, termasuk:


- Letak kendali (locus of control), yaitu keyakinan individu terhadap apakah hasil atau imbalan
yang mereka peroleh berasal dari upaya mereka sendiri (kendali internal) atau sebagian besar
dipengaruhi oleh petunjuk dan pengarahan dari pemimpin (kendali eksternal). Dalam konteks ini,
model kepemimpinan partisipatif lebih sesuai jika individu memiliki kendali internal, sementara
model kepemimpinan directive lebih cocok jika kendali berada pada tingkat eksternal.
- Kesediaan untuk menerima pengaruh (authoritarianism), yaitu tingkat kesiapan seseorang
untuk menerima pengaruh atau petunjuk dari orang lain.
- Kemampuan (abilities), yaitu kemampuan dan pengalaman individu, yang akan memengaruhi
hasil kerja mereka.

2. Faktor-faktor dalam lingkungan organisasi internal, termasuk:


- Struktur tugas, di mana struktur kerja yang lebih terstruktur akan mengurangi peran
pemimpin, dan model kepemimpinan yang cocok dalam situasi ini adalah model kepemimpinan
directive, di mana pemimpin memberikan petunjuk dan bimbingan yang jelas kepada
bawahannya.
- Wewenang formal, di mana tingkat wewenang formal yang tinggi dapat membagi tugas
secara merata, sehingga model kepemimpinan yang sesuai adalah jenis directive.
- Kelompok kerja, di mana kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi mungkin
membutuhkan tingkat kepemimpinan yang lebih rendah, seperti model kepemimpinan
supportive, karena anggota kelompok sudah memahami tugas pokok mereka dan pemimpin
hanya perlu memberikan dorongan untuk mencapai tujuan dengan efektif.

2.4 Study Case Terkait Teori Kontingensi dan Teori Path Goal

Terkait teori-teori yang telah dijelaskan, selanjutnya akan dipaparkan studi kasus terkait
dengan perusahaan dan pemimpin yang telah menerapkan model kepemimpinan Kontingensi
dan model kepemimpinan Path Goal.

1. Studi Kasus Teori Kontingensi Fiedler


Salah satu perusahaan yang menerapkan model kepemimpinan dari teori kontingensi ini
adalah perusahaan Bank BCA. Bank BCA yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai salah
satu bank dengan pelayanan yang baik memiliki pemimpin yang menerapkan model
kepemimpinan situasional. Melalui presiden direktur Bank BCA, yaitu Jahja Setiaatmadja, beliau
mulai diangkat sebagai Presiden Direktur Bank BCA pada tahun 2011 melalui RUPS. Dalam
menjalankan kepemimpinannya, ia mengakui bahwa ia lebih memilih untuk menerapkan model
kepemimpinan yang lebih rileks dan mementingkan segala aspek para bawahannya, dari hal
tersebut, dapat terlihat bahwa gaya kepemimpinan yang dibawa oleh Jahja adalah kepemimpinan
yang berorientasi pada hubungan.

Jahja Setiaatmadja merupakan pribadi yang mudah cair dan masuk dengan para pekerja
yang di bawah kepemimpinannya. Jahja memiliki pandangan bahwa dalam memimpin salah satu
bank terbesar tidak bisa hanya melihat dan mementingkan pada aspek profitabilitas bisnis,
melainkan juga melihat faktor-faktor yang membuat profit itu dapat terealisasikan. Dengan ini,
Jahja memandang bahwa dalam melakukan peran kepemimpinan, harus melihat faktor timing
yang tepat untuk dapat memberikan perintah atau tanggung jawab kepada para bawahnnya.
Selaku Pesiden Direktur Bank BCA, Jahja melihat bahwa aspek internal para karyawannya
merupakan salah satu hal krusial yang perlu diperhatikan dan dijaga oleh pemimpin, seperti sifat
individu, emosi, nilai, motivasi, serta persepsi merupakan variabel yang harus dijadikan bahan
evaluasi bagi suatu pemimpin, karena dengan hal ini, Jahja percaya bahwa karyawan tersebut
dapat merasa dihargai dan dihormati, sehingga tinggi kemungkinan untuk memunculkan
performa kinerja yang baik. Selama kepemimpinan Jahja, BCA telah meraih salah satu
penghargaan bergengsi seperti Penghargaan International Customer Engagement Gallup, yang
menilai kinerja dan kepercayaan konsumen atas kenyamanan layanan yang diberikan. Selain itu,
Jahja juga menerima penghargaan The Most Inspiring Leader in Banking Transition pada tahun
2021

2. Studi Kasus Teori Path-Goal


Pada teori path-goal, salah satu perusahaan yang pernah menggunakan ini adalah
perusahaan Unilever. Perusahaan Unilever adalah sebuah perusahaan yang bergerak pada
penyediaan produk-produk rumah tangga, yang didirikan pada tahun 1929. Melalui presiden
direktur Unilever Indonesia periode 2014-2020, Hemant Bakshi, yang menerapkan model path
goal teori pada masa kepemimpinannya. Hal ini dapat terlihat pada beberapa aspek
kepemimpinan yang diimplementasikan oleh Hemant di Unilever Indonesia. Model
kepemimpinan yang ia terapkan yang pertama adalah participative leadership. Hal ini terlihat
pada pribadi Hemant yang menerapkan keterbukaan dalam melakukan pekerjaannya pada
bawahannya. Hemant selalu percaya bahwa setiap saran, ide, serta gagasan yang baik dapat
muncul dari siapapun tanpa melihat jabatan dan status individu tersebut. Ia selalu mau dan
terbuka atas saran-saran dan ide pengembangan yang diberikan oleh para bawahannya. Hal ini
membuat Hemant selaku orang nomor satu di Unilever Indonesia dapat memiliki banyak
perspektif dan ide. Ia menyukai kegiatan brainstorming dalam kegiatan pekerjaanya.
Kemudian yang kedua, Hemant selalu mengedepankan orientasinya pada hasil. Hal ini
diterapkan oleh Hemant yang memberikan kebebasan jam kerja bagi karyawannya dan
kebebasan dimana karyawan dapat melaksanakan pekerjaan tersebut, selama pekerjaan itu dapat
selesai dan sesuai dengan yang diharapkan oleh Hemant. Hemant juga menerapkan ruang kerja
open space, dimana rata-rata karyawannya tidak memiliki ruang kerja sendiri, melainkan
ditempat terbuka sehingga proses komunikasi dan kebersamaan para karyawan dapat terjalin.
Selama masa kepemimpinannya di Unilever, Hemant Bakshi berhasil membawa sejumlah
prestasi nya antara lain meningkatkan nilai saham sebesar 40 % dibawah kepemimpinannya,
penghargaan World’s Most Innovative Companies 2017, serta Annual Report Award oleh OJK
yang menilai keterbukaan laporan tahunan perusahaan.
BAB III

KESIMPULAN

Pendekatan kepemimpinan situasional memandang bahwa gaya kepemimpinan yang


efektif tergantung pada situasi dan tingkat kesiapan dari pengikut. Terdapat beberapa teori dalam
pendekatan ini, salah satunya adalah teori Fiedler yang menekankan pada kecocokan antara gaya
kepemimpinan dan situasi. Gaya kepemimpinan yang efektif dipilih berdasarkan faktor-faktor
situasional seperti hubungan pemimpin-bawahan, struktur tugas, dan kekuasaan posisi.
Pendekatan yang dicetuskan oleh Fiedler juga membahas terkait LPC atau Least Preferred
Coworker yang merupakan suatu skala terkait kebersediaan seorang pemimpin untuk bekerja
bersama rekan kerjanya.

Selain itu, terdapat teori pendekatan kepemimpinan Evans dan House yang menyoroti
karakteristik kepemimpinan yang efektif, seperti dominasi, keyakinan diri, pengaruh, dan
moralitas tinggi. Teori ini juga memperkenalkan konsep Path-Goal Theory, yang menekankan
pengaruh pemimpin dalam membimbing dan memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan
organisasi.

Sejatinya, pendekatan kepemimpinan situasional menggarisbawahi bahwa tidak ada satu


gaya kepemimpinan yang cocok untuk semua situasi, namun dengan situasi organisasi yang
dinamis, seorang pemimpin harus mampu beradaptasi dan memilih gaya yang sesuai dengan
kesiapan dan situasi bawahan demi tercapainya tujuan organisasi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Hendryadi. (2012, August 18). Path Goal Theory of Leadership | TEORIONLINE-JURNAL.


teorionline-jurnal. Retrieved October 1, 2023, from
https://teorionlinejurnal.wordpress.com/2012/08/18/path-goal-theory-of-leadership/
Humaira, J. (2021, July 13). Gaya Kepemimpinan Path-Goal Theory. Kompasiana.com.
Retrieved October 1, 2023, from
https://www.kompasiana.com/jsmnhmr/60ed86301525102ac7283582/gaya-kepemimpina
n-path-goal-theory
Nurkhairina, A. (2019, November 25). PATH GOAL THEORY – Alisha Nurkhairina. wordpress.
Retrieved October 1, 2023, from
https://alishanurkhairina.wordpress.com/2019/11/25/path-goal-theory/
Rahadian, L. (2021, December 14). Bos BCA Raih The Most Inspiring Leader in Banking
Transition. CNBC Indonesia. Retrieved October 1, 2023, from
https://www.cnbcindonesia.com/market/20211214142031-17-299164/bos-bca-raih-the-m
ost-inspiring-leader-in-banking-transition
Unilever Indonesia. (2017, September 28). Konsisten Berinovasi, Unilever Indonesia Menerima
Sejumlah Penghargaan. Unilever Indonesia. Retrieved October 1, 2023, from
https://www.unilever.co.id/news/press-releases/2017/penghargaan-2017/
Zulaihah, I. (2017, January 26). CONTINGENCY LEADERSHIP THEORY / PENDEKATAN
SITUASIONAL. 1(1), 77-80. 10.33650/AL-TANZIM.V1I1.29
[CNBC Indonesia]. (2019, September 10). Presdir Unilever Bocorkan Resep Suksesnya [Video].
YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=CNZBRzxmTPo

You might also like