You are on page 1of 4

KONEKSI ANTARMATERI - KESIMPULAN

DAN REFLEKSI
PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
OLEH: DIYAN LISDIANTO, S.PD., M.PD.

CALON GURU PENGGERAK ANGKATAN 9 KABUPATEN


PURWOREJO

A. KONEKSI ANTARMATERI
Pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan terdiri dari enam hal,
yaitu menuntun, kodrat alam dan kodrat zaman, budi pekerti, bermain, berhamba
(berpusat) pada anak, dan analogi petani. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan dan
pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan
hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti
yang seluas-luasnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendididikan dan pengajaran
adalah dua hal yang berkaitan dan saling selaras dalam mendukung keberhasilan siswa
untuk mempersiapkan dirinya sebagai manusia yang lebih baik dalam kehidupannya.
Sebagai pendidik, guru diharapkan mampu menuntun dan mendampingi anak tanpa
paksaan sehingga anak tersebut dapat mencapai kebahagiaan sesempurna mungkin
dalam kehidupannya. Guru sebagai pengajar artinya mampu melakukan transfer ilmu
kepada anak menjadi cakap dan terampil. Hal yang dilakukan guru tersebut sesuai
dengan trilogi pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu “Ing ngarsa sung tuladha (di depan
memberikan contoh). Ing madya mangun karsa (di tengah memberikan semangat). Tut
wuri handayani (di belakang memberikan dorongan)”. Pengajaran merupakan bagian
dari proses pendidikan. Dengan adanya proses pendidikan dan pengajaran yang baik
diharapkan nantinya anak-anak Indonesia akan tumbuh dan berkembang menjadi
manusia yang memiliki adab yang baik, berbudi pekerti luhur, dan mampu membawa
bangsa ke arah yang lebih positif.
Proses menuntun dilakukan dengan memperhatikan kodrat alam dan kodrat
zaman anak tersebut. Kodrat alam merupakan kondisi anak sejak lahir yang
dipengaruhi kultur budaya dan lingkungan tempat anak berada. Sedangkan kodrat
zaman adalah perubahan yang selalu terjadi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut
dijelaskan pula dalam Asas Tri-Kon yaitu Kontinyu (dilakukan terus menerus dengan
perencanaan yang baik), Konvergen (pengembangan yang sesuai dengan budaya
lokal), dan Konsentris (disesuaikan dengan tumbuh kembang anak sesuai karakternya
masing-masing). Anak berhak mendapatkan pendidikan dengan cara yang sesuai
dengan kodrat alam dan kodrat zamannya sendiri. Oleh karena itu, guru harus
senantiasa mengembangkan kompetensinya agar dapat selaras dengan perubahan
dan perkembangan zaman, sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan.
Pendidikan di era globalisasi saat ini memiliki tantangan-tantangan, salah satunya
adalah tantangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi hadir memberikan
kemudahan bagi aktivitas manusia yang semakin berkeinginan untuk memiliki
kehidupan yang tentram dan serba mudah. Adanya lompatan teknologi yang dinamis
dari waktu ke waktu mengakibatkan manusia semakin independen (otonom) terhadap
diri mereka sendiri, yang membuat manusia menjadi pribadi yang kurang memiliki rasa
empati. Solusi dari tantangan tersebut adalah penanaman pendidikan karakter melalui
nilai-nilai budi pekerti. Dalam penumbuhan karakter budi pekerti, guru diharapkan
senantiasa menekankan beberapa hal antara lain: olah hati (etik) yaitu individu yang
memiliki kerohanian mendalam berupa iman dan takwa, olah pikir (literasi) yaitu individu

2
yang memiliki keunggulan akademis sebagai hasil pembelajaran dan pembelajar
sepanjang hayat, olah raga (kinestetik) yaitu individu yang sehat dan mampu
berpartisipasi aktif sebagai warga negara, dan olah rasa (estetik) yaitu individu yang
memiliki integritas moral, rasa berkesenian, dan berkebudayaan.
Menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara, proses pembelajaran dilakukan dengan
menyenangkan seperti bermain agar ilmu dapat diserap anak secara lebih kekal. Selain
itu, pembelajaran yang dilakukan harus berpihak (berhamba) pada anak, guru berperan
untuk menuntun dan mengarahkan anak agar tidak salah arah. Guru dianalogikan
sebagai petani atau tukang kebun, sedangkan siswa diibaratkan benih-benih yang
disemai dan ditanam di lahan yang disediakan. Jika benih ditempatkan di tanah subur
dengan sinar matahari dan pengairan yang baik serta perawatan dari petani maka benih
tersebut akan tumbuh menjadi tanaman yang baik meskipun benih awalnya kurang
baik. Begitu pula dalam hal pendidikan pada anak. Dalam proses menuntun, anak
diberikan kebebasan untuk menemukan kemerdekaannya dalam belajar, sedangkan
guru sebagai pamong dapat menuntun dan mengarahkan agar anak tidak kehilangan
arah dan membahayakan dirinya.

B. REFLEKSI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTORO


Filosofi pendidikan menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara menginspirasi saya
sebagai pendidik dalam implementasi di kelas atau sekolah. Sebelum mempelajari
materi filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, saya memiliki anggapan bahwa tidak ada
siswa yang bodoh. Semua siswa saya anggap sama terutama dalam hal kecepatan
penyerapan materi, sehingga pembelajaran saya berikan secara merata sesuai dengan
cara yang menurut saya paling baik dan paling efektif untuk meningkatkan aspek
pengetahuan siswa. Saya melaksanakan pembelajaran sesuai tuntutan kompetensi
yang tertulis dalam kurikulum sehingga masih kurang optimal untuk memperhatikan
potensi dan keunikan masing-masing siswa.
Setelah mempelajari filosofi pendidikan menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara
tentunya ada yang perubahan dalam pemikiran dan perilaku saya. Saya menyadari
bahwa seorang pendidik harus melihat kodrat alam pada diri siswa masing-masing,
tidak boleh disamakan antara siswa yang satu dengan lainnya. Pendidik berperan
menuntun siswa sesuai bakat dan minatnya masing-masing dengan tanpa paksaan

3
agar tidak salah arah. Kebahagiaan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran juga
akan menjadi fokus saya ke depannya.
Beberapa hal yang dapat saya terapkan agar kelas saya mencerminkan pemikiran
Ki Hajar Dewantara antara lain menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan dan menarik dengan memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman.
Selanjutnya, membiasakan budaya 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun) terutama
di lingkungan sekolah, selalu membangun kolaborasi dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran dapat dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas dengan
menggunakan pendekatan kontekstual dan berpusat pada siswa.
Perubahan-perubahan meskipun kecil tetap harus kita lakukan sebagai pendidik
untuk memberikan yang terbaik bagi siswa. Konsep merdeka belajar yang dicetuskan
pemerintah memiliki niatan yang baik untuk menghasilkan generasi emas yang memiliki
profil Pelajar Pancasila. Siswa diberikan kesempatan dan kebebasan untuk
mengembangkan potensinya masing-masing sesuai kodratnya masing-masing. Kita
sebagai guru harus memahami setiap karakteristik dan keunikan siswanya, dan peran
kita dalam proses pembelajaran adalah menuntun siswa agar mendapatkan
kebahagiaan sesempurna mungkin bagi dirinya dan bagi lingkungan masyarakatnya.
Pada prosesnya, belajar dapat dilakukan dengan siapapun dan dimanapun tempatnya,
tidak terbatas di ruang-ruang kelas saja. Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Ki Hajar
Dewantara bahwa setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah. Semoga
tulisan ini dapat memberikan manfaat.

You might also like