You are on page 1of 50

MAKALAH SEJARAH DAN ETNOMATMATIKA

MATEMATIKA MESIR KUNO DAN YUNANI KUNO

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. I Gusti Putu Suharta, M.Si

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3

Gede Wisnu Budipratama ; 2113011019 ; 5C PM


Komang Agus Ari Sukrawan ; 2113011030 ; 5C PM
I Made Parka ; 2113011036 ; 5C PM
Putri Nur Patriani ; 2310210006 ; 5C PM
I Made Wahyu Dwi Gunawan ; 2113011057 ; 5D PM
I Gede Ardhiarta Suta ; 2113011069 ; 5D PM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmatnya makalah kami yang berjudul “Matematika Mesir Kuno dan Yunani
Kuno” dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Pada kesempatan kali ini, kami tak lupa
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada segenap pihak yang berperan
dan telah membantu kami dalam menyusun makalah ini, yaitu :

1. Prof. Dr. I Gusti Putu Suharta,M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Telaah
Sejarah dan Etno Matematika.
2. Teman-teman dan pihak lain yang telah membantu kami dalam menyusun
makalalah ini

Kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen maupun teman-teman terhadap
makalah kami. Kritik dan saran dari dosen maupun teman-teman sangat penulis hargai,
baik dari segi isi, sistematika, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan makalah ini
sehingga makalah ini pada akhirnya dapat dikembangkan dan disempurnakan bagi
pembaca serta dapat berguna bagi penulis dalam meningkatkan kemampuan menulis.

Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata atau


penulisan yang kurang berkenan di hati para pembaca. Akhir kata kami ucapkan terima
kasih dan semoga dengan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis.

Singaraja, 19 September 2023

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3. Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
2.1. Matematika Mesir Kuno ................................................................................. 3
2.1.1. Sejarah Matematika Mesir ...................................................................... 3
2.1.2. The Rhind Papyrus .................................................................................. 4
2.1.3. Aritmatika Mesir ..................................................................................... 8
2.1.4. Four Problem from the Rhind Papyrus................................................. 15
2.1.5. Geometri Mesir ..................................................................................... 19
2.1.6. Tinjauan Sifat Matematika Mesir Kuno................................................ 30
2.2. Matematika Yunani Kuno ............................................................................ 31
2.2.1. Sejarah Matematika Yunani .................................................................. 31
2.2.2. Sistem Bilangan Yunani Kuno .............................................................. 32
2.2.3. Thales dan Miletus ................................................................................ 34
2.2.4. Matematika Kaum Pythagoras .............................................................. 36
2.2.5. Akademi Plato ....................................................................................... 39
2.2.6. Tinjauan Sifat Matematika Yunani Kuno ............................................. 41
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 43
3.1. Kesimpulan ................................................................................................... 43
3.2. Saran ............................................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 45

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Batu Rosetta ................................................................................................ 7


Gambar 2. Bagian dari Papyrus Rhind ........................................................................ 19
Gambar 3. Bentuk Awal Masalah 48 Papyrus Rhind ................................................. 22
Gambar 4. Ilustrasi Masalah 48 Papyrus Rhind .......................................................... 22
Gambar 5. Ilustrasi Masaalah 52 Papyrus Rhind ........................................................ 23
Gambar 6. Ilustrasi Masalah 14 Papyrus Rhind .......................................................... 24
Gambar 7. Ilustrasi Lanjut Masalah 14 Papyrus Rhind .............................................. 24
Gambar 8. Gulungan Kulit Matematika ...................................................................... 25
Gambar 9. Ilustrasi Piramida Agung........................................................................... 27
Gambar 10. Tectractys Pengikut Pythagoras .............................................................. 37
Gambar 11. Contoh Dari Bilangan Segitiga ............................................................... 38
Gambar 12. Contoh Bilangan-Bilangan Kuadrat ........................................................ 39

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Lambang Sistem Bilangan Yunani Kuno...................................................... 32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setelah mengetahui sejarah dari sistem numerasi dan juga sejarah
matematika bangsa Babilonia, perkembangan matematika kuno dilanjutkan
dengan berkembangnya peradaban Mesir serta Yunani kuno, yang dalam proses
perkembangannya cenderung lebih besar kontribusinya terhadap ilmu
matematika yang kerap kita gunakan saat ini.
Perkembangan matematika Mesir kuno diperkirakan dimulai sekitar
tahun 3000 SM dengan ditemukannya beberapa catatan kuno. Matematika
Mesir kuno lebih cenderung berkembang ke arah pemakaian praktis dari ilmu
matematika seperti penerapannya dalam permasalahan sehari-hari yang
berhubungan dengan pengukuran. Adapun sistem numerasi yang dipakai pada
perkembangan matematika Mesir kuno adalah dengan notasi-notasi hieroglif
yang terdiri dari tanda-tanda seperti simpul tali yang melambangkan operasi
matematika. Hal yang menjadi keunikan dari perkembangan matematika Mesir
ini berada pada bidang geometri, dimana mereka mengembangkan metode-
metode yang lebih sederhana untuk memecahkan permasalahan-permasalahan
yang mengandung luas dan volume. Salah satu bukti keagungan perkembangan
matematika dibidang geometri saat itu adalah dengan dibangunnya piramida
Mesir kuno yang dalam pembangunnanya sangat erat dengan konsep volume,
sudut, dan proporsi.
Perkembangan matematika Yunani kuno dimulai sejak awal tahun 600
SM di kota-kota besar seperti Miletus. Walaupun perkembangan matematika
Yunani cenderung beragam, tokoh-tokoh yang kerap dipandang atau dikaitkan
dengan perkembangannya hanya pada filsuf-filsuf seperti Thales, Pythagoras,
dan Euclid. Ketiga filsuf tersebut membuat perkembangan matematika
dibidang geometri menjadi sangat pesat. Pythagoras terkenal dengan teorema
Pythagoras, Euclid dengan “Elemen”, dan Archimedes dengan banyak
kontribusinya terkait geometri dan integral. Selain hal itu, penemuan-penemuan
yang sempat mengguncang matematika klasik saat itu juga banyak diprakarsai
oleh filsuf-filsuf tadi, yang maan Pythagoras memperkenalkan adanya
penemuan angka irrasional yang menunjukan bahwa tidak semua bilangan
dapat diwakilkan sebagai pecahan. Adapun penemuan konsep “tak terbatas”
dan juga paradoks yang dikemukakan oleh Zeno, ysng menjadi awal mula dari

1
perkembangan ilosofi matematika. Penemuan-penemuan tersebut memiliki
dampak sangat besar hingga zaman modern ini dengan salah satu bukti yaitu
kegunaan dari teorema Pythagoras yang tak lekang oleh perubahan zaman.
Berdasarkan uraian singkat tersebut, penulis tertarik untuk mengulas
lebih jauh terkait sejarah matematika bangsa Mesir dan Yunani kuno yang
dituangkan dalam makalah dengan judul “Matematika Mesir Kuno dan Yunani
Kuno”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah matematika Mesir kuno?
2. Apa yang dimaksud Papyrus Rhind?
3. Bagaimana aritmatika Mesir kuno?
4. Bagaimana saja empat permasalahan pada Papyrus Rhind?
5. Bagaimana geometri Mesir kuno?
6. Bagaimana tinjauan sifat matematika Mesir kuno?
7. Bagaimana sejarah matematika Yunani kuno?
8. Bagaimana sistem bilangan Yunani kuno?
9. Apa yang dimaksud Thales dan Miletus?
10. Bagaimana matematika kaum Pythagoras?
11. Apa yang dimaksud Akademi Plato?
12. Bagaimana tinjauan sifat matematika Yunani kuno?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penyusunan
makalah ini , yaitu sebagai berikut:
1. Menganalisis sejarah matematika Mesir kuno.
2. Mengetahui apa yang dimaksud Papyrus Rhind.
3. Menganalisis aritmatika Mesir kuno.
4. Menganalisis saja empat permasalahan pada Papyrus Rhind.
5. Menganalisis geometri Mesir kuno.
6. Menganalisis tinjauan sifat matematika Mesir kuno.
7. Menganalisis sejarah matematika Yunani kuno.
8. Menganalisis sistem bilangan Yunani kuno.
9. Mengetahui apa yang dimaksud Thales dan Miletus.
10. Menganalisis matematika kaum Pythagoras.
11. Mengetahui apa yang dimaksud Akademi Plato.
12. Menganalisis tinjauan sifat matematika Yunani kuno.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Matematika Mesir Kuno


2.1.1. Sejarah Matematika Mesir
Seiring dengan perkembangan pengetahuan manusia, matematika
digunakan untuk merambah ke berbagai bidang ilmu pengetahuan khusus.
Matematika, kecuali dalam ilmu astronomi, merupakan salah satu ilmu
pengetahuan tertua yang telah menarik minat manusia dari generasi ke
generasi. Biasanya, kita menghubungkan matematika dengan kontribusi
Yunani, tetapi orang Yunani sendiri memiliki pandangan tentang asal usul
matematika. Salah satu gagasan ini diungkapkan oleh Aristoteles dalam
karyanya yang berjudul Metaphysics, yang mengatakan bahwa "Sains-sains
matematis berasal dari kawasan Mesir, karena di sana kaum seperti para
pendeta memiliki waktu luang yang cukup."
Terdapat pandangan yang umum bahwa matematika muncul sebagai
respons atas kebutuhan praktis. Misalnya, dalam peradaban Mesir, terdapat
kebutuhan untuk menggunakan aritmetika dasar dalam melakukan transaksi
sehari-hari dalam perdagangan. Selain itu, pemerintah juga mengandalkan
matematika untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh
penduduk, menghitung bunga pada pinjaman, menggaji pekerja, dan
merancang kalender kerja. Mereka juga memanfaatkan prinsip-prinsip
geometri sederhana untuk menentukan batas-batas lahan pertanian dan
kapasitas lumbung mereka.
Akibat banjir tahunan selalu terjadi di Lembah Nil, maka diperlukan
aturan perpajakan untuk menentukan berapa besar luas tanah yang bertambah
atau berkurang. Ini adalah pandangan seorang pengamat ahli asal Yunani
bernama Proclus (410-485 S.M.), dalam karyanya Commentary on the First
Book of Euclid’s Elements yang menjadi sumber informasi penting bagi kita
berkenaan dengan geometri pra-Euclid. Menurut sebagian besar catatan
sejarah, geometri adalah ilmu yang pertama ditemukan di antara bangsa Mesir
dan berasal dari pengukuran luas tanah mereka. Hal ini penting bagi mereka
karena Sungai Nil meluap dan menghapus batas antara tanah-tanah milik
mereka. Awalnya matematika ditujukan untuk berdaya guna, pada akhirnya
matematika juga menjadi suatu ilmu yang selanjutnya dipelajari secara
mandiri. Aljabar pada akhirnya berkembang dari teknik-teknik perhitungan,
dan geometri teoretis dimulai dari pengetahuan tentang pengukuran luas tanah.

3
Orang Mesir Kuno menggunakan empat jenis bahan untuk menulis,
yaitu papirus, kulit, kain kulit, kain katun atau linen, dan batu. Bahan-bahan
seperti kulit, kain, papirus, dan kain katun memiliki berbagai keunggulan,
termasuk biaya yang terjangkau, kemudahan untuk menuliskan dan
mengoreksi, serta fleksibilitas sehingga mudah digulung, dipindahkan, dan
disimpan. Namun, kelemahan utama dari bahan-bahan ini adalah
kerentanannya terhadap kerusakan, terutama jika terpapar air, serangga, atau
sinar matahari. Di sisi lain, batu jauh lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh
tersebut dan dapat bertahan selama ribuan tahun hampir tanpa mengalami
perubahan. Oleh karena itu, dokumen-dokumen tertua yang masih ada hingga
saat ini biasanya ditulis pada batu. Namun, dokumen batu apapun haruslah
sederhana dan ringkas.
2.1.2. The Rhind Papyrus
a) Papyrus Rhind
Pada tahun 1798, catatan sejarah mencatat dimulainya eksplorasi
kembali terhadap sejarah kuno Mesir ketika Napoleon Bonaparte
melakukan invasi. Napoleon memulai perjalanannya dari Toulon pada
bulan April dengan armada laut berjumlah 328 kapal, serta membawa
kurang lebih dari 38.000 prajurit dalam upayanya untuk menaklukkan
Mesir. Tujuan utamanya adalah menguasai Mesir agar dapat mengontrol
jalur darat menuju wilayah India yang menjadi sasaran Inggris.Top of
Form.
Pasukan Prancis membawa manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dengan membentuk sebuah komisi yang fokus pada ilmu
pengetahuan dan seni. Komisi ini terdiri dari 167 ilmuwan terkemuka,
termasuk dua ahli matematika terkenal, Gaspard Monge dan Jean-
Baptiste Fourier. Tugas mereka adalah mengumpulkan data yang
komprehensif mengenai kehidupan Mesir, baik pada masa kuno maupun
modern. Tujuan utama dari usaha ini adalah untuk memperkaya
pengetahuan global tentang Mesir sambil mengalihkan perhatian dunia
dari dampak negatif invasi militer Prancis, dengan menyoroti kekayaan
budaya Mesir.
Para ilmuwan anggota komisi tersebut ditangkap oleh pasukan
Inggris yang bermurah hati melepaskan mereka untuk kembali ke
Perancis dengan membawa serta catatan-catatan dan gambar-gambar
karya mereka. Mereka menghasilkan karya monumental dengan judul
Déscription de l’Egypte. Karya ini ditulis dalam 9 seri teks folio dan 12
seri teks lempengan, yang diterbitkan selama lebih dari 25 tahun. Teks

4
itu sendiri dibagi menjadi empat bagian yang secara berurutan
membahas tentang peradaban Mesir Kuno, monumen-monumen yang
mereka bangun, Mesir modern, dan sejarah alamnya.
Pemaparan tentang suatu bangsa yang sudah maju, yang lebih tua
dari peradaban mana pun menurut catatan sejarah, menimbulkan
ketertarikan yang tinggi dalam komunitas budaya dan ilmiah bangsa
Eropa. Ketertarikan semakin besar adalah fakta bahwa catatan sejarah
peradaban awal ini ditulis dalam sebuah naskah yang tidak seorang pun
mampu untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa modern mana pun.
Invasi militer serupa yang dilakukan oleh Napoleon akhirnya
memberikan petunjuk literal ke masa lalu bangsa Mesir, saat salah
seorang teknisinya menemukan Batu Rosetta dan kemudian
mengungkap kemungkinan bahwa batu tersebut berguna untuk
menerjemahkan tulisan hieroglif.
Eksposisi tentang peradaban kuno yang lebih tua daripada semua
peradaban yang tercatat dalam sejarah telah menimbulkan minat yang
besar di kalangan komunitas budaya dan ilmiah Eropa. Yang menarik
adalah bahwa catatan sejarah peradaban kuno ini tercatat dalam sebuah
dokumen yang tidak ada yang mampu menerjemahkannya ke dalam
bahasa modern mana pun. Invasi militer serupa yang dilakukan oleh
Napoleon akhirnya memberikan petunjuk nyata tentang masa lalu Mesir
ketika salah satu teknisi menemukan Batu Rosetta, yang kemudian
mengungkap kemungkinan bahwa batu tersebut berguna untuk
menerjemahkan tulisan hieroglif.
Sebagian besar pengetahuan tentang urutan matematika Mesir
Kuno berasal dari dua papirus besar, yakni Papirus Rhind dan Papirus
Golenischev. Papirus Rhind, yang ditulis dalam bentuk naskah hieratik
(bentuk kursif hieroglif yang lebih cocok digunakan dengan pena dan
tinta), diyakini dibuat sekitar tahun 1650 SM oleh seorang penulis
bernama Ahmes. Ia meyakinkan kita bahwa papirus ini sangat mirip
dengan karya dari dinasti ke-12, yang berlangsung pada sekitar tahun
1849-1801 SM. Meskipun aslinya Papirus Rhind berbentuk gulungan
dengan panjang 18 kaki dan tinggi 13 inci, di Museum Inggris, papirus
ini terbagi menjadi dua bagian, dengan bagian tengah yang hilang.
Bagian yang sangat penting dari papirus ini hilang, sampai akhirnya
seseorang berhasil menemukan dan mengungkapkannya.
Papirus Rhind akhirnya diperbaiki sepenuhnya ketika bagian yang
hilangnya disatukan kembali di Museum Inggris sesuai dengan posisi
aslinya. Selain mendapatkan papirus, Rhind juga membeli sebuah

5
naskah pendek yang ditulis di atas kulit, yang dikenal sebagai "gulungan
kulit Matematika Mesir," pada waktu yang sama. Namun, karena
kondisinya yang sangat rapuh, gulungan kulit tersebut tetap tidak
diperiksa selama lebih dari 60 tahun.
Papirus Rhind dimulai dengan pernyataan yang jelas, yaitu
berkaitan dengan kajian yang teliti tentang semua aspek, dengan tujuan
untuk memahami segala sesuatu dan mendapatkan pengetahuan tentang
semua rahasia yang ada. Papirus Rhind secara keseluruhan merupakan
panduan praktis untuk latihan-latihan matematika, dan satu-satunya
"rahasia" yang terkandung di dalamnya adalah metode perkalian dan
pembagian. Meskipun begitu, terdapat delapan puluh lima masalah yang
dijelaskan di dalamnya, yang memberikan gambaran yang cukup jelas
tentang karakteristik matematika Mesir Kuno.
b) Kunci Menuju Penguraian: Batu Rosetta
Papirus Rhind dapat diterjemahkan dengan cepat berkat
pengetahuan yang diperoleh dari Batu Rosetta. Penemuan batu hitam
berkilau ini adalah momen paling penting dalam ekspedisi Napoleon.
Batu tersebut ditemukan oleh seorang perwira dari pasukan Napoleon di
sekitar Rosetta, tepatnya di tepi Sungai Nil pada tahun 1799. Batu
Rosetta terdiri dari tiga panel yang berbeda, masing-masing ditulis
dalam tiga jenis tulisan yang berbeda. Bagian terbawah berisi teks dalam
huruf Yunani, bagian tengah menggunakan naskah demotik berhuruf
Mesir, dan bagian paling atas mengandung hieroglif kuno yang sebagian
rusak. Teks huruf Yunani yang ada di dua panel lainnya memiliki pesan
yang sama, sehingga menjadi teks tiga bahasa yang dapat digunakan
untuk memahami alfabet hieroglif.
Pentingnya Batu Rosetta segera disadari oleh orang Perancis,
terutama Napoleon, yang memerintahkan naskah itu diperbanyak
dengan salinan cetak tinta dan dibagikan kepada para ilmuwan di Eropa.
Batu Rosetta akhirnya menjadi milik Museum Inggris, dan pembuatan
serta penguraian empat cetakan gips dengan menggunakan analisis
komparatif dimulai. Permasalahannya menjadi lebih rumit daripada
yang terbayangkan, sehingga membutuhkan 23 tahun dan penelitian
intensif dari para ilmuwan untuk memecahkannya.
Bab akhir dalam misteri Batu Rosetta ditulis oleh seorang ilmuwan
Perancis bernama Jean François Champollion (1790-1832), yang
merupakan tokoh yang sangat berperan dalam penelitian mengenai
Mesir. Riwayat mencatat bahwa ketika dia berusia 11 tahun,
Champollion bertemu dengan seorang matematikawan bernama Jean-

6
Baptiste Fourier, yang memperlihatkan kepadanya beberapa papirus dan
lempengan batu berisi tulisan hieroglif. Pada usia 13 tahun, dia sudah
memiliki kemampuan membaca tiga bahasa yang digunakan di wilayah
Timur, dan ketika dia mencapai usia 17 tahun, dia mulai belajar di
Universitas Grenoble. Pada tahun 1822, Champollion sudah berhasil
mengumpulkan kosakata hieroglif dan dapat membaca seluruh teks pada
panel bagian atas Batu Rosetta.

Gambar 1. Batu Rosetta

Seiring berjalannya waktu huruf hieroglif berkembang dari suatu


sistem gambar-gambar dari kata-kata lengkap menjadi sistem yang
meliputi lambang-lambang alfabet sekaligus simbol-simbol fonetik.
Pada naskah hieroglif Batu Rosetta, kerangka-kerangka oval yang
disebut cartouches digambarkan mengelilingi karakter-karakter
tertentu. Karena hanya tanda-tanda ini saja yang menunjukkan
penekanan khusus, Champollion menyimpulkan bahwa simbol-simbol
yang dikelilingi oleh pelor-pelor tersebut mewakili nama dari penguasa
saat itu, Ptolemy. Pada obelisk yang berpahatkan huruf hieroglif,
terdapat dua pelor yang didekatkan, jadi mungkin bahwa dua pelor
tersebut menekankan ekuivalenekuivalen Mesir untuk nama diri dari
kedua orang tersebut. Selain itu, salah satu pelor tadi memuat karakter-
karakter hieroglif yang terdapat dalam pelor-pelor yang ditemukan pada

7
Batu Rosetta. Uji silang ini sudah cukup bagi Champollion untuk
membuat penguraian awal.
Puncak pencapaian Champollion tercapai saat ia menulis bukunya
yang berjudul "Grammarie Egyptienne en Encriture Hieroglyphique,"
yang diterbitkan dan dihargai pada tahun 1843. Di dalamnya, ia
merumuskan sistem gramatika dan penjelasan umum yang menjadi
dasar bagi semua karya Egiptolog lainnya yang muncul setelahnya. Batu
Rosetta menjadi kunci utama dalam memahami salah satu peradaban
besar dari masa lalu.
2.1.3. Aritmatika Mesir
a) Perkalian Awal Bangsa Mesir
Perkalian dalam sistem bilangan Mesir dikerjakan dari pengulangan
pelipatgandaan bilangan dengan unsur pengalinya kemudian
menjumlahkannya. Ini sesuai dengan sifat Matematika Mesir pada
dasarnya yaitu bersifat penjumlahan, artinya bahwa kecenderungan
matematikanya adalah menurunkan perkalian dan pembagian menjadi
penjumlahan berulang. Perkalian dari dua bilangan dapat diselesaikan
dengan cara menggandakan secara berturutan salah satu dari bilangan
tersebut dan kemudian menambahkan pengulangan yang sesuai untuk
memperoleh hasilkalinya.
Metode perkalian Mesir cukup pintar, tapi bisa memakan waktu
lebih lama daripada metode modern. Seperti halnya untuk mencari hasil
kali 13 dan 12, kita asumsikan multiplikan adalah 12, dengan cara
menggandakan bilangan itu diperoleh:
1 12
2 24
4 48
8 96
16 192
Ketika mengalikan mereka akan mulai dengan jumlah mereka
mengalikan dengan 12 dan dua kali lipat untuk setiap baris.
Penggandaannya akan berhenti sampai diatas, karena jika dilanjutkan
maka pengali yang muncul selanjutnya untuk 12 akan lebih besar dari
13. Karena 13 = 1 + 4 + 8, kita dapat tulis suatu tanda “pada bagian
kiri pengali untuk menunjukkan bahwa pengali itu harus dijumlahkan,
yang mana akan tampak seperti ini,

8
 1 12
2 24
 4 48
 8 96
16 192
Dengan menambahkan bilangan-bilangan tersebut pada kolom
bagian kanan yang berseberangan dengan tanda cek, matematikawan
Mesir akan memperoleh hasil yang dibutuhkan yaitu 156, yang jika
diuraikan akan tampak seperti berikut.
12 + 48 + 96 = (1 + 4 + 8)12 = 13 ∙ 12 = 156

Apabila 13 dipilih sebagai multiplikan dan 12 sebagai pengalinya,


maka uraian perkalian tersebut dapat disusun sebagai berikut.
1 13
2 26
 4 52
 8 104
16 208
4 + 8 = 12 52 + 104 = 156
Selanjutnya, dengan cara yang sama dilakukan untuk
memperoleh 156 melalui menjadikan 13 sebagai multiplikan.
Dari langkah-langkah diatas, penjabaran metode perkalian Mesir
ini ialah sebagai berikut:
1. Membagi ruas menjadi 2 bagian
2. Diruas sebelah kiri kita letakkan angka 1 dan diruas sebelah kanan
di letakkan angka pengalinya.
3. Lalu pada bagian ruas kiri di kelilipatkan 2 sebanyak tidak
melebihi yang ingin dikalikan. Misalkan bilangan yang ingin
dikali adalah 8 dan jika 8 kita kali 2 lagi hasilnya 16 dan melebihi
13, maka di hentikan sampai 8 saja.
4. Untuk ruas sebelah kanan begitu juga di kelipatkan 2 sampai
batasnya bersampingan di sebelah kiri.

9
5. Untuk mendapatkan hasilnya kita jumlahkan ruas sebelah kiri
dimulai dari angka 2 kebawah dan begitu juga ruas sebelah kanan
kita jumlahkan kebawah.
6. Hasil yang diambil yaitu penjumlahan diruas kanan.
Pembagian yang dilakukan oleh bangsa Mesir dapat dijelaskan
sebagai proses perkalian yang dibalikkan, dimana pembaginya
digunakan secara berulang untuk memperoleh hasil baginya.
Misalnya untuk membagi 81 oleh 9, sebuah bilangan 𝑥 digunakan
sehingga 9𝑥 = 81. Ini diperoleh dengan cara menggandakan 9
hingga jumlah 81 dicapai dengan langkah-langkahnya ditunjukkan
berikut ini.
1 9 
2 18
4 36
8 72 
Jumlah 9 81
Dengan mengetahui bahwa 9 + 72 = 81, salah satu bilangannya
ditambahkan pangkat 2 agar berkorespondensi dengan bilangan yang
ditandai, yaitu 1 + 8 = 9, sehingga 9 adalah hasil bagi dari persoalan
yang ada. Prosedur pembagian Mesir memiliki keuntungan pedagogis
karena tidak membutuhkan operasi yang baru. Namun, pembagian tidak
selalu sesederhana seperti yang ditunjukkan oleh contoh yang diberikan
di atas, dan pecahan-pecahan sering kali harus diikutsertakan dalam
prosesnya. Seperti halnya membagi 16 oleh 3, yang mana akan dimulai
dengan menggandakan pembaginya yaitu 3, hingga pada titik di mana
duplikasi berikutnya akan lebih besar dari dividen yaitu 16. Selanjutnya
dia akan mulai membagi dua pembaginya untuk melengkapi sisanya.
Perhitungannya akan tampak seperti ini.

10
1 3 
2 6
3 12 
2 2
3
1 1 
3

Jumlah 1 35
5+
2
Jumlah dari masukan-masukan pada kolom bagian kiri yang
berkorespondensi dengan bilangan-bilangan yang ditandai memberikan
1
hasil baginya, yaitu 5 + . Orang-orang Mesir pertama-tama akan
3
mencari dua pertiga dari bilangan tersebut dan kemudian mengambil
setengah bagian dari hasil tersebut. Hal ini diilustrasikan dalam lebih
dari satu lusin permasalahan yang berkaitan dengan Papirus Rhind.
b) Tabel Pecahan Satuan
Pada awal hampir setiap sejarah umum matematika, kita
menemukan deskripsi tentang bagaimana orang Mesir kuno
mengoperasikan pecahan hampir secara eksklusif dalam satuan
pecahan. Sepertihalnya, daripada mengatakan 2/5 lahan saya terendam
banjir, mereka akan mengatakan 1/3 + 1/15 lahan saya terendam
banjir. Salah satu catatan tertulis paling awal dari Mesir kuno yang
dikenal sebagai Papirus Matematika Rhind, berisi tabel yang
menyatakan pecahan berbentuk 2/n sebagai jumlah dari dua, tiga, atau
empat pecahan satuan yang penyebutnya berbeda.
Untuk membantu perubahan ke dalam pecahan-pecahan satuan,
banyak tabel referensi harus tersedia. Pada bagian awal Papirus Rhind
terdapat sebuah tabel yang memuat uraian dari pecahan-pecahan dengan
pembilang 2 dan penyebutnya adalah sebuah bilangan ganjil di antara 5
dan 101, dan untuk pecahan dengan penyebut "genap", misalnya 2/4,
2/6, dan lain sebagainya dihilangkan. Ini menunjukkan bahwa pecahan
tersebut dengan jelas memahami kesetaraan yang jelas dari pecahan
tersebut dengan bentuk tereduksi 1/2, 1/3, dst.
Penulisnya pertama-tama menyatakan tentang penguraian seperti
apa dari 2/n yang telah mereka pilih; kemudian, melalui perkalian biasa,
mereka membuktikan bahwa pemilihan nilai-nilai yang dia lakukan
adalah benar. Cara yang digunakannya adalah dengan mengalikan
simbol yang terpilih dengan bilangan ganjil n agar menghasilkan 2.

11
Pecahan-pecahan 2/𝑛 yang penyebut-penyebutnya habis dibagi 3
semuanya mengikuti aturan umum:
2 1 1
= +
3𝑘 2𝑘 6𝑘
Misalnya 2/5, sehingga kasusnya adalah 𝑘 = 5, yang ditunjukkan
sebagai berikut.
2 1 1
= +
15 10 30
Jika kita abaikan representasi untuk pecahan-pecahan dengan bentuk
2/3𝑘 maka sisa dari tabel 2/𝑛, yaitu seperti berikut ini.

Para matematikawan telah mencoba untuk menjelaskan metode apa


yang digunakan penulisnya untuk mempersiapkan tabel tersebut. Tidak
ada aturan jelas yang berhasil ditemukan untuk memberikan semua hasil
tabel tersebut. Bagi pemikiran modern tampak bahwa penulis tersebut
mengikuti prinsip-prinsip tertentu dalam menyusun daftar-daftar
tabelnya. Kami mencatat bahwa:

12
1) Penyebut-penyebut yang kecil lebih baik digunakan, tanpa ada yang
lebih dari 1000.
2) Semakin sedikit pecahan-pecahan satuan maka akan semakin baik
dan tidak pernah akan lebih dari empat pecahan satuan yang
digunakan.
3) Penyebut-penyebut yang bernilai genap lebih diinginkan daripada
penyebut-penyebut yang bernilai ganjil, terutama untuk suku
awalnya.
4) Penyebut-penyebut yang lebih kecil muncul lebih dulu, dan tidak
ada dua penyebut yang sama.
5) Penyebut pertama yang kecil boleh diperbesar jika besar penyebut-
2 1
penyebut yang lainnya seiring itu diperkecil. Misalnya, = +
31 20
1 1 2 1 1 1
+ lebih dipilih daripada = + +
124 155 31 18 186 279

c) Merepresentasikan Bilangan-Bilangan Rasional


Terdapat beberapa cara modern untuk memperluas sebuah pecahan
yang pembilangnya selain 2 sebagai jumlah dari pecahan-pecahan
satuan. Tiap bilangan rasional positif adalah bilangan yang dapat
ditunjukkan sebagai jumlah terhingga dari pecahan-pecahan satuan
yang berbeda. Dua langkah sistematis akan melengkapi penguraian ini,
kita bisa sebut cara ini sebagai metode splitting (pemisahan) dan metode
Fibonacci. Metode pemisahan didasarkan pada apa yang biasa disebut
identitas pemisahan yang memungkinkan bagi kita untuk mengganti
salah satu pecahan satuan dengan jumlah dari dua yang lainnya.
Misalnya, untuk menguraikan pecahan yang ada, bisa ditulis sebagai
berikut.
1 1 1
= +
𝑛 𝑛 + 1 𝑛(𝑛 + 1)
Secara umum, metodenya adalah sebagai berikut. Mulailah dengan
𝑚
pecahan , pertama-tama tulislah
𝑛
𝑚 1 1 1
= + ( + ⋯+ )
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛

Susunan-susunan 𝑚 − 1

13
Sekarang gunakan identitas pemisah untuk mengganti contoh-contoh
1
𝑚 − 1 dari pecahan satuan dengan
𝑛
1 1
+ ,
𝑛 + 1 𝑛(𝑛 + 1)
diperoleh
𝑚 1 1 1 1 1 1 1
= + + + [( + ) +⋯+( + )]
𝑛 𝑛 𝑛 + 1 𝑛(𝑛 + 1) 𝑛 + 1 𝑛(𝑛 + 1) 𝑛 + 1 𝑛(𝑛 + 1)

Susunan-susunan 𝑚 − 2
Lanjutkan dengan cara ini. Pada tahap selanjutnya, identitas pemisah,
digunakan pada
1 1
dan
𝑛+1 𝑛(𝑛 + 1)
Sehingga menghasilkan
𝑚 1 1 1 1 1
= + + + +
𝑛 𝑛 𝑛 + 1 𝑛(𝑛 + 1) 𝑛 + 2 (𝑛 + 1)(𝑛 + 2)
1
+
𝑛(𝑛 + 1) + 1
1
+ +⋯
𝑛(𝑛 + 1) + [𝑛(𝑛 + 1) + 1]
Walaupun banyaknya pecahan satuan (tampak seperti pengulangan)
terus bertambah pada tiap tahapan, jumlah tersebut dapat menunjukkan
bahwa pada akhirnya proses ini akan hilang.
Selain dengan metode ini, metode Fibonnaci bisa digunakan untuk
mengekspresikan bilangan rasional mana pun antara 0 dan 1 sebagai
jumlah dari pecahan-pecahan satuan berbeda. Fibonnaci
mempublikasikan suatu algoritma ini pada tahun 1202 dan ditemukan
kembali secara lebih mendalam oleh J. J. Sylvester pada tahun 1880.
𝑎
Gagasannya seperti yang diuraikan berikut ini. Misalkan pecahan
𝑏
𝑎
diketahui, di mana 0   1.
𝑏
Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari bilangan bulat n1 yang
memenuhi
1 𝑎 1
≤ <
𝑛1 𝑏 𝑛1 − 1
𝑎
Hasil ini kemudian memungkinkan kita untuk menulis sebagai
𝑏

14
𝑎 1 𝑎1
= +
𝑏 𝑛1 𝑏1
Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa 𝑎1 = 𝑛1 𝑎 − 𝑏 < 𝑎.
Dengan kata-kata lain, pembilang 𝑎1 dari pecahan baru ini lebih kecil
daripada pembilang 𝑎 yang berasal dari pecahan aslinya. Apabila 𝑎1 =
1, maka tidak lagi yang perlu dilakukan. Jika tidak, ulangi proses
𝑎 𝑎
tersebut dengan menggunakan 1 tetapi sekarang gunakan peranan
𝑏1 𝑏
untuk memperoleh
𝑎 1 1 𝑎2
= + + , dimana 𝑎2 < 𝑎1
𝑏 𝑛1 𝑛2 𝑏2
Pada tiap langkah berturutan, penyebut dari pecahan sisanya
𝑎
mengecil. Pada akhirnya kita harus sampai pada pecahan 𝑘 di mana
𝑏𝑘
𝑎𝑘 = 1, karena deret yang benar-benar menurun seperti 1 ≤ 𝑎𝑘 <
𝑎𝑘−1 < ⋯ < 𝑎1 < 𝑎 tidak dapat berlanjut secara terus-menerus. Oleh
𝑎
karena itu, representasi yang diinginkan dapat dicapai, dengan
𝑏
menggunakan
𝑎 1 1 1 1
= + + ⋯+ +
𝑏 𝑛1 𝑛2 𝑛𝑘 𝑏𝑘
yaitu jumlah dari pecahan-pecahan satuannya.

2.1.4. Four Problem from the Rhind Papyrus


a) Permasalahan Metode Posisi Palsu
Banyak ruang dalam Papirus Rhind diisi dengan permasalahan-
permasalahan praktis berkaitan dengan pembagian roti yang sama
kepada sejumlah orang atau menentukan banyaknya butiran gandum
yang dibutuhkan untuk membuat bir. Permasalahan-permasalahan ini
sederhana dan tidak menggunakan persamaan linear selain di mana
hanya satu kuantitas yang tidak diketahui. Seperti contohnya, “Suatu
kuantitas ditambah 1/7 bagiannya akan menjadi 24. Berapakah kuantitas
itu?” Permasalahan seperti ini, penulis tersebut menggunakan prosedur
tertua dan paling umum dalam menangani persamaan-persamaan linear,
yaitu metode posisi palsu. Metode ini umumnya digunakan untuk
mengansumsikan nilai manapun yang memudahkan untuk kuantitas
yang diinginkan dan dengan melakukan operasi-operasi dari
permasalahan yang sedang dibahas, untuk menghitung suatu bilangan
yang selanjutnya dapat diperbandingkan dengan bilangan yang
diketahui. Jawaban yang benar memiliki relasi yang sama ke jawaban

15
yang diasumsikan sebagaimana relasi yang dimiliki bilangan yang
diketahui ke bilangan yang sedang dihitung tersebut.
Banyak soal-soal matematika dari papyrus Rhind dan Moskow
diselesaikan dengan metode “kedudukan palsu. Sebagai contoh,
perhatikan soal 26 dalam papirus Rhind, yang meminta penyelesaian
(ditulis dalam notasi modern) persamaan:
𝑥
𝑥 + = 15
4
Persamaan ini diselesaikan dengan posisi salah, menggunakan
teknik yang mendahului persamaan yang ditulis secara formal. Pertama,
tebak x = 4 sehingga diperoleh, di sebelah kiri, 4 + 4/4 = 5. Tebakan ini
merupakan pilihan yang baik karena menghasilkan nilai bilangan
bulat. Namun, 4 bukanlah penyelesaian persamaan awal, karena
memberikan nilai tiga kali lebih kecil. Untuk mengimbanginya, kalikan
x (saat ini ditetapkan ke 4) dengan 3 dan substitusikan lagi untuk
mendapatkan 12 + 12/4 = 15, verifikasi bahwa solusinya adalah x = 12.
Versi modern dari teknik ini menggunakan cara sistematis dalam
memilih nilai tes baru dan berkaitan dengan pertanyaan apakah suatu
perkiraan terhadap suatu solusi dapat diperoleh atau tidak, dan jika dapat
diperoleh, seberapa cepat perkiraan tersebut dapat ditemukan.
b) Permasalahan Yang Aneh
P
Kembali ke Papirus Rhind, kita dapat memperhatikan
Permasalahan 79 benar-benar meringkas dan mengandung sejumlah
data aneh yang tampaknya digunakan untuk menunjukkan suatu
pengenalan terhadap jumlah deret geometri. Dalam soal tersebut
terdapat sekumpulan data yang ganjil yang diterjemahkan disini sebagai
berikut:
Perusahaan Pertanian
Rumah 7
Kucing 49
1 2801 Tikus 343
2 5602 Ikatan Gandum 2401
4 11.204 Ukuran Hekat 16.807
Total 19.607 ------------------------------------------+
19.607
Katalog beragam benda ini telah memunculkan beberapa gagasan
yang fantastis. Beberapa ahli menilai simbol ini sebagai peristilahan
simbolis yang diberikan untuk lima pangkat pertama dari 7. Diduga

16
penulisnya ingin memperkenalkan konsep perpangkatan satu, dua, dan
seterusnya menggunakan istilah-istilah seperti rumah, kucing dan
sebagainya. Untuk bagian kanan persamaan, kita tulis penjumlahan dari
7, 72 , 73 , 74 , dan 75 dengan menggunakan penjumlahan biasa. Pada sisi
kiri persamaan, jumlah dari deret yang sama diperoleh dari 7  2801,
dengan perkalian yang dilakukan melalui metode pengulangan biasa.
75 −1
Karena 2081 = ( 7−1 ), hasilnya
75 − 1
7  2801 = 7 ( ) = 7 + 72 + 73 + 74 + 75
7−1

adalah apa yang sebenarnya diperoleh melalui proses substitusi


dalam rumus modern untuk jumlah 𝑆𝑛 dari suku-suku 𝑛 dalam deret
geometri:
(𝑟 𝑛 − 1)
𝑆𝑛 = 𝑎 + 𝑎𝑟 + 𝑎𝑟 2 + ⋯ + 𝑎𝑟 𝑛−1 = 𝑎
𝑟−1
Suatu keterangan yang lebih dapat diterima dan menarik telah
diberikan oleh ahli sejarah Moritz Cantor pada 1907. Ia menganggap ini
sebagai soal kuno yang lebih dulu muncul daripada yang diberikan oleh
Leonardo Fibonaci pada tahun 1202 dalam karyanya Liber Abaci.
Diantara banyak soal yang dimuat dalam buku Liber Abaci, terdapat
soal seperti ini: "Ada tujuh wanita berada dijalan yang menuju Roma.
Tiap wanita mempunyai tujuh keledai. Tiap keledai membawa tujuh
karung. Tiap karung memuat tujuh potong roti. Tiap potong roti disertai
tujuh pisau, dan tiap pisau dimasukkan ke dalam tujuh sarung.
Berapakah seluruhnya yang berada di jalan yang menuju Roma? ".
Sebagai versi lain yang kemudian lebih dikenal pada masa Inggris
tua berupa sajak anak-anak, sebagai berikut:
Waktu aku pergi ke St Ives
Kujumpai seorang lelaki dengan tujuh istri
Tiap istri membawa tujuh karung
Tiap karung memuat tujuh kucing
Tiap kucing mempunyai tujuh anak kucing
Anak kucing, karung, dan istri,
Berapakah yang pergi ke St Ives?
Soal asli dalam papyrus Rhind menurut penafsiran Cantor mungkin
dapat dirumuskan kurang lebih sebagai berikut:
"Suatu perusahaan pertanian terdiri dari tujuh rumah. Tiap rumah
mempunyai tujuh kucing. Tiap kucing memakan tujuh tikus. Tiap tikus

17
memakan tujuh ikat gandum. Tiap ikat gandum dapat menghasilkan
gandum sebanyak tujuh hekat. Rumah, kucing, tikus, ikat gandum, dan
hekat gandum, berapa banyakkah seluruhnya berada diperusahaan
tersebut?"
c) Matematika Mesir Sebagai Matematika Terapan
Dengan melihat kepada naskah-naskah matematika bangsa Mesir
secara keseluruhan, kita akan temukan bahwa naskah-naskah itu
hanyalah kumpulan permasalahan praktis dari persoalan-persoalan yang
terkait perdagangan dan transaksi administratif. Pengajaran seni
perhitungan muncul sebagai unsur utama dalam permasalahan-
permasalahan tersebut. Segala sesuatu dinyatakan dalam istilah-istilah
bilangan khusus dan tidak terdapat jejak dari apa pun yang pantas
disebut sebagai teorema atau aturan umum dari suatu prosedur. Jika
kriteria untuk matematika keilmuan adalah keberadaan konsep bukti,
maka bangsa Mesir kuno membatasi diri mereka pada “aritmetika
terapan.” Mungkin penjelasan terbaik mengapa orang-orang Mesir tidak
pernah melangkah lebih jauh ke seberang tingkat yang relatif primitif
ini adalah karena mereka memiliki gagasan yang alami, tetapi tidak
menguntungkan, untuk hanya menggunakan pecahan-pecahan yang
berpembilang satu.
Oleh karena itu, bahkan perhitungan-perhitungan paling sederhana
sekalipun menjadi lamban dan sulit dilakukan. Kita sulit katakan apakah
simbolisme mereka yang memang tidak memungkinkan penggunaan
pecahan dengan pembilang-pembilang lain ataukah penggunaan
eksklusif pembilang-pembilang satuan itu yang telah menjadi alasan
untuk simbolisme yang digunakan oleh mereka untuk mengungkapkan
pecahan-pecahan. Penanganan pecahan-pecahan selalu menjadi seni
istimewa dalam matematika Mesir dan hal itu tampaknya dapat
dijelaskan sebagai penghambat bagi prosedur-prosedur numerik. Seperti
halnya dibuktikan oleh Papirus Akhmin (namanya diambil dari nama
kota di bagian atas Nil, tempat papirus itu ditemukan), tampak bahwa
metode-metode dari penulis Ahmes masih tetap berlaku sampai
beberapa abad kemudian. Dokumen ini, ditulis dalam bahasa Yunani
sekitar tahun 500 hingga 800 𝑀, hampir mirip dengan Papirus Rhind.
Penulisnya, seperti pendahulunya yaitu Ahmes dari zaman kuno,
menuliskan tabel-tabel pecahan yang diuraikan ke dalam pecahan-
pecahan satuan. Mengapa matematika Mesir masih tetap sedemikian
sama selama lebih dari 2000 tahun? Mungkin karena bangsa Mesir
memasukkan penemuan-penemuan mereka ke dalam buku-buku suci,

18
sehingga pada masa-masa selanjutnya orang-orang akan dianggap
berbuat bid‟ah jika mengubah metode atau hasil yang tercantum di sana.
Apa pun penjelasannya, pencapaian matematis yang dilakukan Ahmes
adalah hasil kerja keras dari para pendahulu dan tentu juga para
penerusnya.

Gambar 2. Bagian dari Papyrus Rhind

2.1.5. Geometri Mesir


a) Memperkirakan Luas dari Sebuah Lingkaran
Cerita yang diterima secara umum tentang asal-usul geometri
adalah bahwa geometri muncul di Mesir kuno, di mana genangan
tahunan Sungai Nil menuntut bahwa ukuran properti yang didaratkan
disurvei ulang untuk tujuan pajak. Memang, nama "geometri,"
merupakan gabungan dari dua kata Yunani yang berarti "bumi" dan
"ukuran," tampaknya menunjukkan bahwa subjek ini muncul dari
kebutuhan survei tanah. Orang Yunani sejarawan Herodotus, yang
mengunjungi Sungai Nil sekitar 460-455 SM, menggambarkan
bagaimana pengamatan geometris yang sistematis dilakukan.
Mereka juga mengatakan bahwa raja ini [Sesostris] membagi-bagi
tanah di antara semua orang Mesir untuk memberikan masing-masing
segi empat dengan ukuran yang sama dan untuk menarik dari setiap
pendapatannya, dengan mengenakan pajak yang dipungut setiap tahun.
Tetapi setiap orang yang bagiannya dihanyutkan oleh sungai, harus
datang kepadanya dan memberitahukan apa yang telah terjadi. Ia
kemudian mengutus para pengawas, yang harus mengukur berapa

19
banyak tanah yang telah menjadi lebih kecil, agar pemiliknya dapat
membayar apa yang tersisa, sesuai dengan yang tersisa, sesuai dengan
jumlah pajak yang dikenakan. Dengan cara ini, menurut saya, geometri
berasal.
Apapun pendapat yang pada akhirnya diadopsi mengenai langkah-
langkah pertama dalam geometri, tampaknya aman untuk
mengasumsikan bahwa di negara di mana mengolah bahkan bagian
terkecil dari tanah yang subur merupakan masalah yang perlu
diperhatikan, pengukuran tanah menjadi semakin penting. Untuk tujuan
ini Untuk tujuan ini, beberapa hasil luar biasa yang diperoleh orang
Mesir dalam matematika harus dianggap sebagai hasil yang luar biasa.
Tugas survei dilakukan oleh para spesialis yang oleh orang Yunani
kemudian disebut tali-tandu, atau pengikat tali, karena alat utama
mereka tampaknya adalah tali dengan simpul atau tanda pada interval
yang sama. Dalam sebuah bagian yang ditulis sekitar 420 SM, filsuf
Yunani Democritus (460-370 SM) menyatakan bahwa pada masanya,
para surveyor Mesir masih peringkat tinggi di antara para ahli geometri
besar, memiliki keterampilan yang hampir sama dengan dirinya. Dia
dengan bangga menyombongkan diri, "Tidak ada yang dapat melampaui
saya dalam konstruksi bidang-bidang dengan bukti, bahkan yang
disebut tandu tali di antara orang Mesir."
Apa yang menyibukkan para ahli geometri Mesir sekitar 4000 tahun
yang lalu? Matematika yang telah sampai kepada kita berisi banyak
contoh konkret, tanpa motivasi teoritis, dari aturan seperti resep untuk
menentukan area dan volume bidang yang paling dikenal dan bangun
ruang padat. Aturan penghitungan seperti itu harus diakui sebagai hasil
yang benar-benar empiris, hasil dari pengalaman dan pengamatan
selama berabad-abad. Orang Mesir mencari fakta-fakta berguna yang
berkaitan dengan pengukuran, tanpa harus mendemonstrasikan fakta-
fakta tersebut dengan proses penalaran deduktif. Beberapa formula
mereka hanya kira-kira benar, tetapi mereka memberikan hasil yang
dapat diterima untuk kebutuhan praktis kehidupan sehari-hari.
Dalam prasasti dedikasi yang agung, sekitar 100 SM, di Kuil Horus
di Edfu, terdapat referensi tentang sejumlah pohon eld empat sisi yang
merupakan hadiah untuk kuil tersebut. Untuk setiap masing-masing,
area tersebut diperoleh dengan mengambil hasil kali rata-rata dari dua
pasang dari dua sisi yang berlawanan, yaitu dengan menggunakan
1
rumus 𝐴 = (𝑎 + 𝑐)(𝑏 + 𝑑),
4

20
Di mana 𝑎, 𝑏, 𝑐, dan 𝑑 adalah panjang sisi yang berurutan.
Rumusnya jelas salah. Rumus ini memberikan jawaban yang cukup
akurat hanya jika bangun datarnya berbentuk persegi panjang. Yang
menarik adalah bahwa rumus yang sama salahnya untuk luas segiempat
telah muncul 3000 tahun sebelumnya di Babylonia kuno.
Masalah geometris dari Papirus Rhind adalah yang bernomor 41-
60, dan sebagian besar berkaitan dengan jumlah biji-bijian yang
disimpan dalam bentuk persegi panjang dan silinder lumbung. Mungkin
pencapaian terbaik orang Mesir dalam geometri dua dimensi adalah
metode mereka untuk menghitung luas lingkaran, yang muncul di Soal
50:
Contoh sebuah pohon bulat berdiameter 9 khet. Berapa luasnya?
1
Singkirkan dari diameternya, yaitu 1; sisanya adalah 8. Kalikan 8
9
dengan 8; hasilnya adalah 64. Oleh karena itu berisi 64 setat tanah.
Dengan demikian, proses para juru tulis untuk menghitung luas
lingkaran dapat dinyatakan secara sederhana: Kurangi dari diameternya
1
bagian dan kuadratkan sisanya. Dalam simbol-simbol modern, jumlah
9
𝑑 8𝑑 2
ini dengan rumus 𝐴 = (𝑑 − )2 = ( ) , di mana 𝑑 menunjukkan
9 9
panjang diameter lingkaran. Jika kita bandingkan ini dengan rumus yang
𝜋𝑑 2 𝜋𝑑 2 8𝑑 2
sebenarnya untuk luas lingkaran, yaitu ; maka =( ) , sehingga
4 4 9
8
kita dapatkan 𝜋 = 4( )2 = 3.1605 … untuk nilai Mesir dari rasio
9
keliling lingkaran terhadap diameternya. Ini adalah perkiraan yang
1
mendekati 3 ; yang bagi banyak siswa cukup baik untuk tujuan praktis.
7
Pada periode Babilonia Kuno (sekitar 1800-1600 SM), keliling
lingkaran ditemukan dengan mengambil tiga kali diameternya.
Menempatkan ini sama dengan 𝜋𝑑, kita melihat bahwa perhitungan
mereka setara dengan menggunakan 3 untuk nilai 𝜋. Orang Ibrani
menggunakan nilai yang sama dalam Perjanjian Lama, misalnya, dalam
I Raja-raja 7:23, di mana dimensi pemandian di kuil Salomo dijelaskan.
Ayat ini ditulis sekitar tahun 650 SM, dan mungkin diambil dari catatan
bait suci yang berasal dari tahun 900 SM. “Laut yang cair, 10 hasta dari
satu tepi ke tepi yang lain: laut itu bundar sekelilingnya: dan sebuah
garis hasta yang mengelilingi laut itu." Sebuah tablet paku yang
ditemukan di Susa oleh sebuah ekspedisi arkeologi Perancis pada tahun
1936 (interpretasi yang diterbitkan pada tahun 1950) tampaknya
1
menunjukkan bahwa penulis Babilonia mengadopsi 3; 7,30 atau 3
8

21
sebagai nilai dari 𝜋. Ini setidaknya sama baiknya dengan perkiraan yang
ditemukan oleh orang Mesir.
Kita tidak memiliki pengetahuan langsung tentang bagaimana
8𝑑 2
rumus 𝐴 = ( ) untuk luas sebuah lingkaran diperoleh, tetapi ada
9
kemungkinan bahwa masalah 48 dari Rhind Papyrus memberikan
petunjuk. Dalam soal ini, pernyataan biasa dari apa yang penulis usulkan

untuk dilakukan diganti oleh sebuah gambar yang, meskipun digambar


dengan cukup kasar, paling kuat menunjukkan sebuah persegi dengan
empat segitiga pada simpul-simpulnya. Di tengah-tengah gure tersebut
terdapat tanda demotik untuk angka 9. Dengan demikian Tampaknya
juru tulis membentuk segi delapan dari sebuah persegi dengan sisi 9 unit
dengan
Gambar 3. Bentuk Awal Masalah 48 Papyrus Rhind

menguraikan sisi-sisinya dan memotong keempat sudut segitiga sama


9
kaki (setiap segitiga memiliki luas unit persegi). Sang juru tulis
2
mungkin telah menyimpulkan bahwa segi delapan itu kira-kira sama
luasnya dengan lingkaran yang tertulis di bujur sangkar, karena
beberapa bagian dari lingkaran yang tertulis terletak di luar segi delapan
dan beberapa bagian terletak di dalam, dan ini ini tampak kurang lebih
sama.

Gambar 4. Ilustrasi Masalah 48 Papyrus Rhind

22
Sekarang luas segi delapan sama dengan luas persegi asli dikurangi
luas empat segitiga sama kaki yang terdiri dari empat sudut yang
9
terpotong, yaitu, 𝐴 = 92 − 4 ( ) = 63. Ini hampir sama dengan nilai
2
yang diperoleh dengan mengambil 𝑑 = 9 dalam ekspresi (8d = 9)2.
Dengan demikian penjelasan yang mungkin untuk rumus luas
8𝑑 2
( ) .adalah bahwa rumus ini muncul dari pertimbangan segi delapan
9
sebagai perkiraan pertama untuk lingkaran yang tertulis dalam sebuah
bujur sangkar.
Soal 52 dari Rhind Papyrus meminta untuk menghitung luas
trapesium (digambarkan sebagai segitiga terpotong) dengan sisi miring
yang tampaknya sama, panjang 6 dan 4 dari sisi sejajar dan panjang 20
dari sisi miring diberikan.

Gambar 5. Ilustrasi Masaalah 52 Papyrus Rhind

1
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus 𝐴 = (𝑏 +
2
𝑏′)ℎ. Apakah penulis papirus berpikir bahwa luas trapesium adalah
setengah dari jumlah panjang sisi sejajar dikalikan tinggi miring, atau
apakah satu sisi miring dimaksudkan untuk tegak lurus dengan sisi-sisi
yang sejajar? Dalam kasus terakhir, ia mungkin benar. Ini sama sekali
tidak mungkin bahwa diagram yang tidak lebih dari sketsa kasar, sangat
buruk digambar dan salah satu sisi yang tampaknya sama benar-benar
dimaksudkan untuk tegak lurus sisi-sisi yang sejajar.
b) Volume Piramida Teropong
Hanya ada 25 soal dalam Papirus Moskow, tetapi salah satunya
berisi mahakarya geometri kuno. Soal nomor 14 menunjukkan bahwa
orang Mesir pada sekitar tahun 1850 Sebelum Masehi sudah mengenal
rumus yang benar untuk volume piramida persegi terpotong (atau
frustum). Dalam notasi kami, ini adalah

𝑉 = (𝑎2 + 𝑎𝑏 + 𝑏 2 )
3

23
di mana ℎ adalah ketinggian dan 𝑎 dan 𝑏 adalah panjang sisi alas persegi
dan sisi atas bujur sangkar, secara berurutan.

Gambar 6. Ilustrasi Masalah 14 Papyrus Rhind

Bangun yang terkait dengan Soal 14 terlihat seperti trapesium sama


kaki,

Gambar 7. Ilustrasi Lanjut Masalah 14 Papyrus Rhind

tetapi perhitungan menunjukkan bahwa frustum piramida persegi


dimaksudkan. Persisnya teks yang tepat dalam hubungan ini dapat
diberikan:
Contoh penghitungan piramida terpotong. Jika Anda diberi tahu:
piramida terpotong 6 untuk tinggi vertikal sebesar 4 di alas dan 2 di atas:
Anda harus mengkuadratkan 4 ini; hasilnya 16. Anda Anda harus
menggandakan 4; hasilnya 8. Anda harus mengkuadratkan 2 ini;
hasilnya 4. Anda harus menambahkan 16 dan 8 dan 4; hasilnya 28. Anda
1
harus mengambil dari 6; hasilnya 2. Anda harus mengambil 28 dua
3
kali; hasilnya 56. Lihat, hasilnya 56. Anda akan melakukannya dengan
benar.
Meskipun solusi ini berhubungan dengan masalah tertentu dan bukan
dengan teorema umum, masih menakjubkan; beberapa sejarawan
matematika telah memuji pencapaian ini sebagai piramida Mesir yang
terbesar.
Secara umum diterima bahwa orang Mesir mengenal rumus untuk
volume piramida persegi yang lengkap, dan bahwa rumus tersebut
mungkin adalah rumus yang benar,

24
ℎ 2
𝑉= 𝑎
3
1
Dalam analogi dengan rumus 𝐴 = 𝑏ℎ untuk luas sebuah segitiga,
2
orang Mesir mungkin telah menduga bahwa volume piramida adalah
konstan dikalikan ℎ𝑎2 . Kita bahkan dapat menduga bahwa mereka
1
menebak konstanta tersebut adalah . Tetapi rumus
3
ℎ 2
𝑉= (𝑎 + 𝑎𝑏 + 𝑏 2 )
3
tidak bisa menjadi sebuah tebakan. Ini hanya bisa diperoleh dengan
beberapa jenis analisis geometris geometris atau dengan aljabar dari

𝑉 = ( )𝑎2 . Akan tetapi, bukanlah tugas yang mudah untuk
3
merekonstruksi metode yang dapat digunakan untuk menyimpulkan
rumus piramida terpotong dengan bahan yang tersedia bagi mereka.
c) Spekulasi Mengenai Piramida Agung
Setiap survei tentang matematika orang Mesir harus menyertakan
referensi singkat tentang Piramida Besar di Gizeh, didirikan sekitar
2600 SM oleh Khufu, yang oleh orang Yunani disebut Cheops. Ini
memberikan bukti monumental tentang apresiasi bentuk geometris dan
pengembangan konstruksi teknik yang relatif tinggi, belum lagi sangat
luar biasa organisasi sosial dan pemerintahan. Menurut Herodotus,
400.000 pekerja bekerja setiap tahun di Piramida Agung selama 30
tahun-empat kelompok terpisah yang terdiri dari 100.000 orang,
masing-masing kelompok dipekerjakan selama tiga bulan. (Perhitungan
menunjukkan bahwa tidak lebih dari 36.000 orang yang bekerja di
piramida dalam satu waktu tanpa menghambat pergerakan satu sama
lain).

Gambar 8. Gulungan Kulit Matematika

25
Ekstrak dari Gulungan Kulit Matematika, yang berisi hubungan
1 1 1
sederhana antara pecahan seperti + = . (Courtesy British
9 18 6
Museum)
Sepuluh tahun dihabiskan untuk membangun jalan menuju tambang
batu kapur yang jaraknya beberapa mil jauhnya, dan melalui jalan ini
1
diseret 2.300.000 balok batu dengan berat rata-rata 2 ton dan
2
berukuran 3 kaki di setiap arah. Balok-balok ini disatukan dengan sangat
sempurna sehingga mata pisau tidak dapat dimasukkan ke dalam
sambungan.
Apa yang membuat orang terkesan selama bertahun-tahun bukanlah
kualitas estetika Piramida Agung tetapi ukurannya; itu adalah bangunan
terbesar di zaman kuno dan salah satu terbesar yang pernah didirikan.
Ketika masih utuh, bangunan ini menjulang setinggi 481,2 kaki (31 kaki
bagian atas sekarang hilang), keempat sisinya miring ke kiri dan ke
kanan. hilang), keempat sisinya miring pada sudut sekitar 51°51′
dengan tanah, dan pangkalan menempati 13 hektar - area yang sama
dengan area dasar gabungan dari katedral Florence dan Milan, Santo
Petrus di Roma, dan Katedral Santo Paulus dan Westminster Paul dan
Westminster Abbey di London. Yang lebih menakjubkan lagi adalah
keakuratannya dalam menyatukannya. Alasnya hampir berbentuk bujur
sangkar sempurna, tidak ada satu pun dari keempat sisinya yang berbeda
1
dari rata-rata panjang 755,78 kaki lebih dari 4 inci. Dengan
2
menggunakan salah satu benda langit, para Pembangun Cheops mampu
mengarahkan sisi-sisi piramida hampir persis dengan empat mata angin
dari kompas, kesalahannya hanya sepersekian persen dari 1°.
Piramida Besar telah turun ke pikiran petualang merah saat ini
hingga yang paling liar spekulasi. Para mistikus piramida ini (atau yang
kadang disebut pyramidiot) telah mengaitkan para pembangun kuno
dengan segala macam niat metafisik dan pengetahuan esoterik. Di antara
hal-hal luar biasa yang diklaim adalah bahwa piramida itu dibangun
sehingga setengah keliling alas dibagi dengan tinggi harus sama persis
untuk 𝜋. Sementara perbedaan antara kedua nilai tersebut 𝜋 =
2(755.78)
3.1415926 … and = 3.14123 … hanya 0.00036 ..., kedekatan
481.2
mereka hanya kebetulan dan tidak memiliki dasar dalam hukum
matematika apa pun.
Para pendeta Mesir, menurut sebuah kutipan yang muncul dalam
literatur baru-baru ini, mengatakan kepada Herodotus bahwa dimensi

26
Piramida Agung dipilih sedemikian rupa sehingga area setiap wajah
akan sama dengan luas persegi dengan sisi yang sama dengan tinggi

Piramida. tinggi. Tuliskan 2𝑏 untuk panjang sisi alas, 𝑎 untuk


ketinggian segitiga muka, dan h untuk tinggi piramida, kita dapatkan
bahwa hubungan Herodotus dinyatakan dengan persamaan ℎ2 =
1
(2𝑏. 𝑎) = 𝑎𝑏
2
Gambar 9. Ilustrasi Piramida Agung

Teorema Pythagoras mengatakan bahwa karena 𝑎 adalah sisi miring


segitiga siku-siku dengan kaki 𝑏 dan ℎ, maka ℎ2 + 𝑏 2 = 𝑎2 , atau , atau
𝑎2 − 𝑏 2 . Dengan menyamakan kedua ekspresi untuk ℎ2 , kita dapatkan
𝑎2 − 𝑏 2 = 𝑎𝑏
Jika kedua ruas dibagi dengan 𝑎2 , persamaan terakhir ini menjadi
𝑏 2 𝑏 𝑏 2 𝑏
1 − ( ) = , 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎, ( ) + ( ) = 1.
𝑎 𝑎 𝑎 𝑎
Sekarang nilai akar positif dari persamaan kuadrat 𝑥 2 + 𝑥 = 1 adalah
1
𝑥 = (√5 − 1). Kemudian kita mendapatkan rasionya
2
𝑏 1
= (√5 − 1) = 0.6180339 …,
𝑎 2
kebalikan dari "golden ratio", sebuah nilai yang telah terbukti berkali-
kali dalam matematika dan aplikasinya.
Seberapa sukseskah para pembangun piramida dalam mencapai
rasio emas (jika memang itu tujuan mereka)? Memeriksa dengan
pengukuran aktual yang dilakukan di Piramida Agung, kami melihat
bahwa
𝑎 = √ℎ2 + 𝑏 2 = √(481.2)2 ) + (377.89)2 = 611.85,
mengarah ke nilai
𝑏
= 0.61762 ….
𝑎
Teori bahwa orang Mesir bermaksud menggunakan rasio emas
sebagai landasan teoretis karena membangun Piramida Agung

27
tampaknya pertama kali ditetapkan oleh John Taylor tertentu, siapa yang
pada tahun 1859 menerbitkan Piramida Agung, Mengapa Dibangun dan
Siapa Yang Membangunnya? Seorang amatir matematikawan, Taylor
menghabiskan 30 tahun mengumpulkan dan membandingkan
pengukuran yang dilaporkan oleh pengunjung Piramida berturut-turut.
Meskipun dia membuat sejumlah model skala piramida, dia tidak pernah
melihatnya sendiri. Karena satu-satunya bagian dalam Herodotus
Sejarah tentang ukurannya berbunyi, "Dasarnya persegi, masing-masing
sisinya memiliki panjang 800 kaki dan tingginya sama," lompatan
keyakinan akan diperlukan untuk membenarkan klaim Taylor. Apalagi,
dimensi yang direkam Herodotus sendiri jauh dari sasaran.
Teori lain yang sering dianggap sebagai Injil adalah bahwa luas
total piramida dapat diekspresikan dengan cara yang mengarah pada
rasio emas; artinya, luas alasnya adalah untuk jumlah luas sisi segitiga
karena jumlah ini sama dengan jumlah luas sisi segitiga wajah dan
pangkalan. Karena jumlah luas keempat segitiga muka tersebut adalah
1
4. (2𝑏𝑎) dan luas alasnya adalah (2𝑏)2 , klaim direduksi menjadi
2
pernyataan bahwa
4𝑏 2 4𝑎𝑏
=
4𝑎𝑏 4𝑎𝑏 + 4𝑏 2
atau dalam bentuk yang setara,
𝑏 𝑎
=
𝑎 𝑎+𝑏
Menggunakan nilai yang dihitung sebelumnya untuk 𝑎, satu nds yang
𝑎 611.85
= = 0.61819 …,
𝑎 + 𝑏 989.74
𝑏 𝑎
dari mana hasil bagi dan hampir sama. Apakah ini masalah
𝑎 𝑎+𝑏
kecelakaan atau desain terbuka untuk spekulasi.
Ada beberapa teori yang lebih liar. Beberapa orang berpendapat,
misalnya, bahwa orang Mesir telah mendirikan piramida sebagai
tanggul agar pasir gurun tidak bergerak dan meliputi area budidaya di
sepanjang Sungai Nil. Kepercayaan populer selama Abad Pertengahan
adalah bahwa mereka adalah lumbung-lumbung yang terpaksa dibangun
oleh orang Ibrani yang ditawan untuk menyimpan jagung selama tahun-
tahun kelimpahan. Legenda ini telah dilestarikan dalam mosaik, yang
dibuat sekitar tahun A. D. 1250, dari Gereja Santo Markus di Venesia.
Bagian dari narasi bergambar dari kisah Yusuf menunjukkan

28
saudaranya dikirim untuk mengambil berkas gandum dari piramida.
Spekulasi mulai mengasumsikan penampilan yang lebih ilmiah pada
tahun 1864, ketika seseorang sangat dihormati profesor astronomi
(Charles Piazzi Smyth, astronom kerajaan Skotlandia) bekerja untuk
kepuasannya sendiri, sebuah unit pengukuran untuk Piramida Agung,
yang disebutnya inci piramida, sama dengan 1,001 inci kita.
Menggunakan "inci piramida" mistis ini untuk ukur tonjolan dan retakan
di sepanjang dinding lorong dan ruang interior, dia menyimpulkan
bahwa Piramida Agung dirancang oleh Tuhan sebagai alat nubuatan,
yang disebut Alkitab di atas batu. (Ahli Mesir Kuno Inggris Flinders
Petrie menulis bahwa dia pernah tertangkap salah satu pemuja piramida
diam-diam menundukkan tonjolan batu di untuk membuat
pengukurannya sesuai dengan teorinya.) Jika ada yang tahu cara
membacanya pesan, akan ditemukan di piramida segala macam
informasi penting tentang sejarah dan masa depan umat manusia: Banjir
Besar, kelahiran Kristus, permulaan dan berakhirnya Perang Dunia I,
dan seterusnya. Ketika Smyth memberi tanggal dimulainya Perang
Dunia I sebagai 1913, orang-orang kepercayaannya dengan gembira
menunjukkan bahwa dia telah berbuat salah " hanya dalam satu
tahun."Smyth dan para pengikutnya mengajukan teori-teori yang luar
biasa dan luar biasa tentang "rahasia" yang terkunci di dalam
pengukuran Piramida Agung. Nyaris celaka mereka dalam meramalkan
tanggal yang Agung Terlepas dari perang, banyak spekulasi yang
antusias ini harus dianggap sebagai barang dan omong kosong.
Meskipun kita dapat yakin bahwa para pembangun piramida sudah
memiliki pengetahuan yang cukup dari geometri, matematika yang
sangat sedikit pada periode ini telah sampai kepada kita. Kami dua
papirus matematika utama, meskipun berbeda usianya, dapat dikatakan
mewakili keadaan subjek pada saat itu 2000-1750 SM Meninjau
semuanya, kita dipaksa untuk menyimpulkan bahwa geometri Mesir
tidak pernah maju melampaui tahap intuitif, di mana pengukuran benda
berwujud menjadi pertimbangan utama. Geometri periode itu tidak
memiliki struktur deduktif—tidak ada hasil teoretis, atau aturan umum
apa pun prosedur. Ini hanya menyediakan perhitungan, dan ini
terkadang mendekati, untuk masalah itu memiliki pengaruh praktis
dalam konstruksi dan survei.

29
2.1.6. Tinjauan Sifat Matematika Mesir Kuno
Matematika Mesir pada dasarnya “bersifat penjumlahan”, berarti bahwa
kecenderungan matematikanya adalah menurunkan perkalian dan pembagian
menjadi penjumlahan berulang. Perkalian dari dua bilangan dapat diselesaikan
dengan cara menggandakan secara berturutan salah satu dari bilangan-
bilangan tersebut dan kemudian menambahkan pengulangan yang sesuai
untuk memperoleh hasilkalinya. Metode perkalian dengan cara menggandakan
dan menjumlahkan dapat bekerja secara baik karena setiap bilangan bulat
(positif) dapat ditunjukkan sebagai jumlah perpangkatan berbeda dari 2; yaitu,
seperti jumlah suku-suku dari barisan, 1,2,4,8,16,32, dan seterusnya. Dalam
hal lainnya, pembagian yang dilakukan oleh bangsa Mesir dapat dimaknai
sebagai proses perkalian yang dibalikkan—pembagi digunakan secara
berulang untuk memperoleh hasilbaginya. Saat para matematikawan Mesir
Kuno menghitung dengan pecahan, mereka hanya menggunakan apa yang
disebut sebagai pecahan-pecahan satuan; yaitu pecahan-pecahan dengan
bentuk 1/n, di mana n adalah bilangan asli.
Dengan melihat naskah-naskah matematika bangsa Mesir Kuno secara
keseluruhan, kita akan temukan bahwa naskah-naskah tersebut hanyalah
kumpulan permasalahan praktis dari persoalan-persoalan yang terkait
perdagangan dan transaksi administratif. Pengajaran seni perhitungan muncul
sebagai unsur utama dalam permasalahan-permasalahan tersebut. Segala
sesuatu dinyatakan dalam istilah-istilah bilangan khusus, dan tidak terdapat
jejak dari apa pun yang pantas disebut sebagai teorema atau aturan umum dari
suatu prosedur. Jika kriteria untuk matematika keilmuan adalah keberadaan
konsep bukti, maka bangsa Mesir Kuno membatasi diri mereka pada
“aritmetika terapan”.
Barangkali, penjelasan terbaik tentang mengapa bangsa Mesir Kuno
tidak pernah melangkah ke seberang tingkat yang relatif primitif ini adalah
karena mereka memiliki gagasan yang alami, tetapi tidak menguntungkan,
untuk hanya menggunakan pecahan-pecahan dengan pembilang satu. Oleh
karena itu, bahkan perhitungan-perhitungan paling sederhana sekalipun
menjadi lamban dan sukar untuk dilakukan. Kita sukar katakan apakah
simbolisme mereka memang tidak memungkinkan penggunaan pecahan
dengan pembilang-pembilang lainnya, ataukah penggunaan eksklusif
pembilang satuan itu yang telah menjadi alasan untuk simbolisme yang
mereka gunakan. Penanganan pecahan-pecahan selalu menjadi seni yang
istimewa dalam matematika Mesir Kuno, dan hal itu tampaknya dapat
dijelaskan sebagai penghambat bagi prosedur-prosedur numerik.

30
Seperti halnya dibuktikan oleh Papirus Akhmin (nama ini diambil dari
nama kota di bagian atas Sungai Nil, tempat papirus tersebut ditemukan),
tampak bahwa metode-metode dari penulis Ahmes masih tetap berlaku sampai
beberapa abad kemudian. Dokumen ini, ditulis dalam bahasa Yunani sekitar
tahun 500 hingga 800 M, hampir mirip dengan Papirus Rhind. Penulisnya,
seperti pendahulunya yaitu Ahmes dari zaman kuno, menuliskan tabel-tabel
pecahan yang diuraikan ke dalam pecahan-pecahan satuan. Mengapa
matematika Mesir masih tetap sedemikian sama selama lebih dari 2000 tahun?
Salah satu jawaban yang mungkin adalah karena bangsa Mesir Kuno
memasukkan temuan-temuan mereka ke dalam buku suci, sehingga pada
masa-masa selanjutnya orang akan dianggap mengingkari kesucian agama jika
mengubah metode atau hasil yang tercantum di sana. Apa pun penjelasannya,
pencapaian matematis yang dilakukan Ahmes adalah hasil kerja keras dari para
pendahulu dan tentu juga para penerusnya.
2.2. Matematika Yunani Kuno
2.2.1. Sejarah Matematika Yunani
Kemajuan matematika Yunani Kuno bertepatan dengan masa keemasan
peradaban Yunani itu sendiri, yakni sekitar tahun 600 SM sampai 300 SM.
Namun teks-teks yang berhubungan langsung dengan matematika Yunani
hampir tidak ada yang ditulis secara langsung pada tahun-tahun itu, jadi
sejarah matematika Yunani diceritakan dan ditulis lebih lambat dari kejadian
aslinya. Kaum Pythagoras yang awalnya sederhana menjadi titik awal dari
kemajuan matmatika bangsa Yunani kuno dengan mencapai puncak
kejayaannya pada karya ahli-ahli geometri hebat zaman kuno seperti Euclid,
Archimedes, dan Appolonius. Setelah melewati masa jayanya, penemuan-
penemuan lain tidak banyak bermunculan kembali, meski nama-nama besar
seperti Cladius Ptolemy, Pappus, dan Diophantus membuktikan prestasi yang
layak untuk dikenang dari masa ke masa. Hal ini dikarenakan habisnya bahan
yang bisa diteliti oleh para peneliti di era selanjutnya hingga abad keenam
belas. Selain itu, ada hal menarik lain yang terdapat dalam sejarah
perkembangan matematika Yunani ini, yaitu bahwa hampir semua karya dari
peradaban Yunani dihasilkan secara produktif pada selang waktu 350 SM
sampai 200 SM yang terbilang sangan singkat untuk suatu perkembangan yang
sangan besar, dan juga semua perkembangan itu tidak dilakukan di wilayah
Aegea lama, melainkan di Alexandira, oleh para imigran Yunani pada masa
dinasti Ptolemy berkuasa.

31
2.2.2. Sistem Bilangan Yunani Kuno
Pada sekitar tahun 450 SM, orang-orang Yunani di Ionia menggunakan
sistem bilangan dengan lambang. Lambang yang digunakan ini adalah
lambang dari 24 huruf abjad dalam bahasa Yunani biasa dengan tambahan tiga
lambang yang diambil dari huruf Phonicia yang sudah tidak digunakan lagi.
Lambang huruf Phonicia yang digunakan adalah lambang Digamma untuk
angka 6, Koppa untuk angka 90, dan Sampi untuk angka 900. Adapun ke dua
puluh tujuh bilangan tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 1. Lambang Sistem Bilangan Yunani Kuno

Makna
Lambang Nama
Huruf Angka
α Alfa a 1
β Beta b 2
γ Gama g 3
δ Delta d 4
ε Epsilon e 5
ϛ Digamma - 6
ζ Zeta z 7
η Eta e, 𝑒̅ 8
θ Teta th 9
ι Iota i 10
κ Kapa k 20
λ Lambda l 30
μ Mu m 40
ν Nu n 50
ξ Ksi x 60
ο Omikron o 70
π Pi p 80
Ϙ Koppa - 90
ρ Ro r 100
σ Sigma s 200
τ Tau t 300
υ Upsilon u, y 400

32
ϕ Fi ph 500
χ Khi ch 600
ψ Psi ps 700
ω Omega o, 𝑜̅ 800
ϡ Sampi - 900

Sistem bilangan ini merupakan jenis sistem bilangan penjumlahan, yang


mana semua bilangan dari 1 sampai 999 dapat diwakilkan dengan maksimal
tiga simbol, dengan contoh seperti di bawah ini:

ϡϘ𝜃 = 900 + 90 + 9 = 999


τκα = 300 + 20 + 1 = 321
τιδ = 300 + 10 + 4 = 314

Untuk menyatakan bilangan yang lebih besar dari 999, maka akan
digunakan dua simbol baru yakni tanda petik dibawah-kiri bilangan dan huruf
M yang ditulis di sebelah kanan atau di bawah bilangan. Tanda petik dibawah-
kiri bilangan menandakan makna bilangan tersebut dikalikan dengan 1.000.
sedangkan huruf M diambil dari kata Myriad yang berarti sepuluh ribu, yang
merubah makna bilangan menjadi dikalikan 10.000. adapun contoh
penggunaan dua simbol ini seperti contoh dibawah ini:

′τιδ = 1.000 ∗ 300 + 10 + 4 = 300.014


τκα
τκαM ⋁ M = 10.000(300 + 20 + 1) = 3.210.000
τιδM ′αϕϘβ = 10.000(300 + 10 + 4) + 1.000 ∗ 1 + 500 + 90 + 2
= 3.141.592

Adapun beberapa kondisi dimana terkadang lambang petik dan M ini


tidak digunakan, misalnya saat ingin menyatakan tahun yang mana hal tersebut
sudah dinilai pasti, seperti:

γαδα = 3141

Karena sistem bilangan ini menggunakan simbol yang diambil dari


huruf lokal jadi dalam penulisannya akan diberi suatu pembeda antara kata dan
angkat. Dimana pembeda ini biasanya disimbollkan dengan tanda aksen di

33
akhir bilangan atau ruas garis di atas bilangan tersebut, seperti contoh dibawah
ini:

γαδα′ atau ̅̅̅̅̅̅̅


γαδα

Sistem bilangan Yunani kuno ini terbilang sudah sangat efisien dalam
penulisannya. Misalkan jika dibandingkan dengan sistem bilangan Mesir yang
harus menuliskan sembilan lambang yang sama untuk menyatakan bilangan
900, sedangkan pada sistem bilangan Yunani hanya perlu menuliskan satu
simbol saja. Namun, dibalik kemudahan itu terdaapt banyaknya simbol yang
harus dihapal untuk membuat suatu bilangan tertentu.
2.2.3. Thales dan Miletus
Tokoh-tokoh pertama yang secara tradisional dikaitkan dengan
perkembangan matematika adalah Thales dari Miletus (sekitar 625-547 S.M.)
dan Pythagoras dari Samos (sekitar 580-500 S.M.). Thales adalah keturunan
bangsa Phoenicia, yang lahir di Miletus, salah satu kota di Ionia, pada masa
koloni Yunani berkembang di tepian pantai Asia Minor. Dia tampaknya
menggunakan masa awal hidupnya untuk berdagang, dan konon dalam
perjalanannya dia mempelajari geometri dari bangsa Mesir dan astronomi dari
bangsa Babilonia. Bagi generasi-generasi selanjutnya, Thales dikenal sebagai
salah satu dari Tujuh Orang Bijak Yunani, sebuah kelompok yang dihormati
bukan hanya karena kebijaksanaan mereka dalam ilmu pengetahuan, tetapi
juga dalam filsafat dan etika. Thales, misalnya, dikenal dengan pepatahnya,
"Kenalilah dirimu sendiri," dan ketika ditanya tentang hal paling aneh yang
pernah dia saksikan, dia menjawab "seorang raja yang sudah uzur."
Pendapat kuno yang tidak diketahui sumbernya menggambarkan Thales
sebagai seorang yang sangat cerdas dalam bidang politik dan perdagangan,
serta dalam ilmu pengetahuan. Banyak anekdot menarik tentangnya, beberapa
di antaranya merupakan kenyataan dan yang lainnya hanyalah fantasi, yang
menggambarkan kecerdasannya. Pada suatu kesempatan, menurut Aristoteles,
setelah tanaman zaitun beberapa tahun gagal panen, Thales menggunakan
pengetahuan astronominya untuk memprediksi bahwa musim yang baik akan
datang pada tahun berikutnya. Untuk mengantisipasi hasil panen yang
melimpah, dia membeli semua alat peras zaitun di sekitar Miletus. Saat musim
panen tiba, karena dia memiliki semua alat peras zaitun, dia dapat menentukan
harga sewa alat peras dan memperoleh keuntungan besar. Kisah lain
menceritakan bahwa Thales, setelah membuktikan betapa mudahnya bagi

34
filosof-filosof menjadi kaya jika mereka mau, menjual minyak zaitunnya
dengan harga wajar.
Seperti yang telah kita pelajari, matematika bangsa Mesir pada dasarnya
digunakan sebagai alat praktis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di sisi
lain, para cendekiawan Yunani menggunakan materi yang berguna ini dan
menyaring prinsip-prinsip umum dari materi tersebut, sehingga ilmu
pengetahuan ini menjadi lebih umum dan dapat dipahami dengan baik, sambil
mengungkap banyak hal yang baru. Thales secara umum dihormati sebagai
orang pertama yang memperkenalkan penggunaan bukti logis berdasarkan
penalaran deduktif, daripada sekadar eksperimen dan intuisi untuk mendukung
argumen.
Dengan mengabaikan pandangan modern, jika kita menerima
pencapaian-pencapaian matematis yang dikaitkan dengan Thales oleh para
sejarawan Yunani seperti Herodotus dan Proclus, maka Thales terkait dengan
proposisi-proposisi geometris berikut:
1. Suatu sudut yang dilukis di dalam bangun setengah lingkaran adalah
sudut siku-siku.
2. Sebuah lingkaran dibagi dua sama besar oleh diameternya.
3. Sudut-sudut alas dari sebuah segitiga sama kaki memiliki besaran yang
sama.
4. Jika dua garis lurus saling memotong, maka sudut-sudut yang bertolak
belakang memiliki besaran yang sama.
5. Sisi-sisi dari segitiga yang sebanding adalah sebanding.
6. Dua segitiga disebut kongruen jika satu sisi dan dua sudut yang
berdekatan, secara berturut-turut, dari kedua segitiga itu sama.
Karena ada pengaruh matematika Mesir pada matematika Yunani,
semua fakta ini mungkin juga sudah dikenal oleh bangsa Mesir. Bagi mereka,
pernyataan-pernyataan tersebut tidak memiliki keterkaitan, tetapi bagi orang
Yunani, pernyataan-pernyataan tersebut merupakan awal dari perkembangan
luar biasa dalam geometri. Sejarah konvensional cenderung mengaitkan
sesuatu dengan seseorang yang dianggap sebagai penemunya, oleh karena itu,
Thales secara tradisional dianggap sebagai Bapak Geometri atau
matematikawan pertama. Meskipun tidak pasti proposisi mana yang secara
langsung berasal dari Thales, namun jelas bahwa Thales memberikan
kontribusi dalam menyusun dasar-dasar rasional untuk geometri, mungkin
melalui metode deduktif. Pengembangan teorema-teorema yang terstruktur
dengan baik melalui bukti deduktif adalah suatu inovasi yang sepenuhnya baru
dan menjadi ciri khas matematika Yunani.

35
2.2.4. Matematika Kaum Pythagoras
Studi tentang bilangan dalam bentuk abstrak dimulai pada abad keenam
SM di Yunani oleh Pythagoras dan para pengikutnya. Informasi tentang
Pythagoras sendiri sangat terbatas, dan sedikit yang dapat dikatakan dengan
pasti. Kutipan-kutipan informasi yang kita miliki berasal dari penulis awal
yang berlomba-lomba untuk menggambarkan perjalanan ajaib, kekuatan luar
biasa, dan pengajaran Pythagoras. Dengan perkiraan terbaik, Pythagoras lahir
antara tahun 580 dan 569 SM di Pulau Samos, yang merupakan wilayah
kekuasaan bangsa Aegea. Dia meninggalkan Samos pada usia delapan belas
tahun untuk belajar di Phoenicia dan Mesir, dan kemungkinan juga perjalanan
ke Babilonia.
Beberapa sumber, yang tidak selalu dapat dipercaya, menyebutkan
bahwa saat Mesir ditaklukkan oleh Raja Persia Cambyses pada tahun 525 SM,
Pythagoras dibawa ke Babilonia bersama tawanan perang lainnya. Namun,
versi lain mengatakan bahwa dia pergi ke Babilonia secara sukarela. Ketika
Pythagoras muncul kembali setelah perjalanan panjang ini, sekitar usia 50
tahun, dia mencari tempat untuk mendirikan sekolah. Karena dilarang oleh
penduduk Samos yang diperintah oleh Polycrates, dia akhirnya menetap di
Crotona, sebuah koloni Doria di selatan Italia.
Sekolah yang didirikannya memiliki karakter persaudaraan atau
perkumpulan rahasia, terdiri dari sekitar 300 aristokrat muda. Komunitas ini
memiliki pandangan yang unik tentang filsafat, politik, dan religi. Mereka
mencoba mengatur diet dan gaya hidup anggotanya, serta menerapkan metode
pendidikan yang sama untuk semua anggota. Siswa-siswa di sana
berkonsentrasi pada empat bidang ilmu: aritmetika (yang berkaitan dengan
teori bilangan daripada perhitungan), harmonia (musik), geometria (geometri),
dan astrologia (astronomi). Empat bidang ini dikenal sebagai "quadrivium,"
yang kemudian ditambahkan dengan trivium logika, tata bahasa, dan retorika
— mata pelajaran yang berkaitan dengan penggunaan bahasa. Ketujuh seni
liberal ini dianggap sebagai pelajaran yang esensial bagi orang-orang
berpendidikan.
Pythagoras mengajarkan pandangannya melalui kata-kata, seperti yang
biasa dilakukan oleh guru-guru Timur. Dia mungkin tidak pernah menulis apa
pun dari ajarannya. Selain itu, anggota komunitasnya berjanji untuk tidak
membocorkan apa yang mereka pelajari dari guru mereka atau apa yang
mereka temukan di dalam komunitas sebagai hasil ajaran guru mereka. Mereka
menggunakan tectractys sebagai simbol, yang merupakan empat unsur suci:
api, air, udara, dan bumi (tanah). Tectractys diwakili secara geometris oleh

36
segitiga sama sisi yang terdiri dari 10 titik, dan secara aritmetik oleh
penjumlahan 1 + 2 + 3 + 4 = 10.

Gambar 10. Tectractys Pengikut Pythagoras

Menurut penulis dan satiris Yunani Lucian (120-180 M), Pythagoras


pernah meminta seseorang untuk berhitung; ketika orang itu mencapai angka
4, Pythagoras memotong dan berkata, "Lihatlah! Yang kamu pandang sebagai
4 adalah 10, sebuah segitiga sempurna dan sumpah kita." Seperti kelompok-
kelompok misteri pada saat itu, kaum Pythagoras memiliki upacara-upacara,
ritual, dan larangan tertentu. Mereka menolak minum anggur dan
berkomitmen untuk menjalani kehidupan dengan nilai-nilai kebajikan,
terutama persaudaraan. Mereka menggunakan pentagram, atau bintang
berujung lima, sebagai simbol agar anggota-anggota mereka dapat saling
mengenal.
Apa yang membedakan pengikut Pythagoras dari sekte-sekte lain
adalah keyakinan mereka bahwa "pengetahuan adalah pemurnian terbesar,"
dan pengetahuan itu adalah matematika. Bagi mereka, matematika bukan
hanya alat praktis, tetapi juga cara untuk mencapai pemahaman yang lebih
dalam tentang kebenaran dan keindahan. Mereka percaya bahwa ada realitas
yang mendasari fenomena alam dan bahwa melalui penalaran akal dan pikiran,
kita dapat memahami sederhana dan keseimbangan yang mendasari kerumitan
dunia di sekitar kita.
Tentang Pythagoras sendiri, sejarawan lain pernah mengatakan, "Dia
tampaknya sangat menekankan studi aritmetika, yang dia kembangkan dan dia
bawa keluar dari lingkup aplikasi komersialnya." Doktrin yang dianut oleh
pengikut Pythagoras terlihat sebagai campuran dari filsafat kosmik dan
kemistisan bilangan, dengan keyakinan bahwa segala sesuatu, baik materi
maupun spiritual, memiliki bilangan dan bentuk masing-masing. Mereka
percaya bahwa "Segala sesuatu adalah bilangan" (bilangan bulat positif).
Meskipun spekulasi tentang penggunaan bilangan sebagai model untuk
berbagai aspek kehidupan saat ini mungkin dianggap berlebihan, kaum
Pythagoras memiliki pandangan unik tentang bilangan dan mengaitkannya
dengan banyak aspek kehidupan.

37
Penting untuk diingat bahwa pada masa Yunani Klasik, intelektualitas
sangat dihargai, dan para pemikir ini membantu membentuk dasar-dasar untuk
pemikiran matematika yang lebih modern. Bagi Pythagoras dan para
pengikutnya, matematika adalah alat untuk mencapai pemahaman yang lebih
dalam tentang prinsip-prinsip dasar yang mengatur alam semesta. Baru setelah
pendirian Sekolah Alexandria, matematika mulai menjadi sebuah ilmu yang
dipelajari untuk kepentingannya sendiri, terlepas dari aplikasi praktis.
Meskipun kaum Pythagoras pada awalnya memandang bilangan
sebagai representasi dari konsep-konsep lainnya, mereka juga memperdalam
pemahaman mereka tentang sifat-sifat aritmetik. Walaupun Pythagoras tidak
memiliki simbol bilangan seperti yang kita miliki saat ini, mereka
memvisualisasikan bilangan dengan menempatkan manik-manik di atas pasir
atau titik-titik dalam pola geometris. Bilangan-bilangan ini disebut bilangan
figuratif atau bilangan poligonal, dan beberapa di antaranya adalah bilangan
segitiga dan bilangan kuadrat. Bilangan-bilangan 1, 3, 6, dan 10 adalah contoh
dari bilangan segitiga, karena masing-masing bilangan tersebut memiliki
jumlah titik yang dapat disusun secara rata dalam sebuah segitiga samasisi.
Serupa demikian, bilangan-bilangan 1, 4, 9, dan 16 disebut sebagai bilangan-
bilangan kuadrat, karena jika diwakili dengan titik-titik dan disusun, bilangan-
bilangan tersebut dapat membentuk persegi.

Gambar 11. Contoh Dari Bilangan Segitiga

38
Gambar 12. Contoh Bilangan-Bilangan Kuadrat

Meskipun Nicomachus tidak memberikan kontribusi matematika baru


yang signifikan, bukunya, "Introductio Arithmeticae," merupakan pekerjaan
sistematis pertama yang membahas aritmetika secara terpisah dari geometri.
Pada masa itu, Pythagoras dan pengikutnya mungkin tidak memiliki simbol
bilangan seperti yang kita kenal sekarang, sehingga mereka harus berpikir
tentang bilangan secara visual dengan menggunakan manik-manik atau titik-
titik dalam pola geometris. Namun, pemahaman Pythagoras tentang bilangan
seperti bilangan segitiga dan bilangan kuadrat menjadi dasar untuk
pemahaman lebih lanjut tentang aritmetika di masa yang akan datang.
Demikianlah, Pythagoras dan para pengikutnya memberikan kontribusi
penting dalam perkembangan matematika kuno, terutama dalam
memperdalam pemahaman tentang bilangan dan hubungannya dengan alam
semesta. Pandangan mereka tentang matematika sebagai cara untuk
memahami prinsip-prinsip dasar alam semesta membantu membentuk dasar
bagi perkembangan matematika yang lebih lanjut.
2.2.5. Akademi Plato
Di dalam Dialogues karya Plato dikisahkan bahwa Hippias menyebut
Athena sebagai “pusat dari kebijaksanaan Yunani” yang memiliki reputasi
kecendikiaan yang berhasil menarik pelajar-pelajar dari wilayah yang dekat
maupun jauh. Di antara sekolah-sekolah baru yang paling populer di Athena
adalah Akademi Plato, yang salah satu siswanya adalah Aristoteles. Sebagai
murid dari Socrates, Plato (429-348 S.M.) menganggap bahwa meninggalkan
Athena adalah jalan yang bijak setelah sang guru dihukum mati dengan
meminum racun. Selama belasan tahun, dia melakukan perjalanan di dunia
Mediterania, berhenti di Mesir, Sicilia, dan selatan Italia. Di Italia, Plato
menjadi akrab dengan ajaran-ajaran kaum Pythagoras, yang mungkin menjadi
sebagian penjelasan tentang apresiasinya terhadap nilai universal dari
matematika. Dalam perjalanannya kembali menuju Yunani, dia dijual sebagai
budak oleh kapten kapal yang dia tumpangi tetapi segera ditebus oleh teman-

39
temannya. Sekitar tahun 387 S.M., Plato kembali ke kota asalnya untuk
menegaskan dirinya sebagai seorang filsuf.
Di hutan belantara pinggiran kota Athena, Plato mendirikan sebuah
sekolah yang nantinya menjadi nenek moyang semangat institusi-institusi
Barat dalam pendidikan tinggi. Tanah tersebut awalnya adalah milik pahlawan
Academos, sehingga tempat itu diberi nama Academy. Dengan mengikuti
kebiasaan pada zaman itu, pengakuan legal diperoleh dengan menjadikan
Akademi sebagai perkumpulan religius, yang didekasikan untuk menyembah
para Muses. Oleh karena itu, di sana dibangun kuil-kuil sebagai persembahan
bagi mereka. Akademi menjadi pusat intelektual Yunani selama 900 tahun,
hingga akhirnya ditutup secara permanen oleh Kaisar Justinian pada tahun 529
M, dengan dalih bahwa tempat itu hanya digunakan sebagai tempat
menyembah berhala dan tempat belajar para penjahat.
Berkat Plato-lah matematika meraih tempat dalam pendidikan tinggi
seperti sekarang. Dia teguh meyakini bahwa studi matematika memberikan
latihan terbaik bagi pikiran dan sangat diperlukan oleh para filsuf dan mereka
yang akan mampu memerintah negara secara ideal. Karena Plato
mengharapkan murid-murid yang ingin diterima pada Akademi memiliki
dasar yang kuat dalam geometri, maka dia mencantumkan pesan peringatan di
gerbang Akademi tersebut, bertuliskan: “Barangsiapa awal geometri dilarang
masuk.” Berbeda dari kaum Sophist yang memandang rendah pengajaran
konsep-konsep abstrak dari ilmuwan, Plato memberikan tempat khusus bagi
matematika dalam kurikulum di Akademi. Nilai penting pelatihan aritmetik,
dalam pandangannya, adalah bahwa “aritmetika memiliki efek sangat hebat
dan meninggikan, memaksa pemikiran kita untuk bernalar tentang bilangan
abstrak.” Dalam membicarakan keutamaan matematika, Plato tentu saja
mendukung perkara matematika murni; bila dibandingkan, dia memandang
bahwa kegunaan praktisnya tidak penting. Plato sedemikian tidak mendukung
matematika terapan hingga dia memprotes penggunaan instrumen-instrumen
mekanis dalam geometri, membatasi geometri pada bentuk-bentuk yang dapat
digambar dengan menggunakan penggaris dan jangka saja.
Plato dikenal terutama sebagai filsuf daripada sebagai matematikawan.
Pada sepanjang perkembangan matematika, tidak diketahui kontribusi apa pun
yang telah Plato berikan untuk matematika; tetapi sebagai orang yang
menginspirasi dan mengarahkan para peneliti, dia berperan penting seperti
ilmuwan lain sezamannya. Menurut komentator Yunani Proclus: “Plato ...
menyebabkan matematika pada umumnya, dan geometri khususnya, untuk
mencapai kemajuan-kemajuan besar, karena semangat kerjanya yang terkenal
untuk matematika, karena dia memenuhi tulisan-tulisannya dengan wacana-

40
wacana matematis, dan pada tiap kesempatan dia menunjukkan hubungan
penting antara matematika dan filsafat.”
Kebanyakan perkembangan matematika selama pertengahan abad
keempat S.M. dibuat oleh beberapa teman dan murid Plato. Proclus, setelah
memberikan daftar nama-nama mereka yang telah berkontribusi bagi
matematika pada waktu itu, melanjutkan, “Mereka semua sering mengunjungi
Akademi dan melakukan penelitian secara bersama-sama.” Peran Plato juga
terlihat dari meningkatnya perhatian yang diberikan terhadap bukti dan
metodologi penalaran; definisi-definisi yang akurat dirumuskan, hipotesis-
hipotesis diuraikan secara jelas, dan keketatan logis dituntutkan. Warisan
kolektif ini membuka jalan bagi sistematisasi luar biasa dari matematika dalam
Elements karya Euclid.
Sekitar 300 S.M., Akademi Plato menemukan saingannya, Museum,
yang didirikan oleh Ptolemy I di Alexandria untuk tujuan pengajaran dan
penelitian. Sebagian besar matematikawan dan ilmuwan berkemampuan tinggi
meninggalkan Athena dan pindah ke Alexandria. Meski pusat utama
matematika telah berpindah, keturunan langsung Akademi Plato
mempertahankan keunggulan mereka dalam bidang filsafat sampai pada masa
Kaisar Justinian menutup sekolah-sekolah yang mengajarkan filsafat di
Athena, berdasarkan keputusan bahwa hanya sekolah-sekolah beraliran
ortodoks yang dapat menyelenggarakan pengajaran. Edward Gibbon, dalam
The Decline and Fall of the Roman Empire, memandang undang-undang
Justinian pada tahun 529 M sebagai kematian perlahan-lahan dari kekunoan
klasik, bukti keberhasilan Justinian dalam membasmi pengajaran bagi para
penyembah dewa. Setelah tahun 529 M, institusi pendidikan tinggi yang telah
Plato bangun tidak lagi digunakan sebagai instrumen pendidikan di Yunani.
2.2.6. Tinjauan Sifat Matematika Yunani Kuno
Bangsa Yunani menjadikan matematika satu disiplin ilmu, yang
mentransformasikan beragam kumpulan aturan perhitungan empiris ke dalam
kesatuan yang teratur dan sistematis. Meski mereka secara sederhana mewarisi
akumulasi pengetahuan bangsa Timur, orang-orang Yunani memiliki cara
sendiri untuk menjadikan matematika lebih besar, lebih abstrak, dan menjadi
lebih rasional dibandingkan apa pun yang mendahuluinya. Pada masa Mesir
Kuno dan Babilonia, matematika telah ditanamkan terutama sebagai alat, baik
untuk penggunaan praktis maupun sebagai bagian dari pengetahuan istimewa
yang cocok untuk para penulis yang memiliki hak istimewa. Matematika
Yunani, di sisi lain, tampaknya menjadi bidang intelektual yang tidak terbatas
pada ahlinya saja.

41
Kebiasaan terkait berpikir abstrak yang dimiliki para pemikir Yunani
adalah yang membedakan mereka dari para pemikir sebelumnya; perhatian
mereka bukan pada, misalnya, ladang-ladang gandum berbentuk segitiga,
tetapi pada “segitiga-segitiga” dan karakteristik-karakteristik yang menyertai
“kesegitigaan”. Pilihan untuk konsep abstrak ini dapat terlihat pada perilaku
dari kebudayaan-kebudayaan berbeda dalam memperlakukan bilangan √2.
Bangsa Babilonia telah menghitung nilai aproksimasinya dengan keakuratan
tinggi, tetapi bangsa Yunani membuktikan bahwa √2 adalah bilangan
irrasional.
Gagasan pencarian pengetahuan untuk hal tersebut hampir benar-benar
asing bagi peradaban Timur yang lebih tua, sehingga dalam penerapan
penalaran pada matematika, bangsa Yunani benar-benar mengubah sifat dari
subjek tersebut. Prasasti Plato pada gerbang Akademi, “Barang siapa awam
geometri dilarang masuk,” bukanlah peringatan dari seseorang yang eksentrik
tetapi lebih kepada penghargaan terhadap keyakinan bangsa Yunani bahwa
melalui semangat penelitian dan logika yang tegas seseorang dapat memahami
tempat orang lain dalam semesta yang teratur ini.
Semua sejarah didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis. Namun
demikian, meski dokumentasi terkait matematika bangsa Mesir Kuno dan
Babilonia seringkali sangat tepat, ternyata sumber-sumber utama yang dapat
memberikan gambaran jelas bagi kita tentang perkembangan awal matematika
Yunani sangatlah sedikit. Secara umum, matematika Yunani diketahui
berkembang oleh serangkaian matematikawan antara lain Thales, Pythagoras,
Nicomachus, Theon, Eudoxus, Hippocrates, Hippias, Euclid, Eratosthenes,
Claudius Ptolemy, Archimedes, Apollonius, dan Diophantus.

42
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Setelah melewati perkembangan di bangsa Babilonia dan kaum Hindu-
Arab, perkembangan matematika memasuki tahap perkembangan baru yakti
pada bangsa Mesir dan Yunani kuno. perkembangan matematika Mesir kuno
dimulai sejak tahun 3000 SM yang ditandai dengan ditemukannya catatan-
catatan kuno yang berisikan ilmu praktis matematika dalam penerapannya
dikehidupan sehari-hari. Perkembangan matematika Mesir kuno mulai
diketahui sejak penyelidikan yang dilakukan oleh pasukan Prancis yang
dipimpin oleh Napoleon Bonaparte menemukan prasasti (Papyrus) yang
menceritakan peradaban kuno yang sudah sangat maju. dua papyrus terkenal
yang berisikan kisah perkembangan matematika Mesir adalah papyrus Rhind
dan Papyrus Golenichev. Dalam perkembangannya, bangsa Mesir sudah
mengenal aritmatika yang diawali dengan pengenalan operasi perkalian,
kemudian dikenalkan tabel pecahan satuan, dan sampai pada mempresentasikan
bilangan rasional. selain aritmatika, matematika Mesir kuno juga sudah
mengenal geometri, geometri yang dimaksud disi adalah hal-hal yang berbau
luas, volume, dan pengukuran yang erat kaitannya dnegan kehidupan sehari-
hari.

Kemajuan matematika Yunani kuno bertepatan dengan masa kejayaan


Yunani itu snediri yakni antara tahun 600 SM sampai 300 SM. walaupun
perkembangan matematika Yunani berkembang dalam jangka waktu yang
panjang, penemuan-penemuan penting hanya tercatat terjadi sekitar tahun 350
SM sampai 200 SM saja. Penemuan-penemuan itu seperti penemuan hukum
Pythagoras, penemuan hukum-hukum geometri, serta pengenalan gagasan "tak
terbatas". Sistem bilangan Yunani kuno menggunakan 27 simbol yang mana 24
diantaranya adalah simbol huruf Yunani biasa dengan tambahan tiga simbol
dari huruf Phonicia yang sudah tak digunakan. Adapun tokoh-tokoh besar
dalam perkembangan matematika Yunani seperti Thales dari Miletus yang
berhasil mempelajari dasar geometri dari matematika Mesir kuno dan dasar
astronomi dari bangsa babilonia dan juga mengembangkan materi tersebut
menjadi seperti yang kerap kita gunakan saat ini. Selanjutnya ada Pythagoras,
yang studinya dimulai dengan meneliti bilangan abstrak yang akhirnya
melahirkan teorema Pythagoras yang sampai saat ini masih terus kita gunakan.

43
Selain kedua tokoh tadi, adapun sekolah yang juga ikut berkontribusi
melahirkan penemu-penemu cerdas yang terus ikut andil dalam perkembangan
matematika Yunani yakti akademi plato.
3.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis meyakini bahwa masih terdapat
beberapa kekurangan dan bahkan mungkin kekeliruan atau kesalahan yang
terjadi di luar keinginan dan kehendak penulis. Untuk itu, koreksi, kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat koreksi, kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat diharapkan bagi perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini.diharapkan bagi perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini.

44
DAFTAR PUSTAKA

Burton, DM. 2011. The History of Mathematics An Introduction, New York: Mc Graw
Hill
Khafifah, K. L., Safitri, L. D., & Yulianasari, N. (2022). SEJARAH
PERKEMBANGAN MATEMATIKA YUNANI KUNO DAN TOKOH-
TOKOHNYA. UNEJ e-Proceeding, 539-544.
Wahyudin. (2019). Hakikat dan Sejarah Matematika. Tanggerang Selatan.

45

You might also like