Professional Documents
Culture Documents
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
Mosgan Situmorang
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta
mosgansit@yahoo.com
ABSTRACT
An arbitration award is final and binding, meaning that legal action in the form of appeal and
cassation cannot be made against the award. In anticipation of the possible error or injustice in the
arbitration award, a clause in the law that regulates the annulment of the arbitral award is drawn up.
Annulment of an arbitration award is a control mechanism against the possibility of the arbitrator and
the parties' mistakes, whether intentional or unintentional. With the annulment clause in the law, cause
in the award is not absolute. It is understandable because after all the arbitrator examining an
arbitration case may make a mistake, and there must be a mechanism to make corrections to the error.
The purpose of the clause to annul an arbitration award is good. However, in its implementation, it is
often used by parties, especially those who lose in bad faith, namely to delay or delay the
implementation of an arbitration award. To find out more about the annulment of an arbitration award
is necessary to conduct a study. The problems examined in this research are, first, how is the
arrangement of arbitration annulment in several regulations in force in Indonesia and second, what
are the consequences of the annulment clause of an arbitration award. The method used in this
research is juridical normative, namely by using secondary data, in the form of books, research results,
journals, and legislation, including international conventions. The conclusion obtained in this study is
that the conditions for annulment contained in the arbitration law, namely Law Number 30 of 1999
concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution are narrower when compared to the
conditions for annulment of an arbitration award in several other regulations. Based on this
conclusion, it is suggested that the clause regarding the annulment of arbitration be revised.
Keywords: arbitration; annulment of award
ABSTRAK
Putusan arbitrase bersifat final and binding artinya terhadap putusan tersebut tidak dapat dilakukan
upaya hukum. Sebagai antisipasi terhadap kemungkinan kesalahan dalam putusan arbitrase maka
dibuatlah suatu klausul dalam undang-undang yang mengatur pembatalan putusan arbitrase.
Pembatalan adalah suatu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan kesalahan arbiter maupun para
pihak. Dengan adanya aturan pembatalan dalam undang undang maka putusan tidak bersifat mutlak.
Di dalam pelaksanaannya disinyalir sering dipergunakan oleh para pihak, khususnya yang kalah untuk
menunda atau mengulur waktu pelaksanaan suatu putusan arbitrase. Untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai pembatalan putusan arbitrase maka perlu dilakukan suatu penelitian. Permasalahan yang
diteliti dalam penelitian ini adalah, pertama bagaimanakah pengaturan pembatalan arbitrase dalam
beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia dan yang kedua apa akibat yang timbul dengan adanya
klausul pembatalan putusan arbitrase. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah normatif
yuridis yakni dengan menggunakan data sekunder. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah bahwa syarat pembatalan yang terdapat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa lebih sempit bila dibandingkan dengan syarat
pembatalan putusan arbitrase dalam beberapa peraturan lainnya dan akibat adanya klausula
pembatalan maka di satu sisi kesalahan dalam putusan arbitrase dapat dihindari akan tetapi juga
memperlambat pelaksanaan putusan, apabila ada gugatan. Berdasarkan kesimpulan ini disarankan agar
klausul mengenai pembatalan arbitrase direvisi.
Kata Kunci: arbitrase; pembatalan putusan
573
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
574
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
berdasarkan bukan hukum negara mereka oleh atau undang-undang arbitase di setiap negara.
hakim bukan dari negara mereka5. Hal ini diperlukan untuk menyokong
Putusan arbitrase bersifat final and perdagangan dalam negeri masing masing
binding artinya putusan tersebut tidak dapat maupun perdagangan internasional yang
dimintakan upaya hukum seperti banding dan dilakukan oleh para pelaku usaha. Hukum
kasasi dan putusan tersebut mengikat bagi para arbitrase yang mempunyai kesamaan atau
pihak untuk dapatuhi secara sukarela dengan mirip antara satu negara dengan negara lainnya
itikad baik karena sebelum putusan dibuat akan memudahkan bagi para pengusaha
mereka juga telah sepakat untuk apabila mereka harus menyelesaikan
menyelesaikannya melalui jalur arbitrase sengketanya melalui arbitrase di luar negara
dengan segala konsekuensinya. Akan tetapi mereka. Dewasa ini terdengar pandangan dari
dalam perkembangan selanjutnya sifat putusan pengusaha luar negeri bahwa negeri Indonesia
yang awalnya dilakukan secara sukarela sering dipandang sebagai “unfriendly country” untuk
juga tidak dipatuhi secara suka rela oleh pihak arbitrase. Istilah “unfriendly country” di sini
yang kalah. Hal ini tentu saja menjadi kendala mengacu pada pemahaman mereka bahwa
dalam pelaksanaan arbitrase, sehingga negeri Indonesia tidak ramah (unfriendly)
pemerintah dan DPR merasa bahwa perlu terhadap arbitrase. Alasan sejatinya, putusan
mengatur hal ini dalam Undang-Undang arbitrase yang final dan mengikat, ternyata
Nomor 30 tahun 19996 sebagai jalan keluarnya dibatalkan. Pembatalan suatu putusan arbitrase
yaitu dengan melibatkan negara melalui melukai perasaan suatu pihak yang telah
pengadilan dalam proses eksekusi dan dalam beriktikad baik di dalam menyelesaikan
hal lainnya termasuk pembatalan putusan sengketanya di arbitrase9.
arbitrase. Proses harmonisasi dan efektivitas
Diminatinya lembaga arbitrase sebagai arbitrase telah berlangsung sejak tahun 1928-
alternatif penyelesaian sengketa di bidang an, ketika negara-negara mengesahkan the
perdagangan tidak terlepas adanya beberapa Geneva Protocol on Arbitration Clauses pada
keunggulan yang dimiliki oleh lembaga tahun 1923. Perkembangan penting mengenai
arbitrase seperti prinsip cepat dan hemat biaya, upaya harmonisasi dan kepastian hukum dalam
kebebasan menentukan prosedur beracara, bidang arbitrase tampak pula dengan lahirnya
pengambilan keputusan didasarkan pada Konvensi New York Tahun 1958 mengenai
keadilan, kejujuran dan kepatutan. Hal lain Pengakuan dan Pelaksanaan Arbitrase (The UN
yang juga menjadikan arbitrase berkembang Convention on the Recognition and
adalah sifat putusannya yang final dan Enforcement of Foreign Arbitral Awards).
mengikat serta proses pemeriksaannya yang Yang sudah diratifikasi Indonesia dengan
tertutup untuk umum 7 . Para pengusaha Keppres Nomor 34 Tahun 1981 dan
menghindari publisitas atas sengketa yang ada Convention on the Settlement of Investment
di antara mereka, karena rahasia perusahaan Disputes Between State and National of Other
tidak diinginkan diketahui oleh saingan mereka State (ICSID) yang telah di ratifikasi Indonesia
dan masyarakat pada umumnya8. dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
Arbitrase sebagai lembaga penyelesaian Konvensi ini adalah hasil kerja dari badan PBB
sengketa khususnya di bidang keperdataan UNCITRAL dan Bank Dunia.
yang bersifat universal tentu saja Upaya harmonisasi aturan-aturan
membutuhkan harmonisasi baik dalam hukum hukum arbitrase yang sangat penting,
acara arbitrase (rule) maupun dalam hukum sehubungan dengan itu UNCITRAL telah
berhasil melahirkan tiga instrumen hukum
5
Alan Redfem and Martin Hunter, Law and penting di bidang arbitrase, yakni Konvensi
Practice of International Commercial New York 1958, UNCITRAL Arbitration Rules
Arbitration (London: Sweet & Maxwell, 1996). 1976 dan UNCITRAL Model Law on
6
Lihat Pasal 5 (1 )dan Pasal 20 (1) UUD RI 1945 International Commercial Arbitration tahun
7
Suleman Batubara and Orinton Purba, Arbitase 1985, yang dapat digunakan sebagai panduan
Internasional, Penyelesaian Sengketa Investasi
Asing Melalui ICSID, UNCITRAL Dan SIAC
(Jakarta: Raih Asas Sukses, 2013). 9
Huala Adolf, “Pembatalan Putusan Arbitrase
8
Andi Jukia Cakrawala, Penerapan Konsep Oleh Pengadilan Dalam Putusan Mahkamah
Hukum Arbitrase Online Di Indonesia Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014,” Jurnal
(Yogyakarta: Rangkang Education, 2015). Konstitusi 14, no. 4 (2017): 703.
575
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
576
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
577
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
578
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
579
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
580
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan maupun kesalahan arbiter. Dalam praktek
palsu; bahkan hakim tetap memeriksa dan memutus
b. Setelah putusan diambil ditemukan perkara dimana Badan Arbitrase yang
dokumen yang bersifat menentukan, mengeluarkan putusan Arbitrase yang
yang disembunyikan oleh pihak lawan; dimintakan pembatalan tidak ditarik sebagai
atau pihak tergugat. Putusan Nomor
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat 55/Pdt,G/2019/Pn.Bdg Antara PT.
yang dilakukan oleh salah satu pihak International Business Futures dengan Yunita,
dalam pemeriksaan sengketa. dalam putusan ini hakim yang memeriksa tidak
mempertimbangkan dalil tergugat yang
Pembatalan putusan arbitrase diatur di
menyatakan bahwa gugatan tersebut kurang
dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 39
pihak karena tidak menarik pihak yang
Tahun 1999 yang secara limitatif sudah
membuat putusan No.Reg 042/BAKTI-
membatasi alasan pembatalan. Berbeda dengan
ARB/03.2018 yakni BAKTI ( Badan Arbitrase
UNCITRAL Model Law yang menetapkan
Berjangka Komoditi) sebagai tergugat. Hal
salah satu alasan pembatalan adalah apabila
semacam ini seolah meletakkan posisi Badan
majelis arbitrase atau salah satu anggotanya
Arbitrase dan Arbiter selalu benar.
korupsi atau menerima uang suap. Di dalam
Memasukkan badan arbitrase sebagai
Undang Undang Arbitrase Indonesia perbuatan
tergugat sebenarnya sangat beralasan karena
majelis arbitase yang tidak profesional tidak
menurut penjelasan Undang Undang Nomor 30
dapat digunakan untuk menjadi alasan
Tahun 1999 Pasal 72 Ketua Pengadilan Negeri
pembatalan. Bagaimanapun baik suatu system
diberi wewenang untuk memeriksa tuntutan
akan tetapi manusia yang teribat didalamya
pembatalan jika diminta oleh para pihak, dan
dapat saja melakukan suatu kesalahan yang
mengatur akibat dari pembatalan seluruhnya
mengakibatkan ruginya salah satu pihak dalam
atau sebagian dari putusan arbitrase
sengketa arbitrase. Mungkin ketentuan didasari
bersangkutan. Ketua Pengadilan Negeri dapat
pemikiran pemeriksaan suatu perkara di sidang
memutuskan bahwa setelah diucapkan
pengadilan melalui litigasi, dimana apabila
pembatalan, arbiter yang sama atau arbiter lain
hakim korupsi atau menerima suap dari salah
akan memeriksa kembali sengketa
satu pihak maka putusannya tidak menjadi
bersangkutan atau menentukan bahwa suatu
batal. Sebenarnya hal ini adalah suatu yang
sengketa tidak mungkin diselesaikan lagi
berbeda karena dalam litigasi dikenal adanya
melalui arbitrase. dimungkinkan hakim untuk
upaya hukum berupa banding, kasasi dan
memerintahkan pemeriksaan arbitrase untuk
peninjauan kembali.
diulang atau menyatakan bahwa kasus tersebut
Apabila dibandingkan dengan dengan
tidak dapat lagi diselesaikan melalui
syarat-syarat pembatalan yang terdapat pada
arbitrase 16 . Dengan demikian adalah tidak
Rv, Konvensi New York, Konvensi
mungkin hakim memerintahkan pemeriksaan
Washington maupun UNCITRAL Model Law
ulang apabila badan arbitrasenya bukan
maka, syarat pembatalan yang terdapat dalam
menjadi salah satu pihak dalam perkara
dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30
pembatalan putusan arbitrase.
tahun 1999 kelihatan lebih sempit dan sangat
Salah satu peran pengadilan yang sangat
terbatas. Ketentuan ini tidak mencantumkan
penting dalam arbitrase adalah fungsi dan
bahwa apabila terjadi korupsi dalam
kewenangan pengadilan dalam memeriksa
pengambilan putusan arbitrase atau arbiter
permohonan pembatalan putusan arbitrase.
melampaui kewenangan sebagai hal yang
Upaya pembatalan putusan arbitrase adalah
dapat dijadikan alasan untuk membatalkan
langkah upaya hukum extra yang dapat
putusan arbitrase. Syarat pembatalan putusan
ditempuh apabila memang telah terjadi
arbitrase hanya diletakkan pada kesalahan
kecurangan-kecurangan dalam proses arbitrase
yang dibuat oleh para pihak akan tetapi tidak
menjangkau kesalahan yang dilakukan oleh
arbiter atau majelis arbiter.
Dalam Ketentuan pembatalan arbitrase
seyogianya adalah sebagai kontrol terhadap
proses arbitrase terhadap kemungkinan 16
Penjelasan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 30
kecurangan yang dilakukan oleh para pihak Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
581
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
tersebut17 . Fungsi ini berbeda dengan fungsi menilai atau memutuskan apakah alasan-alasan
dan kewenangan pengadilan dalam memeriksa yang dikemukakan oleh pemohon pembatalan
permohonan penunjukan arbiter ataupun beralasan atau tidak tanpa harus menunggu
pelaksanaan (eksekusi) putusan arbitrase. atau mempertimbangkan putusan pengadilan
Apabila dalam memeriksa permohonan tentang pemalsuan dokumen dalam proses
eksekusi putusan arbitrase, fungsi pengadilan suatu arbitrase. Kata dugaan di sini dapat
lebih bersifat administratif, maka dalam disamaartikan dengan kata persangkaan
memeriksa permohonan pembatalan putusan sebagaimana yang biasa digunakan dalam
arbitrase, fungsinya adalah yudikatif hukum acara perdata. Suatu persangkaan yang
(mengadili). Hasil permohonan eksekusi dapat mendukung alasan pengabulan
adalah berupa penetapan pengadilan permohonan pembatalan putusan arbitrase,
Sedangkan hasil dari permohonan pembatalan harus mempunyai nilai atau bobot yang sah
putusan arbitrase adalah berupa putusan sebagai alasan pengabulan. Dalam hal ini,
pengadilan. Dengan demikian semua para harus ada fakta yang mendukung persangkaan,
pihak yang terlibat dalam proses arbitrase atau sekurang-kurangnya ada petunjuk-
tersebut yakni arbiter, pihak yang kalah dan petunjuk yang membenarkan persangkaan, dan
pihak yang menang harus didengarkan fakta atau petunjuk itu harus masuk akal.
keterangannya oleh pengadilan. Apabila terdapat fakta atau petunjuk misalnya
Pemohon pembatalan seharusnya bahwa arbiter telah melakukan suatu kelalaian
membuktikan adanya dugaan yang sah bahwa yang penting dalam melaksanakan wewenang
putusan arbitrase tersebut mengandung yang diberikan menurut perjanjian arbitrase,
unsur pemalsuan, tipu-muslihat, atau maka kelalaian tersebut dapat dianggap
penyembunyian fakta/ dokumen. Kelemahan sebagai suatu penipuan ataupun tipu-muslihat.
Pasal ini adalah tidak secara tegas menjelaskan Dalam hal ini, ada adagium hukum yang
apa yang dimaksudkannya dengan kata dugaan mengatakan Magna culpa dolus est. Great
ataupun kata unsur sebagaimana disebut di neglect is equivalent to fraud. Kelalaian yang
dalam. Undang-Undang Arbitrase juga tidak besar sama artinya dengan penipuan/ tipu
memberikan definisi mengenai apa yang muslihat18.
dimaksud dengan kata pemalsuan, tipu- Hal lain yang sebenarnya dapat
muslihat, atau penyembunyian fakta/ dokumen digunakan sebagai alasan untuk membatalkan
sebagaimana yang termuat di dalam Pasal 70. putusan arbitrase adalah alasan yang dapat
Mengacu kepada Pasal ini maka dugaan saja digunakan untuk menolak putusan permohonan
sudah cukup bagi pihak yang kalah untuk eksekusi seperti yang diatur di dalam Pasal 62
mengajukan permohonan pembatalan padahal yaitu Ketua Pengadilan Negeri, sebelum
dugaan tersebut sangat subjektif dan rentan memberikan perintah pelaksanaan, diberikan
untuk digunakan pihak yang kalah untuk hak untuk memeriksa terlebih dahulu apakah
menunda nunda pelaksanaan eksekusi. putusan arbitrase tersebut telah diambil dalam
Sebelum penjelasan Pasal 70 dibatalkan oleh satu proses yang sesuai, di mana:
Mahkamah Konstitusi pada 23 Oktober 2014, 1. Arbiter atau majelis arbitrase yang
alasan-alasan permohonan pembatalan yang memeriksa dan memutuskan perkara
disebut dalam Pasal 70 harus dibuktikan telah di angkat oleh para pihak sesuai
dengan putusan pengadilan. Apabila dengan kehendak mereka; dan
pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan 2. Perkara yang diserahkan untuk
tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka diselesaikan oleh arbiter atau majelis
putusan pengadilan ini dapat digunakan arbitrase tersebut adalah perkara yang
sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk menurut hukum yang dapat
mengabulkan atau menolak permohonan. diselesaikan dengan arbitrase, serta
Dengan adanya pembatalan penjelasan
Pasal tersebut maka pengadilan yang
memeriksa permohonan pembatalan putusan
arbitrase diberikan kewenangan oleh untuk
17
Muhammad Andriansyah, “Pembatalan Putusan 18
Toni Budidjaya, “Pembatalan Putusan Arbitrase
Arbitrase Nasional Oleh Pengadilan Negeri,” Di Indonesia,” Hukumonline, n.d.,
Jurnal Cita Hukum 1, no. 2 (2014): 339. www.hukumonline.com.
582
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
583
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
ini dapat menjadi indikasi bahwa para pembatalan putusan arbitrase. Alasan-alasan
pemohon pembatalan sebenarnya tidak tersebut dapat digunakan oleh para pihak untuk
mempunyai bukti yang memadai seperti mengajukan pembatalan dan menjadi dasar
yang disyaratkan oleh dalam Undang putusan hakim. Di samping Undang Undang
Undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 70. Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 70 sebenarnya
2) Kerugian berupa materi untuk masih ada hal hal lain yang dapat digunakan
membiayai perkara dalam proses perkara oleh para pihak maupun hakim seperti untuk
pembatalan dan kemungkinan biaya membatalkan suatu putusan arbitrase yang
ekseskusi oleh pengadilan. Tertundanya sudah diatur di dalam beberapa konvensi yang
pelaksanaan putusan berarti tertunda sudah diratifikasi oleh Indonesia seperti
juga keuntungan atau hasil yang didapat konvensi ICSID yang sudah diratifikasi dengan
pemenang sengketa arbitrase. Besar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968
kecilnya kerugian tersebut sangat maupun Konvensi New York 1958 yang sudah
tergantung berapa nilai kemenangannya diratifikasi dengan Keppres No. 34 Tahun
dalam putusan dan berapa lama 1981.
pelaksanaan putusan tersebut tertunda Konsekuensi adanya klausul pembatalan
sebagai akibat adanya perkara putusan arbitrase adalah hakim dapat
pembatalan putusan arbitrase. Biaya menjatuhkan putusan berupa perintah untuk
berperkara di pengadilan yang relative melakukan pemeriksaan ulang atas putusan
mahal terutama apabila para pihak harus arbitrase tersebut oleh arbiter yang sama atau
menggunakan jasa pengacara adalah arbiter yang lain atau menentukan bahwa kasus
kerugian yang sulit untuk diprediksi. tersebut tidak mungkin diselesaikan melalui
Kerugian berupa potensi keuntungan arbitrase, apabila ada gugatan. Di samping itu
yang dapat diperoleh seandainya putusan apabila ada gugatan berupa pembatalan
arbitrase dilaksanakan secara suka rela putusan maka ada konsekuensi yang lain
adalah hal yang membuat klausul berupa potensi kerugian materil maupun non
pembatasan putusan arbitrase berpotensi materil yang akan dialami oleh para pihak.
merugikan pihak yang menang.
3) Kerugian moril berupa hilangnya sifat SARAN
kerahasiaan perkara arbitrase karena
kasusnya terekspos dalam pemeriksaan Agar arbitrase di Indonesia dapat
di sidang pengadilan yang sifatnya berkembang lebih baik, Undang-Undang
terbuka untuk umum. Hal ini Nomor 30 Tahun 1999 perlu disempurnakan
menghilangkan salah satu kelebihan dalam beberapa aspek, khususnya dalam hal
arbitrase yakni kerahasiaan yang sangat pengaturan mengenai alasan-alasan yang dapat
diperlukan oleh pengusaha, karena salah digunakan oleh pengadilan Indonesia untuk
satu yang menjadi daya tarik arbitrase membatalkan putusan arbitrase. Di samping
dalam dunia bisnis adalah sifat Pasal 70 seharusnya juga dibuka kemungkinan
kerahasiaannya di samping sifat putusan untuk menggunakan alasan lain seperti yang
yang final and binding. sudah diatur dalam beberapa konvensi yang
sudah diratifikasi oleh Indonesia Alasan-alasan
sebagaimana tercantum dalam Konvensi New
KESIMPULAN York maupun UNCITRAL Model Law,
Dibandingkan alasan pembatalan seperti: ketiadaan perjanjian arbitrase yang sah,
putusan arbitrase di negara lain alasan pelanggaran terhadap prinsip kepatutan atau
pembatalan putusan arbitrase di Indonesia keadilan dalam berperkara (due process of
sangat terbatas karena hanya menjangkau law), misalnya: ketidakwajaran dalam proses
kesalahan yang dilakukan oleh para pihak pemilihan arbiter atau proses arbitrase, tidak
belum menjangkau kelalaian atau kesalahan adanya pemberitahuan yang patut dan
arbiter yang disengaja. Umpamanya apabila pemberian kesempatan membela diri yang adil/
arbiter tersebut korupsi atau menerima uang berimbang, proses pemilihan arbiter yang
suap. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 bertentangan dengan perjanjian, arbiter yang
Pasal 70 hanya mengatur alasan-alasan bertindak di luar kewenangan (excess of
yang dapat digunakan oleh para pihak yang authority), dan sengketa yang diputus tidak
bersengketa untuk mengajukan permohonan dapat diarbitrasekan (non-arbitrable), maupun
584
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
585
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:10/E/KPT/2019
Volume 20, Nomor 4, Desember 2020
HALAMAN KOSONG
586