B. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
1. Pengertian Hak Ulayat
Istilah “hak ulayat” terdiri dari dua kata, yakni kata “hak” dan “ulayat”.
Secara etimologi kata ulayat identik dengan arti wilayah, kawasan, marga,
dan nagari. Kata”hak” mempunyai arti (yang) benar, milik (kepunyaan),
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu, kekuasaan yang benar
atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.* Kata “hak” diartikan
peranan bagi seseorang atau pihak untuk bertindak atas sesuatu menjadi
objek dari haknya itu.? Kata “wewenang” berarti hak dan kekuasaan
untuk bertindak, kewenangan: kekuasaan untuk membuat keputusan,
“Ibid., him. 103.
*Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, Hak Milik Keadilan dan Kemakmuran
Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), him. 10.
Bab 1|Hukum Adat Pertanahan 7
Dipindai dengan CamScannermemerintah,dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.” Kata
“wilayah” berarti daerah (Kekuasaan, pemerintahan, penguasaan, dan
sebagainya), lingkungan daerah (kabupaten).!! Menurut Moh. Koesnioe
perkataan “ulayat” pada dasamnya berarti suatu lingkungan tanah yang
berada dalam kekuasaan yang sah suatu persekutuan. Setiap lingkungan
ulayat selalu meliputi 3 (tiga) bagian pokok, yaitu: (a) lingkungan sebagai
‘pusat persekutuan; (b) ingkungan usaha para warge, berupa sawah, kebun,
Jadang, hutan; dan (c)lingkungan tanah persediaan, berupa hutan belukar
di luar lingkungan usaha tersebut. Dengan demikian, secara harfiah hak
ulayat diartikan sebagai kewenangan masyarakat hukum adat atas tanah
dalam lingkungan/wilayah/daerah tertentu untuk menguasai dalam arti
mengambil dan memanfaatkan tanah untuk kepentingan masyarakat
hhukum dan anggota-anggotanya.
Sebelum kemerdekaan, peraturan pertanahan Agrarische Wet
(Staatsbalad No. 55 Tahun 1870), tidak ada mengatur rumusan "hak
ulayae”. Hanya saja hak ulayat diakui berdasarkan domeinverRlaring untuk
Sumatera yang disebutkan dalam Pasal 1, kemudian peraturan ini tidak
berlaku lagi setelah diundangkan UPA. Boedi Harsono berpendapat hak
ulayat adalah nama yang diberikan para ahli hukum adat pada lembaga
hhukum dan hubungan konkret antara masyarakat-masyarakat hukum adat
dengan tanah wilayahnya, disebut tanah ulayat dan merupakan lebensraum
bagi warganya sepanjang masa.”
Istilah “hak ulayat” dijumpai dalam Pasal 13 UUPA, namun tidak ada
satu rumusan pengertian hak ulayat secara jelas. Di dalam Pasal 3 UUPA
hanya memberikan kepastian bahwa hak ulayat atau hak yang serupa itu
‘menurut kenyataannya masih diakui eksistensi sehingga lebih lanjut hak
ulayat itu harus diperhatikan dan dihormati. Dalam penjelasan Pasal 3
‘UUPA hanya disebutkan bahwa hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu
ialah“beschitkingsrecht”. Demikian juga di dalam Penjelasan Umum ILangka
3 UUPA, juga tidak ada penjelasan inci tentang pengertian hak masyarakat
hhukum adat, i sini hanya menegaskan tentang pengakuan hak ulayat dari
kesatuan masyarakat hukum dan akan didudukkan hak ulayat tersebut pada
‘tempat yang sewajarnya, Maria $.W, Sumardjono mengatakan hak ulayat
"Dignant Samo, Op. Ci, hm. 104
"bi
"Boedi Harsno, Hukon Agraria Indonesia ejrah Penbentukan Undang-Undang Pokok
Agraria idan Pelasanaany, jakarta: Djambatan, 1997), blr, 282.
Dipindai dengan CamScannersebagai istilah teknik yuridis adalah hak yang melekat sebagai kompetensi
khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang/kekuasaan mengurus
‘dan mengatur tanah sisinya, dengan daya berlaku ke dalam dan ke luar®
Pasal 3 UUPA menyebut tentang “masyarakat hukum adat” yang erat
kaitannya dengan hak ulayat, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut
‘mengenai pengertiannya. Bahkan, dalam berbagai kesempatan dalam
‘memori penjelasan sering juga digunakan istilah “masyarakat hukum”.
‘Namun, sesuai dengan fungsi suatu peraturan penjelasan, apabila dalam
‘memori penjelasan disebut masyarakat hukum, maka yang dimaksud adalah
rmasyarakat hukum adat yang disebut dalam Pasal 3 tersebut."*
Kata “masyarakat hukum adat” tercantum dalam UUPA pada Pasal 2
ayat (4) yang menyebutkan bahwa: “Hak menguasai dari negara tersebut
di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra
ddan Masyarakat Hukum Adat, sekadar diperlukan dan bertentangan dengan
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa
serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain
vyang lebih tinggi
Penyebutan “hak ulayat” dan “masyarakat hukum adat” dalam Pasal 3
ddan Pasal 2ayat (4) UPA tidak jelas dan samar-samat. Ketidakjelasan itu
bberakibat pada penjabaran hak ulayat juga tidak jlas, kurang tersosialisasi
ddan tidak pernah dimanfaatkan, schingga pasal-pasal tersebut menjadi pasal
‘tidursaja. Rumusan masyarakat hukum adatterdapat dalam Pasal 1 ayat (3)
dengan rumusan bahwa Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang,
yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal atau dasar keturunan.
Dengan demikian, ketentuan Pasal 3 UUPA dan penjelasannya. Penjelasan
‘umum Il angka 3 UUPA menunjukkan bahwa hak masyarakat hukum adat
atas tanah disebut hak ulayat oleh hukum tanah nasional Indonesia diakui
sebagai hak dari masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih
ada sebagaimana dimaksudkan Pasal 3 UUPA.
Dalam kepustakaan hukum adat, istilah hak ulayat disebut
“beschikkingsreche”, merupakan sebuah nama yang diberikan Van
Vollenhoven, yang berarti hak menguasai tanah dalam arti kekuasaan
"Maria &:W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulai dan Implementas,
(akara: Buku Kompas, 2001), him 5.
Ibid.
‘Bab 1 |Mukum AdatPertonahan 9
Dipindai dengan CamScannermasyarakat hukum itu tidak sampai pada kekuasaan untuk menjual tanah
di dalam wilayahnya. Dengan demikian, istilah hak ulayat menunjukkan
hubungan hukum antara masyarakat hukum itu dengan tanah."* Hak ulayat
inj menurut Van vollenhoven adalah suatu hak atas tanah yang melulu ada
di Indonesia, suatu hak yang tidak dapat dipecah dan mempunyai dasar
keagamaan (religi). Menurutnya, paling sedikit ada 3 (tiga) ciri utama hak
ulayat, yang dikemukakan dalam bukunya yang berjudul Een Adta-wetbocke
Voor Het Indonesia (1925), yaitu:
a. Beschikkingsrecht atas tanah hanya dapat dimiliki oleh persekutuan
(gemenschappen) dan tidak dapat dimiliki oleh perorangan;
b. _Beschikkingsrecht tidak dapat dilepaskan untuk selama-lamanya dan;
Beschikkingsreckt (jika hak ulayat itu dilepaskan untuk sementara
kepada orang asing, maka apabila ada alasan lain, selain kerugian,
‘untuk penghasilan-penghasilan yang hilang, orang asing tersebut harus
membayar cukai (heffingen), kepada persekutuan hukum (gemeenschap)
menurut hukum adat.*
Ter Haar merumuskan “Beschikkingsrecht” adalah hak persekutuan
hukum masyarakat, merupakan hak kolektif dan bukan hak individu yang
dapat dimiliki oleh seseorang atau sekeluarga. Hazairin merumuskan hak
ulayat suatu masyarakat (hukum) adat (rechsgemeenschap) adalah hak atas
seluruh wilayah masyarakat Hukum Adat'yang bersangkutan yang tidak
pernah akan diasingkan pada orang atau kelompok masyarakat lain, atau
dicabut dari temurun tetap akan merupakan hak kolektif masyarakat hukum
adat atas tanah seluas wilayah hukum adat tersebut.”
‘MenurutJ.C.T Simorangkir, dkk, hak ulayat adalah hak dari persekutuan
hukum/masyarakat untuk menggunakan/mengolah tanah-tanah di
sekeliling tempat kediaman/desa mereka guna kepentingan persekutuan
hhukum itu atau kepada orang-orang luar yang mau mengerjakan tanah itu
dengan memberikan sebagian dari hasilnya kepada masyarakat."*
‘Djananat Samos Op. Cit, hm.106,
“Hesty Hastuti. Penelitian Hubum Asneb Huksew Dow
Dipindai dengan CamScannerIman Sudiyat mengemukakan bahwa pengertian hak ulayat adalah
hhak yang dimiliki oleh suatu suku/clan, gens, stam, sebuah serikat desa
(orpendbord) atau biasanya oleh sebuah desa saja untuk menguasai seluruh
tanah seisinya dalam lingkungan wilayahnya.”
Berdasarkan rumusan tersebut dapat diketahui bahwa hak masyarakat
hukum adat tidak hanya terbatas pada tanahnya saja termasuk segala
sesuatu yang ada di atas tanah, Tanah yang dimaksud dalam pengertian
di atas meliputi tanah daratan, pantai termasuk perairan pantai, bahkan
perairan pedalaman (sungai, danau).
Menurut Van Vollenhoven, ada 6 (enam) tanda-tanda atau ciri-ciri hak
ulayat, yakni sebagai berikut.
a. Hanya persekutuan hukum dan anggota-anggotanya yang dapat
‘menggunakan tanah, belukar di dalam wilayahnya;
’b. Yang bukan anggota persekutuan dapat menggunakan hak itu, tetapi
haarus seizn dari persekutuan hukum tersebut.
Dalam menggunakan hak itu bagi yang bukan anggota selalu harus
‘membayar recognitie.
4. Persekutuan hukum mempunyai tanggung jawab terhadap kejahatan
tertentu yang terjadi dalam lingkungan wilayahinya, bilamana orang
yang melakukan kejahatan itu sendiri tidak dapat digugat.
¢.Persekutuan hukum tidak boleh memindahkan haknya untuk selama-
Jamanya kepada siapa pun.
{.Persekutuan hukum mempunyai hak campur tangan terhadap tanah-
tanah yang telah digarap, misalnya dalam pembagian pekarangan atau
dalam jul beli2®
hubungan komunal yang secara intern (hubungan intrakomunal)
‘melahirkan sifat kebersamaan dari hak ulayat yang dapat dilhat dari hak-
hak bersama dan hak individu, yakni adanya hubungan timbal balik hak
bersama dengan hak perorangan, Hak ulayat yang mempunyai Kekuatan
Keluar (hubungan ekstrakomunal) merupakan suatu pembatasan dari
‘{B. Dayo, dkk, Ekistnsi Hak Manarakat AdatAtas Tanah Setelah Berlakunya
‘UUPA, Justitia Et Pax, Jurmal, Vol. 22, No.2, Desember 2002, Fakultas Hukum Atma
Jaya Youyakarea, him 48.
Djamanat Samosi, Op. Cit, him. 108.
Dipindai dengan CamScanner‘orang yang bukan anggota masyarakat hukum adat, yang hanya dapat
rmemperoleh hak pakai aja,
Menurut Iman Sudiyat, citi-ciri hak wlayat/hak purba antara lain
sebagai berikut,
1, Hanya persekutuan hukum dengan warganya yang berhak dengan
bebas menggunakan tanah liar di wilayabnya,
2. Orangluar boleh menggunakan tanah itu setelah ada zin dari penguasa
‘masyarakat hukun/persekutuan hukum tersebut, bila tanpa izin orang
itu dianggap melakukan pelanggaran,
3. Warga masyarakat hukum/persekutuan boleh mengambil dengan
batasan hanya untuk keperluan somah/brayat/keluarga sendiri, Bila
ddimanfaatkan untuk kepentingan orang lain orang itu dianggap orang
asing, maka ia mendapat izin terlebih dahulu dan memenuhi syarat
yang ditentukan oleh persekutuan, misalnya membayar upeti, mesi
kepada persekutuan,
4. Persekutuan hukum bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi
di wilayahnya terutama tindakan melawan hukum yang merupakan
delik.
5, Hak ulayat/hak purba tidak dapat diasingkan atau dipindahtangankan
untuk selamanya.
6. Hak ulayat/hak purba meliputi tanah yang sudah digarap atau sudah
dliliputi oleh hak perorangan.”
Istilah “hak ulayat” adalah istilah yang menunjukkan adanya hubungan
hukum antara masyarakat hukum yang bersangkutan dengan tanah.
‘Hubungan yang bersifat kosmis-religius menunjukkan suatw hubungan
yang tidak dapat dilepaskan dari persekutuannya. Dalam pengertian hukum
hak ulayat merupakan rangkaian wewenang dan hak serta kewajiban suatu
‘masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan
wilayahnya, sebagai lingkungan hidup para warganya untuk mengambil
‘manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah yang ada dalam wilayah
tersebut. Menurut Boedi Harsono, istilah hak ulayat adalah nama yang
Haar, Op. Ct, hm 84,
ibid, hm. 284,
Dipindai dengan CamScanneryang sangat penting dalam menentukan eksistensi masyarakat hukum adat
atau hak ulayat. Karena itu perlu perumusan yang jelas mengenai batas-
batas tersebut, karena masing-masing daerah berbeda-beda. Konflik yang
terjadi karena ketidakjelasannya tidak terjadi kalau ada ketegasan-ketegasan
hukum dalam bidang pertanahan.
Dipindai dengan CamScanner