You are on page 1of 25
Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 DRUG INDUCED NEFROPHATY : FOCUS IN CONTRAST INDUCED ACUTE KIDNEY INJURY AND METHANOL INTOXICATION | Wayan Sudhana Divsi Ginjal dan Hipertensi, Bagian/SMF IImu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah_ Pendahuluan Beberapa fungsi ginjal utama yaitu metabolisme dan ekskresi bahan-bahan eksogen yang berasal dari agen terapeutik dan bahan-bahan diagnostik juga bahan-bahan di lingkungan sekitar manusia. Dalam perannya sebagai eliminator primer obat-obatan dan toksin, ginjal mudah terserang bahan- bahan eksogen dan mengalami beberapa kerusakan, kehilangan fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa gejala klinis. Ginjal dapat terkena beberapa nefrotoksin yang merangsang kerusakan dan berakibat kerusakan ginjal (1). Sebaliknya kerusakan ginjal dapat mengganggu farmakokinetik dan farmakodinamik obat dan sebagai akibatnya, pasien-pasien dengan gangguan ginjal memiliki risiko terkena efek samping obat tersebut. Pasien-pasien ini juga mengkonsumsi berbagai macam obat dan berisiko tinggi dalam interaksi obat dan masalah yang ditimbulkan akibat obat (2) Metabolisme Obat Metabolisme obat secara primer merupakan fungsi hepatik dengan obat- obatan dikonversikan menjadi bentuk yang lebih water-soluble untuk mempermudah eliminasi di ginjal dan empedu. Meskipun terdapat pendapat 84 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 bahwa klirens nonrenal tidak berubah, gangguan ginjal dapat mengganggu dan memperlambat metabolisme obat (2,3,4,5) El nasi Obat Ginjal_merupakan organ yang paling penting untuk obat dan eliminasi metabolit. Klirens obat total sama dengan volume nyata darah atau plasma dimana obat dibersihkan dalam suatu unit waktu dan dijelaskan melalui dosis obat dibagi area under the drug concentration curve (AUC). Waktu paruh dideskipsikan sebagai waktu yang dibutuhkan konsentrasi plasma untuk terbagi dan dikaitkan dengan Volume distribusi dan klirens. Jumlah obat yang dieliminasi oleh ginjal dijelaskan melalui klirens ginjal, dipengaruhi oleh aliran darah ginjal dan kemampuan ginjal mengeliminasi obat. Klirens obat pada ginjal merupakan keseimbangan dari laju filtrasi glomerulus, sekresi tubulus renalis dan reabsorpsi tubulus. Laju filtrasi glomerulus tergantung pada ukuran molekul (<10kd), muatan dan ikatan protein (meningkat bila terjadi penurunan ikatan) (2,3,4,5) Natit eon re M a a tLe loda | Total body clearance = Drugdose / AUC Renal clearance = Total amount of drug in urine/plasma drug concentration Total amount of drug inurine = Drug x volume of the sample collected in a fixed time Drug half-life (ty2) = Vp x 0.693/ Clearance Gambar 1. Matematika el curve ; VDr, volume of distr nasi obat. AUC, Area under the concentration-time ution ( konsentrasi d 85 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 Pencegahan Terhadap Obat Nefrotoksik Reaksi idiosinkrasi nefrotoksisitas (nefritis interstitial) tidak dapat diprediksi dan indenpenden terhadap dosis. Nefrotoksisitas yang berhubungan dengan hemodinamik dapat muncul akibat penggunaan angiotensin- converting enzyme (ACE) inhibitor, angiotensin receptor blockers (ARBs), nonsteroidal antiinflamatory drugs (NSAIDs), diuretik, antihipertensi_ dan laksatif. Mekanisme nefrotoksik langsung pada tubulus termasuk aminoglikosida, vancomisin, amphoterisin, cisplatin, calcineurin inhibitor (CNIs) dan media kontras radiografik. Metode reduksi obat Terbagi menjadi dosis loading dan pemeliharaan. Untuk sebagian obat, dosis loading diberikan untuk mengurangi waktu obat mencapai konsentrasi tetap. Karena gangguan ginjal dapat memperlambat waktu paruh, menurunkan dosis obat dapat menjadi kesalahan terapeutik karena dapat memperlambat tercapainya konsentrasi tetap. Dosis loading (mg/kg) sama dengan produk konsentrasi plasma yang diharapkan (mg/ml) dan Vo (ml/kg) dan indenpenden terhadap adanya klirens. Dosis pemeliharaan perlu dikurangi akibat adanya gangguan ginjal dan eliminasi obat lewat ginjal. Dosis reduksi dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus: Dosis pada gangguan fungsi ginjal/dosis pada fungsi ginjal normal = (1-fe) x (1x Fraction of remaining renal function) dimana fe adalah fraksi obat yang aktif dan diekskresi secara utuh lewat ginjal. Metode ini terbagi menjadi metode interval, dosis dan kombinasi (2,3) 86 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 Extracorporeal Drug Losses Secara alternatif, dialisis dapat dipergunakan pada kejadian overdosis untuk membantu pembersihan obat. Beberapa studi sebelum tahun 1990 melaporkan data hemodialisis standar dengan low-flux membrane yang kurang efisien apabila dibandingkan dengan high flux membrane yang sekarang banyak digunakan. Pada hemodialisis efisiensi pembersihan obat tergantung pada fisiokimia obat, dengan penurunan ukuran molekul (<500d) dan solubilitas air meningkat yang akan menghasilkan peningkatan bersihan obat, sebaliknya peningkatan ikatan protein dan Vp menghasilkan penurunan klirens dialisis. Peritoneal dialisis kurang efisien dibandingkan hemodialisis dalam klirens obat, klirens beberapa obat pada peritoneal dialisis otomatis meningkat karena terdapatnya peningkatan gradient konsentrasi obat antara darah dan dialisat Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT) melalui hemofiltrasi, hemodialisis atau hemodiafiltrasi berbeda dengan intermiten hemodialisis. Berdasarkan ultrafiltasi_kontinyu dari cairan plasma, CRRT dapat membersihkan obat ultrafiltrable dalam jumlah besar. CRRT memungkinkan molekul obat dalam jumlah besar (hingga 5000 d). Contrast Induced Acute Kindey Injury (CI-AKl) Merupakan komplikasi akut dan berat setelah angiografi koroner, khususnya pada pasien dengan gagal ginjal kronik. CI-AKI didefinisikan secara umum suatu peningkatan konsentrasi serum kreatinin sebesar 0.5 mg/dL atau 25% diatas batas normal selama 48 jam setelah pemberian kontras. Patogenesis 87 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 terjadinya CI-AKI belum sepenuhnya diketahui, dan kemungkinan bersifat multifaktorial. Terdapat suatu hipotesis bahwa kombinasi iskemia akibat vasokonstriksi dan toksisitas langsung pada tubulus ginjal melalui reactive oxygen species mengakibatkan Cl-AKI. Vasokonstriksi ginjal yang menyebabkan hipoksemia medulla kemungkinan dimediasi karena adanya perubahan nitrik oxide, endotelin dan atau adenosin. Pemberian media kontras intra-arterial menghasilkan vasodilatasi pada awalnya, diikuti vasokonstriksi dan diikuti oleh shunting aliran darah dari medulla menuju korteks, dengan bersihan_hasil sebesar 20% peningkatan aliran darah menuju korteks dan 40% penurunan ke medulla, iskemia pada medulla yang terjadi ini dianggap berkontribusi pada kerusakan tubulus. Sitotoksisitas langsung pada sel epitel tubulus diperlihatkan dengan adanya vakuolisasi dan kematian sel epitel tubulus (5,7,8,9) Definisi CI-AKI 1. Peningkatan serum creatinin (SCr) 2 0,5 mg/dl atau 25% dari SCr awal pada 48 jam setelah radiologi prosedur. 2. Peningkatan serum creatinin (SCr) > 0,5 mg/dl atau 25% dari SCr awal dalam 3 hari setelah pemakaian media kontras intravena, tanpa ada sebab yang lain. 88 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 Tabel 1. Faktor risiko terjadinya contrast media-induced nephropathy (5) Terkonfirmasi Diduga Tidak terbukti Penurunan volume arterial efektif Penggunaan bersamaan dengan obat nefrotoksik Gagal ginjal kronik Hipertensi Mieloma Nefropati diabetikum Atherosklerosis Diabetes tanpa generalisata nefropati Gagal jantung kongestif berat Fungsi faal hati abnormal Jumlah dan frekuensi media Hiperurisemia kontras Deplesi volume / hipotensi Proteinuria Mediakontrasdengan osmolaritas tinggi Meskipun penatalaksanaan CI-AKI yang sudah tegak terbatas pada terapi suportif dan dialisis, kerusakan ginjal dari paparan kontras yang teriodinisasi secara potensial dapat dicegah. Usaha dalam melakukan intervensi sebagai pencegahan yang efektif untuk CI-AKI terbagi menjadi 4 strategi yaitu penggunaan agen yang memiliki efek nefrotoksik yang rendah, ketetapan melakukan renal replacement therapy (RRT) untuk menghilangkan kontras dari sirkulasi, penggunaan agen farmakologis untuk menetralkan efek nefrotoksik media kontras, ekspansi ruang intravascular dan meningkatkan diuresis dengan cairan intravena. Korelasi antara jumlah kontras dan risiko terjadinya 89 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 CI-AKI telah dilaporkan pada beberapa studi. Menurut McCullough et al, risiko CI-AKI minimal pada pasien yang mendapatkan kontras <100 mL. Studi lain pada populasi diabetes, CI-AKI berkembang pada setiap kali kelima, keempat dan kedua pasien mendapatkan volume kontras 200-400, 400-600 dan >600 mL. Beberapa peneliti telah mempelajari hubungan antara_ maximum radiographic contrast dose (MCD), baseline fungsi renal dan risiko terjadinya CI-AKI setelah angiografi. MCD dihitung menggunakan rumus 5 mL medium kontras/kgbb (maksimum 300 mL) dibagi serum kreatinin (mg/dL). Tipe dari agen radiokontras memberikan peranan terjadinya CI-AKI. Agen radiokontras yang teriodinisasi dapat berupa ionik atau nonionik dan konsentrasi yang dibutuhkan untuk arteriografi atau computed tomography (CT) memiliki variabilitas osmolaritas yang terdiri dari high osmolar contrast media (HOCM), 2000 mOsm/kg; lowosmolar contrast media (LOCM), 600-800 mOsm/kg, contohnya dan iso-osmolar contrast media (ICM), 290 mOsm/kg. Berdasarkan studi metaanalisis tahun 2012, American College of Cardiology/American Heart Association merekomendasikan penggunaan IOCM atau LOCM selain iohexol dan ioxaglate pada pasien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani angiografi (10) Profilaksis RRT yaitu hemofiltrasi dan hemodialisis (HD) dilakukan sebagai pencegahan CI-AKI. Profilaksis dilakukan selama diberikan zat kontras dan setelahnya. Penggunaan RRT ini diharapkan dapat membersihkan secara cepat materi radiokontras teriodinisasi dari sirkulasi, mengurangi beban laju filtrasi glomerulus yang akan mengurangi risiko kerusakan ginjal. Suatu studi dari Marenzi et al dan Lee et al menyebutkan HD tidak efektif bahkan berbahaya dalam mencegah CI-AKI pada populasi pasien CKD Stage 3. Namun 90 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 suatu analisis dari studi pasien dengan CKD Stage 4/5 memberikan efek yang sangat baik dari RRT dibandingkan terapi standar dalam menurunkan insiden CI-AKI (RR: 0.19, P < 0.001). Mekanisme profilaksis farmakologis untuk CI-AK! termasuk terapi antioksidan, inhibisi vasokonstriksi ginjal dan kombinasi kedua hal ini. N-acetylsisteine (NAC) dipergunakan untuk pencegahan CI-AK\ berhubungan dengan kapasitasnya dalam membersihkan reactive oxygen species, menurunkan deplesi glutathione, dan menstimulasi produksi berbagai mediator vasodilatasi termasuk NO. Suatu studi oleh Tepel et al yang melaporkan 83 pasien penyakit ginjal kronik (serum kreatinin >1.2 mg/dl) yang menjalani CT scan dengan volume kecil 75 ml dengan low osmolar contrast ‘media (LOCM). Pemberian NAC oral 2 x 600 miligram sehari satu hari sebelum dan saat dilakukan prosedur (total 2,4 gram) sebagai tambahan pemberian cairan salin hipotonus menurunkan insiden CI-AKI 10 kali lipat. Pada tahun 2012, setidaknya 9 studi metaanalisis mengenai NAC telah memperlihatkan penurunan terjadinya CI-AKI. Berdasarkan studi metaanalisis terbesar yang melibatkan 41 studi dan 3393 pasien, Kelly et al menemukan bahwa NAC oral atau intravena secara signifikan menurunkan risiko CI-AKI sebesar 38% apabila dibandingkan hanya dengan cairan salin untuk mengkontrol hidrasi(10). a1 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 Tabel 2. Mehran’s Score untuk skoring risiko CI-AKI Risk Factors Integer Score = rc inane: ee ee oo = eae = g 3 smi Hoe ors 8 EE = noe oR for 40-60 IME pba] zara 126% OFF < 0oninin79 n2= Goer 496 x (3011 x gee? X (0.742 eae) x (1.210 itAtican Amerean) Keterangan : IABP, Intraaortic Ballon Pump, CHF, Congestif Heart Failure, eGFR, Estimated Glomerolous Filtration Rate (menggunakan perhitungan MDRD, Modified Diet of Renal Disease). Dikatakan risiko rendah CI-AKI bila skor < 5 dan risiko tinggi CL-AKI bila skor > 16. 92 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 Rekomendasi : pertimbangkan metode radiologi lain bila pasien dengan risiko tinggi untuk CLAKI. (Gambar 2. Alur pasien yang akan menjalani prosedur dengan media kontras)(2) Tes penyaring : Fisik : TD, tanda CHF Penunjang : DL, BUN, SC, BSN-2 Jp, Mehran’s Score Risiko Ringan Risiko Sedang Risiko Berat Mehran’s Score : $ Mehran’s Score : 6 Mehran’s Score : © Tidak ada Hindari pengulangan dosis media kontras < 72 profilaksis spesifik © Cairan per oral Pertimbangkan Sangat , 42 lam post dipertimbangkan Pemberian cairan IV I I Hindari atau tunda obat-obat Nephrotoxic Tunda obat nefrotoksik 24-48 jam pre dan post prosedur ‘Tunda metformin sampai 48 jam post prosedur, dapat digunakan kembali bila fungsi ginial divakinkan sudah normal I I Profilaksis farmakologi dengan N Acetylcysteine Kontras ‘* Meminimalkan dosis © LOCM atau IOCM « Larutkan kontras or + Stage Procedure « Calculate Max Dose + Adjunct (biplane, i Follow up urine SC in 12-24-48-72 jam I I CL-AKI 93 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 Diagnosis dan Manifestasi Klinis Dalam mendiagnosis CI-AKI, faktor penyebab lain dari kerusakan ginjal harus disingkirkan. Sesuai dengan definisi yang sudah disebutkan diatas, CI-AK\ dicurigai bila terdapat peningkatan serum kreatinin 0.5 mg/dl (2 44 mmol) atau 25% dari nilai awal, 48 jam setelah pemberian media kontras tanpa ada sebab yang lain. Perlu diperhatikan pula kemungkinan penyebab prerenal dan postrenal seperti pada keadaan sepsis, serta pemaparan obat nefrotoksik lainnya (2,10). CLAKI dapat _memberikan manifestasi Klinis yang bervariasi dari beratnya gejala, yaitu asimtomatis, nonoligourik, atau oligourik yang bersifat akut dan reversibel sampai gagal ginjal yang memerlukan hemodial Peningkatan serum kreatinin dan penurunan klirens kreatinin mencerminkan penurunan GFR, merupakan tanda terjadinya CI-AKI. Peningkatan kreatinin sering mencapai puncaknya pada hari ke-3 sampai ke-4 setelah pemberian media kontras dan mencapai nilai dasar kembali setelah 1 sampai 2 minggu. Proteinuri mungkin juga didapatkan. Pasien dengan CI-AKI lebih sering mengalami gejala non oligouria daripada oligouria. CI-AKI nonoliguri pada umumnya terjadi pada pasien yang memiliki serum kreatinin awal lebih rendah. CI-AKI oliguria biasanya terjadi pada pasien yang sudah dengan gangguan fungsi ginjal sebelumnya (10) Pasien yang memiliki fungsi ginjal normal ataupun gangguan ginjal ringan sebelum pemberian kontras pada umumnya mengalami oliguri 2 sampai 5 hari pertama dan fungsi ginjal akan membaik pada hari ke-7. Kerusakan permanen ginjal sangat jarang terjadi, namun CI-AKI dapat memperlama masa rawat inap di rumah sakit (19,20). Walaupun tidak terjadi peningkatan 94 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 kreatinin serum, namun media kontras dapat meningkatkan sedimen urin dan menunjukkan beberapa derajat kelainan, termasuk ditemukannya sel epitel, epithelial cell cast, dan terkadang kristal-kristal. Osmolalitas urin dapat < 350 mOsm/kg, dan proteinuria ringan sampai sedang mungkin terjadi (14,20). INTOKSIKAS| METHANOL Methanol (methyl alchohol, CH3OH) juga dikenal sebagai alkohol kayu digunakan secara luas sebagai pelarut dalam industri dan campuran untuk bahan bakar gasoline. Toksisitas methanol tetap merupakan masalah yang umum terjadi khususnya pada kelas sosio ekonomi yang rendah. Hampir semua kejadian intoksikasi methanol akibat tertelan, baik secara tidak disengaja, percobaan bunuh diri, atau akibat digunakan sebagai pengganti ethanol karena harganya yang lebih murah”. Kadar methanol yang dapat menimbulkan toksisitas berkisar dari 15- 500 ml 40% larutan sampai 60-600 methanol murni. Risiko intoksikasi methanol dapat meningkat pada kondisi tetrahydrofolate di hati rendah yang mempengaruhi kecepatan metabolisme asam format’ Methanol relatif memiliki toksisitas yang rendah. Efek toksik muncul akibat hasil metabolisme methanol di hati yaitu asam format yang bersifat toksik. Methanol diubah menjadi formaldehyde di hati oleh enzim alcohol dehydrogenase. Formaldehyde dioksidasi_ oleh enzim formaldehyde dehydrogenase menjadi formic acid / asam format. Metabolisme asam format tergantung pada kadar tetrahydrofolate yang akan membentuk 10-formyl tetrahydrofolate yang dapat mengubah asam format menjadi karbon dioksida (C02) dan air (H20). Waktu paruh asam format sekitar 20 jam pada manusia®. 95 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 ADH FDH F-THE-S Methanol >| Formatdenyao| >| Formic acié | co,+H,0 Ethanol Fomepizole Gambar 3. Metabolisme methanol. ADH alchohol dehydrogenase; FDH formaldehyde dehydrogenase; F-THF-S: 10-formyl tetrahydrofolate synthetase.” Formaldehyde bersifat toksik namun akibat proses metabolismenya yang cepat menjadi asam format sekitar 1-2 menit, kadarnya hampir tidak pernah terdeteksi pada tubuh setelah keracunan methano', Asam format dimetabolisme lebih lambat sehingga terjadi akumulasi asam format dalam tubuh pada keracunan methanol. Asidosis metabolik terjadi akibat efek asam format terakumulasi yang menghambat akivitas cytochrome oxidase pada mitokondria sehingga mengganggu proses metabolisme oksidasi intrasel dan memicu metabolisme anaerobik. Pada tahap lebih lanjut, pembentukan asam laktat yang berlebih juga dapat menyebabkan kondisi asidosis laktat dan memperburuk asidosis™” Toksisitas pada mata terjadi akibat efek toksik asam format secara langsung. Asam format mengikat cytochrome oxidase sehingga menghambat fungsi mitokondria pada retina dan saraf optik serta menyebabkan deplesi ATP retina dan saraf optik. Kerusakan yang terjadi pada mata berupa edema diskus optikus, kerusakan selubung mielin dan lesi nervus optikus yang dapat menyebabkan kebutaan*™”, 96 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 DIAGNOSIS INTOKSIKAS! METHANOL Diagnosis intoksikasi methanol didapatkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Onset dan beratnya intoksikasi metanol tergantung pada akumulasi kadar asam format yang terbentuk. Gejala dapat meliputi gangguan pada sistem saraf pusat, penglihatan, dan saluran cerna. Gejala diawali dengan depresi ringan sistem saraf pusat diikuti periode laten 12-24 jam". Konsumsi ethanol secara bersamaan dapat memperpanjang periode laten sampai lebih dari 24 jam. Suatu studi pada 323 pasien yang minum whisky yang mengandung methanol didapatkan periode laten berkisar dari 40 menit sampai 72 jam dengan rata-rata 24 jam dimana periode laten bukan merupakan faktor prognostik derajat berat ringannya intoksikasi methanol*. Periode laten kemudian dilanjutkan dengan munculnya asidosis metabolik yang tidak terkompensasi dan gangguan penglihatan. Gejala lainnya yang dihubungkan dengan gangguan penglihatan meliputi sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut dan sesak nafas’”°. Gangguan penglihatan bervariasi dari pandangan kabur, berkurangnya lapang pandang sampai kebutaan. Tanda klinis didapatkan berkurangnya refleks pupil dan pada pemeriksaan funduskopi didapatkan hiperemis dan edema diskus optikus, peripopilary retinal edema. Adanya dilatasi pupil yang tidak memberikan respon menunjukkan adanya cedera otak mayor atau disfungsi dari jalur visual utama dengan resiko tinggi hilangnya penglihatan secara permanen. Bradikardia, syok, koma berkepanjangan, kejang, asidosis yang persisten dan anuria merupakan faktor prognostik yang serius. Kematian pada intoksikasi methanol biasanya akibat dari gagal nafas dan henti nafas mendadak’?*. 7 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 Nyeri kepala, vertigo, lemas, dan bingung umum terjadi_ pada intoksikasi. metanol ringan sampai sedang. Adanya kejang dan koma menunjukkan adanya edema otak. Nekrosis putamen otak merupakan komplikasi yang jarang terjadi dengan gejala ekstrapiramidal seperti Parkinson yaitu kaku, tremor ringan, wajah kaku. Nekrosis putamen terjadi akibat berkurangnya aliran darah serebral dengan atau akumulasi dari asam format pada putamen”, Acute kidney injury (AKI) dapat terjadi pada intoksikasi methanol. Studi oleh Verhelst et al pada seri kasus dari 25 pasien intoksikasi methanol didapatkan prevalensi AKI sebesar 60%. Mekanisme terjadinya AKI belum begitu jelas, dan diduga multifaktorial baik secara langsung maupun tidak langsung. efek langsung terjadinya AKI masih berupa dugaan dimana diduga terjadi cedera pada sel tubulus yang kemungkinan akibat efek osmotik dari tingginya konsentrasi methanol di darah dan/atau efek sitotoksik akibat akumulasi asam format pada sel tubulus proksimal. Efek tidak langsung terjadi akibat hemolisis dan mioglobinuria juga seringkali ditemukan™®. Adanya asidosis metabolik berat dengan peningkatan anion gap dan osmolar gap mendukung kuat adanya intoksikasi methanol atau etylene glycol. Namun beberapa kondisi lain juga dapat memberikan gambaran abnormalitas laboratorium yang hampir sama seperti ketoasidosis diabetik, alcoholic ketoacidosis, gagal organ multipel, gagal ginjal kronis. Kadar methanol dalam darah > 20mg/dL sudah dianggap toksik dan kadar > 40mg/dL dianggap sangat berbahaya™. Pemeriksaan radiologis yang bermanfaat pada kasus intoksikasi methanol meliputi CT scan kepala dan MRI scan kepala. Gambaran yang paling 98 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 sering adalah nekrosis bilateral pada putamen yang ditandai dengan hipodensitas pada putamen atau lebih jarang nucleus caudatus. Gambaran radiologis lainnya adalah edema cerebri dan lesi pada subcortical white matter khususnya lobus frontal, oksipital dan parietal. Nekrosis pons bilateral, nekrosis cerebelum bilateral, dan perdarahan subarachnoid merupakan temuan radiologis yang lebih jarang. dimana perdarahan serebral merupakan komplikasi yang jarang*. TERAPI INTOKSIKAS! METHANOL Terapi intoksikasi methanol difokuskan pada terapi suportif, mengkoreksi gangguan asam basa, mencegah metabolisme methanol menjadi metabolit toksik yaitu asam format dan meningkatkan eliminasi asam format melalui HD atau pemberian folinic acid/folic acid. Manajemen awal pasien dengan kecurigaan intoksikasi methanol berupa evaluasi untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Kumbah lambung, perangsangan refleks muntah atau arang aktif hanya bermanfaat jika diberikan dalam 30-60 menit setelah paparan karena absorpsi methanol di saluran intestinal yang cepat’ Jika pasien datang dengan gejala gangguan penglihatan dan kondisi asidosis berat dengan dugaan kecurigaan intoksikasi methanol, prioritas awal adalah mengkoreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, pemberian folinic acid untuk meningkatkan metabolisme asam format menjadi CO2 dan H20, bila ada dapat diberikan fomepizole atau ethanol untuk menghambat metabolisme methanol menjadi asam format dan dilakukan HD untuk koreksi abnormalitas metabolik, mengekskresi methanol dan asam format dalam darah. Seringkali_pasien dengan intoksikasi methanol juga mengkonsumsi ethanol sehingga perlu diberikan thiamin 100 mg intravena’. 99 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 The American Academy of Clinical Toxicology merekomendasikan pemberian ethanol atau fomepizole untuk terapi intoksikasi metanol berdasarkan kriteria berikut : konsentrasi plasma methanol >20mg/dL atau riwayat konsumsi methanol dengan osmolal gap serum > 10mOsm/L atau kecurigaan kuat keracunan methanol dengan paling tidak dua dari H< 7,3; HCO3- < 20mEq; dan osmolal gap > 20mOsm/L*. Ethanol memiliki afinitas 10-20x lebih tinggi terhadap alcoholic dehydrogenase (ADH) dibandingkan dengan methanol. Meskipun belum disetujui FDA, ethanol telah digunakan dalam manajemen_ intoksikasi methanol. Ethanol memiliki beberapa keuntungan yaitu harganya yang murah, mudah didapatkan, dapat diberikan secara oral atau intravena namun diperlukan kadar serum yang tinggi sekitar 100mg/dL, memerlukan monitoring kadar ethanol serial setiap 1-2 jam pada awal dan 2-4 jam setelah tercapai kondisi yang diinginkan, dan dapat menimbulkan depresi sistem saraf pusat dan depresi nafas sehingga perlu dimonitor di ruang ICU”. Fomepizole (4-Metylpyrazole) memiliki afinitas 500-1000 kali lebih tinggi terhadap ADH dibandingkan dengan ethanol dan dapat menghambat ADH pada konsentrasi yang lebih rendah. Fomepizole memiliki beberapa keuntungan dibandingkan ethanol yaitu afinitasnya yang lebih tinggi, efek samping minimal, tidak mempengaruhi kesadaran, tidak diperlukan monitoring yang ketat, dan tidak meningkatkan osmolalitas serum sehingga menilai respon lebih mudah. Adapun kekurangannya adalah sulit didapatkan dan harganya yang mahal, sekitar 5000 US dollar untuk terapi selama 48 jam’”. Studi oleh Brent et al menunjukkan bahwa pemberian loading dose 15 mg/kg fomepizole intravena dilanjutkan dengan bolus 10mg/kg intravena setiap 12 100 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 jam selama untuk 4 dosis berikutnya dan dilanjutkan dengan 15mg/kg setiap 12 jam dapat memberikan kadar fomepizole serum lebih dari 0,8mg/L"*. Tabel 3. Rekomendasi dosis terapi ethanol” Dase Absolute Alcohol ‘Volume of 10% Solution Loading 00 mg/kg 7.60 ml/kg, Maintenance, nondrinker with dialysis 66 mg/kg perh (083 ml/kg perh 169 mg/kg perh 213 ml/kg perh Maintenance, drinker with dialysis 154 mg/kg perh 196 ml/kg perh 257 mg/kg perh 3.26 ml/kg perh TERAPI DIALISIS Methanol merupakan zat dengan berat molekul rendah, tidak berikatan dengan protein, dengan volume distribusi yang rendah sehingga ideal dilakukan HD’. Tindakan HD pada intoksikasi_ methanol digunakan untuk mengeliminasi methanol dan asam format serta mengkoreksi asidosis metabolik. The American Academy of Clinical Toxicology merekomendasikan bahwa HD dipertimbangkan pada kondisi metabolik asidosis (pH < 7,25-7,3), gangguan penglihatan, penurunan tanda vital, gagal ginjal, atau abnormalitas elektrolit yang tidak memberi respon dengan terapi konvensional*”. Berbagai studi menunjukkan bahwa HD intermiten lebih superior dalam mengeliminasi methanol dari serum penderita dibandingkan continous veno-venous hemodialysis/hemodiafiltration (CVVHD/HDF) (1,2,4,12). Studi oleh Zakharov et al pada outbreak intoksikasi methanol di Republik Ceko didapatkan waktu paruh eliminasi rata-rata methanol dan asam format 54% dan 56% lebih pendek pada HD intermiten. Dari studi ini didapatkan bahwa 101 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 kecepatan aliran darah dan aliran dialisat yang lebih tinggi, membran dialisis yang lebih luas dihubungkan dengan peningkatan eliminasi_methanol. Continous renal replacement therapy (CRRT) dapat bermanfaat pada pasien dengan kondisi hemodinamik yang tidak stabil dengan MAP kurang dari 70. Lama waktu dialisis pada intoksikasi methanol berfokus pada kadar methanol dan asam format serum. Karena pemeriksaan methanol dan asam format seringkali tidak tersedia, maka derajat berat asidosis metabolik (defisit basa) dan anion gap yang tinggi digunakan sebagai penanda secara tidak langsung. Studi ini merekomendasikan waktu HD minimum 8-11 jam pada HD intermiten dan 18-24 jam pada CVVHD/HDF™. Beberapa studi menunjukkan peranan HD dalam mengeleminasi asam format masih kontroversi. Hasil penelitian dari Kerns et al mendapatkan bahwa terapi dialisis tidak menurunkan waktu paruh asam format dan ditarik kesimpulan bahwa dialisis manfaatnya kecil pada penanganan intoksikasi methanol bila kadar methanol dalam serum rendah. Sedangkan Hovda et al mendapatkan terapi dialisis diperlukan untuk mempercepat eleminasi asam format walaupun kadar asam format tidak tinggi dalam darah. Sebagai tambahan dari penelitiannya pasien dengan intoksikasi methanol berat dan asidosis metabolik dengan lama waktu paruh asam format yang panjang mencapai 77 jam (normalnya 2,5 sampai 12,5 jam), inisiasi HD dapat menurunkan waktu paruh lebih dari 20 kali sampai 2,9 jam”. Pada penelitian acak terkontrol ketat yang digunakan sebagai panduan terapi intoksikasi methanol dengan derajat yang berbeda-beda. Terapi HD yang dikaitkan dengan pemberian fomepizole merupakan terapi yang rasional pada sebagian besar penderita intoksikasi methanol. HD mempercepat 102 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 eleminasi_ methanol dan memperkuat eleminasi asam format dan menormalkan asidosis metabolik. Juga merupakan prosedur terapi yang relatit aman, sedangkan peranan fomepizol menghambat terjadinya akumulasi asam format. Terapi kombinasi ini menurunkan mor! itas dan mortalitas dan mengurangi lama rawat di rumah sakit. Pada penelitian lain yang berdasarkan pengalaman klinis mendapatkan hasil yang sama. Terapi ini diteruskan sampai konsentrasi methanol dibawah 16mg/dl atau kalau memungkinkan methanol tidak terdeteksi dalam darah dan pH darah diatas 7,3. Sayangnya fomepizole sangat sulit didapatkan dan harganya sangat mahal. Sebagai gantinya terapi HD dapat dikombinasi dengan pemberian ethanol, tetapi pemberian ethanol mempunyai efek samping yang tidak baik yaitu menyebabkan atau memperburuk sedasi"*. Disebutkan eleminasi methanol dan metabolit toksiknya yaitu asam format dengan terapi HD lebih superior dari pada peritoneal dialisis. Kecepatan rata-rata eleminasi methanol selama prosedur ini kira-kira 125-215ml/menit tergantung kecepatan airan darah saat HD. Ringkasan Dalam hal pemberian obat-obatan pada pasien dengan kondisi PGK diperlukan pendekatan khusus. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk mengambil keputusan pemilihan obat. Sejumlah obat banyak diresepkan dalam menangani PGK, penyakit yang mendasarinya juga komplikasinya. Klasifikasi obat-obatan yang menyebabkan nefropati dapat membantu memahami masing-masing mekanisme terjadinya nefrotoksisitas, gejala klinis bahkan pencegahan agar 103 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 tidak semakin memperburuk kondisi ginjal sebelumnya. Penanganan Cl AKI lebih ditujukan pda pencegahan perburukan dari fungsi ginjal pasien, hidrasi merupakan pilihan utama untuk menjaga fungsi ginjal, bila perlu dpat dilakukan HO Intoksikasi methanol masih sering terjadi di masyarakat. Methanol relatif memiliki toksisitas yang rendah. Efek toksik muncul akibat hasil metabolisme methanol di hati yaitu asam format yang bersifat toksik. Gambaran klinis umumnya berat & berbahaya, Gejala awal dapat berupa depresi SSP seperti sakit kepala, pusing, mual, koordinasi terganggu, kebingungan. Diagnosis berdasarkan riwayat minum alkohol sebelumnya, pemeriksaan klinis dan laboratorium didapatkan tanda asidosis metabolik, hasil pemeriksaan sampel positif mengandung methanol. Terapi_ intoksikasi methanol difokuskan pada terapi_suportif, mengkoreksi gangguan asam basa, mencegah metabolisme methanol menjadi metabolit toksik yaitu asam format dan meningkatkan eliminasi asam format melalui HD atau pemberian folinic acid / folic acid. Hemodilisis intermiten lebih superior dalam mengeliminasi methanol dari serum penderita dibandingkan dengan continous veno-venous hemodialysis / hemodiafiltration maupun peritonial dialisis. Kombinasi terapi HD dan pemberian fomepizole dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penderita intoksikasi methanol. 104 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 Daftar Pustaka 1. Shirali A, Perazella. Drug Induced Nephropathy. In : Turner N, Lameire N, Goldsmith DJ, Winearls CG, Himmelfarb J, Remuzzi G., eds. Oxford ical Nephrology, 4" E University Press. 2016 : 2885-2907. Textbook of ion, United Kingdom : Oxford 2. Cervelli MJ, Russ GR. Principles of Drug Therapy, Dosing, and Prescribing in Chronic Kidney Disease and Renal Replacement Therapy. In : Johnson R, Feehally J, Floege J,.eds.comprehensive Clinical Nephrology, 5" Edition, Philadelphia : Elsevier Saunders. 2016 : 884- 901. 3. Olyaei AJ, Foster TA, Lerma EV. Drug dosing in chronic kidney disease. In Turner N, Lameire N, Goldsmith DJ, Winearls CG, Himmelfarb J, Remuzzi G., eds. Oxford Textbook of Clinical Nephrology, 4" Edition, United Kingdom : Oxford Univerisity Press. 2016 : 2911- 2917 4. Carmichael DJS. Handling of drugs in kidney disease. In : Davidson AM, Cameron JS, Grunfeld JP, Ponticelli C, Ritz £, Wineearls CG et al.,eds. Oxford Texbook of Clinical Nephrology, 3" Edition, United Kingdom, 2006 : 2600-2613 5. Rudnick MR, Tumlin JA. Pathogenesis, clinical feature and diagnosis of contrast induced nephropathy. In : Palevsky PM, Sheridan AM., eds. Available at: http://www.uptodate.com/contents/Pathogenesis, clinical feature and diagnosis of contrast induced nephropathy [Accessed December 21* 2016]. 6. Rudnick MR, Tumlin JA. Prevention of contrast induced nephropathy. In : Palevsky PM, Sheridan AM., eds. Available at: http : // www.uptodate.com/ contents/Pathogenesis, clinical feature and 105 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 diagnosis of contrast induced nephropathy [Accessed December 21* 2016] 7. Hung YM, Lin SL, Hung SY, Huang WC, Wang PYP. Preventing radiocontrast-induced nephropathy in chronic kidney disease patient undergoing coronary angiography. World Journal Cardiology 2012: 157- 172. 8. Pazhayattil GS, Shirali AC. Drug-induced impairment of renal function. International Journal of Nephrology and Renovascular Disease 2014 : 457- 468. 9. Beck LH, Salant DJ. Tubulointerstitial Diseases of The Kidney. In : Longo D, Fauci AS, Kasper DI, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.,eds. Harrison's Principles of Internal Medicine, 18" Edition, United States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc 2012 :2367- 2375. 10. Olyaei AJ, Bennet WM. Acute Renal Failure from Therapeutic Agents. In Lerma EV, Berns JS, Nissenson AR.,eds. Current Diagnosis & Treatment : Nephrology and Hypertension. 2009: 124-137. 11. Barceloux DG, Bond GR, Krenzelok EP, Cooper H, Vale JA, American Academy of Clinical Toxicology Ad Hoc Committee on the Treatment Guidelines for Methanol P. American Academy of Clinical Toxicology practice guidelines on the treatment of methanol poisoning. Journal of toxicology Clinical toxicology. 2002;40(4):415-46. 12. Kraut JA, Kurtz |. Toxic alcohol ingestions: clinical features, diagnosis, and management. Clinical journal of the American Society of Nephrology : CIASN. 2008;3(1):208-25. 106 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 13. Litovitz TL, klein-Schwartz W, White S, Cobaugh DJ, Youniss J, Drab A, et al. 1999 annual report of the American Association of Poison Control Centers Toxic Exposure Surveillance System. The American journal of emergency medicine. 2000;18(5):517-74, 14. Hovda KE, Hunderi OH, Tafjord AB, Dunlop O, Rudberg N, Jacobsen D. Methanol outbreak in Norway 2002-2004: epidemiology, clinical features and prognostic signs. Journal of internal medicine. 2005;258(2):181-90. 15. Megarbane 8, Borron SW, Trout H, Hantson P, Jaeger A, Krencker E, et al. Treatment of acute methanol poisoning with fomepizole. Intensive care medicine. 2001;27(8):1370-8, 16. Tintinalli JE. Serum methanol in the absence of methanol ingestion. Annals of emergency medicine. 1995;26(3):393. 17. Shahangian S, Ash KO. Formic and lactic acidosis in a fatal case of methanol intoxication. Clinical chemistry. 1986;32(2):395-7. 18. Bennett IL, Jr., Cary FH, Mitchell GL, Jr., Cooper MN. Acute methyl alcohol poisoning: a review based on experiences in an outbreak of 323 cases. Medicine. 1953;32(4):431-63. 19. Teo SK, Lo KL, Tey BH. Mass methanol poisoning: a clinico-biochemical analysis of 10 cases. Singapore medical journal. 1996;37(5):485-7. 20. Verhelst D, Moulin P, Haufroid V, Wittebole X, Jadoul M, Hantson P. Acute renal injury following methanol poisoning: analysis of a case series. International journal of toxicology. 2004;23(4):267-73. 21. Brent J, McMartin K, Phillips S, Aaron C, Kulig K, Methylpyrazole for Toxic Alcohols Study G. Fomepizole for the treatment of methanol poisoning. The New England journal of medicine. 2001;344(6):424-9. 107 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 22. Zakharov S, Pelclova D, Navratil T, Belacek J, Kurcova |, Komzak 0, et al. Intermittent hemodialysis is superior to continuous veno-venous hemodialysis/hemodiafiltration to eliminate methanol and formate during treatment for methanol poisoning. iney international. 2014;86(1):199- 207. 108

You might also like