You are on page 1of 6

Khutbah Idul Adha: Belajar dari Ibadah Qurban dan Haji

‫اْلَح ْمُد ِهَّلِل اَّلِذي َه َد اَن ا ِلَه َذ ا َو َم ا ُكَّن ا ِلَن ْه َت ِدَي َلْو اَل َأْن َه َد اَن ا ُهَّللا َلَقْد َج اَء ْت ُرُسُل َر ِّب َن ا ِباْلَح ِّق َو ُنوُدوا َأْن ِتْلُك ُم اْلَج َّنُة ُأوِر ْث ُتُموَه ا ِبَم ا ُكْنُتْم َت ْع َم ُلوَن‬
‫َأْش َه ُد َأْن َال ِإَلَه ِإَّالُهللا َو ْح َدُه َال َش ِر ْي َك َلُه َو َأْش َه ُد َأَّن ُم َح َّمدًا َع ْبُدُه َو َر ُسْو ُلُه‬.
‫َالَّلُهّم َص ّل َو َس ّلْم َع لى سيدنا ُم َح ّمٍد َو َع لى آِلِه ِو َأْص َح اِبِه َو َم ْن َت ِبَع ُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإَلى َي ْو ِم الّدْين‬
‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َح َّق ُتَقاِتِه َو اَل َت ُموُتَّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُمْس ِلُموَن‬
‫َي ا َأُّيَه ا الَّن اُس اَّتُقوا َر َّب ُك ُم اَّلِذي َخ َلَقُك ْم ِمْن َن ْف ٍس َو اِحَد ٍة َو َخ َلَق ِم ْن َه ا َز ْو َج َه ا َو َب َّث ِم ْن ُهَم ا ِر َج ااًل َك ِثيًر ا َو ِنَس اًء َو اَّتُقوا َهَّللا اَّلِذي َت َس اَء ُلوَن ِبِه َو اَأْلْر َح اَم ِإَّن َهَّللا‬
‫َك اَن َع َلْي ُك ْم َر ِقيًبا‬
‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َو ُقوُلوا َق ْو اًل َس ِديًد ا‬
‫ُيْص ِلْح َلُك ْم َأْع َم اَلُك ْم َو َي ْغ ِفْر َلُك ْم ُذ ُنوَب ُك ْم َو َم ْن ُيِط ِع َهَّللا َو َر ُسوَلُه َفَقْد َف اَز َف ْو ًز ا َع ِظ يًما َأَّما َب ْع ُد‬
‫ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َو ِهلل الَح ْم ُد‬
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd. (artinya:
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan
Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya).
Amma ba’du …

Ma’asyiral muslimin jama’ah shalat ‘Ied yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Ta’ala,
Kita bersyukur pada Allah atas nikmat dan karunia yang telah Allah berikan pada kita. Allah masih
memberikan kita nikmat sehat, umur panjang serta kesempatan untuk menghadiri shalat Idul Adha
pada tahun ini. Mudah-mudahan kita dapat mensyukuri nikmat-nikmat yang ada dengan meningkatkan
ketakwaan pada Allah Ta’ala.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar, Nabi agung, Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai panutan dan suri tauladan kita, begitu pula pada
keluarga dan sahabatnya serta yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir zaman.
‫ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َو ِهلل الَح ْم ُد‬

Ma’asyiral muslimin rahimanii wa rahimakumullah,


Ada dua ibadah yang kita temui pada perayaan Idul Adha, yaitu ibadah qurban dan ibadah haji.
Ada beberapa hal yang bisa kita gali dari ibadah qurban yang kita jalankan tahun ini, juga ada beberapa
pelajaran dari ibadah haji yang dijalankan oleh saudara-saudara kita di tanah suci.
Di khutbah Idul Adha kali ini, kami akan menyebutkan lima pelajaran dari dua ibadah tersebut.
1- Belajar untuk ikhlas

Dari ibadah qurban yang dituntut adalah keikhlasan dan ketakwaan, itulah yang dapat menggapai ridha
Allah. Daging dan darah itu bukanlah yang dituntut, namun dari keikhlasan dalam berqurban. Allah
Ta’ala berfirman,
‫َلْن َي َن اَل َهَّللا ُلُحوُم َه ا َو اَل ِدَم اُؤ َه ا َو َلِكْن َي َن اُلُه الَّتْق َو ى ِم ْنُك ْم‬
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)
Untuk ibadah haji pun demikian, kita diperintahkan untuk ikhlas, bukan cari gelar dan cari sanjungan.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫َم ْن َح َّج ِهَّلِل َفَلْم َي ْر ُفْث َو َلْم َي ْف ُس ْق َر َج َع َك َي ْو ِم َو َلَد ْت ُه ُأُّمُه‬
“Siapa yang berhaji karena Allah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia
pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari, no. 1521).
Ini berarti berqurban dan berhaji bukanlah ajang untuk pamer amalan dan kekayaan, atau riya’.

‫ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َو ِهلل الَح ْم ُد‬
2- Belajar untuk mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dalam berqurban ada aturan atau ketentuan yang mesti dipenuhi. Misalnya, mesti dihindari cacat yang
membuat tidak sah (buta sebelah, sakit yang jelas, pincang, atau sangat kurus) dan cacat yang
dikatakan makruh (seperti sobeknya telinga, keringnya air susu, ekor yang terputus). Umur hewan
qurban harus masuk dalam kriteria yaitu hewan musinnah, untuk kambing minimal 1 tahun dan sapi
minimal dua tahun. Waktu penyembelihan pun harus sesuai tuntunan dilakukan setelah shalat Idul
Adha, tidak boleh sebelumnya. Kemudian dalam penyaluran hasil qurban, jangan sampai ada maksud
untuk mencari keuntungan seperti dengan menjual kulit atau memberi upah pada tukang jagal dari
sebagian hasil qurban. Jika ketentuan di atas dilanggar di mana ketentuan tersebut merupakan syarat,
hewan yang disembelih tidaklah disebut qurban, namun disebut daging biasa.
Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyampaikan khutbah kepada para sahabat pada hari Idul Adha setelah mengerjakan shalat Idul
Adha. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ َو َال ُنُس َك َلُه‬، ‫ َو َم ْن َن َس َك َق ْب َل الَّص َالِة َف ِإَّن ُه َق ْب َل الَّص َالِة‬، ‫َم ْن َص َّلى َص َالَتَن ا َو َن َس َك ُنُس َكَن ا َفَقْد َأَص اَب الُّن ُس َك‬
“Siapa yang shalat seperti shalat kami dan menyembelih kurban seperti kurban kami, maka ia telah
mendapatkan pahala kurban. Barangsiapa yang berkurban sebelum shalat Idul Adha, maka itu
hanyalah sembelihan yang ada sebelum shalat dan tidak teranggap sebagai kurban.”
Abu Burdah yang merupakan paman dari Al Bara’ bin ‘Azib dari jalur ibunya berkata,
‫ َف َذ َب ْح ُت َش اِتى‬، ‫ َو َأْح َب ْب ُت َأْن َت ُك وَن َش اِتى َأَّو َل َم ا ُي ْذ َب ُح ِفى َب ْيِتى‬، ‫ َو َع َر ْف ُت َأَّن اْلَي ْو َم َي ْو ُم َأْك ٍل َو ُشْر ٍب‬، ‫ َف ِإِّن ى َن َس ْك ُت َش اِتى َق ْب َل الَّص َالِة‬، ‫َي ا َر ُسوَل ِهَّللا‬
‫َو َت َغَّدْي ُت َق ْب َل َأْن آِتَى الَّص َالَة‬
“Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih kambingku sebelum shalat Idul Adha. Aku tahu bahwa
hari itu adalah hari untuk makan dan minum. Aku senang jika kambingku adalah binatang yang
pertama kali disembelih di rumahku. Oleh karena itu, aku menyembelihnya dan aku sarapan
dengannya sebelum aku shalat Idul Adha.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata,
‫َش اُتَك َش اُة َلْح ٍم‬
“Kambingmu hanyalah kambing biasa (yang dimakan dagingnya, bukan kambing kurban).” (HR.
Bukhari no. 955)
Begitu pula dalam ibadah haji hendaklah sesuai tuntunan, tidak bisa kita beribadah asal-asalan. Karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ِلَت ْأُخ ُذ وا َم َن اِس َك ُك ْم َف ِإِّن ى َال َأْد ِر ى َلَع ِّلى َال َأُحُّج َب ْع َد َح َّج ِتى َهِذِه‬
“Ambillah dariku manasik-manasik kalian, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, mungkin saja
aku tidak berhaji setelah hajiku ini.” (HR. Muslim no. 1297, dari Jabir).
Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban dan haji serta ibadah lainnya mesti didasari ilmu. Jika tidak,
maka sia-sialah ibadah tersebut.

‫ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َو ِهلل الَح ْم ُد‬

3- Belajar untuk sedekah harta

Dalam ibadah qurban, kita diperintahkan untuk belajar bersedekah, begitu pula haji. Karena saat itu,
hartalah yang banyak diqurbankan. Apakah benar kita mampu mengorbankannya? Padahal watak
manusia sangat cinta sekali pada harta.
Ingatlah, harta semakin dikeluarkan dalam jalan kebaikan dan ketaatan akan semakin berkah. Sehingga
jangan pelit untuk bersedekah karena tidak pernah kita temui pada orang yang berqurban dan berhaji
yang mengorbankan jutaan hartanya jadi bangkrut.
Ingat Allah Ta’ala berfirman,
‫َو َم ا َأْن َفْقُتْم ِمْن َش ْي ٍء َفُهَو ُيْخ ِلُفُه َو ُه َو َخ ْيُر الَّر اِز ِقيَن‬
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi
rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula,
‫َم ا َنَقَص ْت َص َد َقٌة ِمْن َم اٍل‬
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim, no. 2588; dari Abu Hurairah)
Imam Nawawi berkata, “Kekurangan harta bisa ditutup dengan keberkahannya atau ditutup dengan
pahala di sisi Allah.” (Syarh Shahih Muslim, 16: 128).

‫ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َو ِهلل الَح ْم ُد‬

4- Belajar untuk meninggalkan larangan walau sementara waktu

Dalam ibadah qurban ada larangan bagi shahibul qurban yang mesti ia jalankan ketika telah masuk 1
Dzulhijjah hingga hewan qurban miliknya disembelih. Walaupun hikmah dari larangan ini tidak
dinashkan atau tidak disebutkan dalam dalil, namun tetap mesti dijalankan karena sifat seorang muslim
adalah sami’na wa atho’na, yaitu patuh dan taat.
Dari Ummu Salamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ِإَذ ا َر َأْي ُتْم ِه َالَل ِذى اْلِحَّج ِة َو َأَر اَد َأَح ُد ُك ْم َأْن ُيَض ِّح َى َف ْلُيْمِس ْك َع ْن َش ْع ِر ِه َو َأْظ َفاِر ِه‬
“Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzulhijjah (maksudnya telah memasuki 1 Dzulhijjah, -pen) dan
kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban tidak memotong rambut dan kukunya.” (HR.
Muslim no. 1977).
Lebih-lebih lagi dalam ibadah haji dan umrah, saat berihram jamaah tidak diperkenankan mengenakan
wewangian, memotong rambut dan kuku, mengenakan baju atau celana yang membentuk lekuk tubuh
(bagi pria), tidak boleh menutup kepala serta tidak boleh mencumbu istri hingga menyetubuhinya.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‫َي ا َر ُسوَل ِهَّللا َم ا َي ْلَب ُس اْلُمْح ِر ُم ِمَن الِّث َياِب َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – « َال َي ْلَب ُس اْلُقُم َص َو َال اْلَع َماِئَم َو َال الَّس َر اِو يَالِت َو َال اْلَب َر اِنَس َو َال‬
‫ َو َال َت ْلَب ُسوا ِمَن الِّث َياِب َش ْي ًئ ا َم َّسُه الَّز ْع َف َر اُن َأْو َو ْر ٌس‬، ‫ َو ْلَي ْقَط ْع ُهَم ا َأْس َف َل ِمَن اْلَك ْع َب ْي ِن‬، ‫ ِإَّال َأَح ٌد َال َي ِج ُد َن ْع َلْي ِن َف ْلَي ْلَب ْس ُخَّفْي ِن‬، ‫» اْلِخ َفاَف‬
“Wahai Rasulullah, bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang yang sedang
berihram (haji atau umrah, -pen)?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengenakan kemeja, sorban, celana panjang
kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu.
Hendaknya dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya. Hendaknya dia tidak
memakai pakaian yang diberi za’faran dan wars (sejenis wewangian, -pen).” (HR. Bukhari no. 1542)
Larangan di atas adalah ujian apakah kita mampu menahan diri dari larangan walau sementara waktu.
Bagaimana lagi untuk waktu yang lama?

‫ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ُهللا َأْك َب ُر ُهللا َأْك َب ُر َو ِهلل الَح ْم ُد‬

5- Belajar untuk rajin berdzikir

Dalam ibadah qurban diwajibkan membaca bismillah dan disunnahkan untuk bertakbir saat
menyembelih qurban.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
‫ َف َذ َبَح ُهَم ا ِبَيِدِه‬، ‫ َف َر َأْي ُتُه َو اِض ًع ا َق َد َم ُه َع َلى ِص َفاِح ِه َم ا ُيَس ِّمى َو ُيَك ِّبُر‬، ‫ َضَّح ى الَّن ِبُّى – صلى هللا عليه وسلم – ِبَك ْب َش ْي ِن َأْم َلَح ْي ِن‬.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban (pada Idul Adha) dengan dua kambing yang
gemuk. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu beliau membaca
bismillah dan bertakbir, kemudian beliau menyembelih keduanya dengan tangannya.” (HR. Bukhari,
no. 5558)
Sejak sepuluh hari pertama Dzulhijjah, kita pun sudah diperintahkan untuk banyak bertakbir.
Allah Ta’ala berfirman,
‫َو َي ْذ ُك ُروا اْس َم ِهَّللا ِفي َأَّياٍم َم ْع ُلوَم اٍت‬
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (QS. Al Hajj: 28).
‘Ayyam ma’lumaat’ menurut salah satu penafsiran adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah.
Dalam ayat lain disebutkan,
‫َو اْذ ُك ُروا َهَّللا ِفي َأَّياٍم َم ْع ُدوَد اٍت َفَم ْن َت َع َّج َل ِفي َي ْو َم ْي ِن َفاَل ِإْث َم َع َلْيِه َو َم ْن َت َأَّخ َر َفاَل ِإْث َم َع َلْيِه ِلَم ِن اَّتَق ى َو اَّتُقوا َهَّللا َو اْع َلُموا َأَّنُك ْم ِإَلْيِه ُتْح َش ُروَن‬
“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” (QS. Al Baqarah:
203). Ibnu ‘Umar dan ulama lainnya mengatakan bahwa ayyamul ma’dudat adalah tiga hari tasyriq. Ini
menunjukkan adanya perintah berdzikir di hari-hari tasyriq.
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan,
Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari
pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke
pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir.
Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah. (Dikeluarkan oleh Bukhari tanpa sanad
(mu’allaq), pada Bab “Keutamaan beramal di hari tasyriq”)
Ibadah thawaf, sa’i dan melempar jumrah pun dilakukan dalam rangka berdzikir pada Allah. Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ِإَّنَم ا ُج ِعَل الَّط َو اُف ِباْلَبْيِت َو َب ْي َن الَّص َفا َو اْلَم ْر َو ِة َو َر ْم ُى اْلِج َم اِر ِإلَق اَمِة ِذ ْك ِر ِهَّللا‬
“Sesungguhnya thawaf di Ka’bah, melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah dan melempar jumrah
adalah bagian dari dzikrullah (dzikir pada Allah).” (HR. Abu Daud, no. 1888; Tirmidzi, no. 902;
Ahmad, 6: 46. Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih. Syaikh Al-Albani dan Syaikh
Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini dha’if)
Di hari-hari tasyriq, kita pun diperintahkan untuk membaca doa sapu jagad. Allah Ta’ala berfirman,
‫ َو ِم ْن ُهْم َم ْن َي ُق وُل‬, ‫َف ِإَذ ا َق َض ْي ُتْم َم َن اِس َك ُك ْم َف اْذ ُك ُروا َهَّللا َك ِذ ْك ِر ُك ْم آَب اَء ُك ْم َأْو َأَشَّد ِذ ْك ًر ا َفِمَن الَّن اِس َم ْن َي ُقوُل َر َّب َن ا آِتَن ا ِفي الُّد ْن َي ا َو َم ا َلُه ِفي اآلِخ َر ِة ِمْن َخ الٍق‬
‫َر َّب َن ا آِتَن ا ِفي الُّد ْن َي ا َح َس َن ًة َو ِفي اآلِخَر ِة َح َس َن ًة َو ِقَن ا َع َذ اَب الَّن اِر‬
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah,
sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan)
berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami,
berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti
hasanah wa qina ‘adzaban naar” [Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].” (QS. Al Baqarah: 200-201)
Dari ayat ini kebanyakan ulama salaf menganjurkan membaca do’a “Robbana aatina fid dunya hasanah
wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” di hari-hari tasyriq. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh
‘Ikrimah dan ‘Atha’. (Lihat Latha-if Al-Ma’arif, hlm. 505-506).
Ini semua mengajarkan pada kita untuk rajin berdzikir.
‫ َق اَل « َال َي َز اُل ِلَس اُنَك‬.‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْب ِن ُبْس ٍر رضى هللا عنه َأَّن َر ُج ًال َق اَل َي ا َر ُسوَل ِهَّللا ِإَّن َش َر اِئَع اِإلْس َالِم َقْد َك ُثَر ْت َع َلَّى َف َأْخ ِبْر ِنى ِبَش ْى ٍء َأَتَش َّب ُث ِبِه‬
‫» َر ْط ًبا ِمْن ِذ ْك ِر ِهَّللا‬
Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, syariat Islam sungguh banyak dan
membebani kami. Beritahukanlah padaku suatu amalan yang aku bisa konsisten dengannya. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Hendaklah lisanmu tidak berhenti dari berdzikir pada
Allah.” (HR. Tirmidzi, no. 3375; Ibnu Majah, no. 3793; Ahmad, 4: 188. Hadits ini shahih menurut
Syaikh Al Albani).
Mudah-mudahan lima pelajaran di atas berharga bagi kita semua.
Marilah kita tutup khutbah ied ini dengan do’a. Moga Allah mengabulkan setiap do’a kita.
‫َالَّلُهَّم اْغ ِفْر ِلْلُم ْؤ ِمِنْيَن َو اْلُم ْؤ ِم َناِت َو اْلُم ْسِلِم ْيَن َو اْلُم ْسِلَم اِت اَألْح َياِء ِم ْنُهْم َو ْاَألْمَو اِت ِإَّنَك َسِمْيٌع َقِرْيٌب ُمِج ْيُب‬
‫الَّدَع َو اِت‬
‫الَّلُهَّم ِإَّنا َنْس َأُلَك َأَّنا َنْش َهُد َأَّنَك َأْنَت ُهَّللا َال ِإَلَه ِإَّال َأْنَت اَألَح ُد الَّص َم ُد اَّلِذ ى َلْم َيِلْد َو َلْم ُيوَلْد َو َلْم َيُك ْن َلُه ُك ُفًو ا َأَح ٌد‬
‫َر َّبَنا اْغ ِفْر َلَنا َو ِإِل ْخ َو اِنَنا اَّلِذ ْيَن َسَبُقْو َنا ِباِإْل ْيَم اِن َو اَل َتْج َعْل ِفْي ُقُلْو ِبَنا ِغ اًّل ِلَّلِذ ْيَن آَم ُنوا َر َّبَنا ِإَّنَك َرُء وٌف َر ِح يٌم‬
‫الَّلُهَّم َأِّلْف َبْيَن ُقُلوِبَنا‪َ ،‬و َأْص ِلْح َذ اَت َبْيِنَنا‪َ ،‬و اْه ِد َنا ُسُبَل الَّس اَل ِم ‪َ ،‬و َنِّج َنا ِم َن الُّظُلَم اِت ِإَلى الُّنوِر ‪َ ،‬و َج ِّنْبَنا‬
‫اْلَفَو اِحَش َم ا َظَهَر ِم ْنَها َو َم ا َبَطَن ‪َ ،‬و َباِرْك َلَنا ِفي َأْس َم اِع َنا‪َ ،‬و َأْبَص اِرَنا‪َ ،‬و ُقُلوِبَنا‪َ ،‬و َأْز َو اِج َنا‪َ ،‬و ُذ ِّر َّياِتَنا‪َ ،‬و ُتْب‬
‫َع َلْيَنا ِإَّنَك َأْنَت الَّتَّو اُب الَّرِح يُم ‪َ ،‬و اْج َعْلَنا َشاِكِريَن ِلِنَعِم َك ُم ْثِنيَن ِبَها َع َلْيَك ‪َ ،‬قاِبِليَن َلَها‪َ ،‬و َأِتِم ْم َها َع َلْيَنا‬
‫َالَّلُهَّم َأْص ِلْح ُو اَل َة ُأُم ْو ِرَنا‪َ ،‬الَّلُهَّم َو ِّفْقُهْم ِلَم ا ِفْيِه َص اَل ُح ُهْم َو َص اَل ُح ْاِإل ْس اَل ِم َو اْلُم ْسِلِم ْيَن ‪َ ،‬الَّلُهَّم َأِع ْنُهْم َع َلى‬
‫اْلِقَياِم ِبَم َهاِم ِهْم َك َم ا َأَم ْر َتُهْم َيا َرَّب اْلَعاَلِم ْيَن ‪َ .‬الَّلُهَّم َأْبِع ْد َع ْنُهْم ِبَطاَنَة الُّس ْو ِء َو اْلُم ْفِسِد ْيَن َو َقِّرْب ِإَلْيِهْم َأْه َل‬
‫اْلَخ ْيِر َو الَّناِص ِح ْيَن َيا َرَّب اْلَعاَلِم ْيَن َالَّلُهَّم َأْص ِلْح ُو اَل َة ُأُم ْو ِر اْلُم ْسِلِم ْيَن ِفْي ُك ِّل َم َك اٍن‬
‫َر َّبَنا َهْب َلَنا ِم ْن َأْز َو اِج َنا َو ُذ ِّر َّياِتَنا ُقَّر َة َأْع ُيٍن َو اْج َعْلَنا ِلْلُم َّتِقْيَن ِإَم اًم ا‬
‫َر َّبَنا آِتَنا ِفي الُّد ْنَيا َح َس َنًة َو ِفي اآْل ِخَرِة َح َس َنًة َو ِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‬
‫َو َص َّلى ُهللا َع َلى َنِبِّيَنا ُم َح َّم ٍد َو َع َلى آِلِه َو َص ْح ِبِه وَ َم ْن َتِبَعُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإَلى َيْو ِم الّد ْين‬
‫َو آِخُر َدْع َو اَنا َأِن اْلَح ْم ُد هلل َرِّب اْلَعاَلِم ْيَن‬

You might also like