1?)
PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA AIR
BERBASIS
Ne ee) er aPENGEMBANGAN SUMBER DAYA
AIR BERBASIS LINGKUNGAN
Penulis
Tamrin Tamim, Miswar Tumpu, Poppy Indrayani,
Muhammad Syahrir, Yusman, Ibrahim Djamaluddin,
Emi Rante Bungin
Editor
Sri Gusty, Zulharnah
Penerbit
TOHAR MEDIAPengembangan Sumber Daya Air Berbasis Lingkungan
Penulis :
Tamrin Tamim, Miswar Tumpu, Poppy Indrayani,
Muhammad Syahrir, Yusman, Ibrahim Djamaluddin,
Emi Rante Bungin
Editor : Sri Gusty, Zulharnah
ISBN : 978-623-8421-05-3,
Desain Sampul dan Tata Letak
Ai Siti Khairunisa
Penerbit
CV. Tohar Media
Anggota IKAPI No. 022/SSL/2019
Redaksi
JL. Rappocini Raya Lr 11 No 13 Makas
JL. Hamzah dg. Tompo. Perumahan Nayla Regency Blok D No.25
Gowa
Telp. 0852-9999-3635/0852-4352-7215,
Email : toharmedia yahoo.com
Website : https://toharmedia.co.id
Cetakan Pertama November 2023
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara
elektronik maupun mekanik termasuk memfotocopy, merekam
atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin
tertulis dari penerbit,
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
1. Barang sigpa dengan sengaja dan tanpa ak mengumumkan atau memperbanyak
suatu ciptaan atau meme iin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling,
lama 7 (Tujuh) tahun dar/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima
Miliar Rupiah)
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, ata
‘menjual kepada umum suatu eiptaan atau barang hasil pelanggaran hak cpa atau,
hak terkaltsebagaimana dimaksud pada ayat 1, dipidana paling lama 5 (lima
tahun) dan/atau denda paling banyak Rp. $00.000,00000 (Lima Ratus Juta Rupiah
iiKata Pengantar
Puji Syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan, atas segala
kemudahan, limpahan rahmat dan karunia-Nya_sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan buku dengan judul
“Pengembangan Sumber Daya Air Berbasis Lingkungan”.
Salawat dan salam terkirim kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya ke dalam
dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Buku ini penting dalam pengelolaan sumber daya air yang harus
memperhitungkan sisi kebutuhan dan ketersediaan. Kebutuhan
semakin meningkat diakibatkan oleh jumlah penduduk yang
semakin meningkat pula serta aktivitas ekonomi dan sosial
budaya dari penduduk tersebut. Namun dengan semakin
meningkatnya kebutuhan maka harus didukung oleh
ketersediaan air. Namun di lain sisi ketersediaan air di bumi
adalah relatif tetap dan semakin menurungnya kualitas air. Hal
tersebut membuat air dan sumber-sumber air perlu dijaga dan
agar dapat didayagunakan secara berkelanjutan dan ramah
lingkungan.
Semoga apa yang telah diupayakan ini bermanfaat bagi para
pembaca. Akhimnya hanya kepada Allah penulis berserah diri
dan memohon hidayah-Nya dan semoga kesalahan dalam
penulisan buku ini mendapat ampunan dari-Nya dan menjadi
bahan evaluasi bagi penulis buku selanjutnya, Wallahul
Muwaffiq ilaa Aqwamith Tharieq. Wassalamu Alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
Tim Penulis
iiiDaftar Isi
Halaman Depan i
Halaman Penerbit _iii
Kata Pengantar _iv
Daftar Isi _v
Bab 1. Rekayasa dan Pengelolaan Sungai _1
1.1.Daerah Aliran Sungai (DAS) _1
1.2.Tata Guna Lahan dan Kesesuaian Lahan _2
1.3.Perubahan Tata Guna Lahan _10
1.4.Sistem Informasi Geografis _12
Bab 2. Rekayasa dan Pengelolaan Pesisir _15
2.4.Pendahuluan _15
2.2.Pencemaran Lingkungan _18
2.3.Sanitasi Lingkungan _19
2.4.Sistem Hidrologi dan Hidrolika _20
2.5.Definisi Air Baku _21
2.6.Karakteristik Air Baku _23
27.pH 24
2.8.Warna _25
2.9.Kekeruhan _26
2.10. Suhu _27
Bab 3. Rekayasa Lingkungan _29
3.1. Pendahuluan _29
3.2. Ekologi _31
3.3. Menilai Dampak Lingkungan _33
3.4, Penutup _37
Bab 4. Sanitasi _39
4.1. Definisi Sanitasi _39
4.2. Sanitasi Lingkungan _41
43. Kesehatan Lingkungan _44
4.4, Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan _51
45. Sanitasi dan Pembangunan Berkelanjutan _52
ivBab 5. Rekayasa dan Pengelolaan Sumber Daya Air _55
5.1. Pendahuluan _55
5.2. Sumber Daya Air Indonesia _56
53. Siklus Hidrologi _58
5.4, Pngelolaan Sumber Daya Air _61
Bab 6, Pengurangan Risiko Bencana Banjir _67
6.1, Pendahuluan _67
6.2. Tindakan Pengurangan Risiko _69
6.3. Penutup _75
Bab 7. Air Terkait Teknik Sipil _77
7.1. Pendahuluan _77
7.2. Air Sebagai Campuran Beton _79
7.3. Air Untuk Irigasi _80
7.4, Air Dalam Bidang Transortasi__82
7.5. Pengelolaan Sumber Daya Air _83
74. Penutup _84
Daftar Pustaka _85PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
AIR BERBASIS LINGKUNGAN
Penulis
‘Tamrin Tamim, Miswar Tumpu, Poppy Indrayani, Muhammad
Syahrir, Yusman, Ibrahim Djamaluddin, Erni Rante Bungin
Editor
Sri Gusty, Zulharnah
viBab 1
Rekayasa dan Pengelolaan
Sungai
1.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran sungai adalah merupakan kesatuan wilayah
ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan fungsi yang
menyusunnya, menyalurkan air dan elemen sedimen pada
sistem sungai. Dari peta topografi, ditetapkan titik-titik tertinggi
di sekeliling sungai utama (mainstream), dan masing-masing titik
tersebut dihubungkan satu. dengan lainnya _ sehingga
membentuk garis utuh yang bertemu ujung pangkalnya. Garis
tersebut merupakan batas DAS di titik kontrol tertentu (Dirjen
Pengairan, 1992). Nama sebuah DAS ditandai dengan nama
sungai yang bersangkutan dan dibatasi oleh titik kontrol, yang
umumnya merupakan stasiun hidrometri. Berdasarkan hal
tersebut berarti sebuah DAS dapat merupakan bagian dari DAS
Jain. Dalam sebuah DAS kemutdian dibagi dalam area yang lebih
kecil menjadi sub-DAS. Karakteristik DAS berpengaruh besar
pada aliran permukaan adalah : 1) Iuas dan bentuk DAS; 2)
topografi :kemiringan lahan, kerapatan parit, bentuk cekungan;
3) panjang sungai; 4) kelandaian sungai; 5) tata guna lahan.Indikator kuantitatif dari fungsi DAS adalah berupa rehabilitasi,
sehingga dapat dilakukan penilaian terhadap kualitas airnya
yang bersifat lebih empirik. Rasio aliran (debit) maksimum dan
minimum adalah indikator paling penting dalam menilai suatu
DAS. Fungsi DAS didefinisikan sebagai suatu keadaan
bagaimana kondisi lanskap mempengaruhi kuantitas, kualitas
dan periode waktu suatu aliran sungai, secara rinci dapat
jjabarkan bagaimana suatu lanskap mempengaruhi : 1)
transmisi/proses aliran sungai; 2) kemampuan menyangga; 3)
pelepasan secara perlahan-lahan curah hujan yang disimpan di
tanah; 4) kualitas air dan 5) menjaga keutuhan tanah pada DAS.
Kawasan hulu DAS mempunyai peranan yang penting, sebagai
penyedia air untuk dialirkan ke hilir bagi berbagai kepentingan
seperti pertanian, pemukiman, industri dan lain sebagainya
Daerah hulu merupakan faktor produksi dominan yang sering
mengalami konflik kepentingan penggunaan lahan oleh
kegiatan pertanian, pariwisata, pertambangan, pemukiman dan
Jain-lain. Kemampuan pemanfaatan lahan di hulu sangat
terbatas, sehingga Kesalahan pemanfaatan akan berdampak
negatif pada daerah hilimya. Konservasi daerah hulu perlu
mencakup aspek-aspek yang berhubungan dengan produksi air
Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem daerah
tangkapan air yang merupakan rangkaian proses alami siklus
hidrologi yang memproduksi air permukaan dalam bentuk mata
air, aliran air dan sungai.
1.2. Tata Guna Lahan dan Kesesuaian Lahan
Tata guna lahan (land use) merupakan perwujudan fisik obyek-
obyek yang menutupi lahan dan terkait dengan kegiatan
manusia pada sebidang lahan (Lillesand dan Kiefer, 1997).
Menurut Vink, 1975 pengertian tata guna _lahan adalah setiap
bentuk campur tangan manusia terhadap sumber daya lahan,
2baik yang bersifat permanen atau rotasi (cyclic) yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tata guna lahan
menurut (Edy Darmawan, 2003) adalah pengaturan penggunaan
Jahan untuk menentukan pilihan terbaik dalam bentuk
pengalokasian fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan
gambaran secara keseluruhan bagaimana daerah_tersebut
seharusnya berfungsi.
Tata guna lahan dan penutupan Jahan memiliki hubungan
Jangsung dengan karakteristik dan proses lingkungan, termasuk
produktivitas lahan, keanekaragaman —spesies, _iklim,
biogeokimia dan siklus hidrologi. Karakteristik tutupan lahan
dan tata guna lahan berdampak pada iklim, hidrologi, dan
keanekaragaman spesies darat. Penutupan lahan mengacu pada
gambaran berada di permukaan bumi. Sebagai contoh, lahan
pertanian, danau, sungai, rawa, hutan, jalan, dan tempat parkir
semua jenis tutupan lahan. Penutupan lahan dapat merujuk
kepada kategorisasi biologis permukaan, seperti padang rumput
atau hutan, atau kategorisasi fisik seperti jalan aspal, area parkir
beton dan lain sebagainya. Penutupan lahan dilambangkan
dengan keadaan fisik tanah, termasuk jenis dan jumlah vegetasi,
air dan material bumi, Perubahan tutupan lahan terjadi ketika
salah satu tipe tutupan lahan dikonversi menjadi bentuk lain,
atau dimodifikasi, seperti perubahan komposisi_ pertanian.
Penutupan lahan terus dipengaruhi oleh penggunaan lahan
Karena kegiatan budaya, sosial, dan ekonomi manusia.
Memahami makna dan konsekuensi potensial dari perubahan
tutupan lahan untuk iklim, biogeokimia, atau kompleksitas
cekologi sulit tanpa informasi penggunaan lahan. Tata guna lahan
mengacu juga pada tujuan hidup dan kegiatan manusia yang
saling terkait (misalnya pertanian, memelihara__ternak,
perikanan, rekreasi, atau kehidupan sehari-hari masyarakat)
dalam Meyer dan Turner eds. 1994.
3Dampak perubahan tata guna lahan secara garis besar dapat
dakan menjadi dua kategori yaitu dampak terhadap
lingkungan (enviroumental impact), dan dampak terhadap
Kondisi sosial ekonomi (socio-economic impact). Dampak terhadap
lingkungan lebih banyak mendapatkan perhatian dan publikasi
andingkan dengan dampak sosial ekonomi, hal ini
dikarenakan jangka waktunya lebih panjang dan bersifat tidak
terlihat, dan faktor pemicunya lebih kompleks (Briassoulis, 2000).
Dampak perubahan tata guna lahan terhadap lingkungan
memiliki dua sisi yang berbeda, positif dan negatif. Sisi negatif
yang dimaksud adalah degradasi lahan, berkurangnya lahan
alami (natural space), berkurangnya lahan pertanian produktif,
adanya polusi kendaraan, dan menurunnya kemampuan sistem
logis dalam mendukung kebutuhan manusia (Lambin, 2003;
Aguayo dkk., 2007). Sedangkan sisi positifnya adalah semakin
meningkat ketersediaan pangan, penggunaan sumber daya lebih
efektif dan meningkatnya kesejahteraan manusia.
Dalam sebuah studi tentang efek dari kawasan hutan, pertanian
dan perkotaan pada kualitas air dan biota perairan di Piedmont
ekoregion dari North Carolina, Lenat dan Crawford (1994)
menemukan bahwa lahan pertanian menghasilkan konsentrasi
nutrisi tertinggi. Fisher et al. (2000) juga mencatat jumlah yang
lebih tinggi dari nitrogen, fosfor dan bakteri coliform tinja di
daerah produksi unggas di Upper Oconee DAS di Georgia.
Dalam studi lain Coweeta Creek di barat North Carolina, Bolstad
dan Swank (1997) mengamati bahwa ada perubahan konsisten
dalam variabel_ kualitas air, seiring dengan perubahan
penggunaan lahan. Demikian pula, dalam studi sebelumnya
Little Miami River Basin, Tong (1990) menemukan bahwa
pembangunan perkotaan di DAS telah menyebabkan modifikasi
besar pada limpasan banjir dan kualitas air. Oleh karena itu,praktik mengubah penggunaan lahan dan pengelolaan lahan
nggap sebagai salah satu faktor utama dalam mengubah
sistem hidrologi, menyebabkan perubahan limpasan (Mander et
al,, 1998), hasil pasokan air permukaan (Wu dan Haith, 1993),
serta kualitas menerima air (Changnon dan Demissie, 1996).
Meskipun telah ada beberapa penelitian tentang dampak tata
guna lahan terhadap aliran dan kualitas air (Hanratty dan Stefan,
1998; Rai dan Sharma, 1998;. Dan Bhadurie, et.al, 2001),
hubungan intrinsik kompleks antara tata guna lahan, kuantitas
dan kualitas air di wilayah geografis yang berbeda di bawah
skala yang berbeda masih harus dijelaskan. Metode yang saat ini
ada digunakan untuk memprediksi kualitas air di daerah
tangkapan sungai berdasarkan perkembangan pola tata guna
Jahan. Beberapa studi yang sangat spesifik untuk suatu daerah
di salah satu skala geografis. Banyak difokuskan di kedua
statistik, spasial, atau analisis model. Penelitian lainnya adalah
meneliti dampak penggunaan lahan hanya pada kuantitas atau
aspek kualitas dari limpasan. Contoh penelitian tersebut
termasuk yang dilakukan oleh Meissner et al. (1999), Ferrier et
al, (1995), Tsihrintzis dan Hamid (1998), Mattikalli dan Richards
(1996), Wu dan Haith (1993), Hulme et al. (1993), Henderson-
Sellers (1994), dan Bouraoui et al. (1998). Hanya beberapa studi
yang telah melakukan dengan pendekatan terpadu yaitu
penggunaan analisis statistik dan spasial, serta model hidrologi
untuk memeriksa efek hidrologi terhadap penggunaan lahan
pada kedua daerah dengan skala lokal.
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang Jahan
untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat
dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual), yaitu
kesesuaian lahan berdasarkan sifat biofisik tanah atau sumber
daya lahan. Peta kesesuaian lahan saat ini dapat dibuat untuk
setiap penggunaan Jahan, yaitu lahan hutan, kebun campur,Jahan terbuka/rumput, permukiman, pertambangan, semak
belukar dan tegalan/ladang. Adapun kelas kesesuaian lahan ada
dua yaitu sesuai () atau tidak sesuai (N), kelas sesuai prioritas
sangat sesuai, cukup sesuai, sesuai marjinal dan tidak sesuai.
Unit analisis yang digunakan untuk pemetaan kesesuaian lahan
ini adalah Satuan Lahan Homogen (SLH).
Parameter yang digunakan untuk analisis kesesuaian (prioritas)
untuk hutan adalah : lereng > 45%, kepekaan erosi (regosol,
litosol, organosol dan renzina) dengan lereng >15%, merupakan
jalur pengaman aliran sungai/air (minimal 100 m di kiri kanan
sungaifair tersebut), merupakan pelindung mata air (minimal
dengan jari-jari 200 m di sekeliling mata air tersebut), elevasi >
2000m di atas permukaan laut, untuk kepentingan khusus
tapkan oleh pemerintah sebagai kawasan__lindung,
(Departemen Kehutanan 1986 dalam Hardjowigeno et al.2000)
Parameter kesesuaian lahan untuk permukiman yaitu lereng,
posisi jalur patahan, kekuatan batuan, kembang kerut tanah,
sistem drainase, daya dukung tanah, kedalaman air tanah,
bahaya erosi, bahaya longsor dan bahaya banjir.
Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu
daerah, termasuk di dalamnya adalah perbedaan kecuraman.
dan bentuk lereng. Peranan topografi terhadap tata guna lahan
dibedakan berdasarkan unsur-unsurnya. Unsur-unsur yang
dimaksud adalah elevasi dan kemiringan lereng. Peranan elevasi
sangat terkait dengan iklim, terutama suhu dan curah hujan
yang ada pada suatu daerah. Elevasi juga sangat berpengaruh
terhadap peluang untuk pengairan lahan yang ada. Peranan
kemiringan lereng sangat terkait kemudahan pengelolaan dan
terutama pada upaya pelestarian lingkungan (Hardjowigeno,
1993).Besar sudut dan kemiringan lereng digunakan kriteria seperti
yang digunakan USDA, 1978 ( United States Department of
Agriculture) seperti Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi dan kriteria kemiringan lereng untuk
permukiman
Harka Besarnya Sudut
t Kelas Kemiringan Lereng (a)
Sangat
5 Baik Rata-Hampir Rata 2
4 Baik Agak Miring-Miring 28
3 Sedang Miring 8:30
2 Jelek Sangat Mi 30-50
Sangat ; 350
1 Jelek Terjal-Sangat Terjal
Parameter kerentanan suatu wilayah terhadap bahaya terjadinya
bencana banjir dapat dinilai berdasarkan interpretasi tata guna
Jahan (land use) pada suatu daerah yang ditinjau dan
wawancara-wawancara yang dilakukan baik secara_ lisan
maupun secara tulisan dengan menggunakan kuesioner dengan
penduduk setempat suatu wilayah, maupun berdasarkan data-
data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait
dengan penggunaan lahan serta kerentanan suatu. wilayah
terhadap bahaya terjadinya bencana banjir. Klasifikasi_ dan
kriteria lama penggenangan akibat banjir yang terjadi dan telah
digunakan oleh Direktorat perumahan (1980) disajikan dalam
Tabel 2.Tabel 2. Kelas dan kriteria lama penggenangan atau banjir untuk
permukiman.
Harka
t Kelas Kriteria
5 Sangat Baik Daerah tidak pernah banjir
Daerah tergenang <2 bulan
4 Baik setahun
Daerah tergenang antara 2-6 bulan
3 Sedang setahun
Daerah tergenang > 6 bulan
2 Jelek setahun
Daerah selalu tergenang atau
1 Sangat Jelek daerah rawa
Parameter kelas dan kriteria kondisi saluran dari pembuangan
atau drainase harus didasarkan pada jenis material saluran yang,
uunakan dan kondisi saluran dari drainase itu sendiri. Kriteria
penilaian kondisi saluran pembuangan atau saluran drainase
dapat mengikuti kriteria penilaian kondisi saluran pembuangan
atau saluran drainase seperti yang terlihat pada Tabel 3.Tabel 3. Kelas dan kriteria kondisi saluran pembuangan air
kotor untuk permukiman
Harkat Kelas Kriteria
5 Samgat___Saluran pembuangan pasangan batu,
Baik aliran lancar
4 Baik Saluran pembuangan pasangan batu,
aliran cukup lancar
Saluran pembuangan dari batu
3 Sedang osong, aliran kurang lancar
> Jetek —_Saltan pembuangan dari tanah,
n kurang lancar
1 Sangat Tidak ada saluran pembuangan air
Jelek kotor
Struktur Klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO
(1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat
Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan
kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian
Jahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai ($= Suitable)
dan lahan tidak sesuai (N = Not Suitable). Kelas adalah keadaan
tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat
detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan,
kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi : (1) Untuk pemetaan
tingkat semi detail (skala 1 : 25.000 ~ 1:50.000) pada tingkat kelas,
lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibagi dalam tiga kelas,
yaitu : lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (62), sesuai
marginal ($3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak
sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk
9pemetaan tingkat tinjau (Skala 1: 100.000-1:250.000) pada tingkat
kelas dibedakan atas Kelas Sesuai (5), sesuai bersyarat (CS) dan
tidak sesuai (N).
Kelas$1- Sangat sesuai : Lahan tidak memiliki faktor
pembatas yang berarti atau nyata terhadap
penggunaan lahan secara berkelanjutan, atau
faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan
berpengaruh tethadap produktivitas lahan secara
nyata.
Kelas $2 + Cukup sesuai : Lahan mempunyai faktor pembatas,
dan faktor pembatas ini akan berpengaruh
tethadap _produktivitasnya, _ memerlukan
tambahan masukkan (input). Pembatas tersebut
biasanya dapat diatasi oleh petani mandiri.
Kelas $3 + Sesuai marginal : Lahan mempunyai faktor pembatas
yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat
berpengaruh —_terhadap —_produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak
daripada lahan yang tergolong $2. Untuk mengatasi
faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi,
sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan
pemerintah atau pihak swasta.
Kelas N+ Lahan tidak sesuai : Lahan yang tidak memiliki faktor
pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi
1.3. Perubahan Tata Guna Lahan
Pengertian perubahan tata guna lahan secara umum
menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumber daya
Jahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Perubahan
tata guna lahan ini melibatkan reorganisasi struktur fisik kota
secara internal maupun ekspansinya ke arah luar (Pierce, 1981).
10Perubahan tata guna lahan juga diartikan sebagai_perubahan
penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda
dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun
industri (Kazas dan Charles 2001).
Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya perubahan tata
guna lahan adalah peningkatan jumlah penduduk. Terjadinya
peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada kepentingan
kebutuhan lahan untuk mewadahi berbagai aktivitas manusia
demi kelangsungan hidupnya. Jika dalam perkembangannya
antara kebutuhan dan ketersediaan lahan tidak diatur dengan
baik, maka akan terjadi berbagai benturan kepentingan antar
aktivitas yang berdampak pada persaingan dalam pengaturan
Jahan. Hal ini akan menyebabkan terjadi pergeseran
pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah penataan
ruang dan daya dukungnya. Menurut Barlowe (1986) faktor-
faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor
fisik dan biologis, pertimbangan ekonomi dan faktor institusi
atau kelembagaan. Faktor fisik biologis mencakup kesesuaian
dari sifat fisik yaitu keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-
tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan
ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan
transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertanahan,
keadaan politik, sosial dan secaraadministrasi_ dapat
dilaksanakan.
Perubahan tata guna lahan akan sangat_ mengganggu
keseimbangan lingkungan jika_perubahan ini tidak
memperhatikan daya dukungnya. Akibat dari fenomena ini
telah nampak seperti banjir, tanah longsor, pemanasan global,
lebih jauh berdampak pula pada aspek sosial ekonomi yaitu
berupa kemiskinan.
u4.4 Sistem Informasi Geografis
Sistem informasi geografis (SIG) telah didefinisikan sebagai
suatu sistem dengan bantuan komputer untuk akuisisi,
penyimpanan, analisis dan dapat menampilkan data geogratis,
menurut spesifikasi pengguna (Laurini dan Thomson, 1992).
Memiliki sistem manajemen database digital yang dirancang
untuk menerima data dengan volume besar yang terdistribusi
secara spasial dari berbagai sumber (Jensen dan Christensen,
1986). Karakteristik yang paling kuat dari SIG adalah
kemampuannya untuk menganalisis data secara_ spasial
berdasarkan atribut deskriptif.
Definisi lain seperti diungkapkan oleh Eldrandaly et al. (2003),
SIG adalah teknologi berbasis komputer dan metodologi untuk
pengumpulan, manajemen, analisis, modeling dan tampilan
data geografi untuk berbagai penerapan. SIG merupakan sistem
perangkat lunak untuk acquisition, manajemen, analisis, dan
menampilkan data yang memiliki referensi geografik (Eastman et
al, 1998). Dari berbagai definisi tersebut pada dasarnya memil
makna yang sama yaitu pemasukkan data, penyimpanan,
pemanggilan, manipulasi, analisis dan keluaran.
Pemanfaatan citra landsat telah banyak digunakan untuk
beberapa kepentingan survey maupun penelitian, antara lain
geologi, pertambangan, geomorfologi, hidrologi dan kehutanan.
Dalam setiap perekaman, citra landsat memiliki cakupan area
185 km x 185 km, sehingga aspek dari objek tertentu yang cukup
luas dapat diidentifikasi tanpa menjelajah seluruh daerah yang
disurvei atau yang diteliti. Dengan demikian, metode ini dapat
menghemat waktu maupun biaya dalam pelaksanaannya di
banding dengan cara konvensional atau survey secara teristris di
lapangan (Waltyunto et al, 1995).
12Penggunaan perangkat SIG dapat membantu_mengintegrasi
data yang disebabkan oleh unit yang berbeda secara geografis
dengan set data yang berbeda namun saling terkait (Burrough,
1986). SIG memungkinkan untuk overlay peta secara tematik,
misalnya penggunaan tanah dan lahan, daerah aliran sungai,
wilayah kota atau kabupaten, bahkan peta desa. Sehingga dapat
memfasilitasi integrasi peta dan analisisnya. Pemodelan jarak
SIG memungkinkan untuk menilai potensial interaksi tentang,
pemanfaatan lahan dan infrastruktur fisiknya. Dimungkinkan
juga mengkombinasikan peta dengan data-data yang dihasilkan
oleh model (Bronscelt.et al, 1994). Secara singkat tujuan utama
SIG adalah proses pengambilan data mentah dan kemudian
mengolahnya melalui overlay dana analitis operasi lainnya
schingga diperoleh informasi baru yang dapat mendukung
proses pengambilan keputusan.
Ada dua tipe deteksi yang dilakukan oleh sensor: deteksi pasif
dan aktif. Banyak bentuk penginderaan jauh yang menggunakan
deteksi pasif, dimana sensor mengukur level energi yang secara
alami dipancarkan, dipantulkan atau dikirimkan oleh target
Sensor ini hanya dapat bekerja apabila terdapat sumber energy
yang alami, pada umumnya sumber radiasi adalah matahari,
sedangkan pada malam hari atau apabila permukaan bumi
tertutup awan, debu, asap dan partikel atmosfer lainnya, maka
pengambilan data dengan cara deteksi pasif tidak dapat
dilakukan dengan baik. Contoh sensor pasif yang paling dikenal
adalah sensor utama pada satelit Landsat, Thematic Mapper, yang
memiliki 7 band atau channel.WBab 2
Rekayasa dan Pengelolaan
Pesisir
2.1. Pendahuluan
Peningkatan penduduk dan meningkatkan kebutuhan hidup
senantiasa membuat manusia untuk berusaha untuk terus
berusaha agar dapat menjaga kelangsungan hidup. Salah satu
usaha yang dilakukan adalah intensifikasi dan ekstensifikasi
Jahan pertanian dan perkebunan. Dampak dari aktivitas ini
mengakibatkan kebutuhan lahan meningkat, baik untuk usaha,
pemukiman maupun keperluan lain, Kebutuhan lahan ini ikut
mempengaruhi kondisi buruk DAS karena mendesak dan
mengurangi lahan-lahan bervegetasi sehingga dampak yang
terlihat dari kejadian banjir dan kekeringan di beberapa wilayah
yang hampir setiap tahun terjadi
Perubahan fungsi lahan di sekitar Daerah Aliran Sungai
jpengaruhi oleh kebutuhan masyarakat yang merasa
kekurangan lahan untuk aktivitas kegiatan schari-hari
Akibatnya kondisi DAS semakin menurun kapasitas dukung
tethadap keseimbangan air sehingga akan berdampak pada
hilangnya fungsi DAS sebagai penyangga dan_pelindung,
Pencarian pemecahan masalah yang efektif dan efisien telah
15banyak dilakukan oleh berbagai pihak, pemodelan merupakan
salah satu cara yang banyak dilakukan. Dengan menggunakan
pemodelan, perilaku sungai di masa depan dapat diduga
berdasarkan kecenderungan yang terjadi saat ini dan di masa
Jampau, sehingga pengaruh perlakuan terhadap sungai dapat
iketahui,
Dalam kasus penggunaan lahan yang terjadi di Sub DAS Kodina
Hulu akan dibuat pemodelan menggunakan data curah hujan
harian dan debit harian rata-rata di DAS Kodina Hulu.
Degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) ditandai semakin
meluasnya lahan kritis, erosi pada lereng-lereng, curam baik
yang digunakan untuk pertanian dan untuk peruntukan lain
seperti pemukiman dan sebagainya telah berdampak luas
terhadap lingkungan antara lain banjir yang semakin besar dan
frekuensinya meningkat (Ambar. S.,Asdak., C., 2001). Selain itu
debit air sungai di musim kemarau yang sangat rendah,
percepatan sedimentasi pada danau dan jaringan irigasi, serta
penurunan kualitas air, yang mengancam keberlanjutan
pembangunan khususnya pembangunan pertanian. Terjadinya
fenomena tersebut tidak terlepas sebagai akibat dari kurang
efektiinya pengelolaan DAS, terutama karena tidak adanya
keterpaduan tindak dan upaya yang dilakukan oleh berbagai
sektor, instansi, atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan
DAS.
Dari beberapa model debit yang ditemukan oleh para abli
hidrologi, maka dalam penelitian ini dipilih_ model Nreca,
National Rural Electric Cooperative Association (1985). Model ini
cukup luas digunakan oleh para ilmuwan, universitas
(perhitungan analisa hidrologi). Hal ini kemungkinan
disebabkan kepraktisan dalam penerapannya dan parameter
yang digunakan tidak terlalu banyak.
16Setiap DAS akan memiliki karakteristik yang berbeda satu sama
Jain. Karakteristik alami dari suatu DAS akan dibarengi dengan
daya dukung lingkungan (environmental carrying capacity)
yang bervariasi. Sumber Daya alam dan lingkungan di suatu
wilayah mempunyai batas tertentu. untuk mendukung
kehidupan di wilayahnya. Lebih lanjut daya dukung lingkungan
ini akan terkait dengan tekanan penduduk sebagai faktor
dominan. Dalam rangka menghitung suatu daya dukung suatu
wilayah, disusunlah beberapa model yang mernpertimbangkan
tekanan penduduk yang terkait dengan aspek pertanian
maupun nonpertanian.
Dalam analisa suatu karakteristik suatu DAS senantiasa terbantu
dengan model hidrologi dimana ilmu ini mempelajari seluk-
beluk air, kejadian dan distribusi, sifat alam dan sifat kimianya,
serta reaksi terhadap kebutuhannya manusia. Analisis hidrologi
diperlukan untuk mendapatkan hasil perhitungan suatu debit
banjir rencana dengan periode ulang tertentu dari curah hujan
rencana, debit andalan sebagai dasar dalam pengembangan dan
pengelolaan sumber daya air melalui penggunaan rumus
empiris dengan pendekatan beberapa metode. — Simulasi
hidrologi merupakan representasi matematis sederhana atau
menerangkan respon sistem hidrologi dari sebuah input tertentu
pada periode waktu yang ditetapkan (Muntrejo, 1982).
Karakteristik penutupan Jahan suatu- wilayah — sangat
ipengaruhi oleh kondisi bio-fisik maupun sosial ekonomi
masyarakatnya. Pada wilayah dengan curah hujan tinggi
berpenduduk jarang, pola penutupan lahannya lebih dominan
pada tanaman tahunan, sebaliknya pada wilayah curah hujan
tinggi berpenduduk padat pola penutupan lahannya lebih
dominan pada tanaman semusim. Sedangkan pada wilayah
kering (hujan rendah) dengan penduduk jarang, pola penutupan
7lahannya didominasi padang rumput dan tanaman_tahan
kering. Kebutuhan akan data terkini, akurasi tinggi, pada areal
yang luas untuk memantau perubahan satu kesatuan
pengelolaan DAS.
Konsep pendekatan model simulasi iklim-hujan-aliran sungai
tung berdasarkan analisa black box, sehingga untuk simulasi
dilakukan dengan konsep pendekatan sistem hidrologi yang
mempunyai hubungan tidak linier antara input data dan
outputnya. Sehingga Model atau pemodelan merupakan suatu
kesatuan yang kompleks dalam suatu analisis yang meliputi
sistem, model dapat didefinisikan sebagai penyederhanaan/
abstraksi dari suatu fenomena alam yang sangat komplek
sebagai representasi dari realitas sesungguhnya kedalam suatu
seri persamaan matematis atau statistik, validasi, simulasi, dan
kalibrasi.
2.2 Pencemaran Lingkungan
Pencemaran, menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan
Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah =masuk atau
dimasukkannya makhluk ——hidup, zatenergi, —_dan/atau
Komponen Jain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya
tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses
alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran
adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat
energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh
proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang
atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya
Definisi ini sesuai dengan pengertian pencemaran pada
18(Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4
Tahun 1982.
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya.
Limbah berpotensi besar dalam pencemaran lingkungan karena
menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup serta
merusak ekosistem alaminya. lingkungan yang tercemar
tersebut akan terlihat kumuh dan tidak dapat digunakan untuk
kepentingan sehari-hari. Tercemarnya lingkungan juga akan
mengganggu sistem alami dari lingkungan tersebut, komponen
yang terdapat pada lingkungan tersebut menjadi rusak
Berdasarkan medium fisik lingkungan tersebarnya bahan kimia
ini, maka pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh bahan
ia dapat dibagi menjadi tiga jenis pencemaran, yaitu:
Pencemaran air, Pencemaran udara dan Pencemaran tanah
(Suprianto, 2004).
2.3 Sanitasi Lingkungan
Menurut Mangkoedihardjo (2010), Sanitasi_lingkungan
didefinisikan sebagai intervensi_ memotong siklus rantai
penyakit pada manusia. Secara tradisi, cara_ intervensi
memotong siklus rantai penyakit itu dilaksanakan melalui
pembuangan dan pengolahan limbah manusia, sampah dan air
limbah, pengendalian vektor penyakit dan penyediaan fasilitas
kebersihan diri dan domestik.
19Istilah kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan dengan istilah
sanitasi lingkungan yang oleh Organisasi Kesehatan Sedunia
(WHO), menyebutkan pengertian sanitasi lingkungan adalah
suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik
yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal
yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan
dan daya tahan hidup manusia (Kusnoputranto, 1986).
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi_ syarat
Kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai
faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia (Azwar, 1995). Upaya sanitasi dasar_meliputi
penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia,
pengelolaan sampah, dan pengelolaan air limbah.
2.4 Sistem Hidrologi dan Hidrolika
Konsep dasar yang digunakan dalam setiap hidrologi adalah
Daur Hidrologi. Konsep Daur Air (Iiydrologic cycle) merupakan
titik awal pengetahuan mengenai hidrologi. Dalam siklus air
yang tidak berpangkal dan tidak berakhir, air berpindah dari
laut ke udara (atmosfer) terus ke permukaan bumi dan kembali
lagi ke laut, serta dalam perjalanannya untuk sementara akan
tertahan di tanah maupun sungai dan tersedia untuk
dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainya serta
kembali ke udara. Siklus hidrologi yang merupakan siklus air
yang terjadi, dengan intensitas curah hujan yang tinggi, maka
dapat diartikan sebagai banjir.Gambar 1. Siklus Hidrologi
1a faktor penting penyebab banjir antara lain: (i) Curah hujan
Karakteristik daerah aliran sungai (DAS) (iii) Kemampuan
alur sungai mengalirkan air banjir (iv) Perubahan tata guna
Jahan dan (v) Pengelolaan sungai meliputi tata wilayah,
pembangunan sarana dan prasarananya hingga tata
pengaturanya. Keseluruhan komponen tersebut juga digunakan
dalam perencanaan hidrolika sebagai aspek aliran saluran
terbuka
2.5 Definisi Air Baku
Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam
industri air minum. Air baku atau raw water merupakan awal
dari suatu proses dalam penyediaan dan pengolahan air bersih.
Sekarang apa yang disebut dengan air baku. Berdasar SNI
6773:2008 tentang spesifikasi unit paket instalasi pengolahan air
dan SNI 6774:2008 tentang Tata Cara Perencanaan unit paket
instalasi pengolahan air pada bagian istilah dan definisi yang
disebut dengan Air Baku adalah: “Air yang berasal dari sumber
air permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang
memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk
aair minum”.
Sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, sumur air
dalam, mata air dan bisa juga dibuat dengan cara membendung
air buangan atau air laut. Evaluasi dan pemilihan sumber air
yang layak harus berdasar dari ketentuan berikut
1. Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan
Kondisi iklim
. Tingkat kesulitan pada pembangunan intake
Tingkat keselamatan operator
Ketersediaan biaya minimum operasional dan pemeliharaan
untuk IPA
6. Kemungkinan terkontaminasinya sumber air pada masa yang,
akan datang
7. Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang
akan datang
Dalam jumlah yang kecil, air bawah tanah, termasuk air yang
dikumpulkan dengan cara rembesan, dapat dipertimbangkan
sebagai sebuah sumber air. Kualitas air bawah tanah secara
‘umum sangat baik bagi air permukaan dan di beberapa tempat
yang memiliki musim dingin bisa memanfaatkan salju sebagai
sumber air. Hal ini dapat menghemat biaya operasional dan
pemeliharaan karena secara umum kualitas air bawah tanah
sangat baik sebagai air baku. Khusus untuk air bawah tanah
yang diambil dengan cara pengeboran harus melalui perizinan
Hal ini untuk mencegah terjadinya eksploitasi secara besar-
besaran. Akibat dari eksploitasi secara besar-besaran bisa
mengakibatkan kekosongan air dibawah tanah karena tidak
seimbangnya antara air yang masuk dengan air yang diambil,
penurunan muka air tanah, selain itu juga dapat mengakibatkan
2intrusi air laut yang masuk merembes menggantikan air tanah
tersebut, akibatnya air tanah menjadi asin dan tidak layak pakai.
Dalam SNI 6773:2008 bagian Persyaratan Teknis kualitas air
baku yang bisa diolah dalam Instalasi Pengolahan Air
Minum (IPA) adalah:
1. Kekeruhan, maximum 600 NTU (nephelometric turbidity
unit) atau 400 mgjl Si
2. Kandungan warna asli (apparent colour) tidak melebihi dari
100 Pt Co dan warna sementara mengikuti kekeruhan air
baku.
3. Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku air baku sesuai
PP No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
4, Dalam hal air sungai daerah tertentu mempunyai kandungan
warna, besi dan atau bahan organik melebihi syarat tersebut
diatas tetapi kekeruhan rendah (<50 NTU).
2.6 Karakteristik Air Baku
Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya, kualitasnya pun
harus memenuhi standar yang berlaku. Untuk memperoleh
gambaran yang, nyata tentang karakteristik air baku, seringkali
diperlukan pengukuran sifat-sifat air atau biasa disebut
parameter kualitas air, yang beraneka ragam. Formulasi-
formulasi yang dikemukakan dalam angka-angka standar tentu
saja memerlukan penilaian yang kritis dalam menetapkan sifat-
sifat dari tiap parameter kualitas air
Standar kualitas air adalah baku mutu yang ditetapkan
berdasarkan_ sifat-sifat fisik, kimia, radio aktif maupun
bakteriologis yang menunjukkan persyaratan kualitas air
tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82
2BTahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian
Pencemaran Air, air menurut kegunaannya digolongkan
menjadi 4 (empat) kelas :
Kelas: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air
baku air minum atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
Kelas II: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan
air tawar, Peternakan, air untuk mengairi pertanian
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas II; Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
Kelas IV : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
2.7 pH
pH (Power of Hydrogen), adalah derajat keasaman yang
digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan
(alkalis), yang dimiliki oleh suatu larutan. Derajat keasaman ini
didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen yang
terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur
secara eksperimental, schingga nilainya didasarkan pada
perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. la bersifat
relatif terhadap sckumpulan larutan standar yang pH-nya
24ditentukan berdasarkan persetujuan internasional
Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25°C
ditetapkan sebagai 7,0. Jika suatu larutan memiliki nilai pH yang
Kurang daripada 7 maka larutan tersebut bersifat asam yang
biasanya terdapat pada larutan-larutan ataupun air di daerah
sekitar rawa maupun lahan gambut yang tidak layak untuk
minum dan larutan dengan pH lebih daripada 7 dikatakan
bersifat basa atau alkali, Pengukuran pH sangatlah penting
dalam bidang yang terkait dengan kehidupan atau industri
pengolahan kimia seperti kimia, biologi, kedokteran, pertanian,
ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan oseanografi.
2.8 Warna
Warna timbul akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi
dalam air, di samping adanya bahan pewarna tertentu yang
kemungkinan mengandung logam berat. Warna_perairan
biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna
sesungguhnya (true color) dan warna yang tampak (apparent
color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya
disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan
warna sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi_ yang dapat
menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna
tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan
terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi.
Warna dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur
berdasarkan platinum kobalt (pt Co) dengan membandingkan
warna air sampel dan warna standar. Intensitas warna
cenderung meningkat dengan meningkatnya nilai pH. Warna
perairan pada umumnya disebabkan oleh partikel koloid
bermuatan negatif sehingga penghilangan warna di perairan
dapat dilakukan dengan penambahan koagulan yang bernilai
positif misalnya aluminium dan besi. Warna dapat menghambat
5penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatkan terganggunya
proses fotosintesis.
2.9 Kekeruhan_
Kekeruhan air tergantung pada warna. Kekeruhan merupakan
ukuran transpariperairan yang ditentukan secara visual
Kekeruhan menggambarkan sifat optis air yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan
oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan
disebabkan oleh adanya bahan organic dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus)
maupun bahan organic dan anorganik yang berupa plankton
dan mikroorganisme lain. Kekeruhan dinyatakan dalam satuan
unit turbiditas yang setara dengan 1 mg/L. Si02. Kekeruhan
sering diukur dengan metode Nephelometric. Pada metode ini
sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya
yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan yang
diukur dengan menggunakan suspensi polimer formazin
sebagai larutan standar.
Satuan kekeruhan yang diukur dengan metode nephelometric
adalah nephelometric turbidity unit. Padatan_ tersuspensi
berkorelasi positif dengan kekeruhan juga akan menjadi
semakin tinggi. Kekeruhan pada perairan yang tergenang
misalnya pada danau, lebih banyak disebabkan oleh bahan
tersuspensi berupa koloid dan _partikel-partikel _halus.
Sedangkan kekeruhan pada sungai pada saat banjir lebih banyak
disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih,
besar, yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh
aliran air pada saat hujan.2.10 Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang
(latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu
dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta
kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia, dan biologi badan air.
Peningkatan suhu juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas
dalam air. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme dan selanjutnya
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Cahaya
matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan
dan perubahan menjadi energi panas. Proses penyerapan cahaya
ini berlangsung secara lebih intensif pada lapisan atas sehingga
lapisan atas perairan memiliki suhu yang lebih tinggi dan
densitas yang lebih kecil dibandingkan dengan lapisan bawah.
Salinitas atau kadar garam adalah kuantitas total garam terlarut
dalam gram per liter air laut dengan satuan permil (°/o0).
Salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh adanya aliran air laut
, daratan, curah hujan, dan pasang surut (Anggoro, 1984),
Konsentrasi seluruh garam yang terdapat dalam air laut sebesar
3% dari berat seluruhnya (berat air) semua dalam perbandingan
yang tetap sehingga terbentuk garam di laut. Kadar garam ini
tetap tidak berubah sepanjang masa. Artinya kita tidak
menjumpai bahwa air Jaut makin lama makin asin. Dimana
semuanya memiliki komposisi dilautan yang relatif tetap Secara
praktis, di muara sungai karena terjadi pengenceran misalnya
karena pengaruh aliran sungai, salinitas dapat berubah terutama
pada waktu muka air laut surut
Sebaliknya pada waktu air pasang, salinitas dapat meningkat.
Istilah yang digunakan untuk menyatakan air yang salinitasnya
antara air tawar dan air laut digunakan air payau. Ada berbagai
acara dan istilah yang digunakan untuk memberi nama air
berdasarkan salinitasnya. Salah satu cara dan istilah yang
digunakan untuk memberi nama air berdasarkan salinitasnya.
Misalnya menurut Valikangas yang dapat disederhanakan
sebagai berikut : air tawar 0-0,5*/oo, air payau 0,5-17 */o0 dan air
laut lebih dari 17 °/oo (Anugrah Nontji, 1987) Komposisi salinitas
untuk setiap laut tidak sama, disebabkan karena hubungan
dengan kadar salinitas dan kadar chlor yang berbeda untuk
setiap laut. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
‘Tempat/lokasi, baik horizontal maupun vertikal
a. Iklim
b. Komposisi garam
c. Temperatur
. Daya hantar listrik (Anugrah Nontji,1987)
Ada berbagai cara untuk menentukan salinitas, baik secara kimia
maupun secara fisika, Salah satu alat yang paling populer untuk
mengukur salinitas dengan ketelitian tinggi adalah dengan alat
salinometerBab 3
Rekayasa Lingkungan
3.1. Pendahuluan
Kesadaran manusia bahwa kenyamanan hidup sangat
bergantung pada kondisi lingkungan rupanya telah melahirkan.
berbagai usaha untuk mengatur lingkungan. Teknik Sipil adalah.
ilmu yang tidak hanya mempelajari_ tentang bagaimana
merancang, dan membangun pada struktur bangunan, jalanan,
dan fasilitas infrastruktur lainnya, tetapi juga mencakup
lingkungan yang luas. Salah satu contoh, drainase merupakan.
sebuah sistem yang dirancang oleh insinyur sipil untuk
menangani_ persoalan pembuangan Khususnya dalam
wilayah perkotaan, baik pembuangan air akibat limpasan hujan
maupun pembuangan air limbah akibat dari _aktivitas
masyarakat, Desain drainase memiliki keterkaitan dengan tata
guna lahan, tata ruang kota, master plan drainase, dan kondisi
sosial budaya masyarakat setempat. Saat ini sistem drainase
sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat
penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari
kualitas sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik
dapat membebaskan kota dari genangan air. Genangan air
menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan sumber penyakit
lainnya, sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan dan
Kesehatan masyarakat. Insinyur sipil bertanggung jawab untuk
mengembangkan solusi rekayasa lingkungan termasuk untuk
29masalah air dan air limbah dari adanya fasilitas yang telah
dibangun. Pengendalian dan pengelolaan _pencemaran
lingkungan adalah aspek yang penting untuk diperhatikan
dalam pembangunan. Saat ini perhatian kesehatan masyarakat
tidak hanya mencakup air tetapi semua aspek kehidupan
beradab, termasuk makanan, udara, bahan beracun, kebisingan,
dan gangguan lingkungan lainnya. Pekerjaan__ insinyur
lingkungan telah dibuat lebih sulit oleh kecenderungan saat
untuk menganggap banyak persoalan penyakit, termasuk stres,
psikologis, dengan asal-usul lingkungan, apakah ada atau tidak
ada bukti yang menghubungkan sebab dan akibat. Insinyur
lingkungan menghadapi tugas yang agak berat untuk
‘menjelaskan bukti yang berkaitan dengan sebab dan akibat yang
sering dihubungkan selama bertahun-tahun dan dekade ketika
Kesehatan manusia dan lingkungan merespons _polutan
lingkungan. Kepedulian tethadap air bersih datang dari
kalangan profesi kesehatan masyarakat dan dari kajian ilmu
pengetahuan ekologi. Merancang fasilitas pengolahan air untuk
menyediakan air minum bersih bagi masyarakat dapat
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Insinyur sipil
maupun lingkungan berkomitmen pada standar__etika
interpersonal dan lingkungan yang tinggi. Rekayasa lingkungan
telah menjadi ilmu yang sangat dibutuhkan dalam rangka
keberlanjutan pembangunan, termasuk seperti menangani
kualitas udara, kualitas air, kualitas tanah, pengelolaan hutan.
dan sumber daya alam, dan maupun pengelolaan pertanian.
Semuanya tampak penting dalam rekayasa lingkungan. Ilmu-
ilmu sosial dan humaniora, serta ilmu-ilmu alam, dapat menjadi
sama pentingnya bagi praktik rekayasa lingkungan seperti
halnya keterampilan teknik Klasik. Banyak insinyur lingkungan
menemukan kombinasi keterampilan dan disiplin ini, yang
‘melekat, menantang dan bermanfaat.
303.2. Ekologi
mu ekologi mendefinisikan "ekosistem" sebagai populasi
organisme yang. saling bergantung berinteraksi_ dengan
lingkungan fisik dan kimianya. Populasi spesies dalam suatu
ekosistem tidak bervariasi secara independen melainkan
berfluktuasi dalam perkiraan keadaan tetap sebagai respons
terhadap pengaturan sendiri atau umpan balik negatif
(homeostasis). Keseimbangan homeostatis bersifat dinamis,
Karena populasi juga diatur oleh mekanisme umpan balik positif
yang, dihasilkan dari perubahan lingkungan fisik, kimia, dan
biologis. Jumlah setiap populasi terus menerus berubah,
membuat sistem menjadi dinamis. Ketika dipelajari selama
periode waktu tertentu, adanya jenis umpan balik yang
mengatur diri sendiri ini membuat sistem tampak dalam
keadaan stabil, yang kita sebut homeostasis. Pada kenyataannya,
populasi jarang mencapai kondisi mapan untuk jangka waktu
yang lama. Sebaliknya, populasi menanggapi perubahan fisik,
kimia, dan biologis di lingkungan sepanjang lintasan umpan.
balik positif yang pada akhirnya akan menetap menjadi
homeostasis baru, tetapi sekali lagi sementara. Beberapa dari
perubahan ini adalah alami (misalnya, letusan gunung berapi
yang menutupi habitat); banyak yang disebabkan oleh manusia
(misalnya, perubahan tata guna lahan akibat dari pembangunan
kota, penambangan, reklamasi pantai, dan pertanian). Gambar
3.1 memberikan contoh perubahan tata-guna lahan akibat dari
pembangunan kota yang pesat dalam kurun waktu 15 tahun.
Hutan dan lahan hijau di tahun 1997 sebagian besar menutupi
wilayah kota dan bernilai ekologis, karena merupakan sumber
populasi habitat spesies. Pada tahun 2012 lahan hijau mulai
menghilang secara drastis, luasan lahan air seperti danau atau
tambak bertambah secara signifikan akibat dari pembangunan
urban. Beberapa ekosistem menjadi rapuh, mudah rusak, dan
31lambat pulih. Seperti contoh bahwa mungkin populasi ikan,
udang, dan kepiting dapat meningkat karena perluasan danau
dan tambak, akan tetapi wilayah hutan bakau (mangrove)
berkurang drastis (Gambar 3.2).
197 2012
Gambar 3.1 Contoh perubahan tata guna lahan pada wilayah
kota (Indrayani, P. dkk, 2017)
cepts Foard Foret Gen Mrgove Fei fd Shubfeld Swamp Urtan Water
Gambar 3.2 Statistik konversi perubahan unit lahan (Indrayani,
P. dkk, 2017)
Solusinya adalah perlindungan hutan bakau dan peningkatan
populasinya, schingga tetap sebagai infrastruktur hijau yang
dapat menahan potensi erosi_ pantai. Insinyur harus
32mempertimbangkan bahwa ancaman terhadap ekosistem dapat
sangat berbeda dari ancaman terhadap kesehatan masyarakat;
misalnya, hujan asam menimbulkan bahaya yang cukup besar
untuk beberapa ekosistem danau dan produk pertanian, tetapi
hampir tidak ada bahaya langsung bagi kesehatan manusia
Insinyur harus menghargai prinsip-prinsip dasar ekologi dan
desain yang selaras dengan prinsip-prinsip ini untuk
mengurangi dampak buruk pada ekosistem yang rapuh.
Pekerjaan insinyur menjadi lebih sulit ketika dia harus
menyeimbangkan kerusakan ekosistem dengan _potensi
kerusakan kesehatan manusia. Dimasukkannya prinsip-prinsip
ekologi dalam keputusan rekayasa adalah komponen utama dari
rekayasa lingkungan. Insinyur idealnya mendekati_ masalah
dalam urutan yang disarankan untuk menjadi rasional oleh teori
pengambilan keputusan.
3.3.Menilai Dampak Lingkungan
Tujuan penilaian dampak lingkungan untuk memasukkan
faktor lingkungan ke dalam pengambilan keputusan. Karena
prosedur penilaian dampak lingkungan telah berkembang,
penilaian dampak sosial ekonomi dari proyek telah memainkan
eran yang meningkat. Selain dampak ekonomi langsung,
dampak sosial ekonomi mencakup dampak pada situs arkeologi
dan sejarah, dampak pada situs yang memiliki signifikansi
budaya dan praktik budaya, dan dampak keadilan lingkungan.
Ketika penilaian dampak bergerak ke ilmu_ pengetahuan,
tumpang tindih dengan pertanyaan tentang etika dan nilai akan
meningkat, dan insinyur harus berhati-hati untuk membedakan
antara dampak yang dapat diukur secara kuantitatif dan
penilaian kualitatif yang mungkin mempengaruhi nilai. Gambar
3.3 mengilustrasikan penilaian secara kuantitatif dari analisa
wilayah penurunan indeks konektivitas ekologi akibat dari
3perubahan tata guna lahan selama 15 tahun. Dari hasil analisa
pada Gambar 344, ada kebutuhan mendesak akan strategi
infrastruktur hijau yang dapat memfasilitasi perlindungan dan
pemulihan lingkungan hijau perkotaan, terutama adanya
dampak penurunan konektivitas ekologi hutan bakau, lahan
rawa dan lahan pertanian akibat dari perubahan tata guna lahan.
&
197 2012
Gambar 3.3 Penilaian penurunan konektivitas ekologi lanskap
secara kuantitatif (Indrayani, P. dkk, 2017)
Gambar 3.4 Diferensiasi konektivitas ekologi lanskap yang
dihasilkan dari konversi setiap penggunaan lahan (1997-2012)
(Indrayani, P. dkk, 2017)
a4Penilaian risiko juga menjadi semakin penting dalam penilaian
lingkungan. Penilaian dampak lingkungan harus menyeluruh,
interdisipliner, dan kuantitatif mungkin. Penilaian dampak
lingkungan melibatkan empat fase yang berbeda: pelingkupan,
inventarisasi, penilaian, dan evaluasi.
3.3.1 Inventarisasi Data Lingkungan
Langkah pertama dalam mengevaluasi dampak lingkungan dari
alternatif proyek adalah menginventarisasi faktor-faktor yang
mungkin terpengaruh oleh tindakan yang diusulkan. Kondisi
yang ada diukur dan dijelaskan, tetapi tidak ada upaya yang
dilakukan untuk menilai pentingnya suatu variabel. Sejumlah
dan banyak jenis variabel dapat dimasukkan, seperti:
1. hidrologi, geologi, klimatologi, antropologi, dan arkeologi;
2. _kualitas lingkungan seperti tanah, air permukaan dan bawah
permukaan, udara, kebisingan, dan transportasi dampak;
3. kehidupan tumbuhan dan hewan;
4. dampak ekonomi terhadap masyarakat sekitar;
5. analisis risiko baik terhadap manusia maupun lingkungan
alam; dan
6. parameter sosial ekonomi lain yang relevan, seperti
penggunaan lahan, perluasan atau pengurangan populasi
daerah, dan pertimbangan keadilan lingkungan.
3.3.2 Penilaian Lingkungan
Proses penghitungan efek yang diproyeksikan bahwa tindakan
yang diusulkan atau proyek konstruksi akan memiliki kualitas
lingkungan disebut penilaian lingkungan, Metode yang tepat
dapat direproduksi dan masuk akal diperlukan untuk
mengevaluasi baik efek dari proyek yang diusulkan maupun
35