You are on page 1of 36

Andrew Christian Pangemanan

andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala atau trauma kapitis adalah cedera mekanik pada kepala yang terjadi

baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada

gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer

atau permanen. Cedera merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak pada

usia kurang dari 45 tahun dan lebih dari setengahnya merupakan akibat dari

cedera kepala. Cedera kepala pada anak-anak menyumbang sejumlah besar

kunjungan ke unit gawat darurat dan rawat inap setiap tahun dan tetap menjadi

penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak diatas usia 1 tahun. 1,2,3

Menurut American Trauma Society, kira-kira 500.000 orang masuk ke Rumah

Sakit setiap tahunnya karena cedera kepala, 75.000 hingga 90.000 meninggal dan

sisanya ada yang sehat tanpa meninggalkan gejala sisa dan selebihnya mengalami

disabilitas. 3,4

Cedera kepala merupakan kejadian yang sering dijumpai pada anak.

Cedera kepala paling sering ditemukan pada anak-anak yang berumur kurang dari

1 tahun dan pada remaja diatas 15 tahun, serta lebih banyak terjadi pada anak laki-

laki. Penyebab utama cedera kepala pada anak yaitu jatuh dan kecelakaan lalu

lintas. Bayi dan anak-anak lebih rentan karena ketergantungan mereka pada orang

dewasa dan ketidakmampuan untuk membela diri.3,4

Cedera kepala dan komplikasinya merupakan penyebab dari sejumah besar

kematian akibat cedera pada anak-anak. Cedera kepala hebat juga bisa

1
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

menyebabkan kerusakan yang serius pada otak yang sedang berkembang,

sehingga mempengaruhi perkembangan fisik kecerdasan dan emosional anak dan

menyebabkan kecacatan jangka panjang. Dampak yang bisa timbul pada pasien

dengan cedera kepala yaitu dampak emosi, psikososial dan ekonomi keluarga. 3,4

Pasien dengan trauma kepala memerlukan penegakan diagnosa sedini

mungkin agar tindakan terapi dapat segera dilakukan untuk menghasilkan

prognosa yang tepat, akurat, dan sistematis. Bantuan untuk membantu

memperbaiki kualitas hidup pasien dibutuhkan kesabaran dan perawatan serta

kontrol dan evaluasi yang tepat dalam perawatannya.3,4

Berikut ini akan dibahas tentang teori cedera kepala pada anak sebagai

syarat menempuh pendidikan profesi dokter bagian ilmu kesehatan anak.

2
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

BAB II

CEDERA KEPALA PADA ANAK

2.1 Definisi

Cedera kepala atau trauma kapitis adalah cedera mekanik pada kepala yang terjadi

baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada

gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer

atau permanen.3 Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala

adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun

degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat

mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan

kemampuan kognitif dan fungsi fisik.4

Cedera kepala dapat disebut juga dengan head injury ataupun traumatic

brain injury. Kedua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang sedikit

berbeda. Head injury merupakan perlukaan pada kulit kepala, tulang tengkorak,

ataupun otak sebagai akibat dari trauma. Perlukaan yang terjadi dapat

mengakibatkan terjadinya benjolan kecil namun dapat juga berakibat serius.5

Sedangkan, traumatic brain injury merupakan gangguan fungsi otak ataupun

patologi pada otak yang disebabkan oleh kekuatan (force) eksternal yang dapat

terjadi di mana saja termasuk lalu lintas, rumah, tempat kerja, selama berolahraga,

ataupun di medan perang.6

3
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

2.2 Anatomi

Gambar 1. Lapisan Otak.3

2.2.1 Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan (SCALP)

a. Skin

b. Connective Tissue

c. Aponeurosis

d. Loose Areolar Tissue

e. Perikranium

Kulit kepala bisa mengalami perdarahan, tetapi mudah diatasi hanya

dengan menekan sebentar saja daerah yang berdarah dan perdarahan akan

berhenti. Pada anak, laserasi kulit kepala berakibat kehilangan darah

masif.7

4
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

2.2.2 Tulang Tengkorak (Kranium)

Terdiri dari:7

a. Calvarium, tipis pada regio temporalis namun dilapisi oleh otot

temporal.

b. Basis Kranii, berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian

dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.

Rongga tengkorak dasar di bagi 3 fosa :

1) Fosa anterior, tempat lobus frontalis

2) Fosa Media, tempat lobus temporalis

3) Fosa posterior, ruang bagian bawah batang otak dan cerebelum

2.2.3 Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan yaitu:

2.2.3.1 Duramater

Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang

melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat

pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial

(ruang subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana

sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-

pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis

superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami

robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior

mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.

5
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.

Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam

dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat

menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan

perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri

meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). 3,7

2.2.3.2 Arachnoid

Terdapat dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang

tipis dan tembus pandang disebut lapisan araknoid. Selaput arachnoid

terletak antara piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang

meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial,

disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium subarachnoid

yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarah subarachnoid umumnya

disebabkan akibat cedera kepala.3,7

2.2.3.3 Piamater

Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater adalah

lapisan paling dalam dan paling halus dari meningen. Piamater berupa

jaringan fibrosa tipis yang kedap cairan sehingga memungkinkan untuk

dimasuki oleh cairan serebrospinal. Piamater memiliki fungsi utama untuk

menutupi dan melindungi system saraf pusat, melindungi pembuluh darah,

dan mengedarkan cairan serebrospinal. Bila terjadi perdarahan

subarachnoid maka darah bebas akan berada dalam ruang ini. 3,7

6
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

2.2.4 Parenkim Otak

Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum

terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri

yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada

hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang

mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus

frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi

dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan

dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur

fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses

penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan

medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem

aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada

medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang

sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang

otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat. Serebelum

bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan, terletak

dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak,

dan juga kedua hemisfer serebri.7

2.2.5 Cairan Serebrospinal

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan

kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel

lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui

7
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

aquaductus sylvii menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem

ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh

permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam

sirkulasi vena melalui vili araknoid. 3,7

2.3 Epidemiologi

Menurut WHO, kejadian cedera kepala akan melebihi kejadian berbagai penyakit

lainnya dalam menyebabkan kematian dan kecacatan pada tahun 2020. Beban

akibat cedera kepala ini terutama tampak jelas pada negara-negara berpendapatan

rendah dan menengah. Sebab, di negara-negara ini terdapat banyak faktor risiko

yang dapat mendorong terjadinya cedera kepala. Hal ini semakin diperparah oleh

ketidaksiapannya sistem kesehatan di negara-negara tersebut.8

Di Amerika Serikat, kejadian tahunan cedera kepala pediatrik adalah sekitar

200 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mencakup semua cedera kepala yang

mengakibatkan rawat inap, kematian, atau keduanya pada orang berusia 0-19

tahun. Distribusi cedera kepala relatif stabil sepanjang masa. Peningkatan kejadian

cedera kepala diidentifikasi dalam 2 kelompok usia. Pada sekitar usia 15 tahun,

peningkatan dramatis terjadi, terutama pada laki-laki, berkaitan dengan

keterlibatan mereka dalam olahraga dan kegiatan mengemudi. Bayi berusia

kurang dari 1 tahun juga memiliki insiden tinggi cedera kepala, yang disebabkan

jatuh dan pelecehan anak.3,4,9

Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah

sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat

8
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka

kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk

CKR tidak ada yang meninggal.3,4

2.4 Etiologi

Data Centers for Disease Control and Prevention pada tahun 2011 didapatkan

penyebab cedera kepala antara lain:3,10

a. Jatuh 35,2%

b. Penyebab yang tidak diketahui atau penyebab lain 21%

c. Kecelakaan lalu lintas 17,3%

d. Kecelakaan kerja, rumah tangga atau olahraga 16,5%

e. Kekerasan benda tumpul atau tajam 10%

Kebanyakan cedera kepala terjadi sekunder terhadap kecelakaan kendaraan

bermotor, jatuh, penyerangan, kegiatan rekreasi, dan pelecehan anak. Persentase

masing-masing faktor berbeda antara studi, dan distribusi bervariasi sesuai dengan

usia, kelompok, dan jenis kelamin. Bayi dan anak-anak lebih rentan karena

ketergantungan mereka pada orang dewasa dan ketidakmampuan untuk membela

diri. Kecelakaan kendaraan bermotor mencapai 27-37% dari semua cedera kepala

pediatrik. Dalam kebanyakan kasus yang melibatkan anak-anak kurang dari 15

tahun, korban adalah pejalan kaki atau pengendara sepeda. Jatuh adalah penyebab

paling umum dari cedera pada anak-anak kurang dari 4 tahun, berkontribusi 24%

dari semua kasus cedera kepala. Kegiatan rekreasi mewakili 21% dari semua

cedera otak anak, dengan kelompok rentan terbesar usia 10-14 tahun.10

9
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

2.5 Patofisiologi

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera

primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala

sebagai akibat langsung dari suatu rudapaksa, dapat disebabkan oleh benturan

langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-

deselerasi gerakan kepala. Pada cedera kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa

berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil,

tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di

bawah area benturan disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak

terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi

tersebut dinamakan lesi kontusio “countercoup”.3,10

Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang

sering dialami oleh kepala akibat cedera kapitis adalah akselerasi rotatorik.

Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk

dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan

rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut

lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan

countrecoup.11

Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara

mendadak dan kasar saat terjadi cedera. Perbedaan densitas antara tulang

tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan

tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi

dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada

10
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup).11

Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan

dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya

merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam

setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini

berespon dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya

kompartemen intrasel dan ekstrasel.10,11

Faktor intrakranial (lokal) yang mempengaruhi cedera otak sekunder

adalah adanya hematoma intrakranial, iskemik otak akibat penurunan perfusi

ke jaringan di otak, herniasi, penurunan tekanan arterial otak, tekanan

intrakranial yang meningkat, demam, vasospasm, infeksi, dan kejang.

Sebaliknya, faktor ekstrakranial (sistemik) yang mempengaruhi cedera otak

sekunder dikenal dengan istilah “nine deadly H’s” meliputi hipoksemia,

hipotensi, hiperkapnia, hipokapnia, hipertermi, hiperglikemi dan hipoglikemi,

hiponatremi, hipoproteinemia, serta hemostasis.12

2.6 Klasifikasi

2.6.1 Berdasarkan Beratnya13

2.6.1.1 Cedera Kepala Ringan

- Skor PGCS 13-15

- Tidak ada kehilangan kesadaran atau kehilangan kesadaran kurang

dari 30 menit, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis

- Amnesia post cedera kurang dari 24 jam

11
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

- Gejala: mual, muntah, sakit kepala

2.6.1.2 Cedera Kepala Sedang

- Skor PGCS 9-12

- Penurunan kesadaran 30 menit sampai 1 minggu

- Amnesia post cedera 24 jam – 1 minggu

- Terdapat kelainan neurologis seperti kelumpuhan saraf dan anggota

gerak

2.6.1.3 Cedera Kepala Berat

- Skor PGCS 3-8

- Penurunan kesadaran lebih dari 1 minggu

- Amnesia post cedera lebih dari 1 minggu

12
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

2.6.3 Berdasarkan mekanisme

2.6.3.1 Cedera kepala tumpul

Dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau

pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan

deselerasi yang menyebabkan otak bergerak di dalam rongga kranial dan

melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak. Cedera kepala

tumpul yang ringan dapat hanya menimbulkan gejala gangguan kesadaran

yang singkat, namun cedera kepala tumpul yang berat dapat menyebabkan

manifestasi yang berat bahkan bisa berujung kematian. 3

2.6.3.2 Cedera kepala tembus (penetrasi)

Disebabkan luka tembak atau pukulan benda tajam. Dapat menyebabkan

perdarahan dan kerusakan jaringan otak apabila tulang tengkorak menusuk

otak. Cedera kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi

duramater. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign dan otorrhe.

Perdarahan dari telinga dengan cedera kepala hampir selalu disebabkan

oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak tidak selalu

dapat dideteksi oleh foto roentgen, sehingga harus diperhatikan gejala dan

tanda.

2.6.4 Berdasarkan Morfologi

2.6.4.1 Fraktur Kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat

berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun

tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT

13
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

scan dengan teknik “bone window” untuk memperjelas garis frakturnya.3

Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan

antara laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya

selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak dapat diremehkan, karena

menunjukkan bahwa benturan yang terjadi cukup berat. Menurut Japardi,3

klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut:

1) Gambaran fraktur, dibedakan atas :

- Linier

- Diastase

- Comminuted

- Depressed

2) Lokasi Anatomis, dibedakan atas :

- Calvarium / Konveksitas (kubah / atap tengkorak)

- Basis cranii (dasar tengkorak)

3) Keadaan luka, dibedakan atas :

- Terbuka

- Tertutup

2.6.4.2 Lesi Intra Kranial

2.6.4.2.1 Cedera otak difus

Mulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan normal sampai

kondisi yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya

kehilangan kesadaran dan mungkin mengalami amnesia

retro/anterograd. Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan

14
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

hipoksia, iskemi dari otak karena syok yang berkepanjangan atau

periode apnoe yang terjadi segera setelah cedera. Pada beberapa kasus,

CT scan sering menunjukkan gambaran normal, atau gambaran edema

dengan batas area putih dan abu-abu yang kabur. Selama ini dikenal

istilah Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk mendefinisikan cedera

otak berat dengan prognosis yang buruk. Penelitian secara

mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan pada akson dan terlihat

pada manifestasi klinisnya.3,14,15

2.6.4.2.2 Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga

tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai

lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau temporo parietal

yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat

fraktur tulang tengkorak.14

2.6.4.2.3 Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural.

Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan

korteks serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh

permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan otak lebih berat dan

prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural. 14,15

2.6.4.2.4 Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus

frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap

15
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

bagian dari otak. Kontusio serebri dapat, dalam waktu beberapa jam

atau hari, berubah menjadi perdarahan intra serebral yang

membutuhkan tindakan operasi.14,15

Gambar 2. Lesi Intra Kranial.15

2.7 Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pasien cedera kepala sering memiliki beberapa cedera organ. Penilaian

pasien dengan cedera kepala meliputi survei primer dan survei sekunder. Survei

primer adalah pemeriksaan fisik terfokus ditujukan untuk mengidentifikasi dan

mengobati kondisi yang mengancam jiwa yang ada dalam pasien cedera dan

dengan demikian mencegah cedera otak sekunder. Survei sekunder pasien dengan

cedera kepala adalah pemeriksaan rinci dan penilaian sistem individu dengan

tujuan mengidentifikasi semua luka cederatis dan mengarahkan perawatan lebih

lanjut.3,16

16
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

2.7.1 Survei Primer

2.7.1.1 Airway

Pemeriksaan Airway harus diarahkan untuk mengidentifikasi kelancaran

jalan napas terhadap keberadaan benda asing, gigi lepas, luka wajah dan

ketidakstabilan tulang, ataupun deviasi trakea. Bebasnya jalan napas

sangat penting bagi kecukupan ventilasi dan oksigenasi. Jika pasien tidak

mampu dalam mempertahankan jalan napasnya, patensi jalan napas harus

dipertahankan dengan cara buatan seperti: reposisi, chin lift, jaw thrust,

atau melakukan penyisipan airway orofaringeal serta nasofaringeal. 3,5

2.7.1.2 Breathing

Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Kegagalan dalam oksigenasi akan

menyebabkan hipoksia yang diikuti oleh kerusakan otak, disfungsi jantung

dan akhirnya kematian. Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan

bernapas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh. Airway yang

baik tidak menjamin pasien dapat bernapas dengan baik. Apnea dan

hipoventilasi sekunder untuk penyebab paru atau neurologis adalah temuan

umum pada pasien dengan cedera kepala. Apabila pernapasan tidak

adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-valve-face-mask

merupakan cara yang efektif.3,5

2.7.1.3 Circulation

Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma. Oleh karena itu

penilaian dengan cepat status hemodinamik pasien sangat penting yakni

dengan menilai tingkat kesadaran dan nadi. Tingkat kesadaran yang

17
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

menurun menandakan terjadi penurunan volume darah sehingga perfusi

otak juga berkurang. Perdarahan eksternal harus cepat dinilai, dan segera

dihentikan bila ditemukan. Bila terdapat hipotensi, tidak boleh dianggap

semata-mata untuk ICH.3,16

2.7.1.4 Neurologis

Responsiveness dinilai dengan waspada, verbal, nyeri, tidak responsif

(AVPU) sistem dan dengan Glasgow Coma Scale (GCS) dan

modifikasinya, Pediatric Glasgow Coma Scale (PGCs). Sebuah PGCs total

skor 13-15 merupakan cedera ringan, skor 8-12 merupakan cedera sedang,

dan skor yang lebih rendah dari 8 merupakan cedera parah. 1,14,16

Tabel 1. Pediatric Glasgow Coma Scale (Eye).3

EYE ≥1 Year 0-1 Year

4 Membuka mata spontan Membuka mata spontan

3 Membuka mata sesuai perintah Membuka mata karena teriakan

2 Membuka mata dengan respon Membuka mata dengan respon


nyeri nyeri

1 Tidak ada respon Tidak ada respon

18
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

Tabel 2. Pediatric Glasgow Coma Scale (Verbal). 3

VERBAL > 5 Years 2-5 Years 0-2 Years

5 Orientasi dan Menggunakan kata- Menangis dengan


mampu berbincang kata yang tepat keras

4 Disorientasi Kata-kata tidak tepat Menangis

3 Kata-kata tidak Mengangis / Menangis / berteriak


tepat berteriak

2 Mengerang Mengerang Mengerang

1 Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban

Tabel 3. Pediatric Glasgow Coma Scale (Motoric). 3

MOTORIC ≥1 Year 0-1 Year

6 Mengikuti perintah N/A

5 Mengetahui lokasi nyeri Mengetahui lokasi nyeri

4 Reaksi menghindar Reaksi menghindar

3 Reaksi flexi (dekortikasi) Reaksi flexi (dekortikasi)

2 Reaksi ekstensi (deserebrasi) Reaksi ekstensi (deserebrasi)

1 Tidak ada respon Tidak ada respon

Menurut North B and Reilly P., jumlah score yang normal :


• Bayi baru lahir sampai umur 6 bulan, jumlah score 9

• Umur 6 bulan sampai 12 bulan, jumlah score 11

• Umur 12 bulan sampai umur 2 tahun, jumlah score 12

• Umur 2 tahun sampai umur 5 tahun, jumlah score 13

• Umur 5 tahun atau lebih, jumlah score 14

19
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

2.7.2 Survei Sekunder

Survei sekunder dinilai setelah selesai menilai survey primer dimana telah

diatasi kondisi yang mengancam nyawa. Survei sekunder dinilai dari ujung

rambur sampai ke kaki (head to toe) untuk menilai apakah ada kelainan

lain yang dialami pasien. Pada cedera kepala ringan sering asimptomatis

dan sering tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik.3

2.7.2.1 Kepala

Battle Sign atau ekimosis di daerah retroauricular dan mastoid adalah

tanda untuk fraktur dasar tulang tengkorak. Ini adalah hasil dari darah

yang merembes di daerah oksipital dan mastoid dari bagian tengkorak

yang terganggu.16

Mata rakun atau ekimosis periorbital merupakan pertanda dari fraktur

tulang basilar. Itu juga merupakan hasil dari darah darah yang merembes

ke jaringan di daerah periorbital.3,16

Hemotympanum (darah di belakang membran timpani) menunjukkan

fraktur tulang temporal petrosa dan mungkin terkait dengan gangguan

saraf kranial VII dan VIII.3,16

Otorrhea dan rhinorrhea dapat ditemukan sebagai pertanda dari fraktur

tulang basillar dan merupakan hasil dari gangguan leptomeninges dan

cribiform plate.3,16

2.7.2.2 Pola Pernapasan

Apnea sekunder karena kelumpuhan diafragma menunjukkan cedera

tulang belakang. Respirasi Cheyne-Stokes atau periode bolak hiperpnea

20
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

dengan apnea menunjukkan cedera pada diencephalon. Hiperventilasi

mengindikasikan adanya kerusakan tegmentum.3

2.7.2.3 Pemeriksaan neurologis

GCS dan PGCs tidak termasuk pemeriksaan pupil. Untuk alasan ini,

penilaian pupil harus dilakukan setiap kali penilaian neurologis dilakukan.

Penilaian ukuran pupil dan respon terhadap cahaya dapat menghasilkan

temuan yang signifikan berikut:14

- Dilatasi pupil ipsilateral dengan tidak ada respon terhadap rangsangan

langsung maupun konsensual terhadap cahaya - Hal ini disebabkan

oleh herniasi transtentorial dan kompresi dari serat parasimpatis dari

saraf kranial III

- Bilateral, melebar, dan tidak responsif - Temuan ini merupakan suatu

pertanda buruk indikasi baik secara bilateral dikompresi saraf cranial

III atau anoksia serebral dan iskemia.

Deviasi mata tonik adalah pertanda untuk lesi kortikal, disfungsi saraf

kranial, atau aktivitas kejang. Perdarahan retina menunjukkan cedera

kepala nonaccidental atau karena peningkatan TIK. Papilledema,

hilangnya pulsasi vena, diamati dengan peningkatan TIK. Refleks

(misalnya, kornea, muntah, dan oculovestibular) dan adanya upaya

pernapasan spontan dapat membantu dalam menemukan tingkat cedera.

Motor dan fungsi sensorik harus dinilai untuk menentukan integritas

dari sumsum tulang belakang. Refleks tendon yang simetris dan hiperaktif

menunjukkan cedera kepala atau cedera tulang belakang, sebagai lawan

21
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

refleks asimetris, yang menunjukkan lesi unilateral. Babinski refleks,

dorsofleksi dari ibu jari yang di stimulasi di plantar, menunjukkan

keterlibatan saluran piramida. Bayi mungkin memiliki tanda positif

biasanya, dan nilai dari tanda ini dalam kelompok usia ini terbatas.12

Kemampuan motorik dinilai melalui pengamatan langsung gerakan

spontan dan simetris, melalui aplikasi tekanan ke kuku, atau melalui

aplikasi pusat stimulus yang menyakitkan (misalnya menekan sternum).

Temuan mungkin termasuk yang berikut:3

- Penurunan gerakan spontan atau keadaan normal, menunjukkan

cedera tulang lokal atau tulang belakang potensial

- Posisi deserebrasi, menunjukkan kerusakan otak tengah

- Posisi dekortikasi, menunjukkan kerusakan pada korteks serebral, atau

ganglia basal

2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium

Hitung darah lengkap (CBC) harus dipantau serial, terutama ketika

perdarahan dicurigai pada pasien dengan cedera kepala. Studi kimia darah,

termasuk tingkat amilase dan lipase, memberikan informasi mengenai

cedera organ lainnya.3,17

Pemeriksaan profil koagulasi, waktu protrombin (PT), dengan rasio

normalisasi internasional (INR); diaktifkan parsial thromboplastin time

(aPTT), dan tingkat fibrinogen harus diperoleh pada pasien dengan cedera

22
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

kepala karena pasien ini mungkin memiliki dasar atau cedera-dipicu

koagulopati. Nilai gas darah arteri memberikan informasi mengenai

oksigenasi, ventilasi, dan status asam-basa dan dapat digunakan untuk

membantu perawatan langsung lebih lanjut.17,18

2.8.2 CT-Scan

Computed tomography (CT) dari kepala merupakan studi pencitraan yang

paling berguna untuk pasien dengan cedera kepala berat atau beberapa

cedera organ.19

CT juga merupakan pemeriksaan diagnostik yang cepat, tidak

menyakitkan, noninvasif, dan akurat. Hasil dari CT juga mampu

mengurangi keperluan dilakukannya tindakan pembedahan eksploratif

maupun biopsi yang invasif.19

Indikasi CT Scan pada anak:13

CT Scan harus dilakukan pada anak dengan trauma kepala bila

GCS <13 pada evaluasi awal:

- Hilang kesadaran > 5 menit

- Dicurigai fraktur tengkorak atau ubun-ubun tegang

- Ada kelainan neurologis & fraktur dasar tengkorak.

CT Scan dipertimbangkan dalam 8 jam pasca trauma bila terdapat:

- Kemerahan/bengkak/laserasi > 5 cm di kepala

- Kejang pasca trauma tanpa riwayat epilepsy

- Amnesia > 5 menit, curiga trauma kepala bukan karena kecelakaan

- Riwayat jatuh yang bermakna

23
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

- Tiga atau lebih episode muntah, pusing, atau respon lambat

- Usia < 1 tahun dengan GCS < 15

Sebuah studi non-kontras berguna dalam periode postcedera

langsung untuk diagnosis cepat patologi intrakranial yang membutuhkan

intervensi operasi CT scan menyediakan informasi mengenai hal-hal

berikut:17

- Integritas jaringan lunak dan tulang, ukuran ubun-ubun dan garis

jahitan, dan adanya benda asing

- Munculnya struktur normal, ada atau tidak adanya perdarahan, dan

tanda-tanda edema, infark, atau memar

- Efek massa seperti ditunjukkan oleh pergeseran garis tengah

- Munculnya ventrikel dan tangki - Kompresi ventrikel adalah sugestif

dari efek massa, pembesaran ventrikel mungkin menyarankan

pengembangan hidrosefalus dari perdarahan intraventrikular atau

penyumbatan oleh efek massa

- Kehadiran edema serebral seperti yang ditunjukkan oleh hilangnya

demarkasi materi abu-abu-putih

Dengan tidak adanya kerusakan neurologis atau peningkatan tekanan

intracranial (TIK), pemeriksaan rutin CT scan ulang lebih dari 24 jam

setelah masuk dan follow-up awal tidak dapat diindikasikan untuk

keputusan tentang intervensi bedah saraf.17

24
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

2.8.3 MRI

MRI adalah studi pencitraan lebih sensitif dibandingkan CT dalam

pengaturan ini, memberikan informasi lebih detil mengenai struktur

anatomi dan pembuluh darah dan proses mielinasi dan memungkinkan

deteksi perdarahan kecil di daerah yang mungkin tidak terdeteksi CT

scan.14,20

MRI berguna untuk memperkirakan mekanisme awal dan luasnya

cedera dan memprediksi hasilnya pada pasien neurologis stabil. Hal ini

tidak praktis dalam situasi darurat, karena medan magnet menghalangi

penggunaan monitor dan peralatan pendukung kehidupan yang dibutuhkan

oleh pasien yang tidak stabil. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk

mendapatkan studi MRI yang tepat dapat menyebabkan keterlambatan

tidak dapat diterima dalam pengelolaan pasien dengan cedera otak

cederatik yang parah.14,20

Meskipun sensitivitas MRI dipahami lebih unggul CT untuk

evaluasi intrakranial, itu tidak mudah diperoleh setelah cedera akut dan

belum secara luas divalidasi, khususnya mengenai pengaruh pada

keputusan manajemen. Dalam prakteknya saat ini, sedikit bukti

mendukung penggunaan MRI dalam mempengaruhi manajemen pasien

dengan TBI parah.20

25
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

2.8.4 Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat dilakukan pada neonatus dan bayi kecil dengan ubun-

ubun terbuka dan dapat memberikan informasi mengenai perdarahan

intrakranial atau obstruksi dari sistem ventrikel.3

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pada pasien dengan cedera kepala adalah

mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap otak. Penatalaksanaan pada cedera

kepala memiliki prinsip penanganan untuk memonitor tekanan intrakranial pasien.

Terapi medika mentosa digunakan untuk menurunkan oedem otak bila terdapat

oedem pada gambaran CT scan. Pasien yang mengalami kejang diberikan terapi

profilaksis. Selain itu mempertahankan cairan secukupnya juga tidak kalah

pentingnya.3

2.9.1 Cedera Kepala Ringan

Tatalaksana untuk cedera kepala ringan yaitu observasi di rumah pada 72

jam pertama atau 12-24 jam di rumah sakit. Terapi farmakologi yang dapat

diberikan yaitu toksoid pada luka terbuka. 5

2.9.2 Cedera Kepala Sedang5

- Penderita harus dirawat inap untuk diobservasi ketat 12-24 jam

pertama.

- Penderita dapat dipulangkan jika status neurologis membaik dan pada

pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya lesi masa yang

memerlukan pembedahan.

26
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

- Jika kondisi memburuk atau tidak ada perubahan, penatalaksanaannya

sama dengan cedera kepala berat.

2.9.3 Cedera Kepala Berat

- Cairan Intravena

Pertahankan cairan secukupnya agar tetap normovolemik untuk

menghindari dehidrasi dan terjadinya syok akibat perdarahan. Jangan

menggunakan cairan glukosa karena dapat menyebabkan

hiperglikemia yang berakibat memperberat dan memperburuk keadaan

otak. 3

- Anticonvulsants, Barbiturates

Barbiturat digunakan sebagai tambahan untuk intubasi pada pasien

dengan cedera kepala dan dalam pengelolaan TIK. Mereka juga dapat

digunakan sebagai antikonvulsan. Penggunaannya harus disertai

dengan pemantauan hemodinamik yang tepat, karena dapat

menyebabkan hipotensi dan apnea/hypopnea. Pentobarbital adalah

barbiturat short-acting dengan obat penenang, hipnotis, dan

antikonvulsan. Ini dapat digunakan dalam dosis tinggi untuk

menginduksi koma barbiturat untuk pengobatan refraktori peningkatan

TIK. Fenobarbital juga digunakan untuk kontrol kejang pada pasien

dengan cedera kepala.3,16

- Anxiolytics, Benzodiazepines

Benzodiazepin dapat digunakan untuk mendapatkan kontrol langsung

dari aktivitas kejang atau sebagai tambahan untuk narkotika dan

27
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

neuromuskuler blocker untuk mengontrol TIK. Penggunaan jangka

panjang obat ini dapat mengubah temuan pemeriksaan neurologis.

Midazolam adalah benzodiazepin short-acting dengan onset cepat

tindakan. Hal ini berguna dalam mengobati peningkatan TIK.

Lorazepam adalah benzodiazepin long-acting digunakan sebagai

antikonvulsan untuk kontrol langsung dari aktivitas kejang.3,16

- Diuretics

Diuretik mungkin memiliki efek yang menguntungkan dalam

menurunkan TIK dengan menurunkan produksi cairan cerebrospinal

(CSF) dan mengurangi kekentalan darah, dengan perbaikan

selanjutnya aliran darah otak (CBF). Furosemide adalah loop diuretik

yang membantu menurunkan TIK melalui 2 mekanisme terpisah. Salah

satu mekanisme mempengaruhi pembentukan CSF dengan

mempengaruhi pergerakan natrium air melintasi penghalang darah-

otak, mekanisme lain adalah ekskresi preferensial air di atas zat terlarut

dalam tubulus distal.3,16 Manitol merupakan diuretik osmotik yang

menurunkan kekentalan darah dan menghasilkan vasokonstriksi

serebral dengan CBF normal. Penurunan TIK terjadi setelah penurunan

volume darah otak (CBV).16

- Terapi Bedah

Terapi non-medikamentosa seperti pembedahan diarahkan untuk

mengembalikan tekanan intrakranial (TIK) ke dalam batas normal,

mengembalikan pergeseran midline, kontrol perdarahan dan mencegah

28
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

perdarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus

mempertimbangkan status neurologis, status radiologis, dan ukuran

tekanan intracranial.16

Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial:

- Massa hematoma kira-kira mencapai 40 cc

- Massa dengan pergeseran midline lebih dari 5 mm

- EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran midline

dengan GCS <8

- Kontusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek masa yang

jelas atau pergeseran midline lebih dari 5 mm

2.10 Komplikasi

2.10.1 Komplikasi Jangka Pendek

Kebutaan kortikal, digambarkan sebagai kehilangan akut penglihatan

setelah cedera kepala, biasanya sembuh secara spontan dalam waktu 24

jam. Beberapa mekanisme telah terlibat, termasuk edema serebral akut dan

vasospasme sementara. Kebutaan kortikal sekarang dianggap hasil dari

perubahan transien kecil dalam fungsi otak yang dipicu oleh peristiwa

cederatis.20

Hidrosefalus baik dari obstruksi yang disebabkan oleh perdarahan

intraventrikular atau penurunan reabsorpsi CSF karena obstruksi protein

dari vili arachnoid.20

29
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

Edema paru neurogenik dianggap akibat iskemia medula yang

mengarah ke peningkatan tonus simpatik dengan peningkatan berikutnya

dalam tekanan pembuluh darah paru dan pergeseran dalam distribusi darah

dari sistemik ke sirkulasi paru-paru. Infeksi paru sering hadir pada pasien

dengan cedera kepala karena baik proses aspirasi awal atau ventilasi

mekanis berkepanjangan.20

2.10.2 Komplikasi Jangka Panjang

Komplikasi jangka panjang dari cedera kepala sering ditemukan pada

anak, dan itu berhubungan dengan cedera primer maupun sekunder.

Sindrom pasca cedera dapat berkembang setelah cedera kepala ringan

sampai sedang dan terdiri dari lekas marah, ketidakmampuan untuk

berkonsentrasi, gugup, dan kadang-kadang perilaku atau gangguan

kognitif. Gejala geger otak mungkin lebih umum yang dilaporkan

sebelumnya, melibatkan komponen neurologis dan nonneurologic, dan

membutuhkan perhatian fisik, kognitif, dan gejala emosional (terutama

untuk pasien dengan gejala persisten).20

2.11 Prognosis

Keseluruhan hasil bagi anak-anak dengan cedera kepala lebih baik daripada untuk

orang dewasa dengan skor cedera yang sama. 21 Waktu untuk pemulihan

maksimum setelah cedera lebih panjang pada anak-anak (bulan ke tahun)

dibandingkan pada orang dewasa (biasanya sekitar 6 bulan ). Pasien dengan

30
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

beberapa luka-luka organ, termasuk cedera kepala, umumnya memiliki hasil yang

jauh lebih buruk dibandingkan dengan cedera kepala saja. 20

Penilaian hasil didasarkan pada Pediatric Glasgow Coma Scale (PGCs)

dapat digunakan sebagai prediktor awal, tapi skala ini memiliki keterbatasan

mengenai hasil jangka panjang. Mekanisme cedera tampaknya menjadi prediktor

signifikan dari hasil klinis dan fungsional di debit untuk pasien cedera

ekuivalen.22

Menurut National Center for Health Statistics, angka kematian dari cedera

kepala adalah 29% pada populasi anak. Data yang dilaporkan oleh penelitian di

pusat-pusat cedera menunjukkan bahwa cedera kepala mencapai 75-97%

kematian cedera pediatrik.3

Pasien dengan cedera kepala berat dan skor 3-5 PGCs memiliki kematian

6-35%. Dari mereka dengan skor PGCs 3-5 yang bertahan hidup, 90%

membutuhkan rehabilitasi setelah keluar rumah sakit, dan sebagian besar dari

mereka akhirnya kembali ke sekolah.3

Masalah memori jangka pendek dan keterlambatan respon dilaporkan

mencapai 10-20% dari anak-anak dengan cedera kepala sedang sampai berat (skor

PGCs, 6-8), terutama jika koma berlangsung lebih dari 3 minggu. Pasien dengan

skor 6-8 PGCs mungkin akan sadar kembali dalam waktu 3 minggu, tetapi

sepertiga yang tersisa memiliki defisit neurologis fokal dan kesulitan belajar,

terutama ketika koma berlangsung di luar 3 minggu. Lebih dari separuh anak-anak

dengan skor 3-5 PGCs memiliki defisit neurologis permanen. 3

31
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

BAB III

RINGKASAN

Cedera kepala adalah cedera mekanik pada kepala yang terjadi baik secara

langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan

fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau

permanen.

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu

cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala

sebagai akibat langsung dari suatu rudapaksa, dapat disebabkan benturan langsung

kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi

gerakan kepala. Sedangkan cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat

berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak

primer berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia,

peningkatan tekanan intracranial dan perubahan neurokimiawi.

Penatalaksanaan awal penderita cedera kepala pada dasarnya memiliki

tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder

serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu

penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung

pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat.

Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder.

32
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

Komplikasi dan prognosis dari cedera kepala bergantung dari tingkat

keparahan cedera dan respon tubuh seseorang. Semakin berat derajat keparahan

cedera maka prognosis semakin buruk.

33
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

DAFTAR PUSTAKA

1. Alexiou GA, Sfakianos G, Prodromou N. Pediatric head trauma. J Emerg


Trauma Shock. Nov 2011;4:403-8.
2. Van-Pelt DE, Kloet A, Hilberink SR, Lambregts SA, Roebroeck ME,
Catsman-Berrevoets CE. The incidence of traumatic brain injury in young
people in the catchment area of the University Hospital Rotterdam.
European Paediatric Neurology Society. 2011;6:519-26
3. Verire MJ. Pediatric Head Trauma. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/907273. [Accessed on June 13,
2016].
4. Chelly H, Chaari A, Daoud E, et al. Diffuse axonal injury in patients with
head injuries: an epidemiologic and prognosis study of 124 cases. J
Trauma. Oct 2011;71:838-46.
5. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual ninth edition.
2012.
6. Heller JL. Head injury: first aid. University of Maryland Medical Center.
2013
7. Manley GT, Mass AIR. Traumatic brain injury: an international
knowledge-based approach. Journal of American Association. 2013.
8. Allard RH, van Merkesteyn JP, Baart JA. [Child abuse]. Ned Tijdschr
Tandheelkd. Apr 2011;116:186-91.
9. Hyder AA. The impact of traumatic brain injuries: a global perspective.
Neuro Rehabilitation. 2011;22:314-53.
10. Hymel KP, Stoiko MA, Herman BE, et al. Head injury depth as an
indicator of causes and mechanisms. Pediatrics. 2011. p 712-20.
11. Guilliams K, Wainwright MS. Pathophysiology and management of
moderate and severe traumatic brain injury in children. J Child Neurol. Jan
2016;31:35-45

34
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

12. Indharty, RS. Peran ACTH4-10PRO8-GLY9-PRO10 dan Inhibitor HMG-


CoA Reductase dalam Peningkatan BCL-2 dan BDNF terhadap Hasil
Akhir Klinis Penderita Kontusio Serebri. Universitas Sumatera Utara.
2012.
13. Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI Jilid 2. Penerbit Balai Penerbit
IDAI; 2011. Hal 314-17.
14. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat –
Jakarta. 2012. Hal 248-58.
15. Prigatano GP, Gale SD. The current status of postconcussion syndrome.
Curr Opin Psychiatry. May 2011;24:243-50
16. Pinto PS, Poretti A, Meoded A, Tekes A, Huisman TA. The unique
features of traumatic brain injury in children. Review of the characteristics
of the pediatric skull and brain, mechanisms of trauma, patterns of injury,
complications and their imaging findings-part 1. J Neuroimaging.
2012;1:1-17.
17. Cakmakci H. Essentials of trauma: head and spine. Pediatic Radiology.
2011;39:391-405.
18. Leeper C, Nasr I, McKenna C, Berger RP, Gaines BA. Elevated admission
INR strongly predicts mortality in victims of abusive head trauma. J
Trauma Acute Care Surg. 2015.
19. Fertikh D. 2013. Head computed tomography scanning. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/2110836-overview [Accessed on
13 June 2016].
20. Kochanek PM, Carney N, Adelson PD, et al. Guidelines for the acute
medical management of severe traumatic brain injury in infants, children,
and adolescents--second edition. Pediatruc Crit Care Med. 2011. p.1-82.
21. Garcia JJ, Manrique Martinez I, Trenchs Sainz de la Maza V, et al.
Registry of mild craniocerebral trauma: Multicentre study from the
Spanish Association of Pediatric emergencies. An Pediatr (Barc). 2011.
22. Haider AH, Crompton JG, Oyetunji T, Risucci D, DiRusso S, Basdag H, et
al. Mechanism of injury predicts case fatality and functional outcomes in

35
Andrew Christian Pangemanan
andrew.christian33@yahoo.com
twitter: @drewchristianjr
instagram: @andrewchristianjr

pediatric trauma patients: the case for its use in trauma outcomes studies. J
Pediatr Surg. Aug 2011;46:1557-63.
23. Shein SL, Bell MJ, Kochanek PM, Tyler-Kabara EC, Wisniewski SR,
Feldman K, et al. Risk Factors for Mortality in Children with Abusive
Head Trauma. J Pediatr. 2012.

36

You might also like