You are on page 1of 61

FARMAKOTERAPI

(Drug therapy)
• Apa yang dimaksud dengan
farmakoterapi?

• Pharmacon = obat
• Therapeia = upaya penanggulangan penyakit
• Therapeutics: cabang farmakoterapi yg mempelajari
cara-cara pengobatan
PENDAHULUAN
FARMAKOTERAPI
• Cabang ilmu yg berhubungan dengan
penggunaan obat dalam pencegahan dan
pengobatan penyakit.
• Ilmu ini berkaitan erat dengan farmakodinamik,
farmakokinetik, dan farmakologi.
PENDAHULUAN

Keberhasilan
assessment dan
monitoring
kondisi pasien
sangat ditentukan
oleh informasi
terhadap pasien
tersbut.
PENDAHULUAN

Metode
Pengumpulan
informasi pasien
Salah satunya →
Metode SOAP
Tahapan SOAP
1. Buat basis data, sebutkan Subjective, Objective, dan
Further Information Required (FIR) jika ada

2. Buat ASSESSMENT (analisis) yang


rasional berdasar pustaka ilmiah

• Tabulasi, minimal : masalah medis, terapi (terutama tx obat),


DRP, saran, pemantauan

• Kajian DRP berdasar sistem :


• ASHP (American Society of Health-System Pharmacists)
• PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe)
Penggunaan obat rasional
Definisi POR
• Penggunaan Obat yang Rasional (POR) didefinisikan
sebagai keadaan dimana pasien menerima
pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis
mereka dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan
individual untuk jangka waktu yang tepat dan dalam
biaya yang terendah bagi pasien
TUJUAN POR
• Untuk menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai
dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan
harga yang terjangkau.
8 Tepat dan 1 Waspada
1. Tepat diagnosis
2. Tepat pemilihan obat
3. Tepat indikasi,
4. Tepat pasien,
5. Tepat dosis,
6. Tepat cara dan lama pemberian,
7. Tepat harga,
8. Tepat informasi
9. Waspada efek samping obat
Tepat Diagnosis
• Langkah awal dalam sebuah proses pengobatan
adalah ketepatan diagnosis.

• Ketepatan pemilihan obat dan indikasi tergantung


pada diagnosis penyakit pasien.

• Diagnosis merupakan wilayah kerja dokter.

• Apoteker berperan pada pengobatan swamedikasi


pasien. Apoteker terlebih dahulu akan menentukan
problem medic pasien kemudian merekomendasikan
pilihan terapi yang tepat
Contoh I
Anamnesis
1. Diare
2. Disertai darah dan lendir
3. Serta gejala tenesmus

Diagnosis : Amoebiasis
Terapi : Metronidazol
Contoh II
Anamnesis
1. Diare
2. Diserta gejala tenesmus

Diagnosis : Bukan Amoebiasis


Terapi : Bukan Metronidazol
Pada contoh II,
Bila pemeriksa tidak jeli untuk menanyakan adanya
darah dalam feses, maka bisa saja diagnosis yang
dibuat menjadi kolera.

Obat yang diperlukan adalah tetrasiklin. Akibatnya


penderita amoebiasis di atas terpaksa mendapat
tetrasiklin yang sama sekali bukan antibiotik pilihan
untuk amoebiasis.
Tepat Pemilihan Obat
• Pemilihan obat yang tepat dilihat dari ketepatan kelas terapi dan jenis
obat yang sesuai dengan diagnosis.

• Obat harus terbukti manfaat dan keamanannya, mudah didapatkan


dan jumlahnya minimal
Contoh
Gejala demam terjadi pada hampir semua kasus infeksi dan infl
amasi. Untuk sebagian besar demam, pemberian parasetamol lebih
dianjurkan, karena disamping efek antipiretiknya, obat ini relatif paling
aman dibandingkan dengan antipiretik yang lain. Pemberian antiinfl
amasi non steroid (misalnya ibuprofen) hanya dianjurkan untuk
demam yang terjadi akibat proses peradangan atau infl amasi.
Tepat Indikasi
• Pasien diberikan obat dengan indikasi yang tepat sesuai diagnosa
Dokter

• Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik,


misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian,
pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi
gejala adanya infeksi bakteri.
Tepat Pasien
• Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi
individu pasien seperti riwayat alergi, adanya penyakit penyerta
seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus
misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia
Tepat Dosis
• Tepat dosis adalah penggunaan dosis obat yang berada dalam rentang
terapi dan disesuaikan dengan kondisi pasien, baik dari segi usia,
bobot badan, maupun kondisi penyakit yang membutuhkan
penyesuaian dosis.

• Obat memiliki karakteristik farmakodinamik dan farmakokinetik yang


akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat
Tepat Cara dan Lama Pemberian
• Cara pemberian obat dipengaruhi oleh kondisi pasien
sehingga berdampak pada pemilihan bentuk sediaan
yang sesuai.

• Lama pemberian obat meliputi frekuensi dan lama


pemberian yang disesuaikan dengan karakteristik
obat dan penyakit.

• Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan kadar


obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi.
Tepat Harga
• Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk
keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi
obat merupakan pemborosan dan sangat membebani
pasien, termasuk peresepan obat yang mahal
• PP 51 th 2009, tentang Pekerjaan kefarmasian pasal 24
(b) :

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas


Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat mengganti obat
merek dagang dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau pasien
Tepat Informasi
• Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau
digunakan pasien akan mempengaruhi ketaatan pasien dan
keberhasilan pengobatan.

• Contoh : pemberian informasi yang tepat kepada pasien adalah pada


penggunaan Obat anti TBC Rifampisin, pasien harus diinformasikan
bahwa urin dapat berubah menjadi merah bata sehingga pasien tidak
merasa takut dan memutuskan untuk berhenti minum
Waspada Efek Samping
• Memantau efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat
dengan dosis yang berada dalam rentang

• Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12


tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang
sedang tumbuh.
UJI KLINIK
DEFINISI UJI KLINIK
Uji Klinik adalah kegiatan penelitian dengan
mengikutsertakan subjek manusia disertai adanya
intervensi produk uji, untuk menemukan atau
memastikan efek klinik, farmakologi,
farmakodinamik, farmakoterapi, efek toksik,
dengan tujuan untuk memastikan keamanan
dan/atau efektifitas produk yang diteliti.
Empat hasil yang mungkin dari uji klinik adalah:

1.Pengobatan baru memiliki efek menguntungkan


yang besar dan lebih unggul dari pengobatan
standar;
2.Pengobatan baru setara dengan pengobatan
standar;
3.Pengobatan baru tidak jelas lebih unggul atau
lebih rendah dari pengobatan standar; atau
4.Pengobatan baru lebih rendah daripada
pengobatan standar.
TAHAP – TAHAP UJI KLINIK
Fase Dosis Jumlah subjek Tujuan utama fase klinik

• Tahap uji klinis merupakan Pra - Tidak Dibatasi Tidak dapat ditetapkan Tes terhadap non-manusia

langkah-langkah dalam klinik (efikasi, toksisitas,


farmakokinetik)
penelitian untuk menentukan
apakah intervensi akan 0 Subterapeutik Sekitar 10 Farmakokinetik dan
Farmakodinamika
menguntungkan atau
I Dosis Dinaikan 20 – 100 Dosis Awal
merugikan manusia dan
mencakup studi klinis Fase Pra- II Dosis Terapi 100 – 300 Khasiat Obat
III Dosis Terapi 1000 – 2000 Efek Terapeutik
klinik, 0, I, II, III, IV.
IV Dosis Terapi Siapa saja yang Efek Jangka Panjang
membutuhkan
pengobatan
PRA - KLINIK

• Studi pra-klinik melibatkan studi dan uji coba in vitro (yaitu,


tabung percobaan atau laboratorium) pada populasi hewan.
Dosis obat penelitian diberikan kepada subyek hewan atau ke
substrat in-vitro untuk mendapatkan informasi kemanjuran
awal, farmakodinamika, toksisitas, farmakokinetik, dan untuk
membantu perusahaan farmasi dalam menentukan apakah
perlu untuk terus melakukan pengujian lebih lanjut.
UJI KLINIK FASE 0
• Subyek manusia

• Durasi partisipasi pasien biasanya kurang dari 1 minggu.

• Farmakodinamik dan farmakokinetik dipelajari.

• Uji coba ini dilakukan sebelum studi keamanan dan toleransi dosis, tapi tidak
menggantikan uji klinis Tahap I

• Studi ini membantu dalam menghilangkan terapi kandidat sebelum mereka


mencapai studi Tahap I.

• Percobaan ini dikembangkan untuk memperpendek jalur kritis pengembangan


obat, untuk mengeksplorasi profil farmakokinetik dan farmakodinamik pada
manusia, untuk membantu mempercepat identifikasi obat yang menjanjikan,
dan untuk mengurangi waktu dan biaya pengembangan.
UJI KLINIK FASE 1
• Tujuan uji klinik pada fase ini adalah:
• Melihat kemungkinan adanya efek samping dan toleransi subjek terhadap
obat yang diujikan,

• Menilai hubungan dosis dan efek obat, dan

• Melihat sifat kinetik obat yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan
eksresi.

• Khususnya memperoleh informasi mengenai dosis, frekuensi, cara dan


berapa lama suatu obat harus diberikan pada pasien agar diperoleh efek
terapetik yang optimal/ Maximum Tolerated Dose (MTD) dengan risiko
efek samping yang sekecil- kecilnya.
UJI KLINIK FASE II
• Bertujuan untuk melihat kemungkinan efek terapetik dari obat yang
diujikan.

• Penelitian dosis tahap II menentukan dosis paling sukses/ Most


Successful Dose (MSD) yang merupakan dosis yang memaksimalkan
produk dari kemungkinan tidak melihat toksisitas bersamaan dengan
kemungkinan untuk melihat respons terapeutik.

• Sementara studi klinis Tahap I berfokus pada penentuan Maximum


Tolerated Dose (MTD), studi Tahap II mengevaluasi keefektifan
potensial dan menandai manfaat pengobatan untuk penyakit dengan
cara yang meyakinkan.
UJI KLINIK FASE III

• Uji coba fase III adalah evaluasi pengobatan skala penuh dan dirancang
untuk membandingkan keefektifan pengobatan baru dengan perlakuan
standar. Ini adalah jenis penelitian klinis ilmiah yang paling ketat dan
ekstensif untuk pengobatan baru. Ini adalah "fase pra-pemasaran“. Uji
klinis ini biasanya merupakan percobaan yang paling mahal dan
memakan waktu.
UJI KLINIK FASE IV
• Setelah mendapat otorisasi oleh Administrasi Pangan dan Obat AS/ The US Food
and Drug Administration (FDA), terapi yang bertekad untuk membuktikan
keamanan, khasiat dan kualitasnya dapat tersedia untuk populasi umum.

• Khasiat dan deteksi efek samping jangka pendek atau jangka panjang pada populasi
pasien yang jauh lebih besar dan periode waktu yang lebih lama dievaluasi, biaya
perawatan kesehatan dan hasil ditentukan, dan farmakogenetik dipelajari.

• Tujuan : evaluasi efek farmakologis tertentu, menetapkan kejadian reaksi buruk,


menentukan efek pemberian terapi jangka panjang, menetapkan indikasi klinis
baru untuk terapi, evaluasi terapi pada populasi berisiko tinggi, dll.
PERAN FARMASI DALAM UJI
KLINIK
• tahapan awal pengembangan obat seperti kajian pustaka terhadap senyawa –
senyawa yang akan dikembangkan menjadi obat, metode isolasi jika berasal
dari bahan alam, sintesis bahan aktif, pengembangan metode analisis dan
evaluasi baik pada sediaan farmasi maupun sampel biologis, penentuan target
yang dituju, evaluasi aktivitas biologi hingga mempelajari hubungan antara
struktur dan aktivitasnya (Structure Activity Relationship/ SAR). Dengan
demikian pencarian senyawa calon obat baru menjadi terarah.

• Penambahan gugus tertentu pada posis yang tertentu pula pada suatu
senyawa calon obat baru dapat meningkatkan atau menurunkan aktivitasnya,
sehingga seorang farmasi dapat memprediksikan khasiat suatu senyawa
sebelum diuji cobakan pada uji pre-klinik.
Farmakoterapi pada Ibu
Hamil
Proses Kehamilan
• Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur
yang bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk
zigot.
• Zigot membelah (berkembang), di hari ke-4 menempel pada dinding
Rahim = Hamil
• Proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari), tidak
lebih dari 43 minggu
• Usianya kehamilan:
1. trimester pertama 0 – 14 minggu
2. trimester kedua 14 – 28 minggu
3. trimester ketiga 28 – 42 minggu
Perkembangan Janin
Perubahan Farmakokinetik pada Ibu Hamil
• Peningkatan cairan : penambahan volume darah sampai 50% dan
curah jantung sampai dengan 30%.
• Pada akhir semester pertama aliran darah ginjal meningkat 50% dan
• Pada akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai puncaknya
hingga 600-700 ml/menit.
• Peningkatan cairan tubuh terdistribusi 60 % di plasenta, janin dan
cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu.
• Menyebabkan kadar puncak obat dalam darah menurun (obat polar
spt aminoglikosida)
• Hipoalbuminemia = ikatan obat-protein rendah
• Tp tidak bermakna karena diiringi kecepatan metabolisme
• Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan (tidak menimbulkan
efek yang bermakna pada absorpsi obat).
• Aliran darah ke hepar relatif tidak berubah.
• Kenaikan kadar estrogen dan progesteron akan dapat secara
kompetitif menginduksi metabolisme obat lain, misalnya fenitoin atau
menginhibisi metabolisme obat lain misalnya teofilin.
• Peningkatan aliran darah ke ginjal dapat mempengaruhi bersihan
(clearance) ginjal obat yang eliminasi nya terutama lewat ginjal,
contohnya penicilin.
Perpindahan Obat melalui Plasenta
• Difusi Pasif
Faktor yang mempengaruhi:
1. Lipofilitas Obat. Contoh: Thiopental, obat yang umum digunakan
pada dapat menyebabkan apnea (henti nafas) pada bayi yang baru
dilahirkan
2. Derajat Ionisasi
3. Ukuran Molekul (< 500 Dalton). Contoh: heparin (BM > dan polar)
tidak dapt menembus plasenta sehingga merupakan obat
antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan.
4. Ikatan Protein Plasma
Derajat keterikatan obat dengan protein (terutama albumin) akan
mempengaruhi kecepatan melewati plasenta.
Akan tetapi bila obat sangat larut dalam lemak maka ikatan protein
tidak terlalu mempengaruhi
Contoh : kokain yang merupakan basa lemah, kelarutan dalam lemak
tinggi, berat molekul rendah (305 Dalton) dan ikatan protein plasma
rendah (8-10%) sehingga kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke
janin.
Metabolisme Obat pada Plasenta dan Janin
• Semua jalur utama metabolisme obat ada di plasenta (cepat
diekskresi)
• Disisi lain, metabolisme plasenta dapat menyebabkan terbentuknya
atau meningkatkan jumlah metabolit yang toksik, misalnya etanol dan
benzopiren.
• Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin
lewat vena umbilikal. Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan
masuk hati janin, sisanya akan langsung masuk ke sirkulasi umum
janin.
Perubahan Farmakodinamik pd Ibu Hamil
• kortikosteroid diberikan untuk merangsang matangnya paru janin bila
ada prediksi kelahiran prematur.
• fenobarbital yang dapat menginduksi enzim hati untuk metabolisme
bilirubin sehingga insidens jaundice ( bayi kuning) akan berkurang.
• fenobarbital juga dapat menurunkan risiko perdarahan intrakranial
bayi kurang umur.
• Anti aritmia juga diberikan pada ibu hamil untuk mengobati janinnya
yang menderita aritmia jantung.
Kerja obat teratogenik
• Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak
langsung mempengaruhi jaringan janin.
• Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta
sehingga mempengaruhi jaringan janin.
• Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan
janin, misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada
jaringan normal. Dervat vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah
teratogenik yang potensial.
• Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada
abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat
menurunkan insiden kerusakan pada selubung saraf , yang menyebabkan
timbulnya spina bifida.
• Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek kumulatif.
Misalnya konsumsi alkohol yang tinggi dan kronik pada kehamilan ,
terutama pada kehamilan trimester pertama dan kedua akan
menimbulkan fetal alcohol syndrome yang berpengaruh pada sistem
saraf pusat, pertumbuhan dan perkembangan muka
Masalah pada Kehamilan
1. Toksoplasma
Penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii.
Infeksi pada TM I menyebabakan 20 % janin terinfeksi atau kematian.
Infeksi pada TM III, 65 % janin akan terinfeksi.
Pencegaha:
• memasak daging sampai matang
• menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan maupun
membersihkan kotoran hewan ternak
• menjaga agar tempat bermain anak tidak tercemar kotoran hewan ternak.
2. Rubella (German measles)
• Disebabkan oleh virus. Masa inkubasinya rata – rata 16 – 18 hari.
• mengancam janin bila didapat saat kehamilan pertengahan pertama
• makin awal (trimester pertama) Ibu hamil terinfeksi rubella makin
serius akibatnya pada bayi yaitu kematian janin intrauterin, abortus
spontan, atau malformasi kongenital pada sebagian besar organ
tubuh ( kelainan bawaan )
3. Herpes simpleks ( Herpervirus hominis)
• Disebabkan infeksi herpes simplex virus (HSV).
• Bayi terinfeksi secara perinatal akibat persalinan lama
• Gejala pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu pertama
kehidupan tetapi kadang-kadang baru pada minggu ke dua atau
ketiga.
• Pencegahan : menjaga kebersihan perseorangan dan pendidikan
kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius, menggunakan
kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan sarung tangan
dalam menangani lesi infeksius.
4. HIV/AIDS
• infeksi retrovirus.
• Pada janin penularan terjadi secara transplasenta, tetapi dapat juga
akibat pemaparan darah dan sekret serviks selama persalinan.
• Kebanyakan bayi terinfeksi HIV belum menunjukan gejala pada saat
lahir.
• Pencegahan : menghindari kontak seksual dengan banyak pasangan,
skrining donor darah lebih ketat dan pengolahan darah dan
produknya dengan lebih hati – hati.
Farmakokinetik pada Ibu Menyusui
• Volume darah/cairan tubuh dan curah jantung yang meningkat pada
kehamilan akan kembali normal setelah 1 bulan melahirkan.
• Obat yang larut dalam lemak, yang non-polar dan yang tidak terion
akan mudah melewati membran sel alveoli dan kapiler susu.
• Obat yang ukurannya kecil (< 200 Dalton) akan mudah melewati pori
membran epitel susu.
• Obat yang terikat dengan protein plasma tidak dapat melewati
membran, hanya obat yang tidak terikat yang dapat melewatinya.
• obat yang bersifat basa lemah di plasma akan lebih banyak dalam
bentuk tidak terionisasi dan mudah menembus membran alveoli dan
kapiler susu. Sesampainya di ASI obat yang bersifat basa tersebut
akan mudah terion sehingga tidak mudah untuk melewati membran
kembali ke plasma. (Fenomena ion trapping)

• Rasio M:P adalah perbandingan antara konsentrasi obat di ASI dan di


plasma ibu. Rasio M:P yang >1 menunjukkan bahwa obat banyak
berpindah ke ASI ,sebaliknya rasio M:P < 1 menunjukkan bahwa obat
sedikit berpindah ke ASI.
• kadar puncak obat di ASI adalah sekitar 1- 3 jam sesudah ibu
meminum obat.
• ASI dapat diberikan kembali setelah dapat dikatakan tubuh bersih dari
obat dan ini dapat diperhitungkan setelah 5 kali waktu paruh obat.
Rasio benefit dan risiko penggunaan obat
pada ibu menyusui
1. Farmakologi obat: reaksi yang tidak dikehendaki
2. Adanya metabolit aktif
3. Multi obat : adisi efek samping
4. Dosis dan lamanya terapi
5. Umur bayi.
6. Pengalaman/bukti klinik
7. Farmakoepidemiologi data.
Kategori obat pada ibu menyusui
A Aman
B Membutuhkan perhatian
C Tidak diketahui
D Kontraindikasi
Kasus
Perempuan 30 tahun saat ini sedang menyusui bayinya yang baru
berumur 1 bulan. Pasien datang ke apotek dengan keluhan susah BAB
sejak 3 hari yang lalu. Obat apa yang aman untuk pasien tersebut?
Berikan alasannya!

You might also like