You are on page 1of 35

CRITICAL JOURNAL REPORT

BAHASA INDONESIA

Dosen pengampu:

Ika Febriani, M. Pd

Disusun Oleh:

Sangap BT. Limbong (5223321024)

KELAS:

S1 Pendidikan T. Mesin Reguler A 2022

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN PRODI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023/202
Bagian 1
Deskripsi Heat Exchanger
1.1 Pengertian Heat Exchanger
Heat Exchanger atau dalam bahasa Indonesia disebut alat penukar panas
didefinisikan sebagai suatu alat yang dipergunakan untuk memindahkan/mentransfer
energi panas antara satu fluida dengan fluida lain pada suatu beda temperatur tertentu.
Pada sebagian besar heat exchanger, fluida kerja terpisah oleh suatu permukaan penukar
panas, dan secara ideal fluida kerja dengan fluida pemanas/pendinginnya tidak saling
bercampur.

Gambar 1. Contoh Heat Exchanger tipe Shell and Tube[2]

Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terhadap dinding
pemisah (jika aliran tidak bercampur), maupun kontak langsung antar fluida (direct
contact). Heat Exchanger sangat banyak diaplikasikan di industri-industri seperti kilang
minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri pengolahan gas bumi, refrigerasi,
pembangkit listrik, dan industri lainnya. Contoh sederhana heat exchanger pada
kehidupan sehari-hari adalah pada radiator mobil di mana cairan pendingin
memindahkan panas mesin ke udara sekitar.
1.2 Klasifikasi Heat Exchanger
Heat Exchanger dapat dikelompokkan berdasarkan perbedaan karakteristik penukar
panasnya. Pengelompokkan tersebut dapat ditinjau dari aspek konstruksi mesin penukar
panas, proses perpindahan, degree of surface compactness, pengaturan aliran, pass
arrangements, fasa dari fluida kerja, dan mekanisme perpindahan panasnya. Berikut akan
dijelaskan jenis heat exchanger berdasarkan klasifikasi tersebut.

1.2.1 Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan Konstruksinya


Berdasarkan konstruksinya, alat penukar panas dapat diklasifikasikan menjadi
sebagai berikut.[1]
1. Tubular Heat Exchanger

1
2. Plate Heat Exchanger
3. Extended Surface Heat Exchanger
4. Regenerators
1.2.1.1 Tubular Heat Exchanger
1.2.1.1.1 Double-Pipe Exchanger
Alat penukar panas tipe pipa ganda (Double-Pipe Exchanger) terdiri atas dua
buah pipa yang tersusun secara konsentris. Biasanya, alat penukar panas jenis ini
lebih lazim digunakan dalam bentuk pipa-U dan lebih dikenal dengan nama
hairpin exchanger. Tipe aliran yang digunakan adalah murni countercurrent.
Jumlah pipa yang digunakan dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan, baik
secara seri maupun paralel.
Double-Pipe Exchanger diperuntukkan sebagai penukar panas dengan
kapasitas kerja cukup kecil, kurang dari 300 ft2 dan cocok digunakan pada tekanan
tinggi[1]. Penukar panas jenis ini memiliki fleksibilitas yang tinggi karena unitnya
dapat ditambahkan maupun dikurangi sesuai kebutuhan, dengan desain yang
mudah untuk dioperasikan dan peralatan yang digunakan sudah distandarisasi
sehingga kualitasnya terjamin.
Hairpin Heat Exchangers merupakan desain yang paling efisien dalam
menangani proses dengan keluaran fluida panas memiliki temperatur yang lebih
rendah dibanding temperatur keluaran fluida pendingin (temperature cross) dan
menghasilkan luas permukaan kontak yang paling kecil. Selain itu, penukar panas
jenis ini juga banyak untuk mengoperasikan fluida dengan nilai fouling yang
ringgi, seperti slurry.
Hairpin Heat Exchangers sangat cocok digunakan apabila satu atau lebih
dari kondisi-kondisi berikut terpenuhi
1. Proses perpindahan panas terjadi secara temperature cross
2. Fluida kerja bertekanan tinggi
3. Fluida kerja mengandung partikulat padat atau berupa slurry
4. Pressure drop yang diperbolehkan rendah
5. Ketika alat penukar panas menjadi subjeck dari perubahan panas
mendadak
6. Ketika flow-induced vibration terjadi
7. Proses bersifat siklik

2
Gambar 2. Hairpin Heat Exchanger[3]

1.2.1.1.2 Shell and Tube Heat Exchanger


Pada sebuah industri proses, shell and tube heat exchanger digunakan dalam
jumlah yang sangat besar, paling banyak di antara jenis alat penukar panas
lainnya. Lebih dari 90% alat penukar panas yang dipakai di industri adalah berupa
shell and tube.

Alat penukar panas jenis ini menjadi pilihan pertama saat mendesain suatu heat exchanger
karena prosedur desain dan manufakturnya mudah dan dapat dibuat dari berbagai jenis
material. Selain itu, codes dan desain standar sudah banyak tersedia. Tidak ada batasan desain
dalam shell and tube, baik dari segi temperatur operasi, maupun tekanan.

Gambar 3. Alat Penukar Panas Tipe Shell and Tube[4]

1.2.1.1.3 Coiled Tube Heat Exchanger (CTHE)


CTHE tidak dapat dibersihkan secara mekanis sehingga alat penukar panas
jenis ini hanya untuk fluida yang bersih, bebas partikulat padat, atau fluida yang

3
fouling deposits-nya dapat dibersihkan secara kimiawi. Material yang digunakan
pada HE tipe ini biasanya alumunium (untuk fluida cyrogenics) dan stainless steel
untuk fluida dengan temperatur operasi yang tinggi sehingga CTHE merupakan
alat penukar panas dengan harga yang tidak murah.
CTHE memiliki beberapa keunggulan yang khusus, terutama ketika
dioperasikan untuk temperatur rendah untuk kasus-kasus berikut.
1. Perpindahan panas secara simultan antara lebih dari dua aliran
2. Tekanan operasi tinggi
3. Diperlukan sejumlah besar unit perpindahan panas

Gambar 4. Coiled Tube Heat Exchanger[5]

1.2.1.1.4 Linde Coil-Wound Heat Exchanger


Linde coil-wound heat exchanger adalah alat penukar panas dengan range
temperatur dan tekanan yang sangat besar dan cocok digunakan baik untuk aliran
satu fasa maupun aliran dua fasa.

Gambar 5. Linde Coil-Wound Heat Exchanger[6]

4
1.2.1.2 Plate Heat Exchanger
Plate Heat Exchanger (PHE) termasuk ke dalam jenis alat penukar panas
yang jarang digunakan di industri, namun memiliki beberapa keunggulan
dibanding penukar panas lainnya. PHE dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis,
yaitu Plate and Frame, Spiral Heat Exchanger, dan Panel Heat Exchanger.
1.2.1.2.1 Plate and Frame or Gasketed Plate Heat Exchanger
Alat penukar panas jenis ini biasa digunakan sebagai alternatif dari shell and
tube untuk penukaran panas cair-cair dengan tekanan rendah hingga menengah.
Alat ini terdiri atas bagian plate dengan empat saliran inlet dan outlet, serta bagian
frame.

Gambar 6. Plate and Frame Heat Exchanger[7]

1.2.1.2.2 Spiral Plate Heat Exchanger


Alat penukar panas jenis spiral plate (SPHE) ini digunakan sebagai alternatif
Shell and Tube ketika fluida kerja yang digunakan mengandung partilkulat padat
berupa slurry atau suspensi. SPHE digunakan dalam kasus-kasus sebagai berikut.

1. Fluida kerja memiliki kandungan partikulat padat hingga 50%


2. Fluida kerja memiliki nilai viskositas yang tinggi, hingga 500.000 cP,
terutama pada proses pendinginan fluida viscous
3. SPHE digunakan pada proses reboiling, kondensasi, heating, maupun
cooling dari fluida viscous, slurry, dan lumpur

5
Gambar 7. Spiral Plate Heat Exchanger[8]

1.2.1.2.3 Plate or Panel Coil Heat Exchanger


Panel Coil dapat memberikan hasil yang optimum pada proses pemanasan
maupun pendinginan dari segi kontrol, efisiensi, dan kualitas produk. Keuntungan
dari penggunaan alat penukar panas tipe ini adalah sebagai berikut.
1. Alat ini dapat mengatasi semua jenis fluida (uap, maupun uap bersuhu
sangat tinggi)
2. Pengontrolan sirkulasi, temperatur, dan kecepatan laju perpindahan panas
dapat dilakukan dengan akurat
3. Tidak terjadi kontaminasi dan maintenance
4. Efisiensi maksimum
5. Dalam perancangan reaktor untuk proses tertentu, alat penukar panas
jenis ini fleksibel dalam pemilihan media transfer panasnya

6
Gambar 8. Panel Coil Heat Exchanger[9]

1.2.1.3 Extended Surface Exchanger


Pada pertukaran panas dengan gas atau beberapa jenis cairan, ketika
koefisien perpindahan panasnya sangat kecil, maka dibutuhkan luas permukaan
kerja yang besar untuk meningkatkan laju perpindahan panasnya. Penambahan
luas permukaan tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan “sirip” pada
permukaan. Tube-fin heat exchanger (Gambar 9) dan plate-fin heat exchanger
(Gambar 10) merupakan jenis penukar panas tipe ini yang paling banyak
digunakan di industri.

Gambar 9. Tube-Fin Heat Exchanger[1]


(GEA Iberica S.A., Vizcaya, Spain)

7
Gambar 10. Plate-Fin Heat Exchanger[1]
(a.) Skema alat, dan (b) Brazed alumunium HE
(Linde AG, Engineering Division)

1.2.1.4 Regenerative Heat Exchanger


Regenerator dapat terbagi menjadi fixed-matrix dan rotary regenerator. Alat
penukar panas jenis ini umum diaplikasikan pada turbin gas suatu industri
pembangkit listrik .

Regenerator

Rotary
Fixed Matrix Regenerator

Dual Bed Fixed Matrix-


Single Bed Rotary Matrix
Valved rotating Hoods

Gambar 11. Klasifikasi Regenerator[1]

1.2.2 Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan Proses Perpindahan Panasnya


Berdasarkan proses perpindahan panasnya, heat exchanger terbagi ke dalam dua
jenis, yaitu alat penukar panas tipe kontak tak langsung (indirect contact) dan alat
penukar panas tipe kontak langsung (direct contact).

8
1.2.2.1 Heat Exchanger tipe Kontak Tak Langsung
Heat exchanger tipe ini melibatkan adanya suatu dinding pemisah antara
fluida kerja dengan fluida pemana/pendinginnya. Oleh karena itu, pada tipe ini,
tidak akan terjadi kontak secara langsung antara fluida-fluida yang terlibat. Pada
tipe kontak tak langsung ini, heat exchanger diklasifikasikan ke dalam tiga jenis,
yaitu HE tipe direct-transfer, storage type exchanger, dan fluidized-bed heat
exchanger.
1.2.2.1.1 Heat Exchanger tipe Direct Transfer
Pada alat penukar panas tipe ini, fluida kerja mengalir secara terus menerus
melewati dinding pemisahnya. Yang membedakan heat exchanger tipe ini dengan
tipe kontak tak langsung lainnya adalah aliran fluida kerjanya mengalir secara
kontinu dan tak terhenti sama sekali. Heat exchanger tipe ini sering disebut
dengan heat exchanger recuperator.
1.2.2.1.2 Storage Type Exchanger
Alat penukar panas tipe ini memindahkan panas secara bertahap melalui
dinding pemisah. Pada alirannya, terjadi penyimpanan sesaat sehingga energi
panas lebih lama tersimpan di dinding-dinding pemisahnya. Heat exchanger tipe
ini sering disebut dengan regenerative heat exchanger.
1.2.2.1.3 Fluidized-Bed Heat Exchanger
Pada alat penukar panas jenis ini, terdapat bed yang menyebabkan aliran
fluida panas yang melewati bagian ini kecepatannya menurun karena tertahan bed
yang ada dan panas yang terkandung akan lebih efisien diserap oleh padatan bed
tersebut. Selanjutnya, fluida dingin mengalir melalui saluran pipa yang dialirkan
melewati bed tersebut, dan secara bertahap panasnya ditrasfer ke fluida dingin.

9
Gambar 12. Fluidized-Bed Heat Exchanger[10]

1.2.2.2 Heat Exchanger tipe Kontak Langsung


Perpindahan panas antara fluida satu dan lainnya pada alat tipe kontak
langsung ini juga melibatkan pencampuran sejumlah massa fluida-fluida tersebut.
Perpindahan panas yang terjadi biasanya juga melibatkan perubahan fasa dari
salah satu fluida yang mengindikasikan terjadinya perpindahan panas dalam
jumlah besar dan cepat. Heat Exchanger tipe ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
1. Immiscible Fluid Exchanger
HE tipe ini melibatkan dua fluida tapi tidak mempengaruhi fasa dari
fluida tersebut, namun bisa saja diikuti dengan sedikit proses kondensasi
maupun evaporasi.
2. Gas-Liquid Exchanger
Contoh dari hear exchanger tipe ini adalah pada cooling tower di
mana dua fluida yang dimaksud adalah air pendingin dan udara panas.
3. Liquid-Vapour Exchanger
HE jenis ini biasanya bertujuan untuk menurunkan suhu dari uap air
yang sangat panas dengan cara menyemprotkan sejumlah air ke dalam
uap air panas tersebut.

10
1.2.3 Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan Surface Compactness
Klasifikasi Heat Exchanger yang dilakukan berbasis luas bidang kontak
perpindahan panas. Semakin luar permukaan kontak perpindahan panas per satuan
volumenya, maka semakin efisien perpindahan panas yang terjadi. Pengklasifikasian
berdasarkan faktor ini tentu disesuaikan dengan jenis fluida kerja yang digunakan.
Heat exchanger berdasarkan klasifikasi ini terbagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai
berikut.
1. Compact Heat Exchanger (700m2/m3)
2. Laminar Flow Heat Exchanger (3000m2/m3)
3. Micro Heat Exchanger (15000m2/m3)

Gambar 13. Ilustrasi Compact Heat Exchanger[1]

1.2.4 Klasifikasi berdasarkan Pengaturan Aliran (Flow Arrangements)


Aliran dalam sebuah heat exchanger dapat berupa aliran searah (parallel flow),
aliran berlawanan arah (counter flow), dan aliran bersilangan (cross flow). Pemilihan
jenis aliran pada heat exchanger sangat mempengaruhi efektivitas, arah aliran fluida,
level temperatur, dan kriteria desain lainnya.
1.2.4.1 Parallel Flow Exchanger (Aliran Searah)
Pada tipe ini, aliran fluida memasuki sisi yang sama pada sebuah heat
exchanger dan beraliran searah satu sama lainnya, hingga kemudian keluar dari
sisi yang lain. Pengaturan aliran jenis ini memiliki tingkat efektivitas paling
rendah di antara single-pass exchanger lain pada laju alir, rasio kapasitas, dan
luas permukaan yang sama. Meskipun pengaturan ini tidak sering digunakan,
pengaturan ini dapat digunakan jika memenuhi kriteria kondisi berikut.
1. Ketika ada kemungkinan temperatur dari fluida panas saat didinginkan
dapat mencapai titik beku-nya
2. Pengaturan ini memberikan pemanasan yang lebih awal (misalnya
digunakan pada boiling)
3. Kriteria desain yang dibuat hanya cocok pada pengaturan aliran parallel
flow ini

11
4. Fluida kerja sangat sensitif terhadap temperatur, seperti contohnya adalah
produk industri pangan

Gambar 14. Pola Aliran Searah[1]


1.2.4.2 Counterflow Exchanger (Aliran Berlawanan Arah)
Pola aliran ini sebetulnya sama-sama sejajar satu sama lain, hanya arah
alirannya saling berlawanan sehingga distribusi temperaturnya tampak seperti
pada Gambar 15. Secara ideal, pola aliran ini memberikan efisiensi yang paling
besar di antara jenis pola aliran lainnya pada parameter aliran yang sama. Akan
tetapi, pada beberapa tipe heat exchanger, pola aliran counter current ini tidak
dapat diaplikasikan karena sulitnya proses manufakturnya dan kesulitan dalam
proses pemisahan pada dua ujung heat exchanger yang berbeda[1].

Gambar 15. (a.) Pola Aliran Counterflow, dan (b) Distribusi Temperatur
Counterflow Exchanger
(i=inlet, o=outlet, t=temperatur fluida)

12
1.2.4.3 Crossflow Exchanger
Pola aliran ini terbagi menjadi tiga kodisi aliran berbeda, yaitu sebagai
berikut.
1. Kedua fluida tidak bercampur (Gambar 16.a)
2. Satu fluida tidak bercampur dan fluida lainnya bercampur (Gambar 16.b)
3. Kedua fluida bercampur (Gambar 16.c)

Gambar 16. Pola Aliran Crossflow Exchanger

1.2.5 Klasifikasi berdasarkan Pass Arrangements


Klasifikasi berdasarkan jumlah pass yang dilakukan terbagi atas single-pass
Exchanger dan Multiphase Exchanger. Pada single-pass, aliran fluida melewati
rangkaian alat penukar panas hanya sekali saja, sedangkan pada multipass, fluida
yang telah melewati alat penukar panas diputar kembali melewatinya lagi selama dua
kali atau lebih.
Multipass Exchanger menjadi alternatif ketika desain yang tersedia memerlukan
panjang pipa yang sangat panjang, sehingga untuk mengefisienkan besar alat, maka
fluida akan dilewatkan kembali sehingga lebih efisien.
1.2.6 Klasifikasi berdasarkan Fasa Fluida
Berdasarkan jenis fluida yang digunakan, heat exchanger dapat diklasifikasikan
menjadi gas-cair, cair-cair, dan gas-gas.
1.2.6.1 Heat Exchanger Gas-Cair
Heat Exchanger untuk fluida gas-cair biasanya berbentuk tube-fin dengan
fasa cair berada pada tube. Fasa cair dipompa melalui pipa dan memiliki nilai
koefisien konveksi yang besar, sedangkan fasa gas dialirkan secara crossflow
terhadap pipa. Untuk menambah nilai koefisien perpindahan panasnya, “sirip”
biasanya digunakan untuk memperbesar luas permukaan kontak.

13
1.2.6.2 Heat Exchanger Cair-Cair
Pada umumnya, heat exchanger tipe ini menggunakan jenis shell and tube.
Kedua fluida dipompa melewati alat penukar pana, sehingga prinsip utama
perpindahan panas ini adalah berbasis forced convection (konveksi paksa).

1.2.6.3 Heat Exchanger Gas-Gas


Pada beberapa kasus alat penukar panas jenis ini, salah satu gas akan
dikompressi sehingga memiliki tekanan yang lebih besar dibanding gas lainnya.
Apabila dibandingkan dengan heat exchanger untuk fasa cair-cair, ukuran dari
mesin tipe ini jauh lebih besar karena koefisien perpindahan panasnya relatif jauh
lebih kecil (sehingga membutuhkan luas permukaan kontak yang lebih besar).
1.2.7 Klasifikasi berdasarkan Mekanisme Perpidahan Panas
Mekanisme perpindahan panas yang terjadi antara satu fluida dengan fluida
lainnya adalah (1) konveksi satu fasa, (2) konveksi dua fasa (kondensasi dan
evaporasi), dan (3) perpaduan konveksi dan radiasi.
Berdasarkan perubahan fasa yang terjadi pada mekanisme tersebut, heat
exchanger dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu kondensor dan evaporator.
1.2.7.1 Kondensor
Umumnya, rute kondensasi fluida terbagi menjadi dua, yaitu aliran luar pipa
yang berisi water-cooled steam condenser dan bagian dalam pipa yang berisi air-
cooled condenser. Pada kondensor ini biasanya ditambahkan fin untuk
memperluas permukaan kontak.

1.2.7.2 Evaporator
Evaporator dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu fired system dan
unfired system.
1.2.7.2.1 Fired System
Pada tipe ini, terlibat pembakaran dari bahan bakar pada temperatur yang
sangat tinggi namun pada tekanan atmosferik (densitas rendah) dan menghasilkan
uap (steam). Alat penukar panas tipe ini sering disebut dengan boiler yang
berfungsi untuk mengubah seluruh fasa cair menjadi fasa uapnya.
1.2.7.2.2 Unfired System
Tipe heat exchanger ini melibatkan range temperatur yang sangat luas, dari
temperatur tinggi seperti nuclear steam generator hingga temperatur sangat
rendah seperti cryogenic gasifiers dan liquid natural gas evaporation. Alat tipe ini

14
banyak diaplikasikan di industri pengolahan bahan pangan untuk menguapkan
pelarut, membuat konsentrat dari larutan, dan aplikasi lainnya.
1.3 Pola Aliran Perpindahan Panas
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, heat exchanger banyak digunakan di
hampir semua industri. Biasanya, terdapat dua buah aliran yang masuk ke dalam HE di
mana panas berpindah dari aliran fluida bertemperatur tinggi ke fluida dengan temperatur
rendah. Aliran fluida panas memasuki heat exchanger dengan temperatur yang relatif
lebih panas, dan meninggalkan heat exchanger dengan temperatur yang lebih rendah.
Panas tersebut berpindah ke fluida dingin yang memasuki heat exchanger sehingga
fluida dingin ini ketika meninggalkan heat exchanger, suhunya relatif lebih tinggi.
Dalam mengatur pola aliran fluida ketika melewati heat exchanger, pada umumnya
dapat dibedakan menjadi dua jenis pola aliran, yaitu co-current dan counter-current[11].

(a) Pola Aliran Co-current

(b) Pola Aliran Counter Current


Gambar 17. Pola Aliran Pada Heat Exchanger[11]
Berdasarkan pola aliran yang disebutkan di atas, kurva perubahan temperatur pada
heat exchanger juga akan memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut akan mempengaruhi
nilai log mean temperature difference (TLMTD).

15
Gambar 18. Kurva Karakteristik Temperatur pada Co-current dan Counter-Current[11]

Log Mean Temperature Difference (LMTD)


Faktor yang sangat membedakan suatu pola aliran, antara co-currrent dan counter-
current adalah dari segi LMTD-nya. Dengan menggunakan parameter kerja yang sama
(laju alir, rejime aliran, dsb.), tiap jenis pola aliran akan menghasilkan nilai LMTD yang
berbeda. Log mean temperature difference adalah beda temperatur rata-rata yang tepat
untuk digunakan dalam alat penukar panas karena fluida panas dan fluida dingin yang
masuk dan keluar pada alat tersebut tidaklah sama[13]. LMTD digunakan untuk
mendefinisikan temperatur driving force dari suatu heat exchanger. LMTD dirumuskan
sebagai berikut.

(T1−t2)−(T2−t1)
LMTD = (T1−t2)
ln⁡((T2−t1))

dengan: T1 = temperatur fluida panas masuk


T2 = temperatur fluida panas keluar
t1 = temperatur fluida dingin masuk
t2 = temperatur fluida dingin keluar

Berdasarkan persamaan laju perpindahan panas, Q = U A LMTD, maka LMTD


akan mempengaruhi luas permukaan kontak yang dibutuhkan (A) dari suatu heat
exchanger. Pola aliran countercurrent akan menghasilkan nilai LMTD yang lebih besar
dibanding co-current. Dengan demikian, dalam memindahkan sejumlah panas yang sama

16
pada satu fluida ke fluida yang lainnya, heat exchanger dengan pola aliran berlawanan
arah (counter-current) akan menghasilkan luas permukaan kontak yang lebih kecil.
Dengan alasan itulah, industri-industri lebih senang menggunakan heat exchanger jenis
counter-current.

1.4 Aplikasi Heat Exchanger di Industri


Heat Exchanger banyak sekali diaplikasikan di industri proses seperti industri
pengolahan minyak dan gas bumi, industri petrokimia, industri pembangkit energi,
industri pangan, serta industri-industri lainnya. Pada bagian ini akan dibahas sedikit
mengenai aplikasi heat exchanger di industri-industri tersebut.

1.4.1 NGL Extraction and Liquefaction Units


Pada industri pengolahan Natural Gas Liquid (NGL), alat penukar panas
diaplikasikan sebagai prosees pre-cool dari gas alam yang akan diproses. Setelah
melewati unit operasi pemisahan gas asam, gas alam akan didinginkan hingga
mencapai suhu -35 derajat Celcius menggunakan fluida pendingin propana. Setelah
itu, natural gas akan mengalami proses liquefaksi dengan cara didinginkan hingga
suhu -150 sampai -162 derajat Celcius menggunakan suatu campuran refrigeran
(MR=Mixed Refrigeran)[14].

Gambar 19. Propane Pre-Cooled Mixed Refrigerant (C3MR) Process[14]

17
1.4.2 Kolom Fraksionasi dan Distilasi
Kolom fraksionasi merupakan salah satu unit operasi pada industri kimia. Kolom
fraksionasi diaplikasikan dalam industri petroleum, industri petrokimia, industri
pengolahan gas, dan industri lain yang sejenis. Distilasi merupakan cara yang paling
banyak digunakan, yaitu dengan memanfaatkan perbedaan volatilitas dari suatu
fluida. Sebelum memasuki suatu kolom distilasi, biasanya fluida akan memasuki
suatu kolom reboiler terlebih dahulu, agar mencapai kondisi ideal sebelum memasuki
kolom pemrosesan distilasi.[15]

Gambar 20. Kolom Distilasi Kontinu Industri Kimia


Sumber: wikipedia.org/Fractionating_Column
1.4.3 Wet-Surface Air Coolers (WSAC)
Prinsip kerja WSAC berdasar pada penurunan temperatur yang diakibatkan
karena adanya panas laten dari perubahan fasa dari gas ke fasa cairnya. WSAC dapat
mendinginkan suhu hingga 5—10 derajat Fahrenheit di bawah temperatur wet-bulb.
Contoh, WSAC dapat memberikan outlet stream dengan suhu 80 derajat Fahrenheit,
meski temperatur wet-bulb pada saat itu bersuhu 110 derajat Fahrenheit.

18
Gambar 21. Contoh Unit WSAC
Sumber: www.process-cooling,com

1.4.4 Proses Produksi Etanol


Pada proses produksi etanol, heat exchanger banyak digunakan terutama dalam
proses pendinginan mash, fermenter, dan yeast propagator cooling. Pada proses ini,
heat exchanger yang paling pantas digunakan adalah tipe Plate. Kegunaan alat
penukar panas dalam sistem ini adalah untuk memenuhi kebutuhan utilitas dari panas
yang terbuang dan menyediakan penyimpanan energi. Metode yang diterapkan adalah
metode Pinch, dimana metode ini digunakan untuk meminimalisasi konsumsi energi
untuk proses kimia dengan menghitung besaran termodinamika dari kemungkinan
target energi yang dicapai dengan mengoptimasi sistem heat recovery, operasi
metode, dan kondisi proses. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya dan
menaikkan efisiensi kerja.

19
Gambar 22. Polaris Plate Heat Exchanger
Sumber: polarisphe.com

1.4.5 Scraped Surface Heat Exchangers di Industri Pangan[16]


Tipe alat penukar panas yang lazim digunakan di industri pengolahan bahan
pangan adalah heat exchanger yang mampu mengolah bahan dengan viskositas yang
relatif lebih tinggi, yang terdiri atas jacketed cylinder dengan tabung silinder yang
dilengkapi dengan blade di tengahnya. Blade tersebut akan berputar sehingga
mengakibatkan fluida di dalamnya mengalir ke arah anular. Koefisien perpindahan
panas pada alat ini bervariasi pada rentang 900—4000 J/(m2s.oC). Mesin-mesin
penukar panas ini diaplikasikan dalam memproduksi es krim dan pendinginan lemak
pada produksi margarin.

Gambar 23. Scraped Surface Heat Exchanger


Sumber: nzifst.ord.nz

1.4.6 Produksi Asam Sulfat


Reaksi pada produksi asam sulfat, yang berasal dari reaksi atntara sulfur trioksida
dengan air sehingga membentuk asam sulfat, bersifat sangat eksotermik. Dalam hal
ini, apabila temperatur tidak dijaga konstan pada suhu operasi, yakni sekitar 400K,
maka akan terbentuk kabut/mist dari asam sulfat yang sangat sulit dikendalikan dan
berbahaya dalam proses. Oleh karena itu, unit heat exchanger diterapkan pada sistem
ini untuk menjaga suhu sistem pada batas aman operasi, sekitar 400K.

20
Gambar 24. SulphuricAcid Dilution Unit
Sumber: superscientific.com/sulphuric-acid-dilution-unit.aspx

1.4.7 Waste Heat Boiler


Pada industri yang menghasilkan produk buangan berupa gas atau fluida cair
panas, biasanya digunakan unit waste heat boiler ini. Gas buang yang memiliki
temperatur sangat tinggi ini tidak boleh serta-merta dibuang ke lingkungan karena
dapat menyebabkan kerusakan. Untuk mensiasati hal tersebut, panas sensibel yang
terkandung di dalam gas dimanfaatkan kembali oleh alat penukar panas ini menjadi
sebuah steam reformer. Air dialirkan pada WHB yang kemudian dipanaskan oleh gas
panas sehingga berubah fasa menjadi uap panas. Uap panas yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan untuk memanaskan komponen lain di dalam proses. Sementara itu, gas
panas tersebut turun temperaturnya sehingga aman untuk dibuang ke udara.
1.4.8 Cooling Tower[17]
Cooling tower biasa digunakan di industri sebagai sistem pendinginan kembali air
yang digunakan pada water cooled condenser. Cooling tower digunakan untuk
mendinginkan kembali air yang dipakai untuk mendinginkan sistem atau dengan kata
lain unit ini berfungsi sebagai penghasil air pendingin yang dipakai pada cooler.
Besarnya kemampuan transfer panas yang terjadi di dalam cooling tower bergantung
pada (1) perbedaan suhu air masuk dan suhu wet bulb temperatur udara saat itu, (2)
luas permukaan air yang kontak langsung dengan pergerakan udara, (3) kecepatan
relatif antara udara dan air, dan (4) waktu terjadinya kontak antara air dan udara. Oleh
karena itu, biasanya desain cooling tower berupa menara tinggi untuk memberikan
performa dan efisiensi pendinginan yang lebih baik.

21
Gambar 25. Natural Draft Cooling Tower
Sumber: http://www.brentwoodindustries.com/assets/images/resources/natural-
cooling-tower-diagram.jpg
1.4.9 Quenching
Quenching merupakan proses perpindahan panas dengan prinsip pendinginan
secara mendadak. Proses ini banyak dilakukan di industri metalurgi, terutama pada
industri pengolahan baja (steelmaking). Prinsip dasar dari proses ini adalah
pemanfaatan pendinginan termodinamika yang mendahului kinetika. Maksudnya,
pada quenching, baja panas didinginkan secara mendadak sehingga ukuran partikel
baja masih besar dan tidak sempat mengecil walaupun suhunya sudah rendah. Karena
perubahan suhu (termodinamika) lebih cepat dibandingkan dengan proses
mengecilnya (kinetika) partikel baja tersebut.

22
Gambar 26. Proses Quenching pada Pemrosesan Logam Panas
Sumber: http://www.dow.com/ucon/images/guide_pg5_0002.jpg

23
Bagian 2
Algoritma Desain Heat Exchanger
2.1 Flowchart Algoritma Desain Heat Exchanger

Mulai
Menghitung koefisien
perpindahan panas total
Identifikasi dengan faktor koreksi = Ucalc
Masalah

YA 𝑈𝑡𝑜𝑡 − 𝑈𝑐𝑎𝑙𝑐
< 0.3
𝑈𝑡𝑜𝑡
Membuat neraca massa dan
energi. Menenetukan aliran dan
kondisi
TIDAK
Utor=Ucalc
Mengumpulkan data kimia Menghitung hilang tekan dari
& fisika dari umpan fluida sisi tabung dan kerangka

Mengasumsikan nilai Utotal TIDAK


yang mungkin dihasilkan Hilang tekan
sesuai
spesifikasi
YA
Menentukan nilai ∆TLMTD,
∆Tm, Faktor Koreksi

Mengestimasi biaya
Menentukan luas permukaan alat pembuatan alat penukar
penukar panas A=q/Utot∆Tm panas

Menentukan tipe alat penukar


panas, ukuran tabung, rancangan
material alat penukar panas TIDAK
Rancangan alat
dapat dikurangi
Menentukan penempatan fluida biaya
pemansa dari sisi tabung atau
sisi kerangka
YA

Menentukan banyaknya tabung


dan diameter kerangka Rancangan alat penukar panas
diterima
Mengestimasi nilai koefisen
perpindahan panas pada sisi
tabung

24
2.2 Deskripsi Algoritma
2.2.1 Identifikasi masalah
Desain Heat Exchanger yang diajukan harus mampu mendefinisikan peristiwa
perpindahan panas yang terjadi pada suatu kolom stripper furfural dengan skema dan
kondisi sebagai berikut.

3
6 .
.
1 2
. .

4
5 .
.

Gambar 27. Skema Permasalahan Desain Kolom Stripper Furfural

Keterangan:
1 = Aliran umpan
2 = Aliran umpan pada keadaan saturated vapor
3 = Aliran atas stripper (output stripper)
4 = Aliran udara pendingin (input stripper)
5 = Aliran bawah stripper (furfural panas)
6 = Aliran furfural dingin
Kondisi Desain Heat Exchanger
1. Aliran umpan
Tekanan (P) = 375 kPa
Temperatur (T) = 341,54 K
Laju alir umpan = 1300 kmol/jam
Komposisi aliran (%-mol) :
Furfural = 79,642%
1,3-butadiena = 10,089%
1-butena = 6,8593%
n-butana = 3,3697%
vinyl benzena = 0,0300%

25
isopentana = 0,0100%

2. Aliran umpan pada keadaan saturated vapor


Tekanan (P) = 375 kPa
Temperatur (T) = T2 K
Laju alir = 1300 kmol/jam
Komposisi aliran (%-mol) :
Furfural = 79,642%
1,3-butadiena = 10,089%
1-butena = 6,8593%
n-butana = 3,3697%
vinyl benzena = 0,0300%
isopentana = 0,0100%
3. Aliran atas stripper (output stripper)
Tekanan (P) = 350 kPa
Temperatur (T) = T3 K
Laju alir = F3 kmol/jam
Komposisi aliran (%-mol) :
Udara = ……… %
1,3-butadiena = ……… %
Akan dihitung
1-butena = ……… %
menggunakan prinsip
n-butana = ……… % neraca massa
vinyl benzena = ……… %
isopentana = ……… %

4. Aliran udara pendingin (input stripper)


Tekanan (P) = 350 kPa
Temperatur (T) = 360 K
Laju alir = F3 kmol/jam
Komposisi aliran (%-mol) :
Udara = 100 %

5. Aliran bawah stripper (furfural panas)


Tekanan (P) = 350 kPa

26
Temperatur (T) = 483.5 K
Laju alir = 1034 kmol/jam
Komposisi aliran (%-mol) :
Furfural = 100 %
6. Aliran furfural dingin
Tekanan (P) = 375 kPa
Temperatur (T) = T6 K
Laju alir = 1034 kmol/jam
Komposisi aliran (%-mol) :
Furfural = 100 %

2.2.2 Kesetimbangan
Untuk dapat menyelesaikan permasalahan desain heat exchanger, sebelumnya
perlu dianalisis derajat kebebasan (ADK) dan neraca massa komponen-komponen
fluida kerja.

Tabel 1. Analisis Derajat Kebebasan Kolom Stripper Furfural

Neraca Massa di Reboiler


F1 = F2 dan F5 = F6

Neraca Massa Energi di Boiler


Mf x Cp,f x (T5-T6) = Σ(M1 x Cp,1 x (T2-T1)) + Σ(M1 x HL,1)

27
Neraca Massa di Stripper
F2 + F4 = F3 + F5
Furfural : 0,796420 x F2 = F5 + X3,f x F3
1,3 butadiena : 0.100890 x F2 = X3,(1,,3b) x F3
1-butena : 0,068593 x F2 = X3,(1,but) x F3
n-butana : 0,033697 x F2 = X3,nb x F3
vinilCC6 : 0,000300 x F2 = X3,vin x F3
isopentana : 0,000100 x F2 = X3,iso x F3
udara : F4 = X3,ud x F3

Neraca Massa Energi di Stripper


Mfur x HL,fur + Σ(M x Cp,fur x (T2 – T3) ) = Mud x Cp,ud x (T3 – T4)

2.2.3 Data umpan fluida


Data fisika dan kimia dari fluida diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan
desain heat exchanger. Data yang diperlukan ialah temperatur didih, temperatur leleh,
kapasitas panas, kalor laten, serta data lain yang mendukung seperti persamaan
Antoine, dan sebagainya seperti yang disajikan pada tabel-tabel berikut.

Tabel 2. Temperatur Didih, Temperatur Leleh, dan Kalor Laten Komponen


Fluida

Tabel 3. Kapasitas Kalor Fluida

28
Tabel 4. Variabel Persamaan Antoine Fluida Kerja

Tabel 5. Data Fisika Fluida pada Tekanan Kerja 350 kPa dan 375 kPa

2.2.4 Koefisien perpindahan panas total (tebakan)


Untuk dapat menyelesaikan permasalahan desain heat exchanger, parameter yang
harus diasumsikan terlebih dahulu adalah nilai koefisien perpindahan panas total
(Utot). Agar dapat menebak dan mengasumsikan nilai koefisien perpindahan panas
total secara akurat, diperlukan data penunjang berupa (1.) nilai koefisien
konduktivitas media perpindahan panas (kw) pada suhu operasi, dan (2.) nilai
koefisien perpindahan panas konveksi masing-masing komponen fluida kerja (h).

29
Kemudian, nilai koefisien perpindahan panas total dapat dihitung melalui persamaan
berikut.

1 1 1 𝑑𝑜⁡×ln⁡(𝑑𝑜⁄𝑑𝑖) 𝑑𝑜 𝑑𝑜
= +⁡ + + ⁡+⁡
𝑈𝑜 ℎ𝑜 ℎ𝑜𝑑 2⁡𝑘𝑤 𝑑𝑖⁡×⁡ℎ𝑖𝑑 𝑑𝑖⁡×ℎ𝑖

dengan: Uo = koefisien total area di luar tabung


ho = koefisien film di bagian luar tabung
hi = koefisien film di bagian dalam tabung
hod = fouling factor di bagian luar tabung
hid = fouling factor di bagian dalam tabung
kw = konduktivitas termal dinding tabung
di = diameter bagian dalam tabung
do = diameter bagian luar tabung

2.2.5 Log Mean Temperature Difference


Parameter selanjutnya adalah menentukan nilai log mean temperature difference
(LMTD) seperti yang telah dijelaskan pada bagian 1. Nilai LMTD dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan berikut.

(T1−t2)−(T2−t1)
LMTD = (T1−t2)
ln⁡((T2−t1))

dengan: T1 = temperatur fluida panas masuk


T2 = temperatur fluida panas keluar
t1 = temperatur fluida dingin masuk
t2 = temperatur fluida dingin keluar

2.2.6 Luas permuakaan


Selanjutnya, setelah melakukan analisis dengan mengasumsikan nilai koefisien
perpindahan panas total dan menentukan nilai LMTD, kita dapat menghitung luas
permukaan kontak yang diperlukan oleh heat exchanger yang akan kita desain.

30
Perhitungan luas permukaan tersebut dapat dilakukan menggunakan persamaan laju
perpindahan panas sebagai berikut.

Q = Utot A ∆TLM

2.2.7 Menentukan Posisi Aliran Fluida


Dengan mempertimbangkan besar luas permukaan dan efektivitas dari pembuatan
desain, maka dipilih jenis heat exchanger berupa shell and tube. Fluida pemanas pada
alat tipe ini biasa dialirkan pada bagian shell, sedangkan fluida yang dipanaskan
dialirkan pada bagian tube. Oleh karena itu, furfural sebagai fluida pemanas pada
reboiler akan dialirkan melalui shell, sedangkan umpan dialirkan di dalam tube.

2.2.8 Koefisien perpindahan panas (hasil perhitungan)


Setelah mengevaluasi nilai luas permukaan kontak dan mendapatkan desain shell
and tube yang sesuai, hal yang berikutnya dilakukan adalah dengan mengevaluasi
nilai koefisien perpindahan panas hasil desain (Ucalc). Perhitungan tersebut dilakukan
dengan mempertimbangkan variabel luas permukaan desain, dengan menggunakan
persamaan berikut.

Q = Ucalc A ∆TLM

2.2.9 Galat perhitungan (error)


Untuk dapat mengevaluasi desain yang telah dibuat, maka perlu dilakukan
perhitungan kesalahan koefisien perpindahan panas total yang diasumsikan (Utot)
terhadap nilai hasil perhitungannya (Ucalc). Nilai error hasil perhitungan harus lebih
kecil dari kesalahan perhitungan yang diperbolehkan. Kesalahan perhitungan yang
diperbolehkan dalam desain yang kami buat adalah sekitar 30%, maka nilai error
dapat dihitung melalui persamaan berikut.

|𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖⁡𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙⁡𝑃𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖⁡𝐴𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖|
Error = x 100%
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖⁡𝐴𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖

2.2.10 Hilang tekan


Apabila nilai error yang dihasilkan lebih rendah dari batas error yang dapat
diterima, maka desain dapat diterima. Tahap berikutnya adalah menentukan nilai

31
hilang tekan dari desain yang telah dipilih. Pressure drop ditentukan pada sisi tabung
maupun sisi kerangka dengan persamaan-persamaan berikut.

∆Ptotal = ∆Pe + ∆Pc + ∆Pw


Nc+Ncw
∆Pe = 2 ∆Pbi Rb Rs
Nc

∆Pc = ∆Pbi (Nb – 1) Rl Rb


∆Pw = ∆Pwi Nb Rl
𝐺𝑠 2 𝜇s,w
∆Pbi = 4 f1 ( )
2⁡𝜌𝑠 𝜇s
𝑚𝑠2 ⁡(2+0.6𝑁𝑐𝑤)
∆Pwi = for NRe ≥100
2⁡𝜌𝑠⁡𝐴𝑠⁡𝐴𝑤

dengan:
∆Pbi = hilang tekan ekivalen pipa ideal
∆Pc = hilang tekan internal
∆Pw = hilang tekan pada bagian window
Rb = faktor koreksi (0,5—0,8)
Rl = faktor koreksi baffle
Nc = jumlah pipa yang terlewati aliran crossflow
Ncw = jumlah barisan pipa yang terlewati pada tiap baffle
Nb = jumlah baffle
Rs = faktor koreksi bagian entrance dan exit

2.2.11 Estimasi biaya


Setelah mendapatkan desain yang sudah sesuai dengan perhitungan, yang perlu
dipertimbangkan setelahnya adalah faktor biaya pembuatan heat exchanger. Biaya
dapat dianalisis dari (1.) material body alat penukar panas yang digunakan, (2.)
material penyusun heat exchanger pada bagian shell and tube, (3.) energi yang
diperlukan pompa dalam mengalirkan fluida, dan faktor-faktor lain seperti biaya
operasional, maintenance, dan sebagainya.

32
Daftar Pustaka

1. Pustaka Buku dan Jurnal


[1]
Thulukkanam, Kuppan., 2013, Heat Exchanger Design Handbook, Second Edition,Boca
Raton: CRC Press Taylor & Francis Group
[11]
Subramanian, R. Shankar, Journal: Thermal Analysis of a Steady State Heat Transfer,
Department of Chemical and Biomolecular Engineering, Clarkson University
[13]
Yuliani, Oni., -, Journal:Simulasi Perancangan Alat Perpindahan Panas Jenis Double
Pipe untuk Fluida Cair-Cair, Yogyakarta, Sekolah Tinggi Teknologi nasional.
[14]
Pillarella, Dr. Mark, et. all, Paper:The CM3R Liquefaction Cycle: Versatility for A Fast
Growing, Ever Changing LNG Industry, Air Products and Chemicals, Inc. Allentown,
Pennsylvania taken from www.ivt.ntny.no
[15]
Multi-scale experimental study and modeling of the supercritical fractionation process -
Scientific Figure on ResearchGate. Available from:
https://www.researchgate.net/272198429_fig3_Fig-3-Schematic-diagram-of-the-
industrial-scale-fractionation-unit [accessed 19 Apr, 2016]
2. Pustaka Situs atau Website
[2]
http://www.virginiaheattransfer.com/forum/uploads/d62ba978713500d410aa28bdfd980dbb
.jpg dicutat pada tanggal 17 April 2016
[3]
http://en.funke.cn/images/img/pro6.jpg dicutat pada tanggal 17 April 2016
[4]
https://cdn.comsol.com/wordpress/2013/09/Shell-and-tube-heat-exchanger.png diakses
pada tanggal 17 April 2016
[5]
http://es.himile.com/EN/uploadfile/20131101/20131101213119000010675NP5.jpg diakses
pada tanggal 17 April 2016
[6]
http://www.lindeengineering.com/internet.global.lindeengineering.global/en/images/L_201
50902_44845_130719_173469.jp diakses pada tanggal 17 April 2016
[7]
http://www.iklimnet.com/expert_hvac/hvac_pictures/PHE.jpg diakses pada tanggal 17
April 2016
[8]
http://static1.squarespace.com/static/528bdb05e4b079b3bcb5b198/t/52a01923e4b00096a05
f347f/1385965731488/spiral-heat-exchanger-digester-sludge-heating.jpg diakses pada
tanggal 17 April 2016

33
[9]
https://www.tranter.com/Tranter%20Images/ECLThreeBanks.png diakses pada tanggal 17
April 2016
[10]
http://artikel-teknologi.com/wp-content/uploads/2013/04/20130425-111454-AM.jp
diakses pada tanggal 17 April 2016
[16]
http://www.nzifst.org.nz/unitoperations/httrapps1.htm diakses pada tanggal 19 April 2016
[17]
https://ummuzuhail.wordpress.com/dunia/cooler-dan-cooling-tower/ diakses pada tanggal
19 April 2016

34

You might also like