Professional Documents
Culture Documents
Cognitive Behavior Therapy
Cognitive Behavior Therapy
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling Semester IV Tahun Akademik 2022/2023
Dosen Pengampu:
Akhmad Syah Roni Amanullah, S.Sos., M.Pd.
Oleh:
Elya Maulidatur Rohmah
Muhammad Maulil Albab Al Asrori
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu merampungkan salah satu
tugas yang berbentuk makalah sebagai salah satu persyaratan untuk menempuh
mata kuliah bimbingan dan konseling.
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang cognitive behavior
therapy. Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari sumbangsih para orang-
orang terdekat penulis, karena itu dengan tulus penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dosen pengampu Akhmad Syah Roni Amanullah, S.Sos., M.Pd. mata kuliah
bimbingan dan konseling IAI TABAH Kranji Paciran Lamongan yang telah
membimbing penulis dalam menjelaskan gambaran tentang materi makalah
yang kami tulis.
2. Para pegawai perpustakaan IAI TABAH Kranji Paciran Lamongan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk berkunjung di perpustakaan sebagai
daftar buku rujukan.
3. Teman-teman program Studi Pendidikan Agama Islam yang telah membantu
penulis dalam menjalankan kegiatan diskusi tentang makalah ini.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun
tidak mustahil dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Hal itu
dikarenakan kelemahan dan keterbatasan kemampuan penulis semata. Saran dan
kritik yang konstruktif tetap penulis harapkan dari peserta diskusi yang budiman.
Akhirnya semoga makalah ini membawa manfaat tidak hanya bagi penulis, namun
juga bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 22
B. Saran ................................................................................................................ 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang Anda lihat pada materi sebelumnya, terapi perilaku
tradisional telah meluas dan sebagian besar bergerak ke arah terapi perilaku
kognitif. Beberapa pendekatan perilaku kognitif yang lebih menonjol
ditampilkan dalam materi ini, termasuk rational emotive behavior therapy
(REBT) Albert Ellis, cognitive therapy (CT) Aaron T. Beck, dan cognitive
behavior therapy (CBT) Donald Meichenbaum. Terapi perilaku kognitif,
yang menggabungkan prinsip dan metode kognitif dan perilaku dalam
pendekatan pengobatan jangka pendek, telah menghasilkan lebih banyak
penelitian empiris dibandingkan model psikoterapi lainnya.
Semua pendekatan perilaku kognitif memiliki karakteristik dan
asumsi dasar yang sama dengan terapi perilaku tradisional seperti yang
dijelaskan dalam materi sebelumnya. Seperti halnya terapi perilaku
tradisional, pendekatan perilaku kognitif cukup beragam, namun memiliki
kesamaan dalam hal berikut: (1) hubungan kolaboratif antara klien dan
terapis, (2) premis bahwa tekanan psikologis sebagian besar merupakan
fungsi dari gangguan pada proses kognitif, (3) fokus pada perubahan kognisi
untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan pada afek dan perilaku, dan
(4) pengobatan yang secara umum terbatas pada waktu dan edukasi yang
berfokus pada masalah target yang spesifik dan terstruktur. Semua terapi
perilaku kognitif didasarkan pada model psikoedukasi terstruktur,
menekankan peran pekerjaan rumah, menempatkan tanggung jawab pada
klien untuk mengambil peran aktif selama dan di luar sesi terapi, dan
memanfaatkan berbagai strategi kognitif dan perilaku untuk membawa
perubahan.
Sebagian besar, terapi perilaku kognitif didasarkan pada asumsi
bahwa reorganisasi pernyataan diri seseorang akan menghasilkan
reorganisasi perilaku yang sesuai. Teknik-teknik perilaku seperti
1
2
1
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (Amerika Serikat:
Thomson Higher Education, 2009), 273-275.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
2
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 275-276.
5
3
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 276-278.
6
4
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 277.
7
merupakan salah satu sumber utama dari gangguan emosional kita. Oleh
karena itu, sebagian besar terapis perilaku kognitif memiliki tujuan
umum untuk mengajar klien bagaimana memisahkan evaluasi perilaku
mereka dari evaluasi diri mereka sendiri-esensi dan totalitas mereka-dan
bagaimana menerima diri mereka terlepas dari ketidaksempurnaan
mereka.
Banyak jalan yang diambil dalam terapi perilaku emotif rasional
(REBT) yang mengarah pada tujuan klien untuk meminimalkan
gangguan emosional dan perilaku yang merugikan diri sendiri dengan
memperoleh filosofi hidup yang lebih realistis dan dapat diterapkan.
Proses REBT melibatkan upaya kolaboratif dari pihak terapis dan klien
dalam memilih tujuan terapeutik yang realistis dan meningkatkan diri.
Tugas terapis adalah membantu klien membedakan antara tujuan yang
realistis dan tidak realistis dan juga tujuan yang merugikan diri sendiri
dan tujuan yang meningkatkan diri. Tujuan dasarnya adalah untuk
mengajarkan klien bagaimana mengubah emosi dan perilaku
disfungsional mereka menjadi perilaku yang sehat. Ellis menyatakan
bahwa dua tujuan utama REBT adalah untuk membantu klien dalam
proses mencapai penerimaan diri tanpa syarat dan penerimaan orang lain
tanpa syarat, dan untuk melihat bagaimana keduanya saling terkait.
Ketika klien menjadi lebih mampu menerima diri mereka sendiri, mereka
lebih mungkin untuk menerima orang lain tanpa syarat.5
2. Fungsi dan Peran Terapis
Terapis memiliki tugas-tugas khusus, dan langkah pertama adalah
menunjukkan kepada klien bagaimana mereka telah memasukkan
banyak "seharusnya", "harus", dan "harus" yang tidak rasional. Terapis
membantah keyakinan irasional klien dan mendorong klien untuk terlibat
dalam kegiatan yang akan melawan keyakinan yang merugikan diri
mereka dan mengganti "keharusan" yang kaku dengan preferensi.
5
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 279-280.
8
6
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 280.
9
7
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 281-285.
10
saya menjadi orang yang bodoh. Saya bisa bertindak. Saya akan
melakukan yang terbaik yang saya bisa. Menyenangkan untuk
disukai, tetapi tidak semua orang akan menyukai saya, dan itu bukan
akhir dari segalanya."
c. Mengubah Bahasa Seseorang
REBT berpendapat bahwa bahasa yang tidak tepat adalah
salah satu penyebab proses berpikir yang menyimpang. Klien belajar
bahwa "harus," "seharusnya," dan "harus" dapat digantikan oleh
preferensi. Alih-alih mengatakan "Akan sangat buruk jika...", mereka
belajar untuk mengatakan "Akan merepotkan jika...". Klien yang
menggunakan pola bahasa yang mencerminkan ketidakberdayaan dan
mengutuk diri sendiri dapat belajar untuk menggunakan pernyataan
diri yang baru, yang membantu mereka berpikir dan berperilaku
secara berbeda. Sebagai konsekuensinya, mereka juga mulai merasa
berbeda.
d. Metode Psikoedukasi
REBT dan sebagian besar program terapi perilaku kognitif
lainnya memperkenalkan klien pada berbagai materi pendidikan.
Terapis mendidik klien tentang sifat dari masalah mereka dan
bagaimana pengobatannya. Mereka bertanya kepada klien bagaimana
konsep-konsep tertentu berlaku untuk mereka. Klien lebih mungkin
untuk bekerja sama dengan program perawatan jika mereka
memahami bagaimana proses terapi bekerja dan jika mereka
memahami mengapa teknik tertentu digunakan.
2. Teknik Emosi
Praktisi REBT menggunakan berbagai prosedur emotif, termasuk
penerimaan tanpa syarat, permainan peran emotif rasional, pemodelan,
pencitraan emotif rasional, dan latihan menyerang rasa malu. Klien
diajarkan nilai penerimaan diri tanpa syarat. Meskipun perilaku mereka
mungkin sulit untuk diterima, mereka dapat memutuskan untuk melihat
diri mereka sendiri sebagai orang yang berharga. Klien diajarkan betapa
12
c. Bermain Peran
Bermain peran memiliki komponen emotif, kognitif, dan
perilaku, dan terapis sering menyela untuk menunjukkan kepada klien
apa yang mereka katakana pada diri mereka sendiri untuk
menciptakan gangguan mereka dan apa yang dapat mereka lakukan
untuk mengubah perasaan tidak sehat mereka menjadi perasaan yang
sehat. Klien dapat melatih perilaku tertentu untuk mengeluarkan apa
yang mereka rasakan dalam suatu situasi. Fokusnya adalah untuk
mengatasi keyakinan irasional yang mendasari yang berhubungan
dengan perasaan tidak menyenangkan.
d. Latihan-latihan yang Menyerang Rasa Malu
Mengembangkan latihan-latihan untuk membantu orang
mengurangi rasa malu karena berperilaku tertentu. Menurutnya, kita
dapat menolak untuk merasa malu dengan mengatakan pada diri
sendiri bahwa tidak masalah jika seseorang menganggap kita bodoh.
Poin utama dari latihan-latihan ini, yang biasanya melibatkan
komponen emosi dan perilaku, adalah bahwa klien berusaha untuk
merasa tidak malu bahkan ketika orang lain jelas-jelas tidak
menyetujuinya. Latihan-latihan ini bertujuan untuk meningkatkan
penerimaan diri dan tanggung jawab yang matang, serta membantu
klien melihat bahwa sebagian besar dari apa yang mereka anggap
memalukan berkaitan dengan cara mereka menolak kenyataan untuk
diri mereka sendiri. Klien dapat menerima tugas pekerjaan rumah
untuk mengambil risiko melakukan sesuatu yang biasanya mereka
takuti karena apa yang orang lain pikirkan. Perhatikan bahwa latihan-
latihan ini tidak melibatkan kegiatan ilegal atau tindakan yang akan
membahayakan diri sendiri atau orang lain.
e. Penggunaan Kekuatan dan Semangat
Ellis menyarankan penggunaan kekuatan dan energi sebagai
cara untuk membantu klien beralih dari wawasan intelektual ke
wawasan emosional. Klien juga ditunjukkan bagaimana melakukan
14
penelitian ini terutama menguji bagaimana orang merasa lebih baik, tetapi
tidak menguji bagaimana mereka telah membuat perubahan filosofis-
perilaku yang mendalam dan dengan demikian menjadi lebih baik.
Kebanyakan penelitian hanya berfokus pada metode kognitif dan tidak
mempertimbangkan metode emotif dan perilaku, namun penelitian-
penelitian tersebut akan lebih baik jika berfokus pada ketiga metode REBT.
D. Terapi Kognitif Aaron T. Beck
Aaron T. Beck mengembangkan sebuah pendekatan yang dikenal
sebagai terapi kognitif (CT) sebagai hasil dari penelitiannya tentang depresi.
Beck merancang terapi kognitifnya pada saat yang hampir bersamaan
dengan Ellis mengembangkan REBT, namun keduanya tampaknya
menciptakan pendekatan mereka secara independen. Pengamatan Beck
terhadap klien yang mengalami depresi menunjukkan bahwa mereka
memiliki bias negatif dalam interpretasi mereka terhadap kejadian-kejadian
dalam hidup mereka, yang berkontribusi terhadap distorsi kognitif mereka.
Terapi kognitif memiliki sejumlah kesamaan dengan terapi perilaku emotif
rasional dan terapi perilaku. Semua terapi ini bersifat aktif, direktif, terbatas
waktu, berpusat pada saat ini, berorientasi pada masalah, kolaboratif,
terstruktur, empiris, menggunakan pekerjaan rumah, dan membutuhkan
identifikasi eksplisit masalah dan situasi di mana masalah tersebut terjadi.
Terapi kognitif memandang masalah psikologis berasal dari proses
yang biasa terjadi seperti pemikiran yang salah, membuat kesimpulan yang
salah berdasarkan informasi yang tidak memadai atau tidak benar, dan gagal
membedakan antara fantasi dan kenyataan. Seperti REBT, CT adalah terapi
yang berfokus pada wawasan yang menekankan pada mengenali dan
mengubah pikiran negatif dan keyakinan maladaptif. Dengan demikian,
terapi ini merupakan model terapi pendidikan psikologis.
Teori dasar CT menyatakan bahwa untuk memahami sifat dari
sebuah episode emosional atau gangguan, penting untuk fokus pada konten
kognitif dari reaksi individu terhadap peristiwa yang mengganggu atau
aliran pikiran. Tujuannya adalah untuk mengubah cara berpikir klien
16
8
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 287-288.
17
Anda tidak akan disukai atau dihargai oleh kolega atau klien Anda.
Anda yakin bahwa Anda telah menipu profesor Anda dan entah
bagaimana berhasil mendapatkan gelar Anda, tetapi sekarang orang-
orang pasti akan melihat Anda!
b. Abstraksi selektif terdiri dari pembentukan kesimpulan berdasarkan
detail yang terisolasi dari suatu peristiwa. Dalam proses ini, informasi
lain diabaikan, dan makna dari keseluruhan konteks terlewatkan.
Asumsinya adalah bahwa kejadian yang penting adalah kejadian yang
berhubungan dengan kegagalan dan kekurangan. Sebagai seorang
konselor, Anda mungkin mengukur nilai Anda dari kesalahan dan
kelemahan Anda, bukan dari keberhasilan Anda.
c. Overgeneralisasi adalah proses memegang keyakinan yang ekstrim
berdasarkan satu kejadian dan menerapkannya secara tidak tepat pada
kejadian atau situasi yang berbeda. Misalnya, jika Anda mengalami
kesulitan dalam menangani seorang remaja, Anda mungkin akan
menyimpulkan bahwa Anda tidak akan efektif dalam memberikan
konseling kepada remaja lainnya. Anda mungkin juga akan
menyimpulkan bahwa Anda tidak akan efektif bekerja dengan klien
mana pun.
d. Personalisasi adalah kecenderungan individu untuk menghubungkan
peristiwa eksternal dengan diri mereka sendiri, bahkan ketika tidak
ada dasar untuk membuat hubungan ini. Jika seorang klien tidak
kembali untuk sesi konseling kedua, Anda mungkin benar-benar yakin
bahwa ketidakhadiran ini disebabkan oleh kinerja Anda yang buruk
selama sesi awal. Anda mungkin berkata pada diri sendiri, "Situasi ini
membuktikan bahwa saya benar-benar mengecewakan klien tersebut,
dan sekarang dia mungkin tidak akan pernah mencari bantuan lagi."
e. Pelabelan dan pemberian label yang salah melibatkan penggambaran
identitas seseorang berdasarkan ketidaksempurnaan dan kesalahan
yang dibuat di masa lalu dan memungkinkan mereka untuk
menentukan identitas seseorang yang sebenarnya. Dengan demikian,
18
jika Anda tidak dapat memenuhi semua harapan klien, Anda mungkin
berkata pada diri sendiri, "Saya sama sekali tidak berharga dan harus
segera menyerahkan lisensi profesional saya."
f. Pemikiran dikotomis melibatkan pengkategorian pengalaman secara
ekstrem. Dengan pemikiran yang terpolarisasi seperti itu, peristiwa
dilabeli dengan istilah hitam atau putih. Anda mungkin tidak
memberikan keleluasaan pada diri Anda sendiri untuk menjadi orang
yang tidak sempurna dan konselor yang tidak sempurna. Anda
mungkin memandang diri Anda sebagai konselor yang sangat
kompeten (yang berarti Anda selalu berhasil dengan semua klien) atau
gagal total jika Anda tidak sepenuhnya kompeten (yang berarti tidak
ada ruang untuk melakukan kesalahan).9
2. Perbedaan antara REBT dan CT
Dalam terapi kognitif Beck dan REBT, pengujian realitas sangat
terorganisir. Klien menjadi sadar pada tingkat pengalaman bahwa
mereka telah salah menginterpretasikan situasi. Namun ada beberapa
perbedaan penting antara REBT dan CT, terutama yang berkaitan dengan
metode dan gaya terapi.
REBT sering kali sangat direktif, persuasif, dan konfrontatif;
REBT juga berfokus pada peran pengajaran terapis. Terapis
mencontohkan pemikiran rasional dan membantu klien untuk
mengidentifikasi dan membantah keyakinan yang tidak rasional.
Sebaliknya, CT menggunakan dialog Sokrates dengan mengajukan
pertanyaan terbuka kepada klien dengan tujuan agar klien merefleksikan
masalah pribadi dan sampai pada kesimpulan mereka sendiri. CT lebih
menekankan pada membantu klien menemukan dan mengidentifikasi
kesalahpahaman mereka untuk diri mereka sendiri daripada REBT.
Terdapat juga perbedaan dalam cara Ellis dan Beck memandang
pemikiran yang salah. Melalui proses perdebatan rasional, Ellis bekerja
9
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 288-289.
19
10
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 290.
20
batin, struktur kognitif, dan perilaku serta hasil yang dihasilkannya". Dia
menggambarkan proses perubahan tiga fase di mana ketiga aspek tersebut
saling terkait. Menurutnya, fokus pada satu aspek saja mungkin tidak akan
cukup.
Fase 1: Observasi diri. Langkah awal dalam proses perubahan
adalah klien belajar bagaimana mengamati perilaku mereka sendiri. Ketika
klien memulai terapi, dialog internal mereka ditandai dengan pernyataan
dan citra diri yang negatif. Faktor yang sangat penting adalah kemauan dan
kemampuan mereka untuk mendengarkan diri mereka sendiri. Proses ini
melibatkan peningkatan kepekaan terhadap pikiran, perasaan, tindakan,
reaksi fisiologis, dan cara bereaksi terhadap orang lain. Jika klien yang
mengalami depresi berharap untuk membuat perubahan yang konstruktif,
misalnya, mereka harus terlebih dahulu menyadari bahwa mereka bukanlah
"korban" dari pikiran dan perasaan negatif. Sebaliknya, mereka sebenarnya
berkontribusi terhadap depresi mereka melalui hal-hal yang mereka katakan
pada diri mereka sendiri. Meskipun observasi diri diperlukan jika perubahan
ingin terjadi, namun hal itu tidak cukup untuk perubahan.
Fase 2: Memulai dialog internal yang baru. Sebagai hasil dari kontak
awal antara klien dan terapis, klien belajar untuk menyadari perilaku
maladaptif mereka, dan mereka mulai melihat peluang untuk alternatif
perilaku adaptif. Jika klien berharap untuk mengubah apa yang mereka
katakan pada diri mereka sendiri, mereka harus memulai rantai perilaku
baru, yang tidak sesuai dengan perilaku maladaptif mereka. Klien belajar
untuk mengubah dialog internal mereka melalui terapi. Dialog internal
mereka yang baru berfungsi sebagai panduan untuk perilaku baru. Pada
gilirannya, proses ini berdampak pada struktur kognitif klien.
Fase 3: Mempelajari keterampilan baru. Fase ketiga dari proses
modifikasi terdiri dari mengajarkan klien keterampilan mengatasi masalah
yang lebih efektif, yang dipraktikkan dalam situasi kehidupan nyata.
(Sebagai contoh, klien yang tidak dapat mengatasi kegagalan dapat
menghindari kegiatan yang menarik karena takut tidak berhasil dalam
21
11
Generald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 296-297.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Terapi perilaku emotif rasional (REBT) adalah salah satu terapi perilaku
kognitif yang pertama, dan saat ini terapi ini masih menjadi pendekatan
perilaku kognitif yang utama. REBT didasarkan pada asumsi bahwa
kognisi, emosi, dan perilaku berinteraksi secara signifikan dan memiliki
hubungan sebab-akibat timbal balik. REBT secara konsisten
menekankan ketiga modalitas ini dan interaksinya, sehingga
dikualifikasikan sebagai pendekatan integratif.
2. Tujuan utama REBT adalah untuk membantu klien dalam proses
mencapai penerimaan diri tanpa syarat dan penerimaan orang lain tanpa
syarat, dan untuk melihat bagaimana keduanya saling terkait. Tugas atau
peran terapis adalah mengenali pemikiran irasional yang kemudian
membantu klien memodifikasi pemikiran mereka dan meminimalkan
ide-ide irasional klien dan selanjutnya menantang klien untuk
mengembangkan filosofi hidup yang rasional.
3. REBT umumnya dimulai dengan perasaan klien yang terdistorsi dan
secara intens mengeksplorasi perasaan-perasaan ini sehubungan dengan
pikiran dan perilaku. Praktisi REBT cenderung menggunakan sejumlah
modalitas yang berbeda (kognitif, imagery, emotif, perilaku dan
interpersonal). Mereka sangat fleksibel dan kreatif dalam menggunakan
metode, memastikan untuk menyesuaikan teknik dengan kebutuhan unik
setiap klien.
4. Terapi kognitif memandang masalah psikologis berasal dari proses yang
biasa terjadi seperti pemikiran yang salah, membuat kesimpulan yang
salah berdasarkan informasi yang tidak memadai atau tidak benar, dan
gagal membedakan antara fantasi dan kenyataan.
5. Menurut Meichenbaum, pernyataan diri mempengaruhi perilaku
seseorang dengan cara yang sama seperti pernyataan yang dibuat oleh
22
23
orang lain. Premis dasar dari CBM adalah bahwa klien, sebagai prasyarat
untuk perubahan perilaku, harus memperhatikan bagaimana mereka
berpikir, merasa, dan berperilaku serta dampaknya terhadap orang lain.
B. Saran
Setitik harapan dari penulis sebagai penyusun kepada semua pihak
baik pengoreksi maupun pembaca untuk memberikan kritik dan saran
kepada penulis. Karena makalah yang penulis susun ini masih terlihat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis butuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada dalam
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
24