(Dosen Profesi Pamongpraja IPDN Cilandak-Jakarta) Cultural Gap (antara ketentraman vs ketertiban) Law Enforcement (menegakkan aturan bertujuan baik, sebab semua kebijakan pada dasarnya baik, metodenya bagaimana, contoh gejala anarchisme) Cross Cutting (teknik penyuntingan untuk membingkai tindakan, menjadi positif atau negatif?) This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-SA-NC Situasi dan kondisi sosial-politik yang rawan menganggu ketertiban dan ketentraman masyarakat (10 daerah rawan gangguan pemilu 2024, menurut Bawaslu RI; rawan tingg; Jakarta (88,95), Sulut, Maluku Utara, Jabar, Kaltim); Reformasi belum diimbangi dengan kedewasaan sikap politik elit dan masyarakat yang belum matang (demokrasi dipahami sebagai kebebasan tanpa kanalisasi); Kebijakan yang in-konsisten dan realitas politik yang terkadang mengusik rasa keadilan masyarakat (otonomi vs omnibus law, kepemilikan tanah vs perluasan usaha); Potensi merebaknya aksi amuk massa dan ancaman provokasi (meningkatnya nasionalisme lokal); Jumlah Perda dan kasus pelanggaran Perda yang makin banyak (perda semakin mengikat dan membatasi dengan alasan otonomi); Kontrolsosial makin longgar (bullying), solidaritas makin memudar (keluar meningkat, kedalam menipis), gaya hidup makin permisif (hedon dan korup), kenakalan remaja, dan ancaman tindak kejahatan yang makin meresahkan publik;
Tuntutanpeningkatan kualitas pelayanan
publik makin meningkat (Tak sabar proses, ingin hasil yang cepat, birokrasi lamban); Memperbaiki Image PPNS yang negatif (lihat teknik polisi memperbaiki Image, gunakan tiktok, instagram, Face Book, twitter, WA) Perlunya manajemen resiko terhadap keselamatan kerja anggota PPNS (Asuransi, Paguyuban, Pemda); Perlunya peningkatan kualitas SDM anggota PPNS (Bimtek, Diksus)