You are on page 1of 9

Keterkaitan Faktor Sosial Ekonomi Keluarga & Higiene

Sanitasi/Kesehatan Lingkungan, Pelayanan Kesehatan dengan


Masalah Gizi dan Program Gizi Masyarakat

Gizi Kesehatan Masyarakat Pesisir


Kelas 5C

Kelompok 4
Anggota Kelompok:
1. Nabilah Zahra 25000121140299
2. Gneiss Puspita Rachma 25000121130104
3. Alea Widyadhana Rahima 25000121140173
4. Aida Shofiyya Muyassari 25000121140233
5. Aura Dinda Rizqika 25000121120050
6. Nasywa ‘Isyna A’izza 25000121120071
7. Mayla Anas Tasya 25000121130106
8. Safira Rahma Meidianti 25000121120042
9. Fadhiilah Nuur Atiiqah 25000121140185
10. Roudhotun Nur Wahab 25000121130098

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
1. Poin Permasalahan Uraian Kasus
Hubungan Ketersediaan Sanitasi Dasar terhadap Status Gizi Baduta
● Prevalensi stunting pada baduta pada tahun 2017 berdasarkan Profil Anak
Indonesia 2018 sebesar 28%22. Sedangkan, jumlah anak baduta yang
memiliki status gizi sangat pendek atau pendek di Indonesia sebesar 29,9%.
● Data dari Puskesmas Purwosari tahun 2019 terdapat jumlah kasus gizi
kurang pada baduta sebanyak 11 anak dan data dari posyandu Desa Pelem,
salah satu desa di Kecamatan Purwosari, menyatakan bahwa terdapat 8
baduta (15,7%) yang memiliki status kurang gizi.
● Beberapa faktor yang menyebabkan baduta mengalami status gizi kurang
yaitu ketersediaan jamban sehat, kepemilikan SPAL, dan sumber air bersih di
Desa Pelem masih rendah.

2. Faktor Penyebab Masalah


A. Penyebab Langsung
- Kualitas dan Kuantitas Pangan yang Dikonsumsi
Tingkat konsumsi sangat ditentukan oleh kualitas pangan.
Kualitas pangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan
tubuh dalam pangan dan perbandingannya. Sedangkan kuantitas
menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan
tubuh. Susunan pangan baik dari segi kualitas dan kuantitas akan
memenuhi kebutuhan tubuh, sehingga tubuh akan mendapatkan
kondisi kesehatan yang baik. Anak yang mendapatkan konsumsi
makanan dalam jumlah cukup, nilai statusnya gizinya akan baik dan
seimbang sehingga dapat mempercepat tumbuh kembang anak.
- Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi sangat erat kaitannya dengan status gizi yang
buruk. Dimana dapat dijelaskan melalui mekanisme pertahanan tubuh
yaitu balita yang kekurangan gizi baik energi atau protein ke dalam
tubuh dapat menyebabkan pembentukan kekebalan tubuh seluler
terganggu, sehingga tubuh rawan terkena serangan infeksi. Penyakit
yang erat kaitannya dengan gizi buruk pada anak yaitu diare. Diare
yang berat dan terjadi berulang-ulang akan menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan, tingginya morbiditas, dan mortalitas pada
anak. Selain itu, penyakit ISPA dan demam dalam penurunan status
gizi cukup berperan besar. Adanya penyakit infeksi menjadi penyebab
semakin menurunnya status gizi anak.
- Kurangnya Pengetahuan Ibu Tentang Pemenuhan Gizi pada Anak
dan Pola Asuh yang Baik
Ibu yang memiliki pengetahuan baik terkait gizi pada anak
selalu berusaha memberikan dan menyiapkan makanan bergizi agar
tumbuh kembang anaknya berjalan secara optimal sehingga
meminimalisir adanya kekurangan zat gizi. Salah satu faktor yang
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak yaitu pola asuh ibu. Supaya anak tidak mengalami gizi buruk
diperlukan pengasuhan dari ibu yang baik sehingga dapat
terpenuhinya kebutuhan dasar, seperti memberikan makanan sesuai
umur anak, mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan.
Namun sebaliknya jika pengetahuan ibu terkait hal itu kurang maka
dapat meningkatkan anak mengalami gizi buruk.
- Kurangnya Dukungan dan Dorongan dari Keluarga dalam
Pemenuhan Gizi pada Anak
Penting sekali adanya dukungan dan dorongan keluarga
dalam pemenuhan gizi anak. Kurangnya dukungan dan dorongan dari
keluarga dalam memberikan pemenuhan gizi pada anak dapat
mengakibatkan anaknya rentan mengalami gizi buruk. Oleh karena
itu, setiap keluarga diharapkan saling mendukung satu sama lain
dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak. Misalnya seperti memberikan
anak makanan sesuai dengan zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh
kembangnya.
B. Penyebab Tidak langsung
- Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan yang buruk dan tidak sanitier akan
menimbulkan keberadaan bakteri yang dapat menggunakan tubuh
anak menjadi inang untuk tempat berkembang biak dan reproduksi
dan memicu anak mengalami enteropati lingkungan, serta anak akan
mengalami berbagai penyakit seperti diare, pneumonia, dan penyakit
yang mempengaruhi gizi anak, yaitu malnutrisi, stunting, gizi kurang,
hingga gizi buruk. Balita yang tumbuh di lingkungan tidak sehat
berisiko satu kali lebih besar mengalami status gizi buruk.
- Sosial Ekonomi
Status ekonomi adalah suatu konsep untuk mengukur konsep
ekonomi, dapat melalui variabel pendapatan atau pengeluaran
keluarga. Kemiskinan menyebabkan masalah gizi, yang ditunjukkan
oleh taraf ekonomi keluarga, yaitu hubungannya dengan daya beli
yang dimiliki keluarga. Salah satu faktor yang menyebabkan balita
kekurangan gizi adalah ekonomi orang tua yang kurang. Ibu dengan
perekonomian keluarganya yang rendah tetap dapat memberikan
makanan yang bergizi seperti tempe, tahu, dan telur sebagai
pengganti ikan dan daging. Karena kadar gizi didalamnya sama. Oleh
karena itu tidak hanya makanan yang mahal yang memiliki gizi yang
baik, menjaga pola hidup sehat juga dapat meningkat kesehatan
keluarga.
- Jarak Kelahiran
Banyak anak mengalami gangguan gizi karena ibunya sedang
hamil lagi atau adiknya baru lahir, sehingga ibunya tidak dapat
memberikan perawatan yang cukup kepada anaknya. Anak-anak di
bawah usia dua tahun sangat membutuhkan perhatian ibunya, baik
dalam hal makanan, kesehatan, dan kasih sayang. Jika ibunya hamil
di bawah usia dua tahun, bukan saja perhatian ibu akan berkurang,
tetapi juga air susu ibu (ASI) yang sangat dibutuhkan anak akan
berhenti. Anak-anak yang belum siap untuk menerima makanan
pendamping ASI, yang kadang-kadang memiliki kualitas gizi yang
buruk, juga akan kehilangan ASI.
- Pelayanan Kesehatan
Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap
pelayanan kesehatan menjadi penyebab kurang gizi pada anak yang
nantinya dapat menyebabkan kasus gizi buruk pada anak. Faktor
pelayanan kesehatan yang mempengaruhi status gizi anak
diantaranya adalah kelengkapan imunisasi, dimana anak yang
diberikan imunisasi lengkap dapat menurunkan resiko terjadinya
kasus gizi kurang.

3. Dampak
A. Jangka Pendek
a. Malnutrisi
Karena sering mengalami diare dan infeksi perut lainnya, bayi
dan anak-anak yang tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk
mungkin mengalami penurunan nafsu makan, muntah, dan penurunan
berat badan. Ini bisa menyebabkan malnutrisi akut dan defisiensi gizi
yang berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan
mereka.
b. Dehidrasi
Diare yang disebabkan oleh sanitasi buruk dapat
menyebabkan dehidrasi, terutama jika akses terhadap air bersih
terbatas. Dehidrasi dapat mengancam nyawa, terutama pada bayi
atau usia anak rentan.
c. Gangguan Penyerapan Nutrisi
Infeksi saluran pencernaan seperti cacingan dan parasit dapat
mengganggu penyerapan nutrisi dalam usus, yang dapat berdampak
pada penyerapan zat-zat penting yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi.
d. Daya Tahan Tubuh Menurun
Imunitas tubuh balita yang menurun akan meningkatkan risiko
terserang penyakit kronis.
B. Jangka Panjang
a. Keterlambatan Kemampuan Motorik
Kemampuan motorik sangat berkaitan dengan perkembangan
afektif, bahasa, sosial, dan perkembangan metabolisme tubuh yang
mendasari anak, jika gizi kurang mempengaruhi perkembangan
motorik anak, perkembangan yang lain juga bisa terpengaruh (Yan et
al., 2018).
b. Pertumbuhan & Perkembangan Otak Terhambat
Hal ini akan mengakibatkan balita mengalami keterbelakangan
mental sehingga fungsi kerja otak tidak akan berjalan dengan optimal.
c. Stres Psikologis
Kondisi sanitasi yang buruk dapat menciptakan stres
psikologis pada anak-anak dan orang tua mereka, yang juga dapat
berdampak negatif pada status gizi bayi.
d. Pertumbuhan Fisik Anak Terhambat
Akibat masalah gizi yang kian tidak ditanggulangi sangat
berdampak pada keadaan fisik balita. Hal ini membuat balita tidak
tumbuh dengan optimal sehingga akan mempunyai kondisi fisik yang
berbeda dengan balita sehat seusianya, atau biasa disebut stunting
jika dilihat dari tinggi badan balita.
4. Upaya Intervensi Pencegahan/Penanggulangan
a. Penyediaan Jamban Sehat
Jamban yang tidak memenuhi standar akan memicu timbulnya
penyakit infeksi fecal-oral yang menyebabkan zat gizi dari makanan yang
dikonsumsi oleh anak tidak dapat diserap oleh tubuh. Bahkan, dalam kondisi
tertentu, tubuh harus memecah cadangan makanan untuk melawan infeksi
sehingga membuat anak menjadi kurus. Bangunan jamban harus memenuhi
standar dan persyaratan kesehatan yakni bangunan atas jamban harus
berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan cuaca dan gangguan
lainnya; bangunan tengah jamban terdiri dari lubang tempat pembuangan
kotoran dan lantai jamban harus memenuhi syarat; serta dilengkapi dengan
septic tank dan cubluk.
b. Peningkatan Pengetahuan dan Kesadaran Ibu Balita Terkait Sanitasi
yang Baik
Pengetahuan dan kesadaran ibu terkait sanitasi berpengaruh pada
kondisi status gizi sang anak, sehingga diperlukan adanya upaya melalui
edukasi agar permasalahan gizi balita dapat berkurang. Edukasi dilakukan
dengan memberikan pengetahuan tentang pentingnya sanitasi, dampak yang
ditimbulkan dari sanitasi yang buruk, praktik sanitasi yang tepat seperti
dijelaskan cara memasak dan menyimpan makanan dengan aman, menjaga
kebersihan peralatan, penggunaan toilet yang benar, pengelolaan sampah
yang baik, menjaga kebersihan air minum, dan pentingnya menjaga
kebersihan lingkungan sekitar rumah. Dengan demikian diharapkan dapat
mencegah terjadinya gizi buruk pada balita.
c. Peningkatan Program Rumah Sehat
Higiene sanitasi lingkungan yang baik dilihat berdasarkan komponen
rumah, fasilitas sanitasi, serta perilaku penghuni rumah. Beberapa faktor
seperti ketersediaan air bersih, penyiapan makanan yang higienis, serta
pengelolaan pembuangan limbah yang tepat menjadi faktor penting untuk
mencegah stunting pada anak. Kriteria rumah sehat meliputi tersedianya air
bersih, tersedia kamar mandi dan jamban, tersedia saluran pembuangan
sampah, septic tank, ventilasi dan pencahayaan yang cukup, dan bangunan
kokok. Program ini dapat ditingkatkan melalui berbagai kerjasama antara
puskesmas dari bidang kesehatan lingkungan dan gizi serta kader kesehatan
guna mencegah terjadinya permasalahan gizi pada balita.
5. Faktor Keberhasilan Upaya Intervensi
a. Tingkat Pengetahuan Masyarakat
Pengetahuan merupakan tingkat tahu seseorang terhadap suatu
objek. Pengetahuan dapat timbul dari pendidikan maupun pengalaman
seseorang. Selain itu, pengetahuan sebenarnya dapat muncul dari
penginderaan manusia mengenai suatu objek.
Sanitasi merupakan hal mendasar bagi manusia. Secara naluriah
manusia tentunya menginginkan lingkungan sekitarnya bersih, nyaman, dan
sehat. Adanya program terkait peningkatan sanitasi, didukung dengan
pengetahuan masyarakat yang baik, tentunya akan memudahkan masyarakat
untuk merubah perilakunya. Maka dari itu diperlukan sosialisasi yang baik
kepada masyarakat agar terbentuk pengetahuan dan komitmen mereka
dalam memanfaatkan program yang dibuat.
b. Ketersediaan Air Bersih
Menurut Permenkes RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990, pasal 1 (c)
menyatakan bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila dimasak. Air bersih sangat berkaitan dengan higiene dan sanitasi
sehingga kesediaan air akan sangat mempengaruhi berjalannya program.
Misalnya program jamban sehat tentunya membutuhkan air untuk
membersihkannya. Bila air bersih yang tersedia di masyarakat kurang, maka
pemanfaatan jamban juga kurang.
c. Adanya Dukungan dari Tokoh Masyarakat dan Tenaga Kesehatan
Dukungan diperlukan untuk membentuk komitmen masyarakat dalam
menyukseskan program. Tokoh masyarakat dapat menjadi role model yang
memberikan contoh kepada masyarakat mengenai perilaku yang tepat terkait
sanitasi di rumah tangga. Sementara tenaga kesehatan berperan dalam
membina peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan
untuk hidup sehat. Dalam hal penggunaan jamban, kegiatan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan antara lain adalah memberikan penyuluhan secara
berkala tentang manfaat dan syarat-syarat jamban sehat, juga melakukan
pembinaan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan kemauan
masyarakat memiliki dan menggunakan jamban keluarga
d. Perubahan Perilaku/Sikap Partisipasi Masyarakat
Perubahan perilaku/sikap partisipasi masyarakat sangat penting
dalam mendukung program ini, setelah mendapatkan bekal pengetahuan
maka salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan upaya intervensi
yakni perubahan sikap/perilaku masyarakat. Perubahan sikap/ perilaku
masyarakat memiliki arti berupa rendah atau tingginya tingkat partisipasi
masyarakat terhadap program tersebut. Rendahnya partisipasi masyarakat
lebih disebabkan karena kurang tahunya mereka pada program yang ada dan
ketidaktahuan masyarakat dikarenakan selama ini dalam penyampaian
sosialisasi program cenderung hanya bersifat satu arah. Maka untuk
meningkatkan partisipasi, masyarakat perlu dilibatkan dalam setiap program
dan aksi dalam upaya intervensi program tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Basyariyah, Q., Diyanah, K. C., & Pawitra, A. S. (2022). Hubungan ketersediaan sanitasi
dasar terhadap status gizi baduta di Desa Pelem, Bojonegoro. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia, 21(1), 18-26.

Kemenkes. Permenkes No. 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Syarifah AN. Kualitas, Kuantitas dan Usia Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(mp-asi) Kaitannya dengan Status Gizi Balita. 2019;

Irianti B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Status Gizi Kurang Pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Sail Pekanbaru Tahun 2016. Midwifery J 2018; 3: 95–98.
https://doi.org/10.31764/mj.v3i2.478

Wantina M, Rahayu LS, Yuliana I. Keragaman Konsumsi Pangan Sebagai Faktor Risiko
Stunting pada Balita Usia 6-24 Bulan. J ARGIPA. 2017;2(2):89–96.

Apriyanti L, Widjanarko B, and Laksono B. (2018). Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Pemanfaatan Jamban Keluarga di Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes. Jurnal Promosi
Kesehatan Indonesia, 14(1): 1-14.

Aprilidia N, Husada D, & Janiastuti. THE IMPACT OF MALNUTRITION ON GROSS MOTORIC


GROWTH OF THE CHILDREN WHOSE AGE BETWEEN 3 MONTHS AND 2 YEARS OLD.
Indonesian Midwifery and Health Sciences Journal, 2020, 4 (1), 8-17.

Raihani N, Rahayuwati L, Yani D, Rakhmawati W, & Witdiawati. Hubungan Ketersediaan Sarana


Sanitasi Dasar Dengan Kejadian Stunting Pada Balita. Journal of Nursing Care - Volume 6 Issue
1 February 2023.

Sumartini E, Wiratama R, Lase MU. PENINGKATAN PENGETAHUAN IBU BALITA MENGENAI


PERBAIKAN POLA MAKAN, POLA ASUH DAN SANITASI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN
STUNTING. Community Development Journal: Jurnal Pengabdian Masyarakat. 2023 Jun
21;4(2):4382-92.

Prasetiawati R, Nasution F, Lubis N. Mewujudkan Rumah Sehat Melalui Penyuluhan Kesehatan


Lingkungan Membentuk Masyarakat Sehat Jiwa Dan Raga. To Maega: Jurnal Pengabdian
Masyarakat. 2022 Sep 17;5(3):523-32.

You might also like