You are on page 1of 32

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS
“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS HELLP SYNDROME”

Dosen: Tina Handayani N., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:
KELOMPOK 8
An-Nisa Kamilah Humaira 1910913120001
Aqil Andika Pratiwi 1910913120009
Khofifah Erga Salsabila 1910913120002
Mas Ardhea Pramesti Regita 1910913320028
Muhammad Muzakir 1910913210022
Novadiani Karisma Maharani 1910913120005
Nur Tias Setianingsih 1910913220001
Sandra Barbara Magdalena 1910913120011
Zahratul Zannah 1910913120012
Zahtan Abi Rabdi Hamka 1910913110016

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Keperawatan Kritis. Adapun
makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Dengan Kasus HELLP
Syndrome” ini telah kami usahakan semaksimal mungkin.
Dalam penyusunan makalah ini, kami ucapkan terimakasih kepada Ners
Tina Handayani N., Ns., M.Kep yang telah memberikan bimbingan sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tidak lupa menyampaikan banyak
terimakasih kepada teman-teman kelompok yang telah berpartisipasi dan
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya. Oleh Karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah kelompok kami. Akhirnya penyusun mengharapkan semoga
dari makalah kami ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Banjarbaru, 06 Oktober 2022

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3
2.1 Definisi Hellp Syndrome ............................................................................... 3
2.2 Etiologi Hellp Syndrome ................................................................................ 3
2.3 Manisfestasi Klinis Hellp Syndrome ............................................................. 4
2.4 Klasifikasi Hellp Syndrome ........................................................................... 5
2.5 Patofisiologi Hellp Syndrome ........................................................................ 6
2.6 Pemeriksaan Penunjang Hellp Syndrome ..................................................... 7
2.7 Penatalaksanaan Hellp Syndrome................................................................. 8
BAB III PATHWAY ................................................................................................... 11
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................ 12
BAB V PENUTUP....................................................................................................... 28
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan survei World Health Organization (WHO) tahun 2007
preeklamsia merupakan salah satu dari tiga penyebab utama yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin yang dikandung.
Pada kurun waktu tertentu, preeklamsia adalah penyebab kematian maternal
utama di Amerika Latin sebesar 25,7% dan penyebab kematian kedua di
negara maju dengan presentase sebesar 16,1%.
Menurut Sibai (2005), pada luaran maternal dari penderita preeklamsia
berat dapat ditemukan juga solusio plasenta (1–4%), disseminated
coagulopathy atau HELLP syndrome (10–20%), edema paru (2–5%), gagal
ginjal akut (1–5%), eklamsia (<1%), kegagalan fungsi hepar (<1%).
Beberapa hal yang sering ditemukan pada luaran bayi dari persalinan
dengan preeklamsia antara lain kelahiran prematur (15–67%), pertumbuhan
janin yang terhambat (10–25%), kematian bayi (1–2%), dan morbiditas
jangka panjang penyakit cardiovaskular yang berhubungan Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR).
HELLP Syndrome merupakan salah satu komplikasi dari preeklamsia berat
yang menunjukkan mortalitas maternal mencapai 24% dan mortalitas
perinatal sekitar 6,6% - 60%. HELLP Syndrome dilaporkan pada 20%
wanita preeklamsia berat dan 10% wanita eklamsia. Preeklamsia berat
dengan komplikasi HELLP Syndrome dibandingkan dengan preeklamsia
berat tanpa komplikasi HELLP Syndrome menunjukan angka morbiditas
neonatal yang lebih signifikan pada penelitian ini. Menurut Dellahaije
(2010), angka morbiditas dan mortalitas pada bayi 10– 60% pada ibu
preeklamsia berat dengan komplikasi HELLP Syndrome. Bayi yang ibunya
menderita HELLP Syndrome akan mengalami pertumbuhan janin
terhambat (PJT) dan sindrom gagal nafas (Rath dkk, 2020).

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain:
1. Mengetahui definisi HELLP Syndrome

1
2. Mengetahui etiologi HELLP Syndrome
3. Mengetahui manifestasi klinis HELLP Syndrome
4. Mengetahui klasifikasi HELLP Syndrome
5. Mengetahui patofisiologi HELLP Syndrome
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang HELLP Syndrome
7. Mengetahui penatalaksanaan HELLP Syndrome
8. Mengetahui pathway dari HELLP Syndrome
9. Mengetahui asuhan keperawatan untuk HELLP Syndrome

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hellp Syndrome
HELLP Syndrome atau sindroma HELLP adalah kumpulan gejala yang
mencakup hemolisis, peningkatan enzim liver, dan jumlah platelet yang
kurang dari batas bawah. Bersama dengan preeklampsia, sindroma HELLP
adalah penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada ibu hamil di
dunia. HELLP biasanya berkembang secara tiba- tiba dalam kehamilan
(Usia Kehamilan/UK 27-37 minggu) atau pada masa puerperium (Harmon,
et al. 2015).
Sebagai salah satu bentuk kriteria dari preeklampsia berat, HELLP memiliki
onset yang juga mengawali proses gangguan pada perkembangan dan fungsi
plasenta, dan iskemia yang memicu stress oksidatif, yang secara akumulatif
akan mengganggu endothelium melalui aktivasi platelet, vasokonstriktor,
dan menyebabkan terganggunya kehamilan normal yang ditunjukkan
dengan abnormalitas relaksasi vaskular. Walaupun Sebagian besar pasien
dengan sindrom HELLP menunjukkan tanda berupa hipertensi dan
proteinuria, kedua tanda PEB tersebut tidak memiliki hubungan yang
konsisten dengan parameter laboratorium dari vaskulopati yang merupakan
penyebab dasarnya. Kumpulan gejala dapat tampak ambigu, namun juga
dapat terfokus pada system gastrointestinal. Kesamaan antara HELLP dan
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) ditekankan oleh
beberapa peneliti. Gangguan hemodinamik yang terjadi pada pasien HELLP
syndrome dapat merupakan hasil dari mekanisme patofisiologi yang
berujung pada preeklampsia secara umum.

2.2 Etiologi Hellp Syndrome


Belum diketahui secara pasti penyebab munculnya sindrom HELLP pada
ibu hamil. Terdapat dugaan bahwa terjadinya kondisi ini dipicu oleh
preeklamsia atau eklamsia pada saat kehamilan. Sedangkan dugaan lainnya
adalah sindrom antifosfolipid, yaitu kondisi yang berisiko menyebabkan
penggumpalan darah. Sejumlah faktor berikut ini dapat meningkatkan risiko
ibu hamil untuk menderita sindrom HELLP:

3
a) Menderita hipertensi
b) Berusia di atas 35 tahun
c) Memiliki berat badan di atas normal atau obesitas
d) Memiliki riwayat sindrom HELLP pada kehamilan sebelumnya
e) Menderita diabetes
f) Menderita penyakit ginjal

2.3 Manisfestasi Klinis Hellp Syndrome


Pasien dengan preeklampsia-eklampsia dan sindrom HELLP dapat datang
dengan berbagai tanda dan gejala yang sama sekali tidak mengarah ke
diagnosis. Wanita hamil biasanya hadir di trimester ketiga dengan keluhan
malaise (90%), epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas (90%), mual atau
muntah (50%), atau gejala mirip virus yang tidak spesifik. Meskipun
sebagian besar pasien ini hadir pada trimester ketiga, tidak jarang pasien
datang pada akhir trimester kedua atau pada periode postpartum. Untuk
alasan ini, wanita hamil dengan gejala yang mengkhawatirkan harus
menjalani pemeriksaan diagnostik termasuk hitung darah lengkap, jumlah
trombosit, evaluasi enzim hepar, dan dipstik urin untuk protein, terlepas dari
tekanan darah mereka. Adanya hasil protein yang abnormal pada uji dipstik
urin harus diikuti dengan evaluasi kuantitatif untuk protein dalam uji 24 jam
spesimen urin (Harmon, et al. 2015).
Nyeri abdomen sering terjadi dan dapat ditemukan pada sekitar 50% pasien.
Nyeri perut biasanya ditemui di daerah kuadran kanan atas, epigastrik atau
substernal dan sering dikaitkan dengan kelainan laboratorium yang
mendefinisikan sindrom HELLP. Nyeri perut umumnya tidak ada pada
gangguan lain yang unik pada kehamilan seperti kolestasis dan hiperemesis,
namun sering ditemukan di HELLP dan acute fatty liver of pregnancy
(AFLP) atau sindrom perlemakan hati akut pada kehamilan (American
College of Obstetricians and Gynecologists. 2013). Meskipun sindrom
HELLP mungkin memiliki gejala yang mirip dengan preeklamsia dan
merupakan salah satu kriteria yang dapat menentukan preeklamsia berat,
sindrom ini dapat berkembang pada wanita yang mungkin tidak memiliki
tanda atau gejala preeklamsia lainnya. Preeklampsia bukanlah prasyarat

4
untuk sindrom HELLP dan hipertensi, jika ada, tidak harus parah.
Hipertensi berat didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥160 mmHg
dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg. Hemolisis, didefinisikan sebagai
adanya anemia hemolitik mikroangiopati, adalah ciri khas dari triad sindrom
HELLP. Temuan klasik hemolisis microangiopatik termasuk penurunan
yang signifikan dalam kadar hemoglobin, peningkatan serum bilirubin tidak
langsung, kadar haptoglobin serum yang rendah, peningkatan kadar laktat
dehidrogenase (LDH) dan apus perifer abnormal (schistocytes, sel duri, dan
echinocytes). Ambiguitas yang sama ada pada penggunaan tes fungsi hati
yang abnormal untuk mendefinisikan sindrom HELLP. Tidak ada
konsensus mengenai tingkat peningkatan enzim hati yang digunakan untuk
mendiagnosis sindrom HELLP (Harmon, et al. 2015). Jumlah trombosit
yang rendah adalah kelainan lain yang diperlukan untuk membuat diagnosis
sindrom HELLP. Namun, tidak ada kriteria yang menentukan untuk jumlah
trombosit yang rendah. Diferensial diagnosis dari sindrom HELLP adalah
sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS), disseminated intravascular
coagulation (DIC), thrombocytopenic purpura (TTP), sindrom uremik
hemolitik (HUS) dan AFLP.

2.4 Klasifikasi Hellp Syndrome


Sindrom HELLP merupakan singkatan dari haemolysis (H), elevatedliver
enzymes (EL) dan lowplatelet counts (LP), yaitu kondisi tingginya enzim
hati dan rendahnya trombosit. Terdapat dua klasifikasi yang digunakan
untuk menegakkan diagnosis sindrom HELLP yaitu klasifikasi Tennesse
dan klasifikasi Mississippi.
1. Klasifikasi Tennense:
− AST >70 IU/L
− LDH >600 IU/L
− Platelet <100x109/L
Keterangan
AST = Aspartate transaminase
LDH = Lactate dehydrogenase
Platelet= Trombosit

5
2. Klasifikasi Mississippi
Mengukur keparahan sindrom dengan menggunakan trombosit
terendah bersama dengan kriteria lainnya (AST>40 IU/L dan LDH
>600 IU/L).
Kelas I : Platelet <50x109/L
Kelas II : Platelet 50-10x109/L
Kelas III : Platelet 100-150x109/L

Pasien yang memenuhi beberapa kriteria di atas dianggap memiliki


sindrom HELLP parsial, sedangkan pasien yang memenuhi semua kriteria
dianggap memiliki sindrom HELLP komplit.

2.5 Patofisiologi Hellp Syndrome


Proses inflamasi sistemik pada Sindrom HELLP dipicu oleh cedera referfusi
iskemik. Arteri spiral yang gagal untuk merombak karena invasi trofoblas
yang tidak memadai atau apoptosis endotel yang rusak mengakibatkan
iskemia plasenta. Hal ini menyebabkan aktivasi endotelium, yang disertai
dengan peningkatan pelepasan faktor antiangiogenik, yang menyebabkan
cedera mikrovaskuler multiorgan. Selain itu, oksidasi abnormal asam lemak
oleh janin dan pelepasan zat antara metabolisme ke dalam sirkulasi ibu
menyebabkan disfungsi hati dan pembuluh darah. Ini terjadi ketika janin
memiliki cacat bawaan dalam oksidasi asam lemak mitokondria. Komponen
inflamasi termasuk peningkatan leukosit dan sitokin pro-inflamasi dengan

6
pengurangan sitokin anti-inflamasi.
Kaskade koagulasi diaktifkan oleh adhesi trombosit pada endotelium yang
teraktivasi dan rusak. Trombosit melepaskan tromboksan A dan serotonin,
menyebabkan vasospasme, agregasi trombosit, dan kerusakan endotel lebih
lanjut. Hal ini menyebabkan penggunaan trombosit yang berlebihan sebagai
reaksi imunitas pada kondisi infeksi sehingga rendahnya trombosit dalam
tubuh dan terjadi trombositopenia. Sel darah merah rusak saat melewati
kapiler yang kaya akan platelet-fibrin ini, menyebabkan anemia hemolitik
mikroangiopati. Cedera mikrovaskuler multiorgan dan nekrosis hati
menyebabkan perkembangan sindrom HELLP. Kaskade berakhir dengan
lahirnya janin.

2.6 Pemeriksaan Penunjang Hellp Syndrome


Sindrom HELLP biasanya terjadi pada trimester ketiga kehamilan meskipun
dapat terjadi pada usia kehamilan sebelum itu atau 2 hari setelah melahirkan.
Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Selain
pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk
membantu mengetahui sindrom hellp yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah.
Pemeriksaan laboratorium darah untuk mengetahui jumlah trombosit dalam
tubuh, ada tidaknya anemia, pemeriksaan enzim-enzim hati untuk
mengetahui fungsi hati, dan pemeriksaan lain untuk mendeteksi adanya
komplikasi dari sindrom HELLP seperti pemeriksaan fungsi ginjal meliputi
BUN (Blood Urea Nitrogen) atau kreatinin dan pemeriksaan koagulasi
untuk mendeteksi ada atau tidaknya gangguan pembekuan darah.
2. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dilakukan untuk mendeteksi kadar protein dalam urine.
Jika kadar protein tinggi, maka kemungkinan mengalami gangguan
berbahaya saat kehamilan juga semakin tinggi.
3. Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan dilakukan jika dicurigai terdapat perdarahan pada
organ hati, meskipun kondisi seperti ini jarang terjadi. Pemeriksaan
pencitraan seperti MRI, juga dapat dilakukan untuk memastikan jika

7
gangguan yang terjadi disebabkan oleh sindrom HELLP.

2.7 Penatalaksanaan Hellp Syndrome


HELLP syndrome adalah komplikasi yang terjadi dari keadaan pre-eklamsia
berat. Penatalaksaannya harus berdasarkan penilaian yang cermat,
stabilisasi keadaan ibu, monitoring ketat, dan melakukan persalinan dalam
waktu dan kondisi yang tepat. Beberapa yang harus diperhatikan yaitu :

1. Stabilisasi tekanan darah


Pada ibu dengan hipertensi berat (>160/110 mmHg), obat penurun tekanan
darah diberikan dengan target menurunkan tekanan darah. Pada hipertensi
berat, obat pilihan utama : kapsul nifedipine short acting, hydralazine
intravena atau parenteral labetolol. Alternatif lain adalah : methydopa oral,
labetolol oral, atau clonidine oral. Nifedipine dapat diberikan dengan dosis
awal 3x10 mg per oral, dengan dosis maksimal 120 mg/hari. Nifedipine
tidak boleh diberikan secara sublingual. Tidak siperbolehkan memberikan
obat jenis atenolol, ACE inhibitor, angiotensis receptor blocker dalam
kehamilan (Hidayati, 2018).
2. Pencegahan kejang
Anastesia umum menjadi pilihan dikarenakan untuk mengurangi
komplikasi perdarahan neuraksial serta menjaga kondisi ibu (sistem saraf
pusat/otak) yang sudah mengalami kejang sebanyak 2 kali. pemberian
deksametason akan memperbaiki jumlah trombosit pada pasien sindroma
HELLP. Beberapa indikasi dilakukan pembiusan umum adalah adanya
perdarahan maternal yang sedang berlangsung, bradikardia pada janin,
trombositopenia berat atau adanya gangguan koagulasi atau kombinasi
ketiganya. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya kemungkinan akses
jalan nafas yang sulit, respon hipertensif pada pemasangan laringoskop dan
intubasi serta efek magnesium sulfat pada transmisi neuromuskular yang
akan mempengaruhi kontraksi uterus. (Agnesha, 2020).
Tatalaksana farmakologis yang mungkin diberikan dapat berupa MgSO4
drip 40% 6 gram dalam RL 500 cc gtt XXVIII/menit, diberikan injeksi
Dexametason 1x12mg lalu diberikan juga Nifedipine 4x10 mg, Dopamet
3x500mg, Misoprostol 4x1, Cefotaxim 1gr/12 jam, O2 5 liter dan
8
pemasangan kateter foley. Pemberian MgSO4 40% 4 gram bolus IV
dilanjutkan drip MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc gtt XX/menit
bertujuan untuk mencegah kejang yaitu dengan menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat transmisi neuromuskular sehingga terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan ion magnesium. Pemberian MgSO4 juga dapat
menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya
menimbulkan efek flushes. Pemberian dexamethasone bertujuan untuk
perbaikan sindrom HELLP dan untuk mempercepat perbaikan gejala klinik
serta laboratorik. (Kusmardika, 2021).
3. Keseimbangan cairan
Retriksi cairan dianjurkan pada konsisi preeklamsia berat, disebabkan
meningkatnya risiko overload cairan intra atau postpartum. Total cairan
masuk harus dibatasi 80ml/jam atau 1ml/kg/jam. Diuretikum tidak boleh
diberikan, kecuali jika ada gejala edema paru, gagal jantung kongestif, atau
edema anasarca. Pemberian diuretikum akan memperburuk kondisi ibu dan
janin karena memperberat hypovolemia, mengurangi perfusi utero plasenta,
meningkatkan hemokonsentrasi, dan menimbulkan dehidrasi pada janin
(Hidayati, 2018).
4. Pemberian kortikosteroid untuk maturasi paru janin
Kortikosteroid harus diberikan pada ibu preeklamsia dengan usia kehamilan
,34 minggu. Pemberian steroid pada wanita yang terancam persalinan
premature (spontan atau iatrogenik) sangat signifikan menurunkan
mortalitas dan morbiditas neonatal. Neonatus preterm yang mendapat terapi
steroid memiliki risiko lebih rendah dalam hal respiratory distress
syndrome, perdarahan intracranial, necrotizing enterocilitis dan kematian.
Pilihan steroid untuk maturase paru janin ada 2, yaitu : dexamethasone 4 x
6 mg i.m (tiap 12 jam atau dalam 2 hari pemberian) dan betamethasone 2 x
12 mg i.m (tiap 24 jam atau dalam 2 hari pemberian) (Hidayati, 2018).
Dikarenakan gejala yang sering ditimbulkan adalah nyeri pada kuadran
kanan atas perut, untuk penanganan non farmakologinya dapat dengan
teknik massage effleurage dan juga terapi musik.

9
1. Teknik Massage effleurage
Massage effleurage adalah teknik melakukan tekanan tangan pada jaringan
lunak, biasanya otot, tendon atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan
atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi
dan memperbaiki sirkulasi. Teknik Massage effleurage dapat membantu ibu
merasa lebih segar, rileks, dan nyaman selama persalinan. Teknik massage
effleurage bertujuan untuk membantu melancarkan peredaran darah dan
cairan getah bening (cairan limpha), membantu mengalirkan darah di
pembuluh balik (darah veneus) agar cepat kembali ke jantung (Astuti ,
2020).
2. Terapi musik
Terapi Musik adalah rangsangan audio yang terorganisir yang terdiri dari
melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk, dan gaya. Musik bukan hanya
sekedar bunyi tetapi merupakan komposisi dari bunyi dan mampu
membantu tubuh dan pikiran saling bekerja sama. Terapi musik adalah
usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara
yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental (Astuti, 2020).

10
BAB III
PATHWAY

11
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Kasus
Pasien seorang wanita,usia 34 tahun, gravida 3 paritas 1 abortus 1 hamil 24
minggu, janin intra uterine fetal death. Pasien datang dikarenakan kejang seluruh
badan selama 5 menit sekitar 30 menit yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
selama ini kontrol antenatal rutin di bidan. Satu hari sebelum masuk rumah sakit
pasien mengeluh nyeri ulu hati lalu periksa ke bidan dan diberikan obat maag. Tiga
puluh menit sebelum masuk rumah sakit pasien kejang dan di rumah sakit pasien
kejang selama 3 menit.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran glasgow coma scale
(GCS) 14 E3M6V5, jalan nafas bebas, frekuensi nafas 30 kali per menit, tekanan
darah 180/110 mmHg, nadi 130 kali per menit, suhu 37,2 o C. Pasien berat badan
68 kg, tinggi 165 cm, IMT 24,9 kg/m2. Pemeriksaan status generalis menunjukkan
konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, serta jantung, paru-paru, dan vertebra tidak
terdapat kelainan. Pada pemeriksaan abdomen denyut jantung janin tidak
ditemukan. Pasien dilakukan pemasangan kateter dan didapatkan urin keluar
kurang lebih 300 cc gross hematuria.
Hasil laboratorium didapatkan kadar hemoglobin 14.1 gr%, hematokrit 40.9%,
leukosit 24.000 mg/ dL, trombosit 94.000 mg/dL, GDS 121 mg/dL. Kadar enzim
hepar SGOT 350 IU/L dan SGPT 285 IU/L. Ureum 47 mg/dL dan kretinin 1,1 mg/
dL. Pemeriksaan urinalisis didapatkan protein +3, leukosit 10–12 /LPB, eritrosit 8–
10/LPB. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan jantung dan paru tidak
tampak kelainan. Pasien didiagnosis eklampsia TD 180/110 mmHg dan sindroma
HELLP (trombositopenia 94.000 mg/dL, SGOT 350 IU/L dan SGPT 285 IU/L).
Terapi yang diberikan MgSO4 4 gr intravena (IV) selama 20 menit dilanjutkan
1 gram/jam; ranitidin 50 mg IV; deksametason 10 mg IV; ceftriakson 1 gram IV.
Tindakan anestesia yang dipilih pada pasien ini adalah dengan pembiuasan umum.
Dilakukan informed consent mengenai rencana pembiusan beserta resiko-resiko
yang dapat terjadi. Setelah mengerti dan setuju dengan rencana tindakan yang akan
dilakukan, alat-alat dan obat untuk pembiusan umum dan emergency dipersiapkan,
dilakukan pemasangan monitor untuk memantau tanda vital pasien selama operasi.

12
Pasien dalam posisi supine di atas meja operasi dilakukan preoksigenasi dengan
oksigen 100% selama 3 sampai 5 menit tanpa memberikan tekanan positif.
Kemudian dilakukan penekanan krikoid, diberikan propofol 2 mg/kg, fentanyl 2
mcg/kg, lidokain 1,5 mg/kg dan rokuronium 1,2 mg/kg intravena. Setelah obat
pelumpuh otot bekerja dilakukan intubasi. Intubasi menggunakan laringoskopi
dengan pipa endotrakeal nomor 6,5 kemudian dihubungkan dengan circuit
breathing dan dilakukan pemasangan pipa nasogastrik. Tindakan selanjutnya
dilakukan setting ventilator dengan volume tidal 8 ml/kg, RR 14 x/menit, PEEP 5
cmH2O, FiO2 : N2O = 50% : 50%. Dilakukan pemeliharaan dengan sevofluran
0,75 MAC dengan 1,5 volume %. Setelah bayi dan plasenta lahir diberikan
oksitosin drip 20 internasional unit (IU) dalam 500 ml Ringer laktat (RL). Selama
operasi berlangsung dilakukan monitoring hemodinamik. Operasi berjalan selama
30 menit, perdarahan selama operasi sekitar 1000 ml. Pasien kemudian dilakukan
observasi di ICU untuk penanganan lebih lanjut.
Pasca operasi intubasi tetap dipertahankan dan disambung dengan ventilator.
Ventilator disetting dengan pressure control 14 cmH2O, respiratory rate (RR)
12x/menit, PEEP 7 cmH2O dan FiO2 50%. Pasien diberikan clear fluid melalui
pipa nasogastrik dengan air putih 30 cc/jam dinaikkan bertahap sampai dengan
makan cair serta posisi kepala head up 30o. Pasien diberikan analgetik morfin 1
mg/jam IV dan sedasi propofol 7 mg/ jam IV ditambah dengan midazolam 2
mg/jam IV. Pasien diberikan omeprazole 1x40 mg IV dan antibiotik diberikan
ceftriakson 2x1 gr IV. Selama perawatan di ICU hari pertama hemodinamik dan
kondisi pasien belum stabil dengan tekanan darah 160/100 mmHg dan nadi
115x/menit serta diuresis 0,6 ml/kg/jam. Diberikan methyldopa 3x500 mg melalui
pipa nasogastrik dan deksametasone 2x10 mg IV.
Pada hari ke dua pasien dilakukan ekstubasi dan tetap dilakukan pemantauan
hemodinamik dan diuresis. Selama pemantauan hari kedua di ICU, didapatkan
kesadaran pasien kompos mentis dan tanda vital pasien relatif stabil dengan SpO2
98- 100% oksigen nasal kanul 4 L/menit, tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi
nadi 100x/menit dan RR 20x/menit. Diuresis selama 24 jam didapatkan sekitar 0,8
ml/kg/jam dengan warna urin sudah mulai kuning. Balanced cairan harian
didapatkan positif 800 ml. Hasil laboratorium post operasi hemoglobin 11 gr%,

13
hematocrit 32%, leukosit 25.500 mg/dL, trombosit 120.000 mg/dL, GDS 115
mg/dL. Kadar enzim hepar SGOT 345 IU/L dan SGPT 290 IU/L. Ureum 50 mg/dL
dan kretinin 2,8 mg/dL.

4.2 Pengkajian
A. Identitas pasien
Nama :-
Umur : 34
Jenis kelamin : Perempuan
No. Rekam medik :-
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : Nyeri uluh hati
2. Alasan masuk RS : kejang seluruh badan selama 5 menit sekitar 30
menit yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
3. Riwayat alergi :-
4. Riwayat penyakit sekarang: Kejang
5. Riwayat penyakit dahulu: -
6. Riwayat penyakit keluarga: -
C. Data Fokus
Tanda-tanda vital masuk rumah sakit
1) RR : 30 x/menit
2) Nadi : 130 x/menit
3) TD : 180/110 mmHg
4) Suhu : 37,2 oC
5) BB : 68 kg
6) TB : 165 cm
7) IMT : 24,9 Kg/m2
8) Riwayat Kehamilan : G3P1A1

Tanda-tanda vital hari pertama di ICU


1) RR : 30 x/menit
2) Nadi : 115 x/menit
3) TD : 160/100 mmHg

14
Tanda-tanda vital hari kedua di ICU
1) RR : 20 x/menit
2) Nadi : 100 x/menit
3) TD : 140/90 mmHg
4) SpO2 : 98-100%
D. Pengkajian sekunder
1) Breath : Jalan nafas bebas, frekuensi nafas 30 kali per menit
2) Blood : Tekanan darah 180/110 mmHg, nadi 130 kali per menit, suhu
37,2 o C. Hasil laboratorium didapatkan kadar hemoglobin 14.1 gr%,
hematokrit 40.9%, leukosit 24.000 mg/ dL, trombosit 94.000 mg/dL,
GDS 121 mg/dL.
3) Brain : Glasgow coma scale (GCS) 14 E3M6V5
4) Bladder : Pasien dilakukan pemasangan kateter dan didapatkan urin
keluar kurang lebih 300 cc gross hematuria
5) Bowel : -
6) Bone : edema (-/-) fraktur (-/-) sianosis (-/-).
E. Pengakajian pskiologi : tidak terkaji
F. Pengkajian sosial : tidak terkaji
G. Pengkajian spiritual : tidak terkaji
H. Pengkajian budaya : tidak terkaji
I. Pengkajian janin : denyut jantung janin tidak ditemukan

15
Hari ke-1

NO Analisis Data Etiologi Masalah


1. DO : Efek Prosedur Risiko Infeksi (00004)
- Pasien dilakukan Invasif
pemasangan kateter
- Pasien pasca operasi
- Leukosit 24.000
- Pemeriksaan urinalisis
didapatkan protein +3
- Urine pasien yang keluar
kurang lebih 300 cc
- gross hematuria
DS : -
2. Do : Gangguan Risiko Pendarahan
- Pasien mengalami Koagulasi (00206)
pendarahan operasi (Trombositopenia)
1000mL
- Trombosit 94.000 mg/dL
- Nadi 130x/mnt
3. DO : Ketidakefektifan Hambatan Ventilasi
- Frekuensi nafas 30 kali per Otot Bantu Nafas Spontan (00033)
menit
- Intubasi menggunakan
laringoskopi dengan pipa
endotrakeal nomor 6,5
- Volume tidal 8 ml/kg
- Ventilator disetting dengan
pressure control 14 cmH2O
DS : -
4. DO : Obstruksii Anatomi Hambatan Eliminasi Urine
- Urin keluar kurang lebih 300 (00016)
cc

16
- Gross hematuria
- Ureum 47 mg/dL
- Pasien terpasang kateter
DS : -
5. DO : Hipotoksik Risiko Gangguan Fungsi
- Sklera ikterik Hati (00178)
- Kadar enzim hepar SGOT
350 IU/L dan SGPT 285
IU/L
DS : -
6. DO: Adanya Perubahan Penurunan Curah Jantung
Pemeriksaan fisik: Frekuensi Jantung (00029)
- TD : 180/110 mmHg
- Nadi : 130 x/menit
Pasca operasi:
- TD : 160/100 mmHg
- Nadi : 115 x/menit
DS:

Hari ke-2

No Analisis Data Etiologi Masalah


1. DO: Gangguan Ketidakefektifan pola
Muskuloskeletal nafas (00032)
- SpO2 98- 100%
- Oksigen nasal kanul 4
L/menit
2. DO : Adanya Medikasi Risiko Gangguan Fungsi
dan Penggunaan Hati (00178)
- Kadar enzim hepar SGOT
Obat
345 IU/L dan SGPT 290
IU/L
DS : -

Perencanaan Keperawatan Hari Ke-1

17
No Diagnosis Keperawatan NOC NIC

1 Risiko Infeksi (00004) Kontrol Risiko : Proses Kontrol Infeksi (6540)


Infeksi (1924) 1. Bersihkan lingkungan
Setelah dilakukan dengan baik setelah
tindakan keperawatan digunakan untuk setiap
diharapkan masalah klien pasien
dapat teratasi dengan 2. Ganti peralatan
kriteria hasil : perawatan per pasien
1. Mengenali faktor sesuai protokol
risiko infeksi dari 3. Gunakan kateterisasi
kadang kadang intermiten untuk
menunjukkan (3) mengurangi kejadian
dapat ditingkatkan infeksi kandung kemih
menjadi (4) sering 4. Berikan terapi antibiotik
menunjukkan yang sesuai
2. Mengklarifikasi
risiko infeksi yang
didapat dari kadang
kadang menunjukkan
(3) dapat ditingkatkan
menjadi (4) sering
menunjukkan
3. Memonitor faktor di
lingkungan yanng
berhubungan dengan
risiko infeksi dari
kadang kadang
menunjukkan (3)
dapat ditingkatkan
menjadi (4) sering
menunjukkan
4. (4) sering
menunjukkan

2 Risiko Pendarahan Keparahan Kehilangan Pencegahan Perdarahan


(00206) Darah (0413) (4010)
Setelah dilakukan 1. Monitor risiko
tindakan keperawatan perdarahan pada pasien
diharapkan masalah klien 2. Catat hemoglobin dan
dapat teratasi dengan hematokrot sebelum dan
kriteria hasil : setelah kehilangan darah

18
1. Perdarahan pasca 3. Monitor tanda dan
pembedahan dari gejala perdarahan menetap
berat (1) menjadi 4. Berikan produk-
ringan (4) produk penggantian darah
2. Peningkatan denyut 5. Instruksikan pasien
nadi apikal dari cukup dan keluarga untuk
berat (2) menjadi memonitor tanda
ringan (4) perdarahan dan mengambil
3. Kehilangan darah tindakan yang tepat jika
terlihat dari berat (1) terjadi perdarahan misal
menjadi ringan (4) lapor ke perawat

Perawatan Postpartum
(6930)
1. Pantau TTV
2. Monitor lokasi terkait
warna, jumlah, bau, dan
adanya gumpalan
3. Pantau perineum atau
luka operasi atau
jaringan sekitarnya
4. Ajarkan perawatan
perineum untuk
mencegah infeksi dan
mengurangi
ketidaknyamanan

3. Hambatan Ventilasi Setelah dilakukan Terapi Oksigen (3320)


Spontan (00033) intervensi keperawatan -Pertahankan kepatenan
selama jalan nafas
1 x 24 jam, ventilasi - Berikan oksign tambahan
spontan meningkat seperti yang diperintahkan
dengan kriteria hasil: - Monitor aliran oksigen

Status Pernafasan Monitor pernafasan


(0415): (3350)
1. Volume tidal dari - Monitor kecepatan,
Deviasi berat dari irama, dan kedalaman
kisaran normal - Monitor pola nafas
dengan skala (1) (takipneu)
meningkat menjadi - Monitor saturasi O2
Tidak ada deviasi

19
dari kisaran normal
dengan skala (5)
2. Penggunaan otot
bantu nafas dari berat
dengan skala (2)
meningkat menjadi
tida ada dengan skala
(5)

Status Pernafasan:
Ventilasi (0403):
1. Volume tidal dari
Deviasi berat dari
kisaran normal
dengan skala (1)
meningkat menjadi
Tidak ada deviasi
dari kisaran normal
dengan skala (5)
1. Penggunaan otot
bantu nafas dari
berat dengan
skala (2)
meningkat
menjadi tidak
ada dengan skala
(5)
4. Hambatan Eliminasi Urine Setelah dilakukan
Manajemen cairan
(00016) intervensi keperawatan (4120)
selama - Jaga intake/asupan yang
1 x 24 jam, eliminasi akurat dan catat output
urine meningkat dengan - Monitor status hidrasi
kriteria hasil: - Monitor makanan/ cairan
yang dikonsumsi dan
Eliminasi Urine (0503): hitung asupan kalori
1. Pola eliminasi dari harian
Sangat terganggu
dari skala (1)
meningkat menjadi
Tidak terganggu
dengan skala (5)
2. Jumlah urine dari
Banyak terganggu
dari skala (1)
meningkat menjadi
Tidak terganggu
dengan skala (5)

20
3. Warna urine dari
Sangat terganggu
dari skala (1)
meningkat menjadi
Tidak terganggu
dengan skala (5)
5. Risiko Gangguan Fungsi Setelah dilakukan Manajemen pengobatan
Hati (00178) intervensi keperawatan (2380)
selama 1 x 24 jam, - Tentukan obat apa yang
meningkat dengan diperlukan, dan Kelola
kriteria hasil: menurut resep atau
protokol
Fungsi Hati (0803): - Monitor pasien mengenai
1. Peningkatan Alanine efek terapeutik obat
Transaminase (ALT) - Monitor efek samping
SGPT) dari Berat obat
dengan skala (1) - Identifikasi jenis dan
meningkat menjadi jumlah obat bebas yang
Tidak ada dengan digunakan
skala (5) - Berikan pasien dan
2. Peningkatan keluarga mengenai
Aspartate informasi tertulis dan
Aminotransferase visual untuk meningkatkan
(AST) (SGOT) dari pemahaman diri mengenai
Berat dengan skala pemberian obat yang tepat.
(1) meningkat
menjadi Tidak ada
dengan skala (5)

Respon Pengobatan
(2301):
1. Efek terapeutik yang
diharapkan dari
Banyak terganggu
dengan skala (2)
meningkat menjadi
Tidak terganggu
dengan skala (5)

21
6. Penurunan Curah Jantung Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas
(00029) intervensi keperawatan (31)
selama -Posisikan pasien untuk
1 x 24 jam, curah jantung memaksimalkan ventilasi
meningkat dengan kriteria - Auskultasi suara nafas,
hasil: catat area yang
ventilasinya menurun atau
Keefektifan Pompa tidak ada dan adanya suara
Jantung (0400): tambahan
1. Tekanan darah sistol - Monitor status pernafasan
dari Deviasi berat dan oksigenasi,
dari kisaran normal sebagaimana mestinya
dengan skala (1)
meningkat menjadi Perawatan Sirkulasi : Alat
Deviasi ringan dari Bantu Mekanik (4064)
kisaran normal -Lakukan penilaian
dengan skala (4) sirkulasi perifer secara
2. Tekanan darah komprehensif
diastol dari Deviasi - Bantu memasukkan atau
cukup besar dari menanam alat bantu
kisaran normal -Selalu sediakan alat bantu
dengan skala (2) cadangan
meningkat menjadi - Monitor output urin
Tidak ada deviasi dari setiap jam
kisaran normal - Monitor intake dan
dengan skala (5) output cairan

Pengaturan
Hemodinamik (4150)
-Lakukan penilaian
Komprehensif terhadap
status dinamik
-Gunakan beberapa
parameter untuk
menentukan status klinis
pasien
- Monitor dan
dokumentasikan tekanan
nadi proporsional
- Arahkan pasien dan
keluarga mengenai
pemantauan hemodinamik

Perencanaan Keperawatan Hari Ke-2

No Masalah Keperawatan NOC NIC

22
1 Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan Terapi Oksigen (3320)
Nafas (00032) intervensi keperawatan -Pertahankan kepatenan
selama 1 x 24 jam, pola jalan nafas
nafas meningkat dengan - Berikan oksign tambahan
kriteria hasil: seperti yang diperintahkan
- Monitor aliran oksigen
Status Pernafasan - Monitor posisi perangkat
(0415): pemberian oksigen
1. Saturasi Oksigen dari
Deviasi ringan dari Monitor pernafasan
kisaran normal (3350)
dengan skala (4) - Monitor kecepatan,
meningkat menjadi irama, dan kedalaman
Tidak ada deviasi - Monitor pola nafas
dari kisaran normal (takipneu)
dengan skala (5) - Monitor saturasi O2
2. Penggunaan otot
bantu nafas dari
Deviasi ringan dari
kisaran normal
dengan skala (4)
meningkat menjadi
Tidak ada deviasi
dari kisaran normal
dengan skala (5)

2 Risiko Gangguan Fungsi Setelah dilakukan Manajemen pengobatan


Hati (00178) intervensi keperawatan (2380)
selama 1 x 24 jam, - Tentukan obat apa yang
meningkat dengan diperlukan, dan Kelola
kriteria hasil: menurut resep atau
protokol
Fungsi Hati (0803): - Monitor pasien mengenai
3. Peningkatan Alanine efek terapeutik obat
Transaminase (ALT) - Monitor efek samping
SGPT) dari Berat obat
dengan skala (1) - Identifikasi jenis dan
meningkat menjadi jumlah obat bebas yang
Tidak ada dengan digunakan
skala (5) - Berikan pasien dan
4. Peningkatan keluarga mengenai
Aspartate informasi tertulis dan
Aminotransferase visual untuk meningkatkan
(AST) (SGOT) dari pemahaman diri mengenai
Berat dengan skala pemberian obat yang tepat.
(1) meningkat

23
menjadi Tidak ada Identifikasi risiko (6610)
dengan skala (5) - Kaji ulang riwayat
Kesehatan masa lalu dan
Respon Pengobatan dokumentasikan bukti
(2301): yang ,menunjukkan
2. Efek terapeutik yang adanya penyakit medis,
diharapkan dari diagnose keperawatan
Banyak terganggu serta perawatannya
dengan skala (2) - Diskusikan dan
meningkat menjadi rencanakan aktivitas-
Tidak terganggu aktivitas pengurangan
dengan skala (5) risiko berkolaborasi
dengan individua atau
Kontrol Risiko: kelompok
Penggunaan Obat - Implementasikan
(1904): aktivitas pengurangan
1. Mengenali risiko
perubahan status
kesehatan dari Jarang
menunjukkan dengan
skala (4) meningkat
menjadi Secara
konsisten
menunjukkan dengan
skala (5)

Implementasi

Diagnosis Keperawatan Implementasi

Ketidakefektifan Pola Nafas (00032) -Memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan


kualitas penafasan
- Memonitor suara nafas tambahan seperti ngorol
atau mengi
- Memonitor pola nafas (misalnya: bradipneu,
takipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmanual)
- Memposisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
- Memonitor status pernafasan dan oksigenasi,
sebagaimana mestinya

Risiko Gangguan Fungsi Hati (00178) -Tentukan obat apa yang diperlukan, dan Kelola
menurut resep atau protokol
- Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
- Monitor efek samping obat
- Identifikasi jenis dan jumlah obat bebas yang
digunakan
- Berikan pasien dan keluarga mengenai informasi

24
tertulis dan visual untuk meningkatkan pemahaman diri
mengenai pemberian obat yang tepat.

Risiko Infeksi (00004 - Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan


untuk setiap pasien
- Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protokol
- Gunakan kateterisasi intermiten untuk mengurangi
kejadian infeksi kandung kemih
- Berikan terapi antibiotik yang sesuai

Hambatan Ventilasi Spontan (00033) -Pertahankan kepatenan jalan nafas


- Berikan oksign tambahan seperti yang diperintahkan
- Monitor aliran oksigen
-Monitor kecepatan, irama, dan kedalaman
- Monitor pola nafas (takipneu)
- Monitor saturasi O2

Hambatan Eliminasi Urine (00016) - Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output
- Monitor status hidrasi
- Monitor makanan/ cairan yang dikonsumsi dan hitung
asupan kalori harian

Penurunan Curah Jantung (00029) -Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


- Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya
menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
- Monitor status pernafasan dan oksigenasi,
sebagaimana mestinya

Perawatan Sirkulasi : Alat Bantu Mekanik (4064)


-Lakukan penilaian sirkulasi perifer secara
komprehensif
- Bantu memasukkan atau menanam alat bantu
-Selalu sediakan alat bantu cadangan
- Monitor output urin setiap jam
- Monitor intake dan output cairan
- Lakukan penilaian Komprehensif terhadap status
dinamik
-Gunakan beberapa parameter untuk menentukan status
klinis pasien
- Monitor dan dokumentasikan tekanan nadi
proporsional
- Arahkan pasien dan keluarga mengenai pemantauan
hemodinamik

25
Evaluasi

Diagnosis Keperawatan Evaluasi

Ketidakefektifan Pola Nafas (00032) S : Pasien mengatakan tidak sesak nafas


O:
- TTV (TD: 140/90 mmHg, N: 100x/menit, RR:
20x/menit) relatif stabil dengan SpO2 98- 100%
- Pasien terektubasi dan dipasang osigen nasal kanul 4
L/menit.
- Diberikan methyldopa (penurunan TD) 3x500 mg
melalui pipa nasogastri
A: Masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan untuk mempertahankan kondisi
pasien

Risiko Gangguan Fungsi Hati (00178) S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan
O:
-Status kesadaran composs mentis
-Tidak ada muncul tanda gangguan fungsi hati
A : Masalah resiko gangguan fungsi hati teratasi
P : intervensi dihentikan

Risiko Infeksi (00004) S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan


O:
- Status kesadaran compos mentis
- Pasien dapat eleminasi urine dengan normal
- Tidak ada muncul tanda infeksi
- Pasien diberikan omeprazole 1x40 mg IV dan
antibiotik diberikan ceftriakson 2x1 gr IV.
- Pasien deksametasone (obat alergi) 2x10 mg IV.
A : Masalah resiko infeksi teratasi
P : Intervensi dihentikan

Risiko Pendarahan (00206) S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan


O:
-Status kesadaran compos mentis
-Tidak ada muncul tanda resiko pendarahan
A : Masalah resiko pendarahan teratasi
P : Intervensi dihentikan

Hambatan Ventilasi Spontan (00033) S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan


O:
-Status kesadaran compos mentis
-tidak ada muncul hambatan ventilasi spontan
-TTV relatif stabil
A : Masalah hambatan ventilasi spontan teratasi
P : intervensi dilanjutkan untuk mempertahankan kondisi
pasien

Hambatan Eliminasi Urine (00016) S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan

26
O:
- Status kesadaran compos mentis
- Diuresis sekitar 0,8 ml/kg/jam dengan warna urin
sudah mulai kuning.
- Balanced cairan harian didapatkan positif 800 ml.
A : Masalah resiko hambatan eliminasi teratasi
P : Intervensi dihentikan

Penurunan Curah Jantung (00029) S : Pasien mengatakan tidak sesak nafas


O:
- TTV relatif stabil
- saturasi oksigen normal
- status kesadaran compos mentis
A : Masalah penurunan curah jantung teratasi
P : Intervensi dilanjutkan untuk pemantauan
hemodinamik

27
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
HELLP Syndrome atau sindroma HELLP adalah kumpulan gejala yang

mencakup hemolisis, peningkatan enzim liver, dan jumlah platelet yang

kurang dari batas bawah. Terdapat dugaan bahwa terjadinya kondisi ini dipicu

oleh preeklamsia atau eklamsia pada saat kehamilan. Sedangkan dugaan

lainnya adalah sindrom antifosfolipid, yaitu kondisi yang berisiko

menyebabkan penggumpalan darah. Sindrom HELLP merupakan singkatan

dari haemolysis (H), elevatedliver enzymes (EL) dan lowplatelet counts (LP),

yaitu kondisi tingginya enzim hati dan rendahnya trombosit. Terdapat dua

klasifikasi yang digunakan untuk menegakkan diagnosis sindrom HELLP

yaitu klasifikasi Tennesse dan klasifikasi Mississippi. Sindrom HELLP

biasanya terjadi pada trimester ketiga kehamilan meskipun dapat terjadi pada

usia kehamilan sebelum itu atau 2 hari setelah melahirkan. Sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.

28
DAFTAR PUSTAKA
Agnesha, Fahmi, dan Sri Rahardjo. (2020). Jurna Anestesi Obstetri Indonesia :
Eklampsia dan Sindroma HELLP pada Kehamilan Awal: Penegakan Diagnosis
dan Manajemen Anestesia. hlm.40-46.
American College of Obstetricians and Gynecologists - Task Force on
Hypertension in Pregnancy. 2013. Hypertension in Pregnancy. Washington DC:
ACOG.
Astuti, Lestari Puji, Zuliah, dan Tri Ismu Pujiyanto. (2020). Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan : Efektivitas Massage Effleurage dan Terapi
Musik Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Ibu Bersalin dengan Pre-
eklamsi. Vol.11 (2). Hlm. 43 – 50.
Balogun OA, Sibai BM. Counseling, management, and outcome in women with
severe preeclampsia at 23 to 28 weeks’ gestation. Clinical obstetrics and
gynecology. 2017 Mar 1;60(1):183-9.
Farhan Khalid; Neetu Mahendraker; Tiffany Tonismae. (2022). HELLP Syndrome.
Stat Pearls: Nasional Center For Biotechnology Information.
Harmon, Ashlyn Cornelius, Denise Amaral, Lorena Paige, Adrienne Herse, Florian
Ibrahim, Tarek Wallukat, Gerd Faulkner, Jessica Moseley, Janae Dechend,
Ralf LaMarca, Babbette. (2015). IL-10 supplementation increases Tregs and
decreases hypertension in the RUPP rat model of preeclampsia. Hypertension
in pregnancy. 34. 1-16. 10.3109/10641955.2015.1032054
Hidayati, Afif Nurul, Muhammad Ilham Aldika Akbar, dan Alfian Nur Rosyid.
(2018). Gawat Darurat Medis dan Bedah,
https://www.rsannisa.co.id/artikel/kesehatan/sindrom-hellp
Kuamardika, Dina Amalia dan Ratna Dewi Puspitasari. (2022). Preeklampsia berat
dengan HELLP sindrom dan IUFD. Vol. 12 (2). hlm.113-117.
Rath, W., Tsikouras, P., & Stelzl, P. (2020). HELLP Syndrome or Acute Fatty Liver
of Pregnancy: A Differential Diagnostic Challenge. Geburtshilfe und
Frauenheilkunde, 80(05), 499-507.

29

You might also like