You are on page 1of 5

Definisi “masyarakat” sangat beragam.

Dalam telaah sosiologi, biasanya definisi dibuat


berdasarkan hasil penelitian ataupun dari pengalaman sehari-hari. Masyarakat sebagai kesatuan
yang tetap dari orang-orang yang hidup di daerah tertentu dan bekerja sama dalam kelompok-
kelompok berdasarkan kebudayaan yang sama untuk mencapai kepentingan yang sama. 1
Masyarakat dengan demikian memiliki ciri-ciri:

(1) mempunyai wilayah dan batas yang jelas,


(2) merupakan satu kesatuan penduduk,
(3) terdiri atas kelompok-kelompok fungsional yang heterogen,
(4) mengemban fungsi umum, dan
(5) memiliki kebudayaan yang sama.

Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang di bawah tekanan serangkaian kebutuhan dan
di bawah pengaruh seperangkat kepercayaan, ideal dan tujuan tersatukan dan terlebur dalam
suatu rangkaian kesatuan kehidupan bersama.2 Kalimat kunci dari definisi tersebut adalah
kehidupan bersama. Yang dimaksud kehidupan bersama adalah kehidupan yang di dalamnya
kelompokkelompok manusia hidup bersama-sama di suatu wilayah tertentu, berbagi iklim,
berbagi identitas, berbagi kesenangan maupun kesedihan. Masyarakat sebagai kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan
yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dalam definisi tersebut, unsur-unsur pokok yang
membentuk masyarakat adalah interaksi, sistem adat istiadat, dan identitas bersama. Empat
kriteria yang harus dipenuhi agar suatu kelompok dapat disebut masyarakat, yaitu:

(1) kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu,


(2) rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi,
(3) kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama bersama,
(4) adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada.

Talcott Parsons memandang masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang harus memenuhi empat
syarat agar berfungsi, yaitu (1) penyesuaian masyarakat dengan lingkungan, (2) anggota
masyarakat harus sepakat akan ketentuan untuk memilih, mengetahui, dan memahami tujuan
kolektif dengan menyusun struktur tertentu, (3) penentuan anggota masyarakat agar dapat
1
Hendropuspito OC, D. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius 1989. Hal 75
2
Muthahhari, Murtadha. 1998. Masyarakat dan Sejarah Kritik Islam atas Marxisme dan Teori Lainnya. Terjemahan
M. Hashem. Bandung: Mizan. Hal 15
memainkan peranan dan mematuhi nilai-nilai serta menyelesaikan konflik dalam berinteraksi, (4)
terjadi integrasi dari keadaan masyarakat, individu, dan institusi dikontrol oleh unsur atau bagian
tertentu agar sistem sosial terpelihara. 3 Memberi batasan masyarakat sebagai setiap kelompok
manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang cukup lama, sehingga mereka dapat
mengorganisasi diri dan sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan sosial dengan batas-
batas yang jelas. Unsur penting dari definisi ini adalah kelompok manusia, bekerja sama dalam
waktu lama, dan hidup dalam wilayah dengan batas-batas yang jelas. Masyarakat sebagai
kelompok manusia yang hidup relatif sebagai kebersamaan berdasarkan suatu tatanan
kebudayaan tertentu.4 Definisi ini memuat unsur pokok, yaitu kelompok manusia, hidup dalam
kebersamaan, berdasarkan tatanan kebudayaan tertentu. Masih banyak pemikir yang membuat
definisi tentang masyarakat, seperti Edward Shill, Hassan Shadily, Bertrand, Sukanto, Horton
dan Hunt, Pareto, dan yang lain. Akan tetapi, disadari bahwa setiap definisi yang dikemukakan
tidak akan pernah lengkap karena sifat definisi itu sendiri yang harus dinyatakan secara singkat.
Bahkan, Soerjanto mengingatkan bahwa setiap definisi berbasis pada pendekatan realitas, artinya
menyoroti salah satu aspek realitas manusia, kerena itu mengandung kebenaran.5 Daripada
membuat definisi baru yang belum tentu lengkap sebagaimana sudah disusun oleh para pemikir
atau pemerhati masyarakat, maka lebih baik mengidentifikasi unsur-unsur menonjol yang
merupakan ciri-ciri dari masyarakat, yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok manusia yang disebut masyarakat memiliki suatu perasaan bersatu,


bahkan sense of belonging yang relatif sama sampai tingkat kepentingan tertentu.
2. Kelompok manusia tersebut hidup dan bekerja dalam suatu kerangka yang sama
untuk waktu yang lama.
3. Kelompok manusia tersebut menyelenggarakan hidupnya dalam suatu kerangka
organisatoris yang tumbuh dari kebiasaan atau kesepakatan diam-diam.
4. Kelompok manusia tersebut terdiri dari kelompok-kelompok yang lebih kecil baik
kelompok dalam alur genealogis maupun dalam alur organisatoris.6

Sebagai pengelompokan sosial, tiga ciri yang menandai suatu masyarakat, yaitu sebagai berikut:

3
Garna, Judistira K. 1996. Ilmu-ilmu Sosial Dasar Konsep Posisi. Bandung: Program Pascasarjana UNPAD. Hal 57
4
Kusumohamidjojo, Budiono. 2000. Kebhinnekaan Masyarakat di Indonesia Suatu Problematika Filsafat
Kebudayaan. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hal 26
5
Ibid, Hal 27
6
Ibid, Hal 28
1. Pada masyarakat terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya cukup besar.

2. Individu-individu tersebut harus mempunyai hubungan yang melahirkan kerja sama di antara
mereka minimal satu tingkatan interaksi.

3. Hubungan individu-individu itu sedikit banyak sifatnya harus permanen.7

Apakah setiap individu bersifat kemasyarakatan atau tidak, tiga pandangan, yaitu: (1) manusia
bersifat kemasyarakatan, (2) manusia terpaksa bermasyarakat, (3) manusia bermasyarakat
berdasarkan pilihannya sendiri.8 Menurut pandangan pertama, kehidupan bermasyarakat manusia
sama dengan kerekanan seorang pria dan seorang wanita dalam kehidupan berumah tangga di
mana masing-masing merupakan bagian dari suatu keseluruhan dan masing-masing bersifat ingin
bersatu dengan keseluruhan itu. Pandangan kedua meyakini bahwa kehidupan bermasyarakat itu
seperti kerja sama, yaitu suatu fakta antara dua negara yang karena tak mampu mempertahankan
diri dari serangan musuh terpaksa membuat suatu persetujuan bersama. Pandangan ketiga
berpendapat bahwa kehidupan bermasyarakat serupa dengan kerekanan dua orang bermodal
yang bersepakat membentuk suatu badan usaha untuk memperoleh keuntungan-keuntungan lebih
besar. Dari ketiga pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pandangan
pertama, faktor utama pembentuk kehidupan bermasyarakat adalah fitrah manusia itu sendiri;
sedangkan menurut pandangan kedua, faktor utama membentuk kehidupan bermasyarakat adalah
sesuatu yang berada di luar dan lepas dari manusia dan pandangan ketiga percaya bahwa faktor
utama pembentuk kehidupan bermasyarakat adalah kemampuan akal dan kemampuan
memperhitungkan yang dimiliki manusia. Dua pandangan mengenai masyarakat, yaitu
pandangan organisme dan pandangan mekanisme. Organisme memandang masyarakat sebagai
kesatuan hidup di mana individu-individu menempati kedudukan bawahan (subordinate) dan
fungsional bagaikan organ-organ badan. Keseluruhan didahulukan Studi Masyarakat Indonesia
atas kepentingan individual, ketunggalan atas kejamakan (pluralitas); keseragaman atas
keanekaragaman yang penuh persaingan dan konflik baik yang masih terpendam maupun
terbuka. Mekanisme memandang masyarakat sebagai perhimpunan individu-individu yang
masing-masing berdiri sendiri dan hanya atas cara lahiriah berinteraksi satu dengan yang lain.
Apa yang disebut masyarakat menurut pandangan tersebut tidak lain adalah jaringan relasi-relasi
7
Mutakin, Awan, dkk. 2004. Dinamika Masyarakat Indonesia. Bandung: PT. Genesindo. Hal 29
8
Muthahhari, Murtadha. 1998. Masyarakat dan Sejarah Kritik Islam atas Marxisme dan Teori Lainnya. Terjemahan
M. Hashem. Bandung: Mizan. Hal 17
yang ditambahkan dari luar kepada individualitas, para pelaku bagaikan perangkaian atom-atom
atau ketunggalan, perbedaan atau konflik atas perpaduan atau kesesuaian paham (konsensus).
Batas masyarakat, dalam konteks tempat menjadi jelas ketika dikaitkan dengan tempat atau sifat
tertentu, misalnya masyarakat Indonesia. Istilah Indonesia sudah banyak yang menulis, yang
paling terkenal adalah pendapat John Richardson Logan dan Adolf Bastian. Nama Indonesia
menurut Logan berasal dari kata “Indo” dan “Nesie”, yang artinya kepulauan Hindia. Nama
Indonesia dipakai dalam bukunya berjudul The Indian Archipalago and Eastern Asia yang
diterbitkan pada tahun 1850. Adolf Bastian memopulerkan nama Indonesia dalam bukunya
berjudul Indonesian oder die inseln des Malayaschen Archipelago (1884-1889). Yang belum
pernah ditulis secara khusus adalah apa dan bagaimana masyarakat Indonesia. Baru diketahui
secara luas adalah istilah Warga Negara Indonesia (WNI). Istilah WNI tersebut bahkan sudah
diakui secara yuridis sebagaimana terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958
juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Mengenai pengertian masyarakat Indonesia.
Empat komponen yang dapat dimasukkan dalam pengertian masyarakat Indonesia. Pertama,
kelompok masyarakat yang berproses dalam yuridiksi negara Republik Indonesia, namun yang
juga mengakui kenyataankenyataan berikut sebagaimana ditulis pada nomor dua. Kedua, tidak
semua suku yang menghuni desa-desa di kepulauan Indonesia, tetapi juga mereka yang tidak
dapat digolongkan kepada salah satu suku (terutama karena semakin banyaknya perkawinan
campuran antarsuku) dan yang terutama hidup di kota-kota. Ketiga, di samping itu mereka yang
menjadi penghuni di wilayah RI untuk jangka panjang dan menjalankan kehidupannya
berdasarkan prinsip organisatoris di Indonesia, karena itu meliputi baik warga negara Indonesia
maupun warga negara asing. Keempat, warga negara Indonesia yang menjadi penghuni wilayah
negara lain untuk jangka pendek.9 Pengertian masyarakat Indonesia seperti diungkapkan oleh
Kusumohamidjojo tersebut masih mencampuradukkan kategori yuridis dan kategori sosiologis-
antropologis. Kategori pertama terlihat pada komponen tiga dan empat, sedangkan kategori
sosiologis-antropologis dikesankan oleh komponen pertama dan kedua. Pengertian masyarakat
sesungguhnya lebih bersifat sosiologis-antropologis daripada bersifat yuridis. Namun pada
bagian lain dari tulisannya, Kusumohamidjojo menyadari bahwa pengertian masyarakat
Indonesia lebih bersifat sosiologis-antropologis, sebagaimana dapat dicermati dari pernyataannya

9
Kusumohamidjojo, Budiono. 2000. Kebhinnekaan Masyarakat di Indonesia Suatu Problematika Filsafat
Kebudayaan. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hal 30
berikut. Masyarakat tidak dapat dibayangkan tanpa kebudayaan dan sebaliknya kebudayaan
hanya relevan karena masyarakat yang menciptakannya.10

10
Ibid, Hal 31

You might also like