You are on page 1of 2

Ketua Kelompok : Nadia Putri Ramadhani (2116021085)

Anggota : 1. Refina Amalia Taufiq (2116021015)


2. Puput Cahya Dewi (2116021073)

Resume Mata Kuliah Kewargaan


Kristian Stokke, “Politik Kewargaan: Kerangka Analisis”
Dari buku Hariej, E. dan Stokke, K. 2017. Politik Kewargaan di Indonesia. Jakarta: YOI.

Dimensi Kewargaan
Penulis memandang bahwa kewargaan modern terbentuk dari empat dimensi yang saling terkait:
keanggotaan, status legal, hak, dan partisipasi. Sementara, dimensi keanggotaan dan status legal lebih terkait
soal inklusi kultural dan yuridis dalam komunitas warga negara, hak, dan partisipasi berkaitan dengan
kepemilikan atas hak-hak dan penerimaan atas kewajiban- kewajiban yang muncul atas proses inklusi.
Kewargaan sebagai Keanggotaan
Dimensi keanggotaan menekankan bahwa kewargaan didasarkan pada sebuah pembedaan antara yang di
dalam dan di luar komunitas, namun makna komunitas itu sendiri dan kriteria untuk bisa masuk itu berubah-
ubah berdasarkan waktu dan ruang. .
Kewargaan sebagai Status Legal
Kewargaan ditentukan berdasarkan kewargaan orangtua (jus sanguinis) atau berdasarkan basis negara tempat
seseorang dilahirkan (jus soli). Selain prinsip mendasar ini, kewargaan dalam situasi tertentu dapat juga
diberikan melalui proses pernikahan seorang warga negara (jus matrimoni) atau karena telah tinggal di suatu
teritori selama periode tertentu (jus domicili).
Kewargaan sebagai Hak
Komponen kewargaan ketiga adalah serangkaian hak yang berhubungan dengan status keanggotaan dan
kewargaan formal. Kebebasan sipil pada level individu menjadi prinsip utama untuk mendefinisikan
kewargaan berdasarkan pendekatan liberal, namun hak juga dapat tampil dalam bentuk lain (Roche 2002;
Schuck 2002). Kategorisasi umum yang diinisiasi oleh Marshall (1992) meliputi tiga tipologi hak: sipil, politik,
dan sosial.
Kewargaan sebagai Partisipasi
Kewargaan juga meliputi serangkaian kewajiban, misalnya dalam bentuk kewajiban membayar pajak dan wajib
militer. Perspektif komunitarian, khususnya menekankan pada partisipasi di tingkat masyarakat dan fungsi
integratif dari kewargaan aktif, dalam arti kewargaan membawa orang keluar dari wilayah privat ke dalam
kehidupan publik. Untuk menjadi ‘warga negara yang baik’ adalah dengan ‘menjadi seorang anggota dari
sebuah komunitas’ (Dagger, 2002:149).
Empat Dimensi Kewargaan yang Saling Memengaruhi
Kewargaan aktif memiliki pengaruh besar pada konstruksi wacana tentang identitas kultural dan partisipasi
politik juga menjadi bagian penting pada pelembagaan dan realisasi pelbagai bentuk hak kewargaan. Keempat
dimensi kewargaan ini dan substansi masing-masing memungkinkan kita untuk berfikir sistematis tentang
bentuk kewargaan yang terstratifikasi. Pemahaman akan kewargaan ini sebagai sesuatu yang parsial dan
terstratifikasi, meskipun penekanannya pada universalitas dan persamaan dalam model liberal semakin
menjadi perhatian dalam beberapa decade belakangan dalam konteks globalisasi, migrasi internasional, dan
perubahan bentuk tata kelola pemerintahan
Transformasi Kontemporer dalam Kewargaan
Taylor (2010) secara lebih spesifik memandang bahwa globalisasi dan multikulturalisme telah melahirkan
ketegangan-ketegangan territorial dan kultural dalam model kewargaan liberal, dan oleh karenanya,
membuka jalan bagi adanya ‘global and cultural trun’ dalam kajian-kajian kewargaan
Cultural Turn dalam Kajian Kewargaan
Model kewargaan liberal bertopang pada asumsi tentang homogenitas budaya. Model ini menganggap
kewargaan berbasis pada komunitas kebangsaan imajiner yang mengklaim adanya kesamaan budaya.
Global Turn dalam Kajian Kewargaan
Kemunculan tata kelola neoliberal membuat keanggotaan, hak, dan partisipasi tidak hanya didefinisikan oleh
hubungan warga Negara dengan Negara tetapi juga oleh pasar dan bahkan masyarakat sipil. Terakhir,
meningkatkan mobilitas internasional telah meningkatkan jumlah orang yang memiliki kewargaan atau
memiliki kesadaran transnasional.
Politik Kewargaan
Kewargaan selalu menjadi persoalan politik, bentuk dan substansi keanggotaan, status legal, hak, dan
partisipasi bersifat kontekstual hasil dari suatu pertarungan politik (Clarke, Coll, Dagnino dan Neveu, 2014; Van
der Heijden, 2014). Politik kewargaan selalu kompleks dalam hal aktor, kepentingan, strategi, dan kapasitas. Ia
juga beragam secara geografis karena kewarganegaran dipolitisasi dan dilembagakan dalam tempat dan
teritori yang beragam, pada skala yang berlapis dan saling terkait, dan melalui jejaring spasial lintas tempat,
teritori, dan skala.
Beragam Bentuk Ketidakadilan dan Perjuangan untuk Keadilan
Ketidakadilan ekonomi berakar pada struktur ekonomi politik dan meliputi eksploitasi, marjinalisasi, dan
deprivasi yang berlangsung menurut pembedaan-pembedaan kelas sosial. ketidakadilan kultural, berakar pada
pola-pola representasi simbolik yang diwujudkan dalam beragam bentuk dominasi budaya, tidak adanya
pengakuan dan penghormatan.
Selanjutnya, Fraser (1995) mengidentifikasi tiga tipe kolektivitas ideal berdasarkan pembedaan analitis antara
ketidakadilan ekonomi dan kultural. Antara dua tipe ideal ini, ada bentuk kolektivitas hibrid yang
menggabungkan elemen- elemen kelas yang tereksploitasi dan kelompok-kelompok yang identitasnya
mengalami misrekognisi.
Politik Identitas dan Politik Perbedaan
Politik identitas berdasarkan pengalaman-pengalaman ketidakadilan bersama yang bersumber dari
keanggotaan dalam suatu kelompok sosial, yang menghasilkan pelbagai tuntutan untuk inklusi melalui aksi
afirmatif (hak-hak kelompok) dalam model kewargaan liberal (Young., 1990). Politik perbedaan,
mengedepankan karakter kelompok yang terbentuk dan kebutuhan untuk mendekonstruksi identitas-identitas
kategoris dalam rangka mencapai kewargaan yang setara dan substantif (Lister, 2008).
Politik Representasi
Merespresentasi terkait dengan tiga komponen representasi utama: pertama, pembentukan urusan publik,
kedua, konstruksi demos, dan ketiga, hubungan antara rakyat dan tata kelola urusan publik (Beetham, 1999;
Törnquist, 2009).
Fraser (2009) berargumen bahwa kekeliruan pengerangkaan (misframing) menjadi sebab utama lemahnya
prosedur-prosedur politik representasi.

You might also like